✉️❔PERTANYAAN
Assalamu’alaikum wrwb bagaimana komentar Ustadz, ttg perjanjian kerjasama persaudaraan antara Paus dengan Syaikh Al Azhar ?
(+62 858-1169-xxxx)
✒️❕JAWABAN
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Perjanjian dan kerjasama dgn orang kafir, jika dalam konteks hubungan kemanusiaan yang universal, yang mana Islam dan non Islam bertemu dan sepemikiran dalam hal itu dan juga memiliki maslahat bagi umat Islam dan kemanusiaan secara umum maka syariat tidak melarangnya, selama bukan dalam konteks meleburkan konsep aqidah, hal-hal yg aksiomatik (qath’i) dalam Islam, atau kebatilan. Bahkan hal itu dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, dan ditegaskan oleh para Imam Ahlus Sunnah.
Para ulama mengistilahkan dengan At Tahaaluf yang diambil dari kata Al Hilfu. Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah tentang Al Haliif:
وَهُوَ الرَّجُلُ يُحَالِفُ الْآخَرَ عَلَى أَنْ يَتَنَاصَرَا عَلَى دَفْعِ الظُّلْمِ، وَيَتَضَافَرَا عَلَى مَنْ قَصَدَهُمَا أَوْ قَصَدَ أَحَدَهُمَا
Yaitu orang yang berjanji dengan pihak lain untuk saling menolong dalam mencegah kezaliman dan saling mendukung dalam mencapai tujuan mereka berdua atau tujuan salah satunya.
[Imam Ibnu Qudamah, al Mughni (Kairo: Maktabah al Qahirah), jilid. 8, hal. 392]
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:
وَجَوَازُ بَعْضِ الْمُسَامَحَةِ فِي أَمْرِ الدِّينِ وَاحْتِمَالِ الضَّيْمِ فِيهِ مَا لَمْ يَكُنْ قَادِحًا فِي أَصْلِهِ إِذَا تَعَيَّنَ ذَلِكَ طَرِيقًا لِلسَّلَامَةِ فِي الْحَالِ وَالصَّلَاحِ فِي الْمَآلِ سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ فِي حَالِ ضَعْفِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ قُوَّتِهِم
Bolehnya sebagian toleransi (dengan non muslim) dalam urusan agama dan penyelesaian atas kesulitan, selama tidak melahirkan keburukan pada hal yang pokoknya, jika memang hal itu membantu jalan menuju keselamatan situasi dan kebaikan harta, baik hal itu terjadi dalam keadaan kaum muslimin lemah atau kuat, sama saja.
[Imam Ibnu Hajar, Fath al Bari (Beirut: Dar al Ma’rifah, 1379H), jilid. 5, hal. 352]
Syaikh Muhammad ‘Izzat Shalih ‘Anini menjelaskan:
الْحلفُ بِهَذَا الْمَعْنَى أَوْسَعُ وَأَعَمُّ مِنْ الْمَعْنِي السَّابِقِ الَّذِي يُتَصَوَّرُ فِيهِ التَّعَاقُدُ بَيْنَ قَبَائِلَ وَ عَشَائِرَ أَوْ جِهَاتٍ رَسْمِيَّةٍ كَدُوَلٍ أَوْ أَحْزَابٍ أَوْ حُكُومَاتٍ .وَيَتَّسِعُ مَعْنَى الْحِلْفِ هَذَا لِيَشْمَلَ تَحَالُفَ الْأَفْرَادِ بِصِفَتِهِمْ الشَّخْصِيَّةِ وَ فِيهِ مَعْنَى الْمَوَادِّ وَالْوَلَاءِ وَالْأُخُوَّةِ. وَهَذَا هُوَ الْمَعْنَى الْمُشَارُ إِلَيْهِ فِي حَدِيثِ النَّبِيِّ ﷺ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنَ قُرَيْشٍ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِي
Al Hilfu dengan makna ini (persabahatan dan persaudaraan) lebih luas dan lebih umum dibanding makna sebelumnya (perjanjian), yang menggambarkan adanya ikatan antar kabilah, keluarga, atau lembaga-lembaga resmi seperti antar negara, antar partai, atau pemerintahan. Perluasan makna ini juga mencakup perjanjian antar berbagai individu dengan sifat mereka masing-masing, yang di dalamna terdapat kasih sayang, loyalitas, dan persaudaraan. Inilah makna yang diisyaratkan oleh hadits Nabi ﷺ dari Anas Radhiallahu ‘Anhu: “Rasulullah ﷺ mengadakan ikatan di antara Quraisy dan Anshar di rumahku.”
