Syarah 10 Wasiat Imam Hasan Al Banna (Bag. 1)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Wasiat 1:

قم الى الصلاة متى سمعت النداء مهما تكن الظروف

Tegakkanlah shalat saat kau mendengarkan panggilannya apa pun keadaannya

☘☘☘☘☘☘☘

Wasiat (nasihat) ini begitu penting, apalagi Islam menempatkan shalat sebagai rukun Islam yang kedua setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Hendaknya seseorang memperhatikan kondisi kejiwaannya terhadap shalat; apakah mencintainya atau membencinya, sigap memenuhi panggilannya atau menunda-nundanya. Semua ini menunjukkan baik tidaknya kadar iman seseorang.

Wasiat ini begitu penting, sebab shalat di awal waktu adalah perbuatan yang paling dicintai Allah ﷻ . Hal ini jelas tertera dalam hadits berikut:

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ ? أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ

Aku bertanya kepada Nabi ﷺ: “Amal apakah yang paling Allah cintai?”

Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Lalu apa lagi?”
Beliau bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Lalu apa lagi?”
Beliau bersabda: “Jihad fisabilillah.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Wasiat ini begitu penting, sebab menunda-nunda shalat tanpa alasan syar’i, merupakan SALAH SATU  makna SAHUN (melalaikan) shalat yang tertera dalam ayat:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)

Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai (sahun) dari shalatnya. (QS. Al Ma’un: 4-5)

Mush’ab bin Sa’ad berkata:

قلت لأبي، أرأيت قول الله عزّ وجلّ 🙁 الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ ) : أهي تركها؟ قال: لا ولكن تأخيرها عن وقتها.

“Aku bertanya kepada ayahku, apakah maksud ayat ini   meninggalkan shalat?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi ini adalah  mengakhirkan shalat dari waktunya.” (Tafsir Ath Thabari,  24/630)

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, berkata:
الذين يؤخِّرونها عن وقتها

Yaitu orang-orang yang mengakhirkan waktunya. (Ibid, 24/631)

Syariat memberikan keringanan pada keadaan tertentu kita boleh menunda shalat, seperti safar, sakit, rasa takut kepada musuh, bencana alam, cuaca dingin/panas ekstrim, hujan, kesibukan yang berbahaya jika ditinggalkan (seperti dokter ketika membedah, penjaga pintu kereta, penjaga yang sedang melindungi banyak orang, dan semisalnya), dan berbagai kesulitan (masyaqqat) apa pun yang membolehkan jamak shalat. Bahkan Imam As Suyuthi mengatakan ada 40 ‘udzur seseorang dapat menta’khirkan shalatnya.

Lalu, bagaimana menta’khir (menunda) shalat Isya? Bukankah disunahkan untuk mengakhirkannya?

Dianjurkan mengakhirkan shalat Isya hingga hampir setengah malam, dan ini menjadi kekhususan bagi Isya saja. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, namun tidak selalu dia lakukan khawatir memberatkan umatnya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ صَلَّى ثُمَّ قَالَ قَدْ صَلَّى النَّاسُ وَنَامُوا أَمَا إِنَّكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوهَا

Dari Anas bin Malik, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya sampai tengah malam, lalu dia shalat, kemudian bersabda: “Manusia telah shalat dan tertidur, ada pun sesungguhnya kalian tetap dinilai dalam keadaan shalat selama kalian masih  menunggu waktunya.”
(HR. Al Bukhari No. 572)

Dalam hadits lain:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي

Dari ‘Aisyah, dia berkata: Pada suatu malam, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallammengakhirkan shalat Isya sampai hilang sebagian besar malam, dan sampai para jamaah yang di masjid tertidur, lalu Beliau keluar lalu shalat, lalu bersabda: “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya, seandainya tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim No. 638)

Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

وكلها تدل على استحباب التأخير وأفضليته، وأن النبي صلى الله عليه وسلم ترك المواظبة عليه لما فيه من المشقة على المصلين، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يلاحظ أحوال المؤتمين، فأحيانا يعجل وأحيانا يؤخر.

