Seimbang Hablumminallah dan Hablumminnaas

⬜⬛⬜⬛⬜⬛⬜⬛⬜

Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh ustadz ana ingin bertanya

Bagaimana cara menyikapi orang yang mempunyai sifat namimah…?

Bagaimana cara menyikapi seseorang yang bergunjing tapi rajin beribadah…?

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam warahmatullah wa Barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah ..

Sangat disayangkan manusia yang bagus ibadah ritualnya, tapi hubungan dengan manusia begitu buruk. Sebaliknya ada manusia yang hangat dan bagus hubungan dengan manusia, tapi buruk hubungan dengan Allah. Keduanya tidak seimbang.

Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلَاتِهَا، وَصِيَامِهَا، وَصَدَقَتِهَا، غَيْرَ أَنَّهَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا، قَالَ: ” هِيَ فِي النَّارِ “، قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، فَإِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ قِلَّةِ صِيَامِهَا، وَصَدَقَتِهَا، وَصَلَاتِهَا، وَإِنَّهَا تَصَدَّقُ بِالْأَثْوَارِ مِنَ الْأَقِطِ، وَلَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا، قَالَ: ” هِيَ فِي الْجَنَّةِ ”

Berkata seorang laki-laki:

” Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang banyak shalat, puasa, sedekah, hanya saja dia suka mengganggu tetangganya dengan lisannya.”

Nabi menjawab: “Dia neraka.”

Laki-laki itu bertanya: “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang puasanya tidak banyak, juga sedekahnya, dan shalatnya, tapi dia tidak pernah mengganggu tetangganya dengan lisannya.”

Nabi menjawab: “Dia surga.”

(Hr. Ahmad No. 9675. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata: hasan)

Wanita seperti ini bagus hablumminallah-nya, tapi buruk hablumminnaas-nya. Itulah yang membuatnya neraka.

Wanita satu lagi, hablumminallah-nya tidak buruk walau tidak sehebat yang pertama, hanya saja dia bagus hablumminnaas-nya. Maka dia surga.

Ini menunjukkan bahwa kita mesti menjaga keseimbangan keduanya.

Hal ini juga sesuai hadits lain:

أَتَدْرُونَ أَكْثَرَ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ؟ تَقْوَى اللهِ،وَحُسْنُ الْخُلُقِ

Tahukah kalian faktor apa yang paling banyak membuat manusia ke surga? (Yaitu)  Taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik. (Hr. Ahmad No. 9696. Syu’aib Al Arnauth berkata: hasan)

Imam Ibnul Qayyim berkata:

جمع بينهما لان تقوى الله تصلح بين العبد و بين ربه و حسن الخلق يصلح ما بينه و بين الخلق

Menggabungkan keduanya, karena taqwa kepada Allah adalah bagusnya hubungan antara hamba dengan Rabbnya. Akhlak baik adalah bagusnya hubungan antara hamba dengan makhluk lainnya. ( Bulughul Maram, Hal. 287. Cat kaki no. 3. Cet. 1. 2004M-1425H. Darul Kutub Al ‘Islamiyah)

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌴☘🌻🌺🌷🌸🌹🍃

Farid Nu’man Hasan

Shohihkah Hadits Seorang Jahat yang Menangis Semaunya?

📌📌📌📌📌📌

assalamualaikum, nanya tadz hadits ini shohih ga

AHOK NANGIS DI SIDANG, KITA SIMAK HADIST NABI SAW BERIKUT INI

Rasulullah saw bersabda:

ﺇﺫﺍ ﺗﻢ ﻓﺠﻮﺭ ﺍﻟﻌﺒﺪ ، ﻣﻠﻚ ﻋﻴﻨﻴﻪ ، ﻓﺒﻜﻰ ﺑﻬﻤﺎ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ. ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻋﺪﻱ

“Saat sempurna kebiadaban seorang hamba, maka ia dapat memiliki (mengendalikan) dua matanya, lalu ia dapat menangis dengannya kapanpun ia mau.”

*(HR Ibnu ‘Adi)*

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam …, langsung aja ya ..

Dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah, dan dia sangat dikenal dha’ifnya.

