Meyakini Semua Agama Sama Benarnya

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Ustadz senantiasa mendapat Rahmat Hidayah ALLAH SWT.
Izin bertanya Ustadz,

Misalkan jika mulut seorang muslim mengatakan bahwa semua agama adalah sama, Apakah seorang muslim tersebut dihukumi murtad ?

JAZAKALLAH KHOIR (+62 813-3432-xxxx)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumusalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika maksud org tersebut menganggap semua agama sama benarnya, bukan hanya Islam, selain Islam tidak boleh dikafirkan, maka keyakinan seperti ini adalah kayakinan yang membatalkan keislaman org tersebut.

Meyakini kekafiran agama selain Islam itu perkara yang aksiomatik dan baku. Tidak bergeser satu helai rambut pun atas ketetapan ini.

Kekafiran semua agama selain Islam baik musyrikin dan ahli kitab (Yahudi – Nasrani) disebutkan dalam Al Quran:

Allah Ta’ala berfirman:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Orang-orang kafir yakni ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. (QS. Al Bayyinah: 1)

Ayat lainnya:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al Bayyinah: 6)

Dalam ayat lainnya:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. Al-Ma’idah: 72-73)

Ada pun dalam hadits, dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tanganNya, tidak seorangpun dari umat ini yang mendengarku, baik  seorang Yahudi atau Nashrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman terhadap risalahku ini (Islam),  melainkan dia menjadi penghuni neraka. (HR. Muslim no. 153)

Imam Al Kasani dan Imam Ibnu Qudamah Rahimahumallah menjelaskan klasemen kekafiran sebagai berikut:

صِنْفٌ مِنْهُمْ يُنْكِرُونَ الصَّانِعَ أَصْلاً ، وَهُمُ الدَّهْرِيَّةُ الْمُعَطِّلَةُ
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ ، وَيُنْكِرُونَتَوْحِيدَهُ ، وَهُمُ الْوَثَنِيَّةُ وَالْمَجُوسُ
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَتَوْحِيدِهِ ، وَيُنْكِرُونَ الرِّسَالَةَ رَأْسًا ، وَهُمْ قَوْمٌ مِنَ الْفَلاَسِفَةِ

وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ الصَّانِعَ وَتَوْحِيدَهُ وَالرِّسَالَةَ فِي الْجُمْلَةِ ، لَكِنَّهُمْ يُنْكِرُونَ رِسَالَةَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

Kelompok yang mengingkari adanya pencipta, mereka adalah kaum dahriyah dan mu’aththilah (atheis).

Kelompok yang mengakui adanya pencipta, tapi mengingkari keesaanNya, mereka adalah para paganis (penyembah berhala) dan majusi.

Kelompok yang mengakui pencipta dan mengesakanNya, tapi mengingkari risalah kenabian yang pokok, mereka adalah kaum filsuf.

Kelompok yang mengakui adanya pencipta, mengeesakanNya, dan mengakui risalahNya secara global, tapi mengingkari risalah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah Yahudi dan Nasrani.

(Lihat: Imam Al Kasani, Al Bada’i Ash Shana’i, 7/102-103, lihat juga Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 8/263)

Berbagai ayat, hadits, dan penjelasan ulama ini, menjadi penegas fatalnya sesat pemahaman mereka yang menganggap kekafiran hanya berlaku bagi yang tidak bertuhan saja, bagi mereka Yahudi, Nasrani, dan lainnya, bukan kafir.

Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan:

ولهذا نكفِّر كل من دان بغير ملة المسلمين من الملل ، أو وقف فيهم، أو شك ، أو صحَّح مذهبهم ، وإن أظهر مع ذلك الإسلام

Oleh karena itu kita (umat Islam) menyatakan kafir orang yang:
– Beragama selain millahnya kaum muslimin
– atau org yg abstein atas kekafiran mereka
– atau ragu thdp kekafiran mereka
– atau membenarkan mazhab mereka

Walaupun bersamaan dengan itu dia menampakkan dirinya sebagai Islam.

(Asy Syifa bita’rifi Huquqil Musthafa, 2/1071)

Imam An Nawawi juga berkata:

مَنْ لَمْ يُكَفِّرْ مَنْ دَانَ بِغَيْرِ الْإِسْلَامِ كَالنَّصَارَى، أَوْ شَكَّ فِي تَكْفِيرِهِمْ، أَوْ صَحَّحَ مَذْهَبَهُمْ، فَهُوَ كَافِرٌ، وَإِنْ أَظْهَرَ مَعَ ذَلِكَ الْإِسْلَامَ وَاعْتَقَدَهُ

Siapa yang tidak mengkafirkan orang yang beragama selain Islam seperti Nasrani, atau ragu atas kekafiran mereka, atau membenarkan mazhab mereka, maka dia kafir, walaupun bersamaan dengan itu dia menampakkan keislaman dan meyakini Islam.