Semua hadits ini menunjukkan sunah  dan keutamaan mengakhirkan shalat isya. Walau pun demikian nabi tidak melakukannya terus menerus, khawatir memberatkan umatnya. NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu memperhatikan kondisi kaum mu’minin, maka kadangkala dia menyegerakan, kadangkala dia mengakhirkan.”  (Fiqhus Sunnah, 1/103)

Imam An Nawawi Rahimahullah
berkata:

وَقَوْله فِي رِوَايَة عَائِشَة : ( ذَهَبَ عَامَّة اللَّيْل ) أَيْ كَثِير مِنْهُ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَكْثَره ، وَلَا بُدّ مِنْ هَذَا التَّأْوِيل لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهُ لَوَقْتُهَا ، وَلَا يَجُوز أَنْ يَكُون الْمُرَاد بِهَذَا الْقَوْل مَا بَعْد نِصْف اللَّيْل ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَقُلْ أَحَد مِنْ الْعُلَمَاء : إِنَّ تَأْخِيرهَا إِلَى مَا بَعْد نِصْف اللَّيْل أَفْضَل . قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقّ عَلَى أُمَّتِي ) مَعْنَاهُ : إِنَّهُ لَوَقْتُهَا الْمُخْتَار أَوْ الْأَفْضَل فَفِيهِ تَفْضِيل تَأْخِيرهَا ، وَأَنَّ الْغَالِب كَانَ تَقْدِيمهَا ، وَإِنَّمَا قَدَّمَهَا لِلْمَشَقَّةِ فِي تَأْخِيرهَا

Hadits riwayat ‘Aisyah ini: (hilang sebagian besar malam) yaitu kebanyakan dari waktu malam, namun bukan berarti sebagian besarnya, dan harus mengartikannya demikian karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya.” Tidak boleh mengartikan ucapan beliau bahwa waktu yang dimaksud adalah setelah tengah malam, dan tidak ada satu pun ulama yang mengatakan demikian; yakni mengakhirkan shalat Isya setelah tengah malam adalah lebih utama.

Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: (“Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya, seandainya tidak memberatkan umatku.”) maknanya adalah bahwa itu adalah waktu yang diunggulkan atau paling utama, maka di dalamnya ada keutamaan mengakhirkannya. Sesungguhnya kebiasaannya adalah menyegerakannya, hal itu hanyalah karena adanya kesulitan dalam mengakhirkannya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/138)

Hanya saja di zaman ini, jika kita mengambil sunnah ta’khir isya, maka kita akan kehilangan sunnah lain yaitu berjamaah di masjid. Sebab, jam-jam menjelang tengah malam  biasanya sudah tidak ada orang di masjid, atau masjid sudah ditutup, kecuali Masjidul Haram dan Masjid Nabawi, yang biasanya manusia ramai 24 jam. Padahal shalat Isya berjamaah bersama manusia di masjid, dinilai seperti shalat setengah malam.

Dari ‘Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu, “ Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما صلى الليل كله

Barang siapa yang shalat Isya berjamaah maka seolah dia shalat setengah malam, dan barang siapa yang shalat subuh berjamaah maka seolah dia shalat sepanjang malam. (HR. Muslim No. 656)

Wallahu A’lam

🌺🌻🍃🌱🌴☘🌾🌿🌸
✍ Farid Nu’man Hasan

Batas Maksimal Masa Nifas

☀💦☀💦☀💦

📌 Pertanyaan:

Assalamu’alaikum ustadz.. saya yuli dari sambas. Mau tanya ni ustad, klo wanita yg nifas itu apakah mesti 40 hari ataw kah boleh lebih dari itu?? Klo boleh lebih dari 40 hari klo flek2 yg keluar mash tergolong darah nifas?? Terima kasih pak. Semoga berkenan menjawab ny. 🙂 (081350091xxx)

📌 Jawaban:

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah, wa ba’d:
Untuk batasan minimal nifas, tidak ada ketentuannya. Para ulama menegaskan:

ذهب جمهور الفقهاء إلى أنه لا حد لأدنى النفاس ، ففي أي وقت رأت الطهر اغتسلت وصلت

Mayoritas ahli fiqih mengatakan tidak ada batasan terpendek tentang nifas, maka di waktu kapan pun dia melihat darahnya terhenti maka hendaknya dia manda dan shalat. [1]

Jadi,  jika baru 1, 2, 3, 7, 10 hari sudah berhenti keluar darahnya, maka selesailah nifasnya, dan selesai pula hukum-hukum nifas baginya.

