Tafsir Surat At Tahrim (Bag. 6)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Jihad Melawan Orang Kafir Dan Munafiq

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali ( qs At Tahrim (66):9)

Makna Jihad

A.      Secara etimologi, jihad memiliki makna yang mirip dan beragam: at-thaqah (kemampuan) al-masyaqah (kesulitan), al-qital (perang) dan al-mubalaghah (lebih dari normal).

📌       Menurut Ibnu Faris

الجيم والهاء والدال أصله المشقة ، ثم يحمل عليه ما يقاربه

Huruf Jim, Ha dan Dal asalnya bermakna al masyaqah (kesulitan), kemudian disertakan maknanya dalam hal yang mendekati makna kesulitan tersebut.[1]

📌       Menurut Al-Farra dan al Azhari, kata al Juhdu bermakna at-thaqah (kemampuan)[2]

📌       Menurut Ar Raghib Al Ashfahani

الجَهد والجُهد : الطاقة والمشقة

Al Jahdu wa Al Juhdu bermakna kemampuan dan kesulitan [3]

B.      Secara Istilah, jihad memiliki beragam makna, seperti  disebutkan oleh para ulama berikut ini:

📌       Kalangan Syafi’iyah

Menurut kalangan Syafiiyah, makna jihad secara istilah adalah, berperang di jalan Allah karena kalimat jihad terkait dengan al mujahadah fisabililah (berperang di jalan Allah).[4]

بذل الجهد في قتال الكفار

Mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk memerangi orang kafir. Pendapat ini juga disebutkan oleh Ibnu Hajar al Atsqalani.[5]

📌       Kalangan Malikiyah

Menurut kalangan Malikiyah, jihad adalah:

قتال مسلم كافرًا غير ذي عهد لإعلاء كلمة الله تعالى

Orang Islam  memerangi orang kafir yang tidak terikat perjanjian dengan kaum muslimin, bertujuan untuk menegakkan kalimat Allah  ta’ala.[6]

📌       Kalangan Hanabilah
Pengertian Jihad menurut kalangan ini seperti yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

والجهاد هو بذل الوسع والقدرة في حصول محبوب الحق ، ودفع مايكرهه) ، وقال أيضًا : (… وذلك لأن الجهاد حقيقة الاجتهاد في حصول ما يحبه من الإيمان ، والعمل الصالح ، ومن دفع ما يبغضه الله من الكفر والفسوق والعصيان

“Jihad adalah mengerahkan segala kemampuan untuk memperoleh kebenaran dan menolak sesuatu yang tidak sukai, (beliau juga berkata): Hal itu karena jihad secara hakikat adalah ijtihad untuk mendapat sesuatu yang disenangi dari iman dan amal shalih, juga menolak sesuatu yang dibenci seperti kekafiran, fasiq dan kemaksiatan”.[7]

📌       Kalangan Hanafiyah

Menurut kalangan Hanafiyah, seperti yang disebutkan oleh al Kasani:

الجهاد في عرف الشرع يستعمل في بذل الوسع والطاقة بالقتال في سبيل الله – عز وجل – بالنفس والمال واللسان أو غير ذلك

Jihad dalam pengertian syariat digunakan dalam mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk berperang di jalan Allah, baik dengan harta, lisan dan lainnya.[8]

Menurut Al Hafiz Ibnu Hajar makna jihad adalah:

الجهاد شرعا بذل الجهد في قتال الكفار ويطلق أيضا على مجاهدة النفس والشيطان والفساق، فأما مجاهدة النفس فعلى تعلم أمور الدين ثم على العمل بها ثم تعليمها، وأما مجاهدة الشيطان فعلى ما يأتي به من الشبهات وما يزينه من الشهوات، وأما مجاهدة الكفار فتقع باليد والمال واللسان والقلب، وأما مجاهدة الفساق فباليد ثم اللسان ثم القلب

“Jihad secara syariat adalah mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi orang kafir, juga bisa berarti kesungguhan dalam jiwa untuk melawan syetan dan orang-orang fasiq, kesungguhan jiwa dilakukan dalam  mempelajari perkara agama lalu mengajarkannya, bersungguh-sungguh melawan syetan dari syubhat yang menghiasi syahwat, sedangkan berjihad melawan orang-orang kafir dilakukan dengan tangan, harta, lisan dan hati, adapun jihad melawan orang fasiq dilakukan dengan tangan kemudian lisan dan hati.[9]

