Hukum Menjual Tanah Waqaf

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum… izin bertanya: Apakah hukumnya memindahkan waqaf tanah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan tanah yg seharga dengan tanah waqaf sebelumnya..? Sukron ustadz…

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Bismillahirrahmanirrahim..

Pada prinsip dasarnya, harta yang sudah diwaqafkan tidak boleh dijual belikan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

َ تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ

“Shadaqahkanlah (waqafkan) dengan pepohonannya dan jangan kamu jual juga jangan dihibahkan dan jangan pula diwariskan.” (HR. Bukhari no. 2764)

Inilah pendapat mayoritas ulama baik Malikiyah, Syafi’iyah, Hambaliyah, dan sebagian Hanafiyah seperti Aby Yusuf dan Muhammad bin Hasan. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 44/119)

Namun, para ulama menegaskan ada kondisi mendesak yang membuatnya boleh dipindahkan, dan tentunya dijual dulu agar bisa pindah.

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

Jika manfaat harta waqaf sirna maka hendaknya dikelola dengan cara yang memungkinkannya dapat mengalir kembali manfaatnya yaitu:

1. Dibangun atau di makmurkan dengan hal lain yang lebih dibutuhkan.

2. Menjualnya lalu diganti dengan yang lainnya

3. Kembalikan ke kuasa waqif (pewaqaf), agar dia kelola.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, jilid. 44, hal. 188)

Aplikasinya adalah:

– Jika kondisinya waqaf tersebut tidak bermanfaat. Misal, waqaf tanah untuk pesantren, sementara pesantren itu bangkrut tidak ada santri, maka boleh bagi nazir mengubahnya menjadi hal yang lebih melahirkan manfaat (menjadi RS atau masjid, atau makam), atau menjualnya lalu pindah ke daerah yang lebih membutuhkan pesantren tersebut.

– Kena proyek negara, yang manfaatnya lebih umum seperti kena proyek jalan tol, jalan raya, yang dapat menghidupkan ekonomi umat daerah tersebut lebih pesat, maka boleh dijual dan dipindahkan ke tempat lain agar waqafnya tetap bermanfaat.

– Tanpa alasan, ini diharamkan.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Pengertian Iman dan Islam

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustad,izin tanya..apa pengertian iman dan islam

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

– Iman, secara bahasa artinya keyakinan (al yaqin) dan pembenaran (at tashdiq).

– Secara terminologi yaitu iman kepada 6 enam rukun iman: iman kepada Allah, para maikat, kitab-kitab, para rasul, kiamat, dan qadha-qadar.

– Iman dianggap sah -menurut Ahlussunnah- jika diyakini di hati, diucapkan dilisan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Tanpa salah satu dari tiga ini maka batal keimanannya. Bagi sekte murjiah, iman hanya di hati dan ucapan saja.

– Iman dapat naik (menguat) dan turun (melemah). Naik dengan amal shaleh, turun dengan maksiat. Sementara murjiah mengatakan iman tidak naik karena amal shaleh dan tidak turun karena maksiat, alias tetap, yang penting di hati tetap ada keyakinan.

– orangnya disebut mukmin

– Islam, artinya berserah diri. Ada pun secara terminologi adalah agama yang dibawa oleh seluruh para Nabi dan Rasul, sampai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mentauhidkan Allah Ta’ala semata, menjauhi seluruh sesembahan selain-Nya.

– Rukun Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, menegakkan Shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah jika mampu.

– Kitab sucinya adalah Al Quran, sebagai sumber Islam yang utama. Dan juga hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagai rujukan kedua yang tidak terpisah dari Al Quran.

– Semua bayi yang lahir pada hakikatnya adalah fithrah, yaitu Islam. Orangtuanyalah yang akan mengubahnya menjadi agama lain.

– Orangnya disebut muslim.

Jika kata muslim dan mukmin, disatukan dalam satu kalimat maka makna keduanya adalah berbeda; mukmin lebih khusus dibanding muslim, alias mukmin adalah tingkatan yang lebih tinggi dibanding muslim.

Tapi jika dalam satu kalimat hanya disebut muslim saja, maka itu juga bermakna mukmin. Atau jika disebut mukmin saja, maka muslim juga termasuk. Misal, perintah puasa Ramadhan walau Ya Ayyuhalladzuna AMANU, wahai orang beriman, namun panggilan ini juga berlaku untuk orang-orang yang masih sekadar berislam.

Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Tentang Konsep Rezeki

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Aslkmwrwb… Ustadz Farid Smga Allah senantiasa merahmati ustadz… Sya ingin bertanya ttg konsep Rezeki, ketika ruh ditiupkan ke janin di dalam rahim Allah menetapkan dan memerintahkan malaikat mencatat 4 hal, salah satunya rezeki seorang manusia… Apakah yg dimaksudkan disini rezeki bersifat final, tidak akan bertambah atau berkurang walau seperti apapun usaha atau ikhtiar seorang…?