Adapun batasan maksimal nifas, ada dua pendapat.

1⃣ Pertama. Empat Puluh hari.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

وأما أكثره فأربعون يوما

لحديث أم سلمة رضي الله عنها قالت: (كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله

عليه وسلم أربعين يوما)

رواه الخمسة إلا النسائي وقال الترمذي – بعد هذا الحديث -: قد أجمع أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم، على أن النفساء تدع الصلاة أربعين يوما، إلا أن ترى

الطهر قبل ذلك، فإنها تغتسل وتصلي، فإن رأت الدم بعد الاربعين، فإن أكثر أهل العلم قالوا: لا تدع الصلاة بعد الاربعين

Ada pun paling lama adalah 40 hari, berdasarkan hadits Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha: “Pada masa Rasulullah ﷺi, kaum wanita yang nifas duduk-duduk saja selama 40 har.i” (HR. Al Khamsah kecuali An Nasa’i).

Berkata Imam At Tirmidzi-stelah menyebutkan hadits ini:

“Telah ijma’/sepakat para ulama sejak masa sahabat, tabi’in, dan setelahnya, bahwa wanita yg nifas mereka meninggalkan shalat selama 40 hr kecuali jika mereka mendapatkan suci sebelum itu maka hendaknya dia mandi dan shalat. Jika dia melihat ada darah lagi setelah 40 hari, maka mayoritas ulama mengatakan: jangan tinggalkan shalat setelah 40 hari.[2]

Tertulis dalam Al mausu’ah:

ذهب جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة – وهو مقابل المشهور عند المالكية – إلى أنأقصى مدة النفاس أربعون يوما ، وهو غالب مدة النفاس عند الشافعية ، وقال أبو عيسى الترمذي : أجمع أهل العلم من أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – ومن بعدهم على أن النفساء تدع الصلاة أربعين يوما ، إلا أن ترى الطهر قبل ذلك فتغتسل وتصلي ، وقال أبو عبيد : وعلى هذا جماعة الناس وروي هذا عن عمر ، وابن عباس ، وعثمان بن أبي العاص ، وعائذ بن عمرو ، وأنس ، وأم سلمة ، وبه قال الثوري ، وإسحاق ؛ لما روي عن أم سلمة قالت : ” كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعين يوما ” . وما روي عن أم سلمة أنها سألت النبي صلى الله عليه وسلم : كم تجلس المرأة إذا ولدت ؟ قال : ” تجلس أربعين يوما إلا أن ترى الطهر قبل ذلك ” ، فإن زاد دم النفاس على أربعين يوما فصادف عادة الحيض فهو حيض ، وإن لم يصادف عادة فهو استحاضة

Mayoritas ahli fiqih dari kalangan hanafiyah, Hanabilah (Hambaliyah), -dan ini juga pendapat kebalikan dari yang Masyhur-nya Malikiyah- bahwa paling akhir nifas adalah 40 hari, dan ini merupakan waktu yang umum menurut Syafi’iyah. Abu Isa At Tirmidzi berkata: “Telah ijma’/sepakat para ulama sejak masa sahabat Nabi ﷺ,  dan setelahnya, bahwa wanita yg nifas mereka meninggalkan shalat selama 40 hr kecuali jika mereka mendapatkan suci sebelum itu maka hendaknya dia mandi dan shalat.”  Abu ‘Ubaid berkata: “Segolongan  manusia berpegang atas dasar ini.”