Dari pengertian di atas, Ibnu Hajar menyimpulkan jihad dari makna yang paling khusus yaitu, memerangi orang kafir, kemudian beliau merinci jihad sesuai dengan medan masing-masing. Seperti jihad melawan syetan dengan mengalahkan hawa nafsu, jihad dalam mempelajari agama maksudnya bersungguh-sungguh. Beliau juga membedakan cara berjihad melawan orang kafir dan fasiq.

Keutamaan Jihad Fi Sabilillah

Sangat banyak ayat Al Qur’an dan hadits Nabi yang menyebutkan tentang  keutamaan jihad fi sabilillah,  namun dalam tulisan ini tidak akan kami sebutkan semuanya. Cukuplah beberapa hadits yang akan kami nukil betapa mulianya derajat orang yang berjihad di jalan Allah.

Derajat para mujahidin

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – عن النبي – صلى الله عليه وسلم – أنه قال: ((إن في الجنة مائة درجة أعدّها الله للمجاهدين في سبيل الله، ما بين الدرجتين كما بين السماء والأرض، فإذا سألتم الله فاسألوه الفردوس، فإنه أوسط الجنة، وأعلى الجنة، وفوقه عرش الرحمن، ومنه تفجَّر أنهار الجنة

Dari Abu Hurairah radhiyallahu Anhu, dari nabi Muhammad Shalallah Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda,” Sesungguhnya di syurga ada seratus derajat, yang Allah persiapkan bagi para mujahidin fi sabilillah, jarak antara satu derajat dan lainnya seperti jarak antara langit dan bumi, jika kalian memohon syurga mintalah syurga Firdaus, karena itu syurga yang terletak di pertengahan dan paling tinggi, diatasnya ada Arsy Ar Rahman, dari sanalah terpancar sungai-sungai syurga. ( HR. Bukhari, No.2790, Kitab Jihad Bab Darajat Mujahidin Fil Jannah)

Enam Keutamaan Mujahid

عن المقدام بن مَعْدِيكرب، عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: ((للشهيد عند الله ستُّ خصال: يغفرُ له في أول دُفعة من دمه، ويُرى مقعده من الجنة، ويُجار من عذاب القبر، ويأمن من الفزع الأكبر، ويُحلَّى حلية الإيمان، ويُزوّج من الحور العين، ويُشفَّع في سبعين إنسانًا من أقاربه

Dari al Miqdam bin Ma’diikarib, dari Rasulullah Shalalahu Alaihi Wa Sallam, bersabda,” Bagi orang yang syahid disisi Allah memiliki  enam ciri:

1.      Akan diampuni dosanya sejak awal darahnya menetes
2.      Akan melihat tempat duduknya di syurga
3.      Akan dijauhkan dari azab kubur dan aman dari hari kiamat
4.      Akan dihiasi dengan perhiasan iman
5.      Akan dinikahkan dengan Hurun ‘iin (bidadari)
6.      Akan memberi syafaat pada 70 anggota keluarganya.[10] ( HR. Ibnu Majah, no. 2799)

Berjihad Melawan Orang Kafir dan Munafiq

(يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ)

“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik…”

Berikut ini pendapat para ulama mufassirin, terkait berjihad melawan orang-orang kafir dan fasiq:

🚩       Qatadah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jihad pada ayat diatas adalah, Allah memerintahkan untuk berjihad memerangi orang kafir dengan pedang, sedangkan memerangi orang fasiq dengan menggunakan hukum-hukum pidana (hudud).[11]

🚩      Al Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa memerangi orang kafir dan munafiq dengan senjata dan perang, yaitu dengan menegakkan hukum pidana kepada mereka ketika di dunia, sedangkan di akherat Allah akan mengazab mereka dengan neraka Jahannam, itulah seburuk-buruk tempat kembali.[12]

🚩       Sayid Qutub dalam Adz Zhilal menyebutkan ungkapan yang indah:

وتجمع الآية بين الكفار والمنافقين في الأمر بجهادهم والغلظة عليهم. لأن كلا من الفريقين يؤدي دورا مماثلا في تهديد المعسكر الإسلامي، وتحطيمه أو تفتيته

“Berkumpul didalam ayat antara kaum kafir dan munafiq dalam rangka perintah untuk memerangi dan bersikap keras kepada mereka, karena masing-masing mereka memiliki peran yang penting dalam mengitimidasi pasukan Islam, memecah belah dan mencerai beraikannya”.[13]

🚩       As Sa’di menyebutkan, bahwa memerangi orang kafir dan fasiq, langkah pertama tetap menggunakan anjuran yang baik (mauizhah hasanah), kemudian jika mereka menolak maka dilakukan dengan menegakkan argument yang lebih baik,(mujadalah hiya ahsan), dan jika mereka tetap menolak, enggan tunduk kepada hukum dan menolaknya maka dilakukan dengan cara memerangi mereka.[14]

🚩       Muhammad Mahmud al-Hijazi menyebutkan, bahwa perintah untuk memerangi orang-orang kafir dan munafik dengan menggunakan kekuatan. Dan kekuatan disini adalah kekuatan apa saja yang dimiliki oleh kaum muslimin, Allah juga memerintah untuk berlaku keras kepada mereka yang telah jelas jelas memusuhi kaum musimin.[15]

🚩       Syekh Wahbah Zuhaili menyebutkan, bahwa perlakuan kepada orang-orang kafir dengan pedang dan perlakuan kepada kaum munafiq dengan menegakkan argument serta hukum pidana jika mereka melanggar hukum tersebut. karena dahulu nabi Muhammad pernah mengusir mereka dari dalam masjid dengan ucapan keras:

اخرج يا فلان، اخرج يا فلان

“Keluarlah hai fulan, keluarlah hai fulan”[16]

Itulah perlakuan yang seharusnya kepada orang-orang kafir dan munafik ketika di dunia.

🚩      Ibnu Abbas menyebutkan bahwa perlakuan keras tersebut diperuntukkan bagi kaum kafir Mekkah, hingga mereka mau beriman dan masuk Islam, sedangkan perlakuan keras kepada kaum munafiq diperuntukkan bagi kaum munafik di Madinah, dengan lisan, hujjah dan ancaman.[17]

🚩        Al Qurthubi menambahkan bahwa perlakuan kepada kaum kafir dan munafik, selain dengan menggunakan pedang dan argument serta hukum pidana, beliau menambahkan dengan doa, yakni mendoakan mereka agar memperoleh petunjuk, serta memberitahukan tempat kembali mereka di Akherat, yaitu neraka Jahannam.[18]

🚩       Menurut Syekh Wahf Al Qahtani, berjihad melawan orang kafir dan munafik memiliki empat tingkatan yaitu:[19]

⏺   Melalui hati (mengingkari mereka, tidak senang dengan sifat mereka)
⏺   Lisan ( menegakkan argument kepada mereka)
⏺   Harta
⏺   Tangan (kekuasaan dan kekuatan)

والله أعلم

🌴🌴🌴🌴🌴

[1] Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah,  227
[2] Al Azhari, Tahdzib al-Lughah,6/26
[3] Ar Rhagib al Ashfahani, Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an, h.99
[4] AsSayid Ad Dimyati, Ianatu Ath Thalibin, 4/180
[5] Ibnu Hajar al Atsqalani, Fathul Bari, 6/3
[6] Ahmad bin Muhammad Ad Dardir, Asy Syarhu as Shaghir ala Aqrab al Masalik Ila Madzhab Imam Malik, 2/ 267
[7] Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 10/191
[8] Al-Kasani, Bada’I as-Shana’i, 7/97
[9] Ibnu Hajar al Atsqalani, Fath al-Bari, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379), 1/3
[10] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no 2799
[11]  Ibnu Jarir at-Thabari, Jamiul Bayan Fi Ta’wil Ayi Al-Qur’an, (Muassasah Ar Risalah, 1420H),  23/497
[12] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al Azhim, ( Dar Thaybah Li Nasyr, 1420H, 8/171
[13] Sayid Qutub, Fi Zhilal Al-Qur’an, (Kairo: Dar As-Syuruq, 1412), 6/3621
[14] As Sa’di, At Taysir, 1/874
[15] Muhammad Mahmud al-Hijazi, At Tafsir Al-Wadhih, (Beirut: Dar Jiil Al Jadid, 1413H), 3/706
[16] Wahbah ZUhaily, Tafsir Al Munir,  28/320
[17] Al Fairuz Abadi, Tanwirul Miqbas Fi Tafsir Ibni Abbas, 1/478
[18] Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, 18/201
[19]  Said Wahf Al Qahtani, Al Jihad Fi Sabilillah, (Riyad: Matba’ah Safir, 1/12)

