Fiqih I’tikaf (Bag. 2)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Hukumnya

Hukumnya adalah sunnah alias tidak wajib, kecuali I’tikaf karena nazar.

Imam Asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:

وقد وقع الإجماع على أنه ليس بواجب ، وعلى أنه لا يكون إلا في مسجد

Telah terjadi ijma’ bahwa I’tikaf bukan kewajiban, dan bahwa dia tidak bisa dilaksanakan kecuali di masjid. (Fathul Qadir, 1/245)

Namun jika ada seorang yang bernazar untuk beri’tikaf, maka wajib baginya beri’tikaf.

Khadimus Sunnah Asy Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan:

الاعتكاف ينقسم إلى مسنون وإلى واجب، فالمسنون ما تطوع به المسلم تقربا إلى الله، وطلبا لثوابه، واقتداء بالرسول صلوات الله وسلامه عليه، ويتأكد ذلك في العشر الاواخر من رمضان لما تقدم، والاعتكاف الواجب ما أوجبه المرء على نفسه، إما بالنذر المطلق، مثل أن يقول: لله علي أن أعتكف كذا، أو بالنذر المعلق كقوله: إن شفا الله مريضي لاعتكفن كذا.
وفي صحيح البخاري أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” من نذر أن يطيع الله فليطعه “

I’tikaf terbagi menjadi dua bagian; sunah dan wajib. I’tikaf sunah adalah I’tikaf yang dilakukan secara suka rela oleh seorang muslim dalam rangka taqarrub ilallahi (mendekatkan diri kepada Allah), dalam rangka mencari pahalaNya dan mengikuti sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal itu ditekankan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana penjelasan sebelumnya.

I’tikaf wajib adalah apa-apa yang diwajibkan seseorang atas dirinya sendiri, baik karena nazar secara mutlak, seperti perkataan: wajib atasku untuk beri’tikaf sekian  karena Allah. Atau karena nazar yang mu’alaq (terkait dengan sesuatu), seperti perkataan: jika Allah menyembuhkan penyakitku saya akan I’tikaf sekian ..

Dalam shahih Bukhari disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang bernazar untuk mentaati Allah maka taatilah (tunaikanlah).” (Fiqhus Sunnah, 1/475)

(Bersambung ..)

🌻🌾🌷🌿🍃🌸🌳☘

Farid Nu’man Hasan

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

Makmum Baca Al Fatihah dan Surat Juga?

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Saya Ahmad di Maros, saya mau bertanya Ustadz mengenai bacaan Surah Al-Fatihaa pada saat shalat berjamaah di masjid. Apakah makmum boleh juga membaca Surah tersebut dibelakang Imam pada saat shalat Fardhu lima waktu maupun Shalat Sunnah ?
Sebelumnya saya ucapkan TerimahKasih jawabannya Ustadz.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

📬 JAWABAN

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah ..

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menyebutkan ada tiga pendapat, tentang bacaan makmum saat shalat berjamaah.

Pertama. Wajib membaca Al Fatihah sesuai keumuman hadits perintah membaca Al Fatihah yang tidak membedakan menjadi imam atau makmum, baik shalat jahr atau sir.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 من صلى صلاة لم يقرأ فيها بأم القرآن فهي خداج” ثلاثا، غير تمام. فقيل لأبي هريرة : إنا نكون وراء الأمام. فقال: اقرأ بها في نفسك

“Barangsiapa yang shalat di dalamnya tidak dibacakan Ummul Quran maka khidaj (3x), yaitu tidak sempurna.” Lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah: “Sesungguhnya kami shalat di belakang imam.” Beliau menjawab; “Bacalah pada dirimu (pelan-pelan).” (HR. Muslim No. 395)

Ini menunjukkan bahwa makmum juga membacanya, dan hadits seperti ini juga diriwayatkan oleh imam hadits lainnya secara shahih pula. Ini pendapat dari Umar, Ali, Abu Hurairah, dan Imam  Asy Syafi’i dalam Qaul Jadidnya, dan lainnya. Tapi, bukan membaca surah.

Kedua. Tidak wajib makmum membaca, baik Al Fatihah atau surat lainnya, baik shalat Jahr atau  Sir.

Ini juga menjadi pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Al Auza’I, dan lainnya. Alasan mereka adalah:

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة

“Barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya juga.” (HR. Ahmad No. 14643, Ibnu Majah No. 850)

Para ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini. Imam Ibnu Katsir mengatakan sanad hadits ini lemah, lalu katanya:

وقد روي هذا الحديث من طرق، ولا يصح شيء منها عن النبي صلى الله عليه وسلم، والله أعلم

“Hadits ini telah diriwayatkan dari banyak jalan, dan tidak ada satu pun yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wallahu A’lam. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/109)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Musnad Ahmad pembahasan hadits No. 14643, cat kaki No. 3) menjelaskan bahwa salah seorang perawinya, yakni Hasan bin Shalih, dia tidak mendengarkan langsung dari Abu Zubeir, sanadnya munqathi’ (terputus). Di antara keduanya (Hasan bin Shalih dan Abu Az Zubeir) ada Jabir bin Yazid Al Ju’fi, dia seorang yang dhaif. Namun, hadits ini secara keseluruhan adalah hasan, karena banyaknya jalan dan syawahid (saksi penguat) baginya.