Pendapat ini juga dari Umar, Ibnu Abbas, ‘Utsman bin Abi Al ‘Ash, ‘Aidz bin ‘Amr, Anas, Ummu Salamah, dan ini juga pendapat Ats Tsauri dan Ishaq. Dasarnya adalah dari Ummu Salamah: “Dahulu kaum wanita yang nifas duduk-duduk (santai-santai/istirahat) pada Rasulullah ﷺ  selama 40 hari.” Juga diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia bertanya kepada Nabi ﷺ : “Barapa lama kaum wanita istirahat sesudah melahirkan?” Beliau bersabda: “Selama 40 hari, kecuali sudah mendapatkan suci sebelum itu.” Jika darah haid masih ada lewat 40 hari dan kebetulan bersamaan dengan kebiasaan haidnya maka itu haid, jika tidak bersamaan, maka itu istihadhah. [3]

2⃣ Kedua. Enam Puluh Hari

Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah berkata:

وأكثر النفاس ستون يوما  وقال المزني أربعون يوما والدليل على ما قلناه ما روي عن الأوزاعي أنه قال عندنا امرأة ترى النفاس شهرين  وعن عطاء والشعبي وعبيد الله بن الحسن العنبري والحجاج بن أرطأة أن النفاس ستون يوما وليس لأقله حد

Nifas paling lama adalah 60 hari. Berkata Al Muzani: 40 hari. Dalil apa yang kami katakan adalah apa yang diriwayatkan dari Al Auza’i, dia berkata: “Wanita-wanita kami nifas selama dua bulan.” Dan, dari ‘Atha, Asy Sya’bi, ‘Ubaidillah bin Al Hasan Al ‘Anbari, Al Hajaj bin Artha’ah, bahwa nifas adalah 60 hari, dan tidak ada batas minimal. [4]

Demikian. Nampak pendapat golongan pertama (40 hari) lebih kuat, berdasarkan riwayat yang lebih shahih dan lebih dekat dengan masa Rasulullah ﷺ , sebagaimana dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, istri Nabi ﷺ sendiri.

Wallahu a’lam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

Farid Nu’man Hasan


🌱🌿☘🍀🎍🎋

[1] Fathul Qadir wal Kifayah, 1/166, Bada’i Ash Shana’i, 1/41, Raudhatuth Thalibin, 1/174, Mughni Muhtaj, 1/119, Kasyaf Al Qina’, 1/218-219, Al Mughni, 1/245, 247

[2] Fiqhus Sunnah, 1/185

[3] Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 41/7

[4] Al Muhadzdzab, 1/45, Lihat juga Al Mughni, 1/392, Syarhul Kabir, 1/368, Kifayatul Akhyar, Hal. 76

 

 

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 6] (ayat ke-7)

Allah Jadikan Hati Cenderung Kepada Kebaikan dan Benci Kedurhakaan

وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (QS. Al Hujurat [49]:7)

Tinjauan Bahasa

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ

Tetapi Allah menjadikanmu cinta pada keimanan

الرَّاشِدُونَ

Orang-orang yang mengikuti jalan lurus

Kandungan Ayat

secara umum ayat ini menyebutkan tentang keberadaan Rasulullah Shalalahu Alaihi wasallam yang terus berdakwah ditengah umat sehingga hidayah dari Allah hadir ditengah-tengah para sahabat. Hidayah itulah yang menenangkan hati, menjadikannya mencitai kebaikan dan amal shalih serta membenci keburukan, kefasikan dan kedurhakaan. Menurut Abdurrahman Nashir As Sa’di dalam tafsirnya maksud dari ayat diatas adalah:

ليكن لديكم معلومًا أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، بين أظهركم، وهو الرسول الكريم، البار، الراشد، الذي يريد بكم الخير وينصح لكم، وتريدون لأنفسكم من الشر والمضرة، ما لا يوافقكم الرسول عليه، ولو يطيعكم في كثير من الأمر لشق عليكم وأعنتكم، ولكن الرسول يرشدكم، والله تعالى يحبب إليكم الإيمان، ويزينه في قلوبكم، بما أودع الله في قلوبكم من محبة الحق وإيثاره، وبما ينصب على الحق من الشواهد، والأدلة الدالة على صحته، وقبول القلوب والفطر له، وبما يفعله تعالى بكم، من توفيقه للإنابة إليه، ويكره إليكم الكفر والفسوق، أي: الذنوب الكبار، والعصيان: هي ما دون ذلك من الذنوب بما أودع في قلوبكم من كراهة الشر، وعدم إرادة فعله، وبما نصبه من الأدلة والشواهد على فساده، وعدم قبول الفطر له، وبما يجعله الله من الكراهة في القلوب له