(Raudhatuth Thalibin, jilid. 10, hal. 70)

Imam Al Buhuti juga mengatakan kafirnya orang yang tidak mengkafirkan orang kafir. Beliau berkata:

فهُوَ كَافِرٌ؛ لِأَنَّهُ مُكَذِّبٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ}”

Orang itu (yaitu org yg tidak mengkafirkan org kafir) telah kafir, karena dia telah mendustakan ayat Allah Ta’ala: “Siapa yang menjadikan selain Islam sebagai agama, maka Allah tidak akan menerimanya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”

(Kasysyaaf Al Qina’, jilid. 14, hal. 231)

Oleh karena itu para ulama menetapkan kaidah yg mu’tabarah (diakui):

من لم يكفِّر الكفار أو شكَّ في كفرهم أو صحَّحَ مذهبهم فهو كافر

Siapa yang tidak mengkafirkan orang kafir, atau ragu atas kekafirannya, atau membenarkan mazhab mereka, maka dia juga kafir

Catatan:

– Kaidah di atas hanya berlaku untuk org yang tidak mengkafirkan kekafiran yang jelas, nyata, dan disepakati. Bukan kekafiran yang masih diperselisihkan.
– Walaupun non muslim adalah kafir, namun kita diajarkan untuk tetap santun dalam bermuamalah dengan mereka khususnya kafir dzimmi.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Cek Khodam

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN

Assalamualaikum .. apakah hukum cek khodam online melalui web/aplikasi yg mana aplikasi itu ditujukan untuk lucu-lucuan ? (Hifni, Banjarmasin)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim…

Khodam yang biasa dipahami dalam dunia klenik dan perdukunan adalah jin yang ada pada seseorang yang melayani kehidupan orang tersebut. Dia membuatnya kebal, berani, merasa aman, dll.

Di beberapa medsos, seperti tiktok, ada video yang menampilkan suara seorang wanita yang menceritakan adanya khodam pada pihak yang bertanya di kolom komentar secara live. Sdr fulan, khodam anda adalah ini .. Sdr Alan, khodam anda adalah itu..

Hal ini membuat orang-orang yang mampir ke video tersebut jadi penasaran dan ingin membuktikan apakah dirinya ada khodam. Baik dia bertanya dengan tujuan untuk benar-benar mengetahui dan mempercayai, ada pula yang main-main, iseng, bahkan ingin ngetes dan ngejailin.

Bertanya hal ini sama dengan bertanya perkara yang ghaib, yang mana hanya Allah Ta’ala yang tahu. Allah Ta’ala berfirman:

قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” [Surat An-Naml: 65]

Dari pihak penjawab, maka posisinya adalah sama dengan peramal, dukun, dan paranormal. Ini salah satu profesi diharamkan dan kufur bagi pelakunya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad no. 9532, shahih)

Sebagian ulama ada yang mengartikan kufur di sini duna kufrin (kafir di bawah kekafiran, yaitu kafir yg belum sampai murtad). Sebagian lain mengatakan murtad alias keluar dari Islam. Dalam hadits di atas, jika orang yang bertanya dan mempercayainya saja disebut kufur maka apalagi si peramal itu sendiri.

Syaikh Abdullah al Faqih mengatakan:

فإذا كان الذي يأتي الكاهن ويصدقه كافرًا بالإسلام، فكيف بمن يتعاطاها، ويدعيها؟!

Jika orang yang mendatangi dukun dan membenarkannya adalah kafir terhadap Islam maka bagaimana dengan mereka yang mengklaim tahu perkara ghaibnya (yaitu dukunnya)?! (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 313477)

Hadits lainnya:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً 

Barang siapa yang mendatangi peramal, lalu dia menanyainya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam. (HR. Muslim No. 2230)

Ada pun posisi pihak yang bertanya, jika maksudnya untuk benar-benar bertanya dan mempercayainya maka dia kafir ‘amali (kafir perbuatannya) bukan aqidahnya, dia masih muslim namun fasiq.