Yahya bin Ma’in mengatakan: Dha’if, jangan berhujjah dengannya. Ibnu Ma’in juga berkata: Dia dha’if baik sebelum dan sesudah buku-bukunya terbakar.

Ibnu Mahdi mengatakan: Aku tidaklah membawa hadits darinya sedikit pun

Bisyr bin As Suri berkata: Seandainya kamu lihat Ibnu Lahi’ah, janganlah kamu ambil haditsnya satu huruf pun

Abu Zur’ah mengatakan: Bukan termasuk yang biaa dijadikan hujjah , tapi Abu Zur’ah mengecualikan hadits Ibnu Lahi’ah yang dicatat oleh Ibnul Mubarak dan Ibnu Wahb, sebab mereka berdua mengambil hadits dari Ibnu Lahi’ah sebelum kitab-kitabnya terbakar.

An Nasa’i mengatakan: Dha’if

Al Jauzajaani mengatakan: Haditsnya tidak ada cahaya, tidak pantas dijadikan hujjah

Al Falas berkata: Orang yang menulis hadits darinya sebelum buku-bukunya terbakar -seperti Ibnul Mubarak dan Al Muqri – maka itu lebih shahih.

Dan, … hadits yang ditanyakan ini bukanlah yang dicatat oleh Ibnul Mubarak dan Ibnu Wahb dari Ibnu Lahi’ah. Artinya, menurut standar Al Falas dan Abu Zur’ah tetaplah dha’if.

Sehingga para imam mendhaifkan hadits ini ..

Imam Ibnul Jauzi mengatakan:  TIDAK SHAHIH. ( Al ‘Ilal Al Mutanahiyah, 2/819. No. 1372)

Imam As Suyuthi mengatakan:  DHA’IF. ( Al Jaami’ Ash Shaghiir, No. 530)

Imam Al Munawi mengatakan:  DHA’IF.  ( At Taisir bisyarhil Jaami’ Ash Shaghiir, 1/171)

Syaikh Al Albani mengatakan: DHAIF.  ( Dha’iful Jami’,  No. 437)

Syaikh Al Ghumariy mengatakan:  PALSU.  ( Al Mughayyir, Hal. 14)

Wallahu A’lam

🌻🌴🌷🌸🍃☘🌺🌹🌿

Farid Nu’man Hasan
📡 Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC

JADIKAN AL-QUR’AN NOMOR SATU DALAM SEGALA HAL

👑👑👑👑👑
Oleh : Ust. Abdul Aziz Abdur Rauf Hafizhahullah

Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz dalam rapat kenegaraannya, selalu mendahulukan Al-Qur’an, bahkan ditengah rapatnya kembali menyetop tidak lain untuk Al-Qur’an.

Suatu ketika ada peserta rapat yang protes kenapa porsi waktu Al-Qur’an itu melebihi waktu rapat, Umar menjawab karena Al-Qur’an itu adalah yang awal dan utama dalam segala hal.

Kebiasaan dan tabiat salafush shalih dan juga dakwah Imam Hasan AlBanna adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai panglima, sehingga hari-hari mereka dihiasi dengannya.

Dalam rapat / pertemuan mereka biasa memberikan porsi kpd Al-Qur’an lebih banyak daripada yang lainnya. Satu sama lainnya saling menyimak dan memperdengarkan Al-Qur’an.

Allah Swt itu hanya menghendaki manusia itu menjadi hambanya yg shalih, mushlih, dai dan penegak Al-Qur’an, adapun urusan merancang SRATEGI mengalahkan lawan atau musuh adalah urusan Allah Swt.

FirmanNya :

(وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلًا)
“Dan biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yg mendustakan, yang memiliki segala kenikmatan hidup, berilah mereka penangguhan sebentar.” (QS. Al-Muzzammil 11)

Saat ini kita mengalami pergeseran nilai. Al-Qur’an hanya dijadikan sebagai lipstik saja, membuka rapat/pertemuan sekedar Al-Fatihah, sebaliknya memikirkan strategi pemenangan sampai berjam-jam bahkan sampai larut malam.