[ Syaikh Muhammad ‘Izzat Shalih ‘Anini, Ahkam at Tahaluf fil Fiqh al Islami (Nablus: an Najah al Wathaniyah, 2008), hal. 22]
Beliau jg berkata:
التَّعَاهُدُ وَ التَّعَاقُدُ عَلَى التَّنَاصُرِ وَ التَّنَاصُحِ بِشَكْلٍ عَامٍّ فَمَا كَانَ مِنْهُ عَلَى الْبِرِّ دُونَ الْإِثْمِ يَرَوْنَ أَنَّ الْإِسْلَامَ قَدْ أَجَازَهُ وَ مَا كَانَ عَلَى الْإِثْمِ وَ الِاعْدِوَانِ يَرَوْنَ أَنَّ الْإِسْلَامَ قَدْ أَبْطَلَهُ
Saling berjanji dan mengikat untuk saling membantu dan menasihati dengan gambaran yang umum. Maka, jika hal itu dalam kebaikan bukan dosa, maka Islam memandang hal itu dibolehkan. Sedangkan jika itu di atas dosa dan pelanggaran maka Islam memandang hal itu batil. [Syaikh Muhammad ‘Izzat Shalih ‘Anini, Ibid. Hal. 25]
Syaikh Muhammad Abdurrahman al Mursi Ramadhan mengatakan:
قد يكون هناك تقاطع مؤقت في المسارات بين الجماعة و غيرها من القوى والتيارات غير الإسلامية، أو حتى التي تعارض الفكرة الإسلامية وتحاربها، ولكنه يكون في الوسائل و الأهداف الفرعية والتنفيذية وليس فى الأهداف الأساسية حيث إن أهدافنا إسلامية صميمة ومتكاملة ومترابطة. أما الوسائل فقد نشترك فيها نحن والأخرون وقد يستفيد منها أكثر من طرف.
Terkadang terjadi pertemuan sesaat dalam langkah perjuangan antara jamaah dakwah dengan poros kekuatan dan aliran-aliran non muslim atau bahkan dengan aliran yang menentang dan memerangi pemikiran Islam. Namun, hal itu hanya pada tataran sarana, target parsial dan pelaksanaan saja, bukan pada target utama. Sebab target kita adalah murni keislaman yang komprehensif dan saling berkaitan antar semua dimensinya. Adapun sarana untuk menuju itu semua terkadang kita dan pihak lain memungkinkan untuk bersama. Dan hal itu mungkin dimanfaatkan oleh banyak pihak. [Manhaj Ishlah, hal. 482-483]
Dalil-Dalilnya baik Al Quran dan As Sunnah:
فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. At Taubah: 7)
Ayat lainnya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. (QS. Al Maidah: 2)
Ayat lainnya:
إِذۡ قَالَ لَهُمۡ أَخُوهُمۡ نُوحٌ أَلَا تَتَّقُونَ
Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa?”
(QS. Asy-Syu’ara: 106)
Ayat ini menunjukkan, Allah Ta’ala masih menyebut SAUDARA antara Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan kaumnya yang kafir. Tentunya saudara yang dimaksud bukan saudara aqidah, tapi saudara sesama manusia atau sesama kampung halamannya. Maka perjanjian yg kebaikannya bs dirasakan secara universal antara umat Islam dan sesama manusia yg berbeda agama bukanlah perkara yang terlarang.
Ada pun dalil dalam hadits;
Dari Jubeir bin Muth’im Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِحِلْفٍ حَضَرْتُهُ فِي دَارِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ حُمُرُ النَّعَمِ وَلَوْ دُعِيتُ لَهُ لأَجَبْتُ وَهُوَ حِلْفُ الْفُضُولِ
Tidaklah ada yang melebihi kecintaanku pada Unta Merah kecuali perjanjian ini. Seandainya aku diajak lagi (di masa Islam) untuk ikut andil maka aku akan mengikutinya. Itulah Hilful Fudhul.
[Imam Muhammad bin Sa’ad, Ath Thabaqat (Beirut: Dar al Kutub al ‘Ilmiyah, 1990), jilid. 1, hal. 103 Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1900]
Peristiwa ini menunjukkan aliansi antar kelompok dan ideologi, di dalamnya ada kaum musyrikin Mekkah dan Rasulullah ﷺ. Mereka berjanji untuk memberikan perlindungan kepada para pedagang dari kejahatan. Bahkan hadits ini menunjukkan saat di masa Islam Rasulullah ﷺ pun berandai-andai jika pertemuan itu ada lagi maka dia akan ikut berpartisipasi. Ketetapan ini tidak terhapus, bukan hanya di masa sebelum kerasulan tapi juga setelah masa kerasulan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ شَرْطًا أَحَلَّ حَرَامًا
Kaum muslimin terikat oleh perjanjian yang mereka buat, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. [ HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra no. 11430]
Kesimpulan:
– Perjanjian atau kerjasama antara umat Islam dan kuffar selama dalam hal yang memiliki maslahat umat Islam dan kemanusiaan adalah diperbolehkan.
– Jika perjanjian tersebut sudah melanggar aqidah, halal haram, atau membuat berkuasanya kaum kuffar kepada umat Islam maka tidak dibolehkan.
Masalah ini pernah saya bahas secara khusus di buku MENJAWAB KEGELISAHAN AKTIVIS DAKWAH beberapa tahun lalu.
Demikian. Wallahu A’lam
✍️ Farid Nu’man Hasan