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Secara umum, rezeki sudah ada ketetapannya baik takaran dan kapan waktunya.

Tapi, sebagian ulama berpendapat bahwa rezeki bisa bertambah dengan kehendakNya dan amal-amal yang penyebabnya. Sebab, Allah Ta’ala Maha Kuasa untuk menghapus apa yang ditetapkanNya atau mengeksekusi apa yang Dia tulis.

Dalilnya:

يَمۡحُواْ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثۡبِتُۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ

Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).

(QS. Ar-Ra’d, Ayat 39)

Imam al Qurthubi mengatakan sebagian ulama tidak memasukkan rezeki, ajal, susah dan senang, dalam kategori ayat ini. Sementara ulama lain mengatakan tetap termasuk, berdasarkan dalil-dalil lain.

Seperti:

يرد القضاء إلا الدعاء ولا يزيد في العمر إلا البر

Ketetapan Allah tidak bisa ditolak kecuali dengan doa, dan usia tidak bisa bertambah kecuali dengan berbuat baik.

(HR. At Tirmidzi no. 2139, Hasan)

Atau hadits Shahih tentang keutamaan silaturrahim:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dimudahkan oleh Allah untuk dilapangkan rezekinya atau diakhirkan ajalnya maka hendaknya dia bersilaturrahim. (HR. Bukhari No. 2067, Muslim No. 2557)

Kita lihat dua hadits ini, walau umur, rezeki, dan qadha secara sudah ada ketetapannya namun masih bisa berubah dengab izin Allah dengan usaha kita (Sabab Kauniy).

Kita lihat doa para salaf berikut ini ..

عَنْ مَنْصُورٍ، قَالَ: سَأَلْتُ مُجَاهِدًا فَقُلْتُ: أَرَأَيْتُ دُعَاءَ أَحَدِنَا يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ اسْمِي فِي السُّعَدَاءِ فَأَثْبِتْهُ فِيهِمْ، وَإِنْ كَانَ [ص: ٥٦٢] فِي الْأَشْقِيَاءِفَامْحُهُ وَاجْعَلْهُ فِي السُّعَدَاءِ؟ فَقَالَ: حَسَنٌ

Dari Manshur, dia berkata: “Aku bertanya kepada Mujahid, tentang doa di antara kita yang berbunyi: “Ya Allah jika namaku bersama orang-orang berbahagia maka kokohkanlah namaku, dan jika namaku bersama orang-orang sengsara maka hapuslah dan jadikan namaku bersama orang-orang berbahagia?” Dia menjawab: “Ini doa bagus.”

(Tafsir Ath Thabariy, 13/561)

Hanya saja, para juga berbeda pendapat apakah BERTAMBAH REZEKI itu maksudnya MAJAZI yaitu bertambah manfaat dan keberkahannya, ataukah bermakna HAQIQI yaitu memang benar-benar bertambah rezekinnya baik berupa kesehatan, anak yang shalih, tetangga yang baik, harta,… Sebab rezeki bukan cuma harta.

Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Berhubungan Badan dengan Istri Tapi Tidak Keluar Mani, Boleh Tidak Mandi Wajib?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Ustadz apakah boleh tidak mandi setelah jima tidak keluar mani? Berdasar hadits berikut: Ubay bin Ka’b r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang berhubungan dengan istrinya, namun tidak keluar (mani)?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia mencuci apa yang menyentuh istrinya (kemaluan), lalu wudhu dan shalat.” (HR Bukhari)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Ini hadits telah mansukh (dihapus), dan berlaku dimasa awal Islam saja.

Hadits yang menghapusnya adalah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الغَسْلُ»

Dari Abu Huraiah, dari Nabi ﷺ bersabda:

“Jika empat cabang anggota tubuh telah duduk, lalu anggota tubuh itu sungguh-sungguh (maksudnya jima’), maka wajib mandi.” (HR. Bukhari no. 291)

Jadi walau tidak keluar air mani, tetap wajib mandi.

Imam Al Khathabi berkata:

وفيه دليل على أن الختانين إذا التقيا وجب الغسل وإن لم يكن إنزال. وأن قوله: (الماء من الماء) منسوخ، وكان ذلك متقدما في صدر الإسلام

Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa jika bertemu dua khitan (maksudnya jima’) maka wajib mandi walau tidak sampai inzal (keluar mani).

Ada pun sabdanya: “Air (mandi) hanyakah jika ada air (mani)” telah mansukh, itu sudah berlalu di masa awal Islam.

(Imam Al Khathabi, A’lamul Hadits Syarh Shahih Bukhari, 1/310)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

scroll to top