Syaikh Al Albani juga menghasankan dalam beberapa kitabnya. (Shahihul Jami’ No. 6487, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 850)

Sementara itu, bagi kelompok ini apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah: bacalah pelan-pelan, merupakan pendapat dirinya sendiri setelah beliau ditanya, bukan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Selain itu kelompok ini juga berdalil dengan firmanNya:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. “ (QS. Al A’raf (7): 204)

Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya mengatakan bahwa meninggalkan surat Al Fatihah tidaklah membatalkan shalat dan tidak wajib mengulanginya,  hanya saja shalatnya kurang sempurna sesuai hadits: khidaj yakni ghairu tamam (tidak sempurna).

Imam Sufyan Ats Tsauri memberikan komentar terhadap hadits: “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” Katanya:

لمن يصلي وحده

“(kewajiban membaca) Bagi orang yang salat sendiri.” (Sunan Abu Daud No. 822)

Artinya jika dia shalat berjamaah  sebagai makmum, tidak wajib baginya membaca Al Fatihah dan selainnya.

Ketiga. Wajib membaca Al Fatihah ketika shalat sir (seperti shalat zhuhur dan ashar, serta rakaat terakhir maghrib, dan dua rakaat terakhir Isya), dan sunnah membaca Surah.

Sebab ayat yang memerintahkan untuk mendengar dibacakan Al Quran tidaklah relevan, karena makmum tidak mendegarkan suara bacaan imam. Saat itu berlakulah bagi  imam dan makmum, keumuman hadits yang memerintahkan membaca Al Fatihah.

Jabir berkata –sebagaimana diriwayatkan Ibnu majah dengan sanad shahih:

كنا نقرأ في الظهر والعصر خلف الإمام في الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب وسورة وفي الآخريين بفاتحة الكتاب

“Kami membaca pada shalat zhuhur dan ‘ashar di belakang imam; dua rakaat pertama dengan Al Fatihah dan surat, dan dua rakaat terakhir hanya dengan Al Fatihah.” (Shifah Shalah An Nabi, hal. 100. Maktabah Al Ma’arif. Juga diriwaatkan oleh Ahmad No. 22595, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih sesuai syarat Syaikhan)

Ada pun ketika shalat jahr (shalat maghrib dan isya di rakaat pertama dan kedua) adalah wajib mendengarkannya, sesuai perintah di surat Al A’raf ayat 204 di atas. Dan, saat itu bacaan imam telah mewakilinya, sesuai hadits Jabir: “Barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya juga.”

Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

إنما جعل الإمام ليؤتم به؛ فإذا كبَّر فكبّروا، وإذا قرأ فأنصتوا

“Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, jika dia bertakbir maka bertakbirlah kamu, jika dia membaca Al Quran maka diamlah.” (HR. Muslim no. 1775, dari Abu Musa Al ‘Asy’ari.  Ad Daruquthni, Kitabush Shalah No.10,  Ibnu Majah No. 846, Abu Daud No.604, An Nasa’i No. 921, semua dari jalur Abu Hurairah, kecuali riwayat Imam Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari)

Maka, hadits ini menjadi dalil yang kuat bagi pendapat yang ketiga. Inilah pendapat Imam Syafi’i dalam qaul qadim (pendapat lama)nya, Imam Ahmad, dan yang Nampak dari pendapat Imam Ibnu Katsir. Juga pendapat dari Imam Ibnu Taimiyah. Pendapat ketiga adalah pendapat yang lebih komprehensif melihat semua dalil yang ada.
Ternyata ini pula yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah. ( Shifah Shalah An Nabi, Hal. 98-100)

Dan, inilah pendapat yang dipandang kuat oleh pafa muhaqqiq/peneliti saat in. Wallahu A’lam

🌴☘💐🍃🌺🌱🌸🌿🌻

PUSAT KONSULTASI SYARIAH – DEPOK

Berbekam Saat Puasa

💢💢💢💢💢💢💢💢

– السؤال:- الحجامة هل هى من مفطرات الصوم أم لا ؟
– الجواب:- لقد ورد عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنه قال ( أفطر الحاجم والمحجوم ) لكنه حديث منسوخ .
– فقد جاء عند البخارى عن ابن عباس رضى الله عنهما قال ( احتجم النبي صلى الله عليه وآله وسلم وهو صائم )
– قال الإمام بن عبد البر رحمه الله : فيه دليل على أن حديث أفطر الحاجم والمحجوم منسوخ لأنه جاء فى بعض طرقه أن ذلك كان فى حجة الوداع . وسبق إلى ذلك الإمام الشافعي رحمه الله – أى بالقول بالنسخ .
– وسئل أنس بن مالك رضى الله عنه أكنتم تكرهون الحجامة للصائم؟. قال: “لا إلا من أجل الضعف” رواه البخارى .
– ويذكر عن سعد وزيد بن أرقم، وأم سلمه رضى الله عنهم جميعا، أنهم احتجموا صياما .
– وعن أم علقمة قالت : “كنا نحتجم عند عائشة -أى وهم صيام- فلا تنهى”… وهذا مذهب الجمهور .
– ولكن الأورع والأسلم أن يحتجم الصائم ليلاً. وكان بن عمر رضى الله عنهما يحتجم وهو صائم ثم تركه فكان يحتجم بالليل. واحتجم أبو موسى ليلاً والله أعلم.
#فتاوى_رمضانية

•┈••✾•◆❀◆•✾••┈•

Pertanyaan: Berbekam, apakah termasuk membatalkan puasa ?

