Fiqih Shalat Gerhana (Bag. 5)

💦💥💦💥💦💥

7⃣ Khutbah

Imam tiga madzhab mengatakan bahwa tidak ada khutbah dalam masalah gerhana ini. Baik sebelum atau sesudah shalat. Apalagi bagi yang mengatakan bahwa shalat gerhana itu dilakukan secara munfarid (sendiri). Hal itu merupakan konsekuensi logis dari pendapat mereka bahwa shalat gerhana dilakukan secara sendiri, sebab mana mungkin ada khutbah jika shalatnya sendiri.

Tertulis dalam berbagai kitab para ulama:

قَال أَبُو حَنِيفَةَ وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ : لاَ خُطْبَةَ لِصَلاَةِ الْكُسُوفِ ، وَذَلِكَ لِخَبَرِ : فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا أَمَرَهُمْ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ – بِالصَّلاَةِ ، وَالدُّعَاءِ ، وَالتَّكْبِيرِ ، وَالصَّدَقَةِ ، وَلَمْ يَأْمُرْهُمْ بِخُطْبَةٍ ، وَلَوْ كَانَتِ الْخُطْبَةُ مَشْرُوعَةً فِيهَا لأَمَرَهُمْ بِهَا ؛ وَلأِ نَّهَا صَلاَةٌ يَفْعَلُهَا الْمُنْفَرِدُ فِي بَيْتِهِ ؛ فَلَمْ يُشْرَعْ لَهَا خُطْبَةٌ

Berkata Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad: tidak ada khutbah pada shalat gerhana, alasannya adalah karena hadits: Jika kalian melihat hal itu (gerhana) maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalat, dan bersedehkahlah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka dengan shalat, doa, takbir, dan bersedekah, tidak memerintahkan mereka berkhutbah. Seandainya khutbah itu disyariatkan, tentunya mereka akan diperintahkan melakukannya, dan juga disebabkan bahwa shalatnya dilakukan sendiri dirumah, maka khutbah tentunya tidak disyariatkan. 1)

Sementara Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan bahwa khutbah pada shalat gerhana itu disyariatkan. Dilakukan setelah shalat dengan dua kali khutbah, diqiyaskan dengan shalat ‘Id. 2)

Dalilnya adalah hadits dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha yang menceritakan tata cara shalat gerhana yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu kata ‘Aisyah:

….ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“ … kemudian Beliau berbalik badan dan matahari mulai terang, lalu dia berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji Allah dengan berbagai pujian, kemudian bersabda: Sesungguhnya (gerhana) matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi bukan karena wafatnya seseorang dan bukan pula lahirnya seseorang. Jika kalian menyaksikannya, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalat, dan bersedehkahlah. 3)

Hadits ini tegas menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan khutbah setelah shalat gerhana, dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukannya dimulai dengan puji-pujian.

Maka, yang shahih adalah wallahu alam- bahwa khutbah gerhana adalah sunah. Seandai pun nabi hanya melakukan sekali dalam hidupnya, itu tidaklah menghilangkan kesunahannya. Hanya saja tidak ada keterangan khutbah itu adalah dua kali khutbah sebagaimana shalat ‘Id. Tidak dalam hadits, dan tidak pula dalam atsar para salaf. Dengan kata lain, aturan dalam khutbah setelah shalat gerhana tidak se-rigid (kaku) khutbah Jumat dan ‘Id (Hari Raya). Ada pun pendapat kalangan Syafi’iyah bahwa khutbah adalah dua kali hanya berasal dari qiyas saja, yaitu mengqiyaskan dengan khutbah ‘Id.

Ada ulasan yang bagus dan patut dijadikan renungan dari Imam Shiddiq Hasan Khan Rahimahullah sebagai berikut:

“Kemudian ketahuilah, bahwa khutbah yang disyariatkan adalah yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, yaitu memberikan kabar gembira dan menakut-nakuti manusia. Inilah hakikat yang menjadi jiwa sebuah khutbah yang karenanya khutbah menjadi disyariatkan. Adapun yang disyaratkan berupa membaca Alhamdulillah, shalawat kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, membaca ayat Al Quran, maka semuanya itu adalah perkara di luar tujuan umum disyariatkannya khutbah. Telah disepakati bahwa hal-hal seperti ini (membaca hamdalah, shalawat, dan membaca ayat, pen) dalam khutbah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidaklah menunjukkan bahwa hal itu menjadi syarat yang wajib dilakukan. Tidak ragu lagi bagi orang yang objektif (munshif), bahwa tujuan utama dari khutbah adalah