Kita renungi di ayat lainnya :

(ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا * وَجَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَمْدُودًا * وَبَنِينَ شُهُودًا * وَمَهَّدْتُ لَهُ تَمْهِيدًا * ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيدَ * كَلَّا ۖ إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيدًا * سَأُرْهِقُهُ صَعُودًا)

11.Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya,
12. dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah,
13. dan anak-anak yang selalu bersamanya,
14. dan Aku berikan baginya kelapangan (hidup) seluas-luasnya.
15. Kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahnya.
16. Tidak bisa! Karena dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al Qur’an).
17. Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.
[QS. Al-Muddatstsir 11 – 17]

Ikhwah fillah, jika antum pimpinan rapat contohlah Umar bin Abdul Aziz, insyaAllah akan datang keberkahan dan kemenangan.

🏆🏆🏆🏆🏆
(Temu Huffazh Nasional 2,
8 – 11 Desember, Puri Amanda, Bandung)

Khitbah (Meminang/Melamar) (Bag. 2)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

3⃣ Hukumnya

Para ulama mengatakan:

وَلَيْسَتْ شَرْطًا لِصِحَّةِ النِّكَاحِ فَلَوْ تَمَّ بِدُونِهَا كَانَ صَحِيحًا ، وَحُكْمُهَا الإِبَاحَةُ عِنْدَ الْجُمْهُورِ
وَالْمُعْتَمَدُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ الْخِطْبَةَ مُسْتَحَبَّةٌ لِفِعْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ خَطَبَ عَائِشَةَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ ، وَخَطَبَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

Khitbah bukanlah syarat sahnya pernikahan, maka seandainya proses pernikahan sudah berjalan sempurna tanpa khitbah maka itu sah, hukumnya adalah MUBAH menurut jumhur (mayoritas) ulama.

Ada pun pendapat yang resmi dalam madzhab Syafi’iyah, bahwa khitbah itu sunah (mustahabbah), karena Nabi ﷺ melakukannya ketika melamar ‘Aisyah binti Abu Bakar dan melamar Hafshah binti Umar Radhiallahu ‘Anhum. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 19/190)

4⃣ Sunah melakukan Nazhar (melihat wanita yang akan dinikahi)

Melihat wanita yang akan dinikahi adalah anjuran Nabi ﷺ, kepada kaum laki-laki. Wanita pun punya hak yang sama untuk melihat laki-laki yang akan menikahinya. Dalam hal ini, wanita punya hak untuk menerima dan menolak lamaran, sebagaimana laki-laki punya hak untuk meneruskan atau tidak, lamarannya ke jenjang pernikahan.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كنت عند النبي صلى الله عليه وسلم فأتاه رجل فأخبره أنه تزوج امرأة من الأنصار فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم أنظرت إليها قال لا قال فاذهب فانظر إليها فإن في أعين الأنصار شيئا

Aku sedang di sisi Nabi ﷺ, datanglah seorang laki-laki yang mengabarkan kepadanya bahwa dia hendak menikahi wanita Anshar. Maka, Nabi ﷺ berkata kepadanya: “apakah kamu sudah melihatnya?” Laki-laki itu menjawab: “Belum.” Beliau bersabda: “Pergilah lalu lihatlah dia, karena pada mata orang Anshar ada sesuatu.” (HR. Muslim No. 1424)

Maksud dari “pada mata orang Anshar ada sesuatu” adalah shighar (kecil/sipit) dan zurqah (bermata biru). (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/210)

Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:

أن المغيرة بن شعبة أراد أن يتزوج امرأة . فقال له النبي صلى الله عليه و سلم ( اذهب فانظر إليها . فإنه أحرى أن يؤدم بينكما )

Bahwa Al Mughirah bin Syu’bah hendak menikahi seorang wanita. Maka berkata Nabi ﷺ kepadanya: Pergilah dan lihatlah dia, karena hal itu bisa melanggengkan hubungan kalian berdua. (HR. Ibnu Majah No. 1865. At Tirmidzi No. 1087, dan lafaz ini milik Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam banyak kitabnya)

