Ini diistilahkan dengan Naqlul Udhhiyah (Distribusi Hewan Qurban)
Pada dasarnya anjuran qurban pelaksanaan dan pendistribusian adalah di negeri sendiri bahkan di kampung sendiri.
Dengan demikian pemilik qurban dapat melaksanakan tiga sunnah:
1. Menyembelih sendiri jika mampu
2. Jika tidak mampu, maka disunnahkan menyaksikan qurbannya saat disembelih
3. Ikut memakan daging qurban tersebut
Ketiga sunnah ini akan sulit bahkan tidak bisa diraih jika qurban di luar daerahnya.
Distribusi qurban ke negeri lain ada dua bentuk:
1. Mengirim uangnya ke luar daerahnya dan diamanahkan ke seseorang atau sekelompok orang sebagai tawkil (perwakilan) dari pemilik qurban.
2. Bisa juga disembelih di negeri sendiri oleh sebuah lembaga lalu diolah menjadi matang atau dibekukan (frozen) untuk dikirim ke luar negeri.
Pada dasarnya qurban di luar domisili pemilik (shahibul qurban), umumnya ulama melarang ada pula yang memakruhkan kecuali di luar daerah tersebut lebih membutuhkan dibanding daerahnya, maka ini boleh.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan sbb:
– Hanafiyah: sah tapi makruh, kecuali di luar daerah yang dituju ada kerabatnya atau kondisi di sana lebih membutuhkannya.
– Malikiyah: tidak boleh, yaitu jika jarak “luar daerah” yg dituju sudah sama dengan jarak dibolehkannya shalat qashar atau lebih. Kecuali kondisi di luar daerah tersebut lebih membutuhkan. Maka, boleh sebagian besar diberikan ke daerah yang membutuhkan itu, dan bagian yang sedikit bisa di berikan di tempatnya.
– Syafi’iyyah dan Hanabilah, sama dengan Malikiyah, yaitu tidak boleh di daerah luar yg jaraknya sudah boleh shalat qashar atau lebih. Bagi mereka qurbannya tetap sah tapi haram, kecuali di luar lebih butuh.
(Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, jilid. 4, hal. 282)
Jika melihat semua pendapat empat mazhab, maka semuanya sepakat bahwa qurban itu terlarang di luar daerah domisili pequrban.
Tapi, mereka juga sepakat hal itu dibolehkan jika di luar sana kondisinya lebih membutuhkan dibanding daerah si mudhahi (pequrban). Maka, jika kita lihat kondisi Palestina secara umum dan Gaza secara khusus, maka qurban ke Palestina khususnya Gaza adalah sah dan dibolehkan.
Hal ini diperkuat oleh penjelasan para imam berikut. Di antaranya:
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi Rahimahullah:
سواء كان بلده او موضعه من السفر بخلاف الهدى فإنه يختص بالحرم و فى نقل الأضحية وجهان حكاهما الرافعى و غيره تخريجا من نقل الزكاة
(Qurban itu sebaiknya di tempat sendiri) Sama saja baik di negerinya sendiri atau di negeri singgah saat dia safar, berbeda dengan Al Hadyu (qurban jamaah haji), itu khusus di tanah haram. Adapun pemindahan hewan qurban ada dua sudut pandang, hal itu diceritakan oleh Ar Rafi’iy dan lainnya, dikeluarkannya sebagaimana pendistribusian zakat (yakni BOLEH).
(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 7/404)
Ulama nusantara, Syaikh Nawawi Al Bantani:
و فى نقل الأضحية وجهان قياسا على نقل الزكاة و الصحيح هنا الجواز
Dalam masalah distribusi hewan qurban (ke luar daerah) ada dua pendapat diqiyaskan pada distribusi zakat, pendapat yang BENAR adalah BOLEH. (Tsimar Al Yani’ah, Hal. 82)
Juga difatwakan oleh para ulama dunia di zaman modern, di antaranya Al Ittihad Al ‘Alami Li ‘Ulamail Muslimin (Ikatan Ulama Muslimin Sedunia), yang dirintis oleh Al Imam Yusuf Al Qaradhawi Rahimahullah, yang saat ini diketuai oleh Syaikh Ali Al Qurrah Daghi Hafizhahullah.
Berikut ini fatwanya:
ترى اللجنة جواز نقل الأضحية – ولو مجمدة أو معبئة- من بلد لآخر إن كان ينقلها إلى ذي قرابة، أو إلى قوم هم أحوج إليها من بلده، وهو رأي جماهير الفقهاء، أما إن لم يكن هناك حاجة أو داع لنقلها، فالخلاف بين الفقهاء مشتهر، بين القول بالكراهة، أو بالجواز، أو بالحرمة مع كونها تجزئه. وترجح اللجنة أن نقلها مجزئ مطلقا، وهو ما ذهب إليه غالب الفقهاء المعاصرين ، وبخاصة أن الحاجة ماسة إليها في الدول التي تكثر فيها الحروب والطوارئ وتقع فيها المجاعات، وعلى رأس ذلك اليوم ما أصاب أهل غزة، فيشرع نقلها من بلد المزكي إلى غزة أو السودان ، وما شابههما من بلاد المسلمين الذين هم أحوج ما يكونون إلى الطعام والشراب المعتاد فضلا عن حاجتهم إلى اللحوم التي قد تقيم صلبهم أياما وأسابيع.
Lajnah Fatwa berpendapat bolehnya naqlul udhhiyah (distribusi qurban) baik dalam keadaan beku (frozen) atau dikemas dari satu negeri ke negeri lainnya, jika dia mendistribusikan ke kerabatnya, atau kaum yang lebih membutuhkannya dibanding negerinya, dan ini adalah pendapat mayoritas para fuqaha.
Akan tetapi, jika tidak ada keperluan dan alasan untuk mendistribusikannya, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha antara yang mengatakan makruh, boleh, dan haram namun tetap sah.
Lajnah fatwa mentarjih bahwa pendistribusian ini adalah sah secara mutlak, dan ini adalah pendapat mayoritas ahli fiqih kontemporer, khususnya teruntuk negeri yg kebutuhannya mendesak seperti di negara-negara yg banyak terjadi peperangan, keadaan darurat, serta kelaparan, terutama saat ini yang terjadi di penduduk Gaza.
Sehingga diperbolehkan didistribusikan dari negara asal ke Gaza atau Sudan, dan negara-negara serupa di negara-negara Islam, yang sangat membutuhkan makanan dan minuman yang secara normal, terutama kebutuhan mereka thdp daging yang dapat menguatkan tulang punggung mereka selama berhari-hari dan berminggu-minggu. Wallahu A’lam
(https://iumsonline.org/ar/ContentDetails.aspx?ID=35317)
Demikian. Wallahu A’lam
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
✍️ Farid Nu’man Hasan