🍀🌸🌴🍃🌺🌻🌷🌿🌵

✍ Ust Fauzan Sugiono, Lc

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

Berbohong Kepada Anak Tetaplah Berbohong

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Sebagian orang tua mengeluh bahwa putra putrinya suka berbohong

📌 Sebelum menyalahkan mereka atau yang lainnya, coba lihat diri sendiri, jangan-jangan kita juga mempertontonkan kebohongan dihadapan mereka

📌 Atau mereka sendiri menjadi korban kebohongan orang tuanya

📌 Biasanya dimulai dari hal sepele; anak merengek minta dibelikan mainan lalu orang tua menjanjikan “nanti ya”, saking lamanya si anak lupa sendiri, dan memang itu yang dimau orang tuanya

📌 Ini terjadi berulang dan tertanam dalam ingatan sang anak, lalu dia mencontoh .. korbannya pun beragam, saudaranya, kawannya, termasuk orang tuanya

📚 Sungguh tepat nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Ummu ‘Aamir  Radhiallahu ‘Anha, seperti yang diceritakan anaknya, ‘Aamir bin Rabi’ah

دَعَتْنِى أُمِّى يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَاعِدٌ فِى بَيْتِنَا فَقَالَتْ هَا تَعَالَ أُعْطِيكَ. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيهِ ».
قَالَتْ أُعْطِيهِ تَمْرًا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِيهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ ».

Sautu hari ibuku memanggilku, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang duduk di rumah kami. Ibuku berkata (kepadaku): “Mari sini, Ibu mau memberikan sesuatu!” Maka, Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa yang akan Engkau berikan?” Ibu menjawab: “Aku mau kasih kurma.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Jika ternyata Engkau tidak memberikan apa-apa kepadanya, maka  tercatat atasmu sebuah kebohongan.” (HR. Abu Daud No. 4993, hasan)

📌 Mari ayah dan ibu, kita berkata yang jujur walau dalam hal sepele kepada anak-anak sendiri, lindungilah mereka dari budaya bohong yang merusak kepribadiannya

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Wahai Orang-orang beriman, bertaqwa-lah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (Qs. Al Ahzab: 70)

Wallahu A’lam

☘🌷🌺🌴🍃🌾🌻🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

Demokrasi dan Parlemen

Asssalamualaikum, saya hendak bertanya: Bagaimana Islam memandang demokrasi dan parlemen. Menurut usatdz

Waalaikumussalam…
Dalam masalah pemerintahan, Islam mengatur dgn kaidah2 umum, tidak berbicara secara detail. Umumnya perkara detail diserahkan kepada ijtihad para ulama utk merumuskannya.

Dalam masalah demokrasi dan parleman, ada sisi lemah dan tdk sesuai dlm Islam, yaitu menyerahkan keputusan pada suara terbanyak yg belum tentu benar sesuai syariat. Idealnya adalah sistem syura, dimana urusan umat diserahkan kepada sekumpulan tokoh umat yang sudah dikenal ketakwaannya, kesalehannya dan keilmuannya, lalu mereka berunding mencari solusi dan keputusan yang bermanfaat bagi umat dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan dengan landasan syariat Allah.

Namun masalahnya, kondisi ideal tersebut belum terwujud. Yang ada adalah sistem demokrasi yang ada sekarang ini, dimana bisa saja ada orang-orang yang jauh dari ajaran Allah memegang kendali jika dia mendapatkan suara terbanyak. Jika belum ada alternatif lain, dan kalau kita biarkan akan menjadi kesempatan bagi mereka yg memusuhi Islam utk berkuasa dan sewenang-wenang.