Tidak ada perselisihan pendapat tentang disyariatkannya laki-laki memandang wanita yang akan dinikahinya, dan mayoritas mengatakan sunah.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:

لاَ نَعْلَمُ بَيْنَ أَهْل الْعِلْمِ خِلاَفًا فِي إِبَاحَةِ النَّظَرِ إِلَى الْمَرْأَةِ لِمَنْ أَرَادَ نِكَاحَهَا

Kami tidak ketahui adanya perbedaan pendapat di antara ulama tentang bolehnya melihat wanita bagi yang berkehendak menikahinya. (Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 6/552)

Para ulama mengatakan:

لَكِنَّ الْفُقَهَاءَ بَعْدَ اتِّفَاقِهِمْ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ نَظَرِ الْخَاطِبِ إِلَى الْمَخْطُوبَةِ اخْتَلَفُوا فِي حُكْمِ هَذَا النَّظَرِ فَقَال الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَبَعْضُ الْحَنَابِلَةِ : يُنْدَبُ النَّظَرُلإِمْرِ بِهِ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ مَعَ تَعْلِيلِهِ بِأَنَّهُ { أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَهُمَا أَيْ تَدُومُ الْمَوَدَّةُ وَالأْلْفَةُ . فَقَدْ وَرَدَ عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قَال : خَطَبْتُ امْرَأَةً فَقَال لِي رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ؟ قُلْتُ : لاَ ، قَال : فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا . وَالْمَذْهَبُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّهُ يُبَاحُ لِمَنْ أَرَادَ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ وَغَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ إِجَابَتُهُ نَظَرَ مَا يَظْهَرُ غَالِبًا

Tetapi para fuqaha –setelah mereka sepakat disyariatkannya pelamar kepada wnaita yang hendak dilamar- mereka berbeda pendapat tentang hukum “melihat” ini. Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan sebagian Hanabilah mengatakan: disunahkan melihat , karena ada perintah dalam hadits shahih beserta adanya alasan melihatnya (“hal itu bisa membuat mereka berdua langgeng” yaitu langgeng kasih sayangnya).

Diriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Aku melamar seornag wanita, lalu Nabi ﷺ berkata kepadaku: “Apakah kamu sudah melihatnya?”

Aku menjawab: “Belum.”

Beliau bersabda: “Lihatlah kepadanya, karena hal itu bisa melanggengkan hubungan kalian berdua.”

Sedangkan madzhab Hanabilah, menyatakan itu adalah mubah saja, bagi yang hendak melamar wanita, dan menurut perkiraannya dia yakin bahwa lamarannya akan diterima, yaitu melihat apa yang umumnya biasa nampak. (Al Mausu’ah, 19/197)

Sebagian orang ada yang memakruhkan nazhar, itu keliru dan bertentangan dengan ijma’, berikut ini penjelasan Imam An Nawawi Rahimahullah:

وفي هذا دلالة لجواز ذكر مثل هذا للنصيحة وفيه استحباب النظر إلى وجه من يريد تزوجها وهو مذهبنا ومذهب مالك وأبى حنيفة وسائر الكوفيين وأحمد وجماهير العلماء وحكى القاضي عن قوم كراهته وهذا خطأ مخالف لصريح هذا الحديث ومخالف لاجماع الأمة على جواز النظر للحاجة عند البيع والشراء والشهادة ونحوها

Dalam hadits ini terdapat petunjuk bolehnya menyebutkan yang seperti ini dalam rangka nasihat. Dalam hadits ini menunjukkan sunahnya nazhar (melihat) kepada wajah bagi yang ingin menikahinya. Inilah madzhab kami (Syafi’iy), Malik, Abu Hanifah, dan semua penduduk Kufah, Ahmad, dan mayoritas ulama. Al Qadhi ‘Iyadh menceritakan adanya kaum yang memakruhkan itu. Ini keliru dan bertentangan dengan hadits ini yang begitu jelas, serta bertentangan dengan ijma’ umat atas kebolehan melihat saat jual beli, kesaksian, dan semisalnya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/210)

Bersambung …. (Masih point NAZHAR)

🌷☘🌺🌴🍃🌾🌻🌸

Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

scroll to top