“Kalian sudah mengetahui bahwa Rasulullah ada dikalangan kalian, Beliau Rasulullah yang mulia. baik budi pekerti, memberi petunjuk, tak menginginkan lain, kecuali kebaikan dan menasehati kalian, namun kalian menginginkan keburukan dan membahayakannya, sedang Rasul tak menyetujui. Seandainya Rasul menuruti banyak keinginan kalian, kalian akan mendapat kesusahan. Akan tetapi Rasulullah memberi arahan petunjuk, dan Allah menjadikanmu cinta pada keimanan, danmenghiasinya didalam hati kalian, cinta akan kebaikan dan mendahulukan kebaikan, menegakkan kebaikan dengan perangkat serta dalilnya yang diterima oleh fitrah hati yang bersih, dan apa yang telah Allah berikan kepada kalian, dari taufiq dan kecenderungan kembali kepada-Nya. Kalian tidak menyukai kekafiran dan fasik. Yaitu dosa-dosa besar. Dan maksiat adalah selain dosa besar, Allah meletakkan ketidaksukaan kalian kepada keburukan, tiada keinginan untuk melakukannya, dengan pertimbangan petunjuk dan kerusakan akibat perbuatan maksiat itu, fitrah hati yang enggan menerimanya dan Allah yang menjadikan hati tersebut tidak menyukai keburukan”.[1]

 {وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ}

Tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu

أَيْ: حَبَّبَهُ إِلَى نُفُوسِكُمْ وَحَسَّنَهُ فِي قُلُوبِ

Yaitu menjadikan jiwamu mencintai kebaikan dan menjadikannya kebaikan itu indah didalam hatimu”. ( Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Azim, 7/327)

Imam Ahmad menyebutkan hadits terkait ayat ini:

حَدَّثَنَا بَهْز، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَسْعَدة، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: “الْإِسْلَامُ عَلَانِيَةً، وَالْإِيمَانُ فِي الْقَلْبِ” قَالَ: ثُمَّ يُشِيرُ بِيَدِهِ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ يَقُولُ: “التَّقْوَى هَاهُنَا، التَّقْوَى هَاهُنَا”

Telah menceritakan kepada kami, Bahz, telah menceritakan kepada kami Ali bin Ma’adah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, ia berkata,”Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,” Islam terlihat nyata, sedangkan iman tersembunyi dalam hati, kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya ke dada sebanyak tiga kali, kemudian beliau bersabda,” Takwa ada di sini, takwa ada di sini”. ( HR. Ahmad, 3/134)

إن الإيمان الكامل إقرار باللسان، وتصديق بالجنان وعمل بالأركان، فكراهة الكفر فى مقابلة محبة الإيمان، وتزيينه فى القلوب هو التصديق بالجنان، والفسوق وهو الكذب فى مقابلة الإقرار باللسان، والعصيان فى مقابلة العمل بالأركان

“Adapun iman yang sempurna merupakan iqrar (ucapan) lisan, tashdiq (pembenaran) dalam hati dan amal dalam perbuatan, benci kepada kekafiran merupakan lawan dari cinta keimanan, Allah menghiasi keimanan dalam hati yaitu pembenaran dalam hati manusia, dan fasiq adalah dusta yang merupakan lawan dari ucapan lisan, sedangkan ma’siat merupakan lawan dari amal perbuatan. (Tafsir Al Maraghi, 26/128)

Hikmah dan Kesimpulan

  • Iman yang sempurna terdiri dari tiga unsur: ucapan, hati dan perbuatan
  • Iman yang sempurna akan membeci tiga hal: kekafiran, fasik dan kemaksiatan
  • Ar Rasyidun adalah orang-orang yang senantiasa berada dalam kebenaran, istiqamah di dalamnya dan membelanya dengan segenap jiwa dan raganya.

