Tugas Seorang Suami

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At Tahrim: 6)

Duhai para ayah … inilah tugas kita. Melindungi keluarga –anak dan istri- dari api neraka. Ini bukan tugas ringan, tapi sangat berat. Maka, jangan bermain-main dengan tugas ini. Berikan mereka harta belanja yang halal, makan minumnya, pakaiannya, uang sekolahnya, dan biaya hidup lainnya.
Banyak penjelasan dari para mufassir salaf tentang ayat ini, dan di antara yang paling rinci adalah seperti yang dijelaskan oleh Qatadah Rahimahullah berikut ini:

يقيهم أن يأمرهم بطاعة الله، وينهاهم عن معصيته، وأن يقوم عليه بأمر الله يأمرهم به ويساعدهم عليه، فإذا رأيت لله معصية ردعتهم عنها، وزجرتهم عنها.

Melindungi mereka dengan memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah ﷻ dan mencegah mereka dari bermaksiat kepadaNya, dan menegakkan perintah Allah ﷻ dan memerintahkan mereka dengannya dan membantu mereka untuk menjalankannya. Jika engkau melihat mereka bermaksiat kepada Allah ﷻ maka cegahlah dan tolaklah mereka dari maksiat itu. (Imam Ath Thabariy, Jami’ul Bayan, 23/492)

Maka, ajarkanlah mereka adab dan ilmu agama. Cegahlah mereka dari pembangkangan kepada hukum-hukum Allah ﷻ, seperti; membuka aurat dihadapan laki-laki bukan mahramnya, membiarkannya bersama lawan jenis yang bukan mahramnya, melalaikankan shalat, salah memilih kawan pergaulan, membiarkan mereka dalam kesibukan dan hiburan yang melalaikan agama, dan semisalnya.

Ini tugas kita, para ayah .. para suami .. kaum laki-laki, Imam Al Qurthubi mengatakan:

فعلى الرجل أن يصلح نفسه بالطاعة ويصلح أهله

Maka, hendaknya bagi kaum laki-laki memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan juga memperbaiki keluarganya. (Al Jami’u li Ahkamil Quran, 18/171)

Jangan bebankan pendidikan dan pembinaan anak-anak kita hanya kepada istri, justru ini adalah juga tugas kaum laki-laki, para suami.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عنهم

Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya (ahli baitnya), dan dia akan dimintai tanggungjawab tentang mereka. (HR. Muslim No. 1829)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Bahaya Meninggalkan Zakat Bagi Yang Mampu

Dalam Al Quran Allah Ta’ala mengancam mereka dengan azab yang pedih. Hal ini disebabkan sifat kikir mereka dan pembangan atas kewajiban yang diembankan kepada mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

“ … dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah (9):34-35)

Ayat lainnya:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran (3): 180)

Ada pun dari Al Hadits, dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله

“Aku diutus untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan atas Allah-lah perhitungan mereka.” (HR. Bukhari No. 25 dan Muslim No. 36)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ، مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ ، لَهُ زَبِيبَتَانِ

“Barang siapa yang Allah berikan harta, dan dia tidak mengeluarkan zakatnya, maka dia akan dicincang pada hari kiamat nanti oleh ular berkepala botak yang memiliki dua bisa (racun).” (HR. Ahmad No. 8661. Hadits ini shahih. Lihat Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arna’uth. Muasasah Ar Risalah)

Bahkan ada ancaman secara khusus bagi yang tidak mengeluarkan zakat perhiasan, dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya:

أَنَّ امْرَأَتَيْنِ أَتَتَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي أَيْدِيهِمَا سُوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهُمَا أَتُؤَدِّيَانِ زَكَاتَهُ قَالَتَا لَا قَالَ فَقَالَ لَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُحِبَّانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ بِسُوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَتَا لَا قَالَ فَأَدِّيَا زَكَاتَهُ

“Datang dua wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan di tangan mereka berdua terdapat gelang emas. Maka Beliau bersabda kepada keduanya: “Apakah kalian telah menunaikan zakatnya?” mereka berdua menjawab: “Tidak.” Lalu Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada mereka: “Apakah kalian mau Allah akan menggelangkan kalian dari gelang api neraka?” Mereka berdua menjawab: “Tidak.” Maka Nabi bersabda: “Tunaikanlah zakatnya!” (HR. At Tirmidzi No. 637, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 637)

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Jual Beli Uang Kuno

Assalamu’alaikum.. Ustadz.. Bagaimana hukumnya jual beli uang lama/kuno yang biasanya di hargai lebih dari nilai yg tertera di uang tsbt. Apakah termasuk riba? (+62 822-5308-6xxx)

Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah ..