Maka kaidah yg dipakai adalah ‘irtikabu akhaffi adh-dhararain’ (Mengambil yang bahayanya lebih ringan), yaitu memanfaatkan kesempatan dalam demokrasi utk mengajak kebaikan atau menghalangi adanya keburukan atau dengan kata lain sebagai medan dakwah dalam hal amar ma’ruf nahi munkar, sambil sedikit demi sedikit memperbaiki kekurangan yg ada. Misalnya dengan memilih calon muslim dan siap menyalurkan aspirasi Islam serta umat Islam atau mengusahakan perundang-undangan yg lebih dekat kpd ajaran Islam melalui kekuatan suara di parlemen, dll. Ini lebih baik daripada tdk sama sekali.

Wallahu a’lam.

Abdullah Haidir

Tafsir Surat At-Tahrim (bag. 5B)

💢💢💢💢💢

KEUTAMAAN BAGI ORANG-ORANG YANG BERTAUBAT

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu kedalam Jannah yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sabil mereka mengatakan,”Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesunguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim [66]:9)

عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ….

“Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu kedalam Jannah yang mengalir dibawahnya sungai-sungai”

📌Tinjauan bahasa

Menurut Ibnu Hisyam, kata (عَسى) merupakan kalimat yang isinya harapan (taraji).[1]

📋 Menurut  Muhammad Sayid at-Thantawi:

إن كل ترج في القرآن واقع منه- تعالى- فضلا منه وكرما

“ Sesungguhnya setiap huruf yang berisi harapan (tarajji) yang terdapat didalam Al-Qur’an, akan terjadi dengan izin Allah, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan dari Allah. [2]

📋  Dalam tafsir al-Maraghi disebutkan,

وجىء بكلمة (عَسى) التي تفيد الطمع فى حصول العفو فحسب، مع أن الله سبحانه وعد بقبول التوبة

Kalimat ‘asaa (عسى ) menunjukkan makna harapan besar untuk mendapatkan ampunan saja, meskipun Allah Subhanahu wataala menjajikan menerima taubat.[3]

Hal ini dimaksudkan agar seorang hamba yang berdosa sungguh-sungguh dalam bertaubat, dan berharap besar akan ampunan Allah, dengan memaksimalkan ibadah yang menyertai taubatnya itu, sehingga kondisinya berada diantara khawatir ( khauf) bila dosanya tidak diampuni, dan berharap besar (raja’) akan ampunan Allah.[4]

📋  Sedangkan menurut syekh Wahbah Zuhaily, kalimat ‘asaa ( عسى) jika redaksinya berasal dari Allah, maka fungsinya adalah :

موجبة تفيد التحقق

Wajib dan berfungsi harus terlaksana[5]

Balasan Bagi Orang Yang Bertaubat

1⃣ Dihapuskan kesalahannya

أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ

“Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu”

Yang dimaksud dengan menutupi kesalahan adalah, ampunan Allah yang akan menutupi keburukan dan kesalahan yang pernah dilakukan oleh seorang hamba.[6]

Ibnu Asyur  juga menyebutkan, para ulama telah bersepakat (ijma) bahwa  orang kafir yang bertaubat dari kekafiran dan akhirnya ia memeluk agama Islam dengan ikhlas dan sungguh-sungguh maka taubatnya akan diterima Allah secara qath’I (pasti) . kemudian mereka berbeda pendapat terhadap orang mukmin yang bermaksiat, apakah taubatnya akan diterima Allah atau tidak. Jumhur ulama menyebutkan bahwa jika taubatnya sungguh-sungguh maka ampunan Allah dan diterima taubatnya merupakan harapan besar  dan tidak terputus (marjuwun ghaira maqthu’). Pendapat ini dipegang oleh Al Baqillani dan Imam Haramain.[7]

Kesalahan dan dosa yang dihapuskan Allah merupakan balasan bagi orang yang bertaubat. Menurut Syekh Wahbah Az Zuhaili, kesempurnaan taubat hingga Allah menghapuskan kesalahan dan mengampuni dosa seorang hamba melalui:

·         Penyesalan yang mendalam didalam hati atas dosa yang telah dilakukan

·         Terus beristighfar dengan lisan dalam setiap kesempatan

·         Badan sudah meninggalkan kebiasaan buruk yang bisa mengantarkan kepada dosa

·         Bertekad kuat, agar tidak mengulangi kembali dosa-dosa masa lalu.

Dari hal diatas, semoga Allah mengampuni dosa-dosa dan menutup kesalahan.[8]

Selain hal di atas, didalam Shahih Muslim juga dijelaskan, bahwa kebaikan-kebaikan yang dilakukan setelah melakukan dosa dan kesalahan, dapat menghapus kesalahan tersebut:

عَنْ عَلْقَمَةَ، وَالْأَسْوَدِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي عَالَجْتُ امْرَأَةً فِي أَقْصَى الْمَدِينَةِ، وَإِنِّي أَصَبْتُ مِنْهَا مَا دُونَ أَنْ أَمَسَّهَا، فَأَنَا هَذَا، فَاقْضِ فِيَّ مَا شِئْتَ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: لَقَدْ سَتَرَكَ اللهُ، لَوْ سَتَرْتَ نَفْسَكَ، قَالَ: فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، فَقَامَ الرَّجُلُ فَانْطَلَقَ، فَأَتْبَعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا دَعَاهُ، وَتَلَا عَلَيْهِ هَذِهِ الْآيَةَ: {أَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ، إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ} [هود: 114] فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: يَا نَبِيَّ اللهِ هَذَا لَهُ خَاصَّةً؟ قَالَ: «بَلْ لِلنَّاسِ كَافَّةً»

Dari Alqamah, dan Al Aswad dari Abdullah, berkata,”Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah lalu ia berkata,”Wahai Rasulullah, aku melakukan dosa dengan seorang wanita di ujung kota, namun aku tidak sampai melakukan hubungan suami istri, bagaimana nasibku, putuskan sesuai kehendakmu. Lalu Umar berkata,”Allah sungguh telah menutupi kesalahanmu, seandainya engkau menutupi dirimu sendiri,  ia berkata,”Nabi tidak menjawab apapun, lalu lelaki itu berdiri dan beranjak pergi, lalu nabi mengutus seseorang untuk mengikutinya, seraya memanggil laki-laki tersebut. kemudian Rasulullab membaca ayat:

{أَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ، إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ} [هود: 114]

“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. ( QS. Hud: 114)

Lalu seorang lelaki  lain berkata,” Wahai Rasulullah apakah, khusus untuk  orang tersebut?”, Rasulullah menjawab,” Bahkan untuk seluruh manusia”. (HR. Muslim)[9]

2⃣     Dimasukkan kedalam syurga

وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ

…“memasukkanmu kedalam Jannah yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia,

Balasan Allah kepada orang yang bertaubat, kelak akan dimasukkan kedalam syurga dengan kenikmatan tiada taranya. Dari sungai-sungai yang mengalir dibawah kebun-kebun syurga, serta Allah akan memuliakan mereka, tak kan pernah sedikitpun menghinakan mereka, sungguh kebahagiaan yang paling didamba oleh setiap manusia.

نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

….sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sabil mereka mengatakan,”Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesunguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Imam Ibnu Katsir menyebutkan hadits terkait hal ini:

وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، أَخْبَرَنَا ابْنِ لَهِيعة، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا ذَرٍّ وَأَبَا الدَّرْدَاءِ قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أنا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ فِي السُّجُودِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِرَفْعِ رَأْسِهِ، فأنظرُ بَيْنَ يَدَيّ فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَأَنْظُرُ عَنْ يَمِينِي فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَأَنْظُرُ عَنْ شِمَالِي فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ”. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ. قَالَ: “غُرٌّ مُحجلون مِنْ آثَارِ الطُّهور  وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ مِنَ الْأُمَمِ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ، وَأَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يؤتَون كُتُبَهُمْ بِأَيْمَانِهِمْ، وَأَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ، وَأَعْرِفُهُمْ بِنُورِهِمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ” 

Berkata Muhammad bin Nashr Al Marwazi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil Al marwazi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abi Habib dari Abdurrahman bin Zubair bin Nufair bahwasanya ia mendengar Abu Dzar dan Abu Darda mereka berdua berkata,”Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Aku adalah orang pertama yang diizinkan untuk sujud pada hari kiamat, dan orang pertama yang diizinkan mengangkat kepala, lalu aku melihat kehadapan, aku melihat umatku diantara umat-umat lain,  kemudian aku melihat ke sebelah kanan, aku melihat umatku diantara umat-umat lain, aku melihat ke sebelah kiri, akupun melihat umatku diantar umat-umat lain, kemudian salah seorang berkata,” Wahai Rasulullah, bagaimana engkau tahu umatmu berada diantara umat-umat yang lain?”, Beliau menjawab,” Umatku terlihat bercahaya dari bekas suci (wudhu) dan hal itu tidak dimiliki umat lain, aku tahu umatku diberikan catatan kitab dari kanan, aku tahu umatku memiliki bekas-bekas sujud di wajah mereka, aku tahu umatku dari cahaya yang memancar dihadapan mereka “ ( Musnad Imam Ahmad, 5/ 199).[10]

Kondisi orang mukmin dan munafiq yang melewati Shirath

Orang beriman bagi mereka cahaya yang terang benderang saat melewati shirat, kualitas terangnya cahaya tersebut bergantung kepada amal kebaikan selama di dunia, sedangkan bagi orang munafik, Allah akan memadamkan cahaya bagi mereka saat menyeberangi shirat, dan mereka berjalan dalam gelap tanpa penerangan.

يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير

Mereka berkata,“Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesunguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Terkait ayat ini Syekh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan dalam tafsirnya:

ويدعو المؤمنون حين يطفئ الله نور المنافقين يوم القيامة، قائلين تقربا إلى الله: رَبَّنا أَتْمِمْ لَنا نُورَنا، أي أبقه لنا، فلا ينطفئ حتى نتجاوز الصراط، واستر ذنوبنا وتجاوز عن سيئاتنا، ولا تفضحنا بالعقاب عليها حين الحساب، فإنك على كل شيء قدير، ومنه إتمام نورنا، وغفران ذنوبنا، وتحقيق رجائنا وآمالنا، فأجب دعاءنا

Seorang mukmin berdoa kepada Allah, saat  Allah memadamkan cahaya orang-orang munafik pada hari kiamat, mereka berdoa dengan mendekatkan diri kepada Allah,” Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, abadikan cahaya itu bagi kami, janganlah engkau padamkan hingga kami menyeberangi shirat, tutup rapat dosa kami, ampuni kesalahan kami, janganlah engkau hinakan kami dengan hukuman atas dosa-dosa kami pada saat perhitungan amal, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan berikan kesempurnaan cahaya kami, ampuni dosa-dosa kami, dan kabulkan harapan kami, dan jawablah doa kami”.[11]

والله أعلم

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] Ibnu Hisyam (761 H), Audhah al-Masalik ila Alfiyah Ibni Malik, (Dar al Fikr) 1/290
[2]
[3] Tafsir al Maraghi, 28/165
[4] Ahmad Mushtahafa Al Maraghi (1371  H), Tafsir Al Maraghi, (Mesir: Syarikah Mathba’ah Musthafa Babi al Halby, 1365H) 28/165
[5]  Wahbah Zuhaly, Tafsir Al Munir, ( Damaskus: Dar Fikr Muashir, 1418 H) 28/319
[6] Muhammad Thahir bin Asyur  (1393 H), At Tahrir Wa Tanwir, (Dar Tunis Li an Nasyr, 1984, 28/369
[7] Tafsir At Tahrir wa Tanwir, 28/369
[8] Wahbah Zuhaili, Tafsir Al Munir, ( Damaskus: Dar Fikr Muashir, 1418H), 28/318
[9] Imam Muslim, Shahih Muslim,  (Beirut: Dar Ihya Turats) No. 2763, 4/2116
[10] Tafsir Ibnu Katsir, 8/170
[11] Wahbah Zuhaili, Tafsir Al Munir, 28/320

☘🍃🌺🌾🌴🌸🌿

Ust Fauzan Sugiono, Lc

Serial Tafsir Surat At-Tahrim

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 1)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 2)

Tafsir At Tahrim (Bag. 3)

Tafsir At Tahrim (Bag. 4)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5A)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 5B)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 6)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 7)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 8)

Tafsir Surat At Tahrim (Bag 9, Selesai)

scroll to top