Wallahu a’lam

🖊 Fauzan Sugiono


[1] Abdurrahman Nasir As Sa’di, Taisir al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Mannan, Muassasah Ar Risalah, 1420 H, j.1 h. 800

Serial Tafsir Surat Al-Hujurat

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (Muqaddimah)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.2) (Ayat ke-1)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.3) (Ayat ke-2)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG. 4) (Ayat 3, 4, dan 5)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 5] (Ayat ke-6)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 6] (Ayat ke-7)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 7 (Ayat ke-8 dan 9)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 8 (Ayat ke-10)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 9 (Ayat ke-11)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 10 (Ayat ke-12)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT BAG 11 (Ayat ke-13)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 12 (Ayat ke-14)

Tafsir Surat AL Hujurat Bag. 13 (Ayat ke-15)

TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL HUJURAT Ayat 16, 17 dan 18 (BAG. 14 SELESAI)

POLITIK ITU BAGIAN DARI ISLAM

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Ada orang-orang yang mencoba beropini bahwa agama jangan dicampur politik, karena agama itu suci, sedangkan politik itu kotor …

📌 Ini adalah ideologi sekuler basi .. yang justru biang kerok kotornya politik

📌 Politik jadi amburadul dan kotor karena mereka yang tidak membawa nilai dan moral agama ke dalamnya

📌 Mereka sok melindungi agama dari kotoran, padahal mereka sendiri paling benci kepada hal-hal yang berbau agama

📌 Ketahuilah agama sudah ada yang menjaga, para ulama, pejuang, da’i, dan umat yang istiqamah

📌  Orang-orang sekuler ini pakai agama jika ada maunya

📌 Mau pilkada atau pilpres, baru deh pakai jilbab, ke masjid, deket-deket ulama .. padahal kemarin2 membenci ini semua, mereka tidak sadar sebagai penjual agama sebenarnya

📌 Perjanjian Hudaibiyah, Piagam Madinah, adalah contoh kepiawaian politik Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

📌 Di masjid, baginda nabi mengatur strategi peperangan, latihan perang, menerima rombongan tamu dari Bani Najran, mendamaikan para sahabat yang bertikai hutang piutang, dan sebagainya ..

📌 Lalu .. bagai pahlawan kemaleman orang-orang sekuler mengatakan: “Di masjid ibadah aja dan dzikir, tidak usah membicarakan politik .. ,”  situ sehat?

📌 Agama itu urusan pribadi dan Tuhannya, kata mereka …, negara tidak usah turut campur ..

📌 Maaf .., pemikiran itu bukan dari Islam, jika mengaku muslim maka perhatikanlah ayat:  kutiba ‘alaikumul qishash – wajib atasmu melakukan qishash .. atau “wa idza hakamtum bainan naas antahkumuu bil ‘adl – jika kalian memutuskan hukum diantara manusia maka berhukumlah dengan adil ..

📌 Ayat ini bukan domain wewenang pribadi, rt rw, atau DKM masjid, tapi wewenang Daulah-negara .., artinya agama dan politik tidak dipisahkan dalam Islam

📌 Saya teringat dengan Faraj Faudah, tokoh sekuler di Mesir, yang terbunuh ..

📌 Syaikh Muhammad Al Ghazali Rahimahullah, ulama terkenal di Mesir, ditanya sebagai saksi ahli tentang pembunuhan itu .., dan dia mengatakan: bahwa sekuler itu murtad, keluar dari agama .. !!

Imam Hasan Al Banna Rahimahullah berkata:

الإسلام نظام شامل … يتناول مظاهر الحياة جميعا .. فهو دولة ووطن أو حكومة وأمة ، وهو خلق وقوة أو رحمة وعدالة وهو ثقافة وقانون أو علم وقضاء ، وهو مادة و ثروة أو كسب وغنى ، وهو جهاد ودعوة أو جيش وفكرة ، كماهو عقيدة صادقة وعبادة صحيحه سواء يسواء

Islam adalah tatanan sempurna yang meliputi seluruh dimensi hidup. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan rakyat, akhlak dan kekuatan, rahmat dan keadilan, wawasan dan undang-undang, ilmu dan ketetapan, materi dan kemakmuran, pencaharian dan kekayaan, Islam juga jihad dan da’wah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana dia juga aqidah yang jujur dan ibadah yang benar, tidak lebih tidak kurang. (Ushulul ‘Isyrin No. 1)

Wallahul Musta’an ..!!

🍃🌾🌻🌸🌴🌺☘🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top