Pada prinsipnya, dilarang jual beli uang. Yang dibolehkan adalah sharf/pertukaran uang secara kontan dengan nilai yang sama. Adapun jika terjadi perbedaan mata uang, tidak apa-apa terjadi perbedaan angka, sebab pada hakikatnya nilainya sama. Misal menukar 1 dollar AS dgn 12.000 rupiah.

Sedangkan jual beli uang yang sudah kuno, uang sudah tidak berlaku untuk transaksi, maka uang tersebut berubah menjadi barang komoditi (sil’ah) biasa, sebagaimana barang-barang lain yg biasa dijual belikan. Itu tidak masalah, dan bukan riba. Misal uang Rp. 100,- yang berlaku tahun 80an, dibeli Rp. 100.000,- ditahun 2017, tidak apa-apa, ini bukan riba. Ini adalah jual beli barang biasa, bukan jual beli uang, atau bukan pula sharf.

Wallahu A’lam

Bolehkah Istri Bersedekah Hartanya Sendiri Tanpa Izin Suaminya?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalammualaikum ustd.
Saya Mau tanya :

Ketika seorang istri bekerja, apakah perlu si istri meminta ijin kepada suami terkait uang gaji yg akan gunakan. Misal untuk memberikan kepada orangtua atau belanja lainnya. Karna itu kan uang gaji istri, bukan dari suami, demikian.

Ibu mini – bogor
Wassalam

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullah .., Bismillah wal Hamdulillah ..

Wanita boleh menyedekahi harta miliknya sendiri, walau tanpa izin suaminya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ وَمَعَهُ بِلاَلٌ ، فَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يُسْمِعِ النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ ، وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ ، فَجَعَلَتِ الْمَرْأَةُ تُلْقِى الْقُرْطَ وَالْخَاتَمَ ، وَبِلاَلٌ يَأْخُذُ فِى طَرَفِ ثَوْبِهِ

Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama Bilal keluar menuju shalat ‘Id. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menduga bahwa para wanita tidak mendengar khutbah yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampaikan.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan mau’izhah kepada mereka dan Nabi perintahkan mereka agar bersedekah. Para wanita pun melemparkan anting-anting dan cincin mereka ke kain yang dibentangkan dan dipegang oleh Bilal.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Kisah ini menunjukkan kaum wanita langsung menyedekahkan harta miliknya tanpa izin dulu kepada suaminya. Wanita dalam Islam bebas mengelola hartanya sendiri selama dalam kebaikan.

Sebaiknya jika ingin bersedekah adalah ke orang terdekatnya dulu, dan itu lebih utama, bahkan ke suami sendiri jika suami faqir.

Zainab Radhiallahu ‘Anha, seorang shahabiyah yg bersuamikan laki-laki yang miskin, yaitu Abu Mas’ud Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu.

Zainab bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي، وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي؟

Apakah bisa diterima zakatku untuk suamiku dan anak-anak yatim yang dalam pengasuhanku?

Rasulullah menjawab:

نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

Ya, bagi dia dua pahala; pahala menguatkan hubungan kekerabatan dan pahala shadaqah. (HR. Al Bukhari No. 1466)

Pelajaran dari hadits ini adalah wanita juga memiliki dan berkuasa atas harta yang dimiliki sendiri, sehingga mereka boleh bersedekah hartanya sendiri tanpa izin suaminya, ada pun yang seizin suami adalah harta bersama atau harta suaminya.

Terhadap harta suaminya, maka tidak boleh wanita bersedekah kecuali atas izin suaminya.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ

Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa sementara suaminya ada kecuali dengan izinnya, memasukan seseorang ke rumahnya kecuali dengan izinnya, menginfakkan harta suaminya tanpa perintahnya. (HR. Al Bukhari No. 4796)

Demikian. Wallahu A’lam

PUSAT KONSULTASI SYARIAH~DEPOK


🍃🌸 Istri Bersedekah Tanpa Izin Suaminya 🌸🍃

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim ..

Bersedekah dan berinfak adalah salah satu cara kita menjauhi api neraka dan masuk ke dalam surga, dan ini berlaku baik bagi laki-laki dan perempuan. (Lihat QS. Ali Imran: 133-134)

Maka, dalam masalah ini perlu dirinci dulu.

📌 Jika harta milik sendiri

Istri berhak menginfakkan atau menyedekahkan harta yang menjadi miliknya sendiri, tanpa harus izin suaminya, seperti harta dari warisan orang tuanya, hartanya semasa gadis, harta hasil usahanya sendiri, harta dari hadiah orang lain, termasuk harta hibah dari suaminya, sehingga semua ini adalah hak mutlak istri. Dia bebas memanfaatkannya untuk semua jenis kebaikan.