Jawaban:

Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa Beliau bersabda: “Orang yang membekam dan yang dibekam, hendaknya berbuka.” Tapi hadits ini mansukh/sudah diamandemen.

Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbekam dan dia sedang berpuasa.

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah berkata:  “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa hadits “Orang yang membekam dan yang dibekam, hendaknya berbuka” telah mansukh/dihapus, sebab dalam banyak riwayat diceritakan bahwa berbekamnya nabi terjadi saat haji wada’ (haji perpisahan). Imam Asy Syafi’iy sebelumnya jg mengatakan pendapat itu, bahwa hadits tersebut sdh mansukh.

Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu ditanya, apakah kamu memakruhkan orang berpusa dan dia berbekam ? Beliau menjawab: “Tidak, kecuali jika membuat lemah.” Hr. Al Bukhari

Diceritakan tentang Sa’ad,  Zaid bin Arqam, dan Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anhum jami’an, bahwa mereka berbekam semua padahal sedang puasa.

Dari Ummu ‘Alqamah, dia berkata: “Kami pernah berbekam dihadapan Aisyah, -mereka sdg berpuasa- dia tidak melarangnya.” Dan ini merupakan pendapat jumhur/mayoritas ulama.

Tetapi, yang lebih hati-hati dan selamat adalah hendaknya berbekam di malam hari. Dahulu Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, berbekam dan sambil berpuasa, lalu dia meninggalkan hal itu dan berbekamnya di malam hari. Abu Musa juga berbekam di malam hari. Wallahu A’lam

Fatawa Ramadhan

🌸🌿🌺🌱🍃🌻🌾

Farid Nu’man Hasan

Muntah Apakah Membatalkan Shaum dan Shalat?

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Bismillah wal Hamdulillah…

Ustad.farid ana mau bertanya terkait dengan muntah, mayoritas berpendapat muntah itu najis, jika kita berpuasa lalu muntah tidak disengaja maka hukumnya tidak membatalkan ya? Lalu bagaimana jika kita sholat lalu muntah baik sedikit ataupun banyak, apakah batal sholat kita atau tidak? Jazakallah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

📌 Muntah; apakah membatalkan puasa?

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺbersabda:

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

Barang siapa yang terdesak oleh muntah maka baginya tidak wajib qadha, dan siapa yang sengaja muntah maka wajib qadha. (HR. Ahmad No. 10463. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Ta’liq Musnad Ahmad No. 10463)

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah tentang pembatal shaum :

القئ عمدا: فإن غلبه القئ، فلا قضاء عليه ولا كفارة

Muntah sengaja (adalah batal), jika dia terdorong oleh muntah (tidak sengaja) maka tidak ada qadha’ dan tidak ada kafarah. (Fiqhus Sunnah, 1/465)

Imam Al Khathabi Rahimahullah mengatakan:

لا أعلم خلافا بين أهل العلم، في أن من ذرعه القئ، فإنه لا قضاء عليه، ولا في أن من استقاء عامدا، فعليه القضاء

Aku tidak ketahui adanya perbedaan pendapat para ulama tentang orang yang terdesak oleh muntah bahwa dia tidak ada qadha’, begitu juga -tidak ada perselisihan- bagi orang yang sengaja muntah maka wajib baginya qadha’. (Ibid, 1/466)

Maka, penjelasan ini menunjukkan bahwa muntah tidak membatalkan shaum jika tidak sengaja, kebalikannya Jika sengaja.

📌 Apakah Muntah Membatalkan Shalat?

Hal ini terkait dengan apakah muntah membatalkan wudhu? Jika Ya maka shalatnya pun batal. Jika TIDAK maka shalatnya tetap sah.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan dalam Bab Yang Tidak Mengharuskan Wudhu Lagi:

القئ: سواء أكان ملء الفم أو دونه، ولم يرد في نقضه حديث يحتج به

Muntah: Sama saja apakah memenuhi mulut atau tidak penuh, dan tidak ada dalil dalam hadits yang bisa dijadikan hujjah untuk menyatakan batalnya. (Fiqhus Sunnah, 1/55)

Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa semua riwyat tentang batalnya wudhu karena muntah tidak ada yang shahih. Ini juga pendapat mayoritas ulama bahwa muntah tidak membatalkan wudhu, kecuali menurut Imam Abu Hanifah dan pengikutnya.

Wallahu A’lam

☘🌸🌺🌴🌻🍃🌾🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top