Sebab, di hadits atas disebutkan shalatnya sia-sia selama 40 hari, artinya dia masih diakui keislamannya tapi shalat yang dilakukan tidak ada nilai pahala sama sekali sebagaimana penjelasan Imam An Nawawi sbb:

وَأَمَّا عَدَمُ قَبُولِ صلاته فمعناه أنه لاثواب لَهُ فِيهَا وَإِنْ كَانَتْ مُجْزِئَةً فِي سُقُوطِ الفرض عنه ولايحتاج مَعَهَا إِلَى إِعَادَة

Ada pun maksud tidak diterimanya Shalatnya adalah tidak ada pahala lada shalatnya walau shalatnya sah, itu hanya menggugurkan kewajiban saja, dan dia tidak perlu mengulangi shalatnya (Syarh Shahih Muslim, jilid. 14, hal. 227)

Adapun melihat video ramalan (cek khodam) itu secara tidak sengaja, atau sengaja tapi bukan untuk mempercayai tapi untuk membuktikan kebohongan dukun tersebut maka tidak apa-apa, namun hal ini jangan dilakukan oleh orang awam dan lemah agamanya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Mewakilkan Umrah (Badal Umrah) Untuk yang Sudah Meninggal, Bisakah?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN

apa benar ibadah umroh bisa di wakil kan untuk orang yang sudah meninggal?tolong penjelasan nya ustad,terimah kasih (Ales Muntashir-Sumatera Selatan)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Bismillahirrahmanirrahim..

Pertanyaan ini sudah sangat sering ditanya dan dibahas. Nampaknya perlu kami ulangi lagi.

Mewakilkan umrah (juga haji) untuk muslim yang sudah wafat atau tidak mampu lagi secara fisik adalah hal yang dibolehkan menurut para ulama secara umum, berdasarkan dalil-dalil yang begitu banyak.

Di antaranya, dari Abu Razin Al ‘Uqailiy, dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bertanya:

يا رسول الله إن أبي شيخ كبير لا يستطيع الحج و لا العمرة و لا الظعن : قال ( حج عن أبيك واعتمر )

Wahai Rasulullah, ayahku sudah sangat tua, tidak mampu haji, umrah, dan perjalanan. Beliau bersabda: “Haji dan umrahlah untuknya.”
(HR. Ibnu Majah No. 2906, At Tirmidzi No. 930, Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih)

Hadits lainnya:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَن نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi ﷺ mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaika dari Syubrumah.” Rasulullah bertanya: :”Siapa Syubrumah?” laki-laki itu menjawab: “Dia adalah saudara bagiku, atau teman dekat saya.” Nabi bersabda: “Engkau sudah berhaji?” Laki-laki itu menjawab: “Belum.” Nabi bersabda: “Berhajilah untuk dirimu dahulu kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud No. 1813, Imam Al Baihaqi mengatakan: isnadnya shahih. Lihat Al Muharar fil Hadits, No. 665)

Hadits lainnya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تَحُجَّ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا

Abdullah bin Buraidah dari bapaknya berkata, “Seorang wanita menemui Nabi ﷺ lalu bertanya, ‘Ibuku meninggal dan belum melaksanakan haji, apakah saya dapat berhaji untuknya?’ Beliau menjawab, ‘Ya. Berhajilah untuknya.’
(HR. At Tirmidzi no. 929, At Tirmidzi berkata: hasan shahih)

Dari hadits-hadits di atas menunjukkan kebolehan badal haji atau umrah atas nama orang yang sudah wafat atau tidak mampu secara fisik. Namun pembolehannya ini terikat syarat, yaitu:

1. Yang dibadalkan memang sudah wafat, atau fisik tidak memungkinkan, bukan karena menghindari antrean haji yg begitu lama misalnya.

2. Yang membadalkan sudah haji atau umrah juga sebagaimana hadits Syubrumah di atas, inilah pendapat mayoritas ulama.

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

شرط الحج عن الغير يشترط فيمن يحج عن غيره، أن يكون قد سبق له الحج عن نفسه

“Disyaratkan bagi orang yang menghajikan orang lain, bahwa dia harus sudah haji untuk dirinya dulu.” (Fiqhus Sunnah, jilid. 1, hal. 638)

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah disebutkan:

ذهب الفقهاء في الجملة إلى أنه يجوز أداء العمرة عن الغير؛ لأن العمرة كالحج تجوز النيابة فيها

Para ahli fiqih secara global mengatakan bolehnya menunaikan umrah untuk orang lain, karena umrah sebagaimana haji boleh dilakukan secara perwakilan padanya (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, jilid. 30, hal. 328)

Ada pun pada ulama mazhab memberikan rincian sebagai berikut:

– Hanafiyah mengatakan bahwa badal haji atau umrah boleh dan sah jika yang dibadalkan memerintahkan

– Malikiyah mengatakan makruh, tapi tetap sah

– Syafi’iyah mengatakan boleh perwakilan dalam menunaikan umrah dan haji baik untuk orang yang sudah wafat dan masih hidup tapi tdk mampu fisiknya walau tanpa izinnya

– Hanabilah mengatakan tidak boleh mengumrahkan orang yang masih hidup kecuali atas izin orang tsb, ada untuk yang sudah wafat boleh walau tanpa izinnya.(Ibid, jilid. 30, hal. 328-329)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Ayyamul Bidh Bertepatan dengan Hari Tasyriq, Bagaimana Menyikapinya?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN

Bagaimana hukum puasa ayyamul bidh yg bertepatan dengan hari tasyrik? Syukron ustadz (Irwandi-Sumbar)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Bismillahirrahmanirrahim..

Salah satu hari tasyriq adalah tanggal 13 Zulhijjah, dan itu termasuk hari dilarang untuk berpuasa. Berdasarkan beberapa hadits shahih berikut:

أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكر لله

Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah. (HR. Muslim No. 1141)

Dalam riwayat lain:

عَنْ أَبِي مُرَّةَ مَوْلَى أُمِّ هَانِئٍ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَلَى أَبِيهِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَرَّبَ إِلَيْهِمَا طَعَامًا ، فَقَالَ : كُلْ . فَقَالَ : إِنِّي صَائِمٌ . فَقَالَ عَمْرٌو : كُلْ فَهَذِهِ الأَيَّامُ الَّتِي كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا بِإِفْطَارِهَا ، وَيَنْهَانَا عَنْ صِيَامِهَا

Dari Abu Murrah -pelayannya Ummu Hani- bahwa dia bersama Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash menjumpai ayahnya, ‘Amr bin Al ‘Ash. Dia memberikan makanan kepada mereka berdua, lalu berkata: “Makanlah!”

Dia menjawab: “Saya sedang puasa.”

‘Amr berkata: “Makanlah, ini adalah hari-hari yang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kita diperintahkan untuk makan minum dan dilarang bagi kita untuk berpuasa. (HR. Abu Daud No. 2418, shahih)

Maksud “hari-hari” dalam hadits di atas adalah hari-hari tasyriq, seperti yang dikatakan Imam Malik Rahimahullah.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:

ولا يحل صيامها تطوعا , في قول أكثر أهل العلم , وعن ابن الزبير أنه كان يصومها . وروي نحو ذلك عن ابن عمر والأسود بن يزيد ، وعن أبي طلحة أنه كان لا يفطر إلا يومي العيدين . والظاهر أن هؤلاء لم يبلغهم نهي رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صيامها , ولو بلغهم لم يعدوه إلى غيره

Tidak halal berpuasa sunnah di hari tasyriq, menurut mayoritas ulama. Diriwayatkan dari Ibnu Az Zubeir bahwa dia berpuasa di hari-hari tersebut. Diriwayat oleh Ibnu Umar, Al Aswad bin Yazid, dari Abi Thalhah, bahwa mereka tidak pernah berhenti shaum kecuali di dua hari raya. Namun, yang benar adalah hadits-hadits larangannya belum sampai kepada mereka, namun apabila sudah sampai kepada mereka maka mereka tidaklan melakukannya. (Al Mughni, 3/51)

Lalu bagaimana dengan puasa Ayyamul Bidh, karena salah satunya adalah tanggal 13? Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah di atas :

Tidak halal berpuasa sunnah di hari tasyriq, menurut mayoritas ulama.

Maka, tidak diperkenankan seseorang berpuasa sunnah termasuk Ayyamul Bidh pada hari itu. Namun, dia bisa menggantikan puasa tanggal 13 Zulhijjah tsb di hari lain setelahnya dan itu tetap sah. Dia bisa memilih tanggal berapa pun di bulan Zulhijjah setelah itu.

Hal ini berdasarkan hadits Mu’adzah al ‘Adawiyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

«أَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؟» قَالَتْ: «نَعَمْ»، فَقُلْتُ لَهَا: «مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ؟» قَالَتْ: «لَمْ يَكُنْ يُبَالِي مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ»

“Apakah Rasulullah berpuasa tiap bulannya sebanyak tiga hari?” Aisyah menjawab: “Ya.” Aku bertanya lagi: “Di hari apa pada bulan tersebut dia berpuasa?” Aisyah menjawab: “Dia berpuasa tiga hari tsb tidak mementingkan dihari yang mana pada bulan tersebut.”

(HR. Muslim no. 1160)

Al Qadhi ‘Iyyadh Rahimahullah menjelaskan:

“Puasa tiga hari pada tiap bulan menurut segolongan salaf dan ulama adalah hal yang tidak diperselisihkan lagi (kesunnahannya) dan TIDAK ADA hari spesifiknya.”

(Al Qadhi ‘Iyyadh, Ikmal al Mu’lim, 4/132)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top