Imam al Bukhari dalam Shahih-nya membuat Bab berjudul:

بَابُ الزَّكَاةِ عَلَى الزَّوْجِ وَالأَيْتَامِ فِي الحَجْرِ

Bab zakat untuk suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan.

Ini menunjukkan kebebasan bagi seorang istri menggunakan hartanya sendiri, termasuk dia bersedekah, bahkan dia berzakat untuk suaminya yang fakir. Zainab Radhiallahu ‘Anha, seorang shahabiyah yang bersuamikan laki-laki yang miskin, yaitu Abu Mas’ud Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu. Zainab bertanya kepada Rasulullah ﷺ:

أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي، وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي؟

“Apakah bisa diterima zakatku untuk suamiku dan anak-anak yatim yang dalam pengasuhanku?”

Rasulullah ﷺ menjawab:

نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

“Ya, bagi dia (istri) dua pahala; pahala menguatkan hubungan kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari no. 1466)

Di masa Rasulullah ﷺ pun, para wanita menyedekahkan hartanya sendiri tanpa izin suaminya, hal ini tertera dalam hadits berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عِيدٍ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلُ وَلاَ بَعْدُ، ثُمَّ مَالَ عَلَى النِّسَاءِ، وَمَعَهُ بِلاَلٌ فَوَعَظَهُنَّ، وَأَمَرَهُنَّ أَنْ يَتَصَدَّقْنَ»، فَجَعَلَتِ المَرْأَةُ تُلْقِي القُلْبَ وَالخُرْصَ

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata; Nabi ﷺ keluar pada hari ‘Ied lalu shalat dua rakaat dan beliau tidak shalat lain sebelum maupun sesudahnya, kemudian beliau mendatangi jamaah wanita bersama Bilal, lalu beliau memberikan nasihat dan memerintahkan mereka untuk bershadaqah. Maka diantara mereka ada yang memberikan gelang dan antingnya. (HR. Bukhari no. 1431)

Kisah ini menunjukkan kaum wanita bersedekah tanpa izin suaminya saat mereka dianjurkan bersedekah oleh Rasulullah ﷺ.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

فِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز صَدَقَة الْمَرْأَة مِنْ مَالهَا بِغَيْرِ إِذْن زَوْجهَا وَلا يَتَوَقَّف ذَلِكَ عَلَى ثُلُث مَالهَا , هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجُمْهُور

Hadits ini menunjukkan bolehnya bagi kaum wanita menyedekahkan hartanya tanpa izin suaminya, dan tidak dibatasi hanya 1/3 hartanya. Inilah madzhab kami dan madzhab mayoritas ulama.

(Syarh Shahih Muslim, 6/173)

📌 Harta milik suaminya

Ada pun untuk harta bukan miliknya, tapi milik suaminya yang mesti dijaganya, atau uang belanja sehari-hari yang seharusnya dibelanjakan sesuai amanahnya, maka itu mesti izin suami jika ingin menyedekahkannya.

Dari Yahya bin Ja’dah, dari Nabi ﷺ bersabda:

خَيْرُ فَائِدَةٍ اسْتَفَادَهَا الْمُسْلِمُ بَعْدَ الْإِسْلَامِ امْرَأَةٌ جَمِيلَةٌ، تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَهَا، وَتَحْفَظُهُ إِذَا غَابَ عَنْهَا فِي مَالِهِ وَنَفْسِهَا

Keuntungan terbaik bagi seorang muslim setelah Islam adalah istri yang cantik, yang menyenangkannya ketika dia memandanginya, dan mentaatinya ketika dia memerintahkannya, dan menjaga harta suaminya dan dirinya sendiri ketika suaminya tidak ada.

(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 17141, Hadits ini dha’if yaitu mursal (terputus/gugur sanadnya) setelah Yahya bin Ja’dah, dia tidak mendengarkannya dari Nabi ﷺ. Namun, Al Bushiri berkata: hadits ini memiliki syahid (penguat) yaitu hadits dari Abdullah bin ‘Amr yang diriwayatkan Imam Muslim. Lihat Ittihaf Al Khairah, 4/24)

Dalam hadits lainnya:

لا يجوز لامرأة عطية إلا بإذن زوجها

Tidak boleh bagi seorang istri melakukan pemberian kecuali dengan izin suaminya.

(HR. Ahmad no. 6643, Abu Dsud no. 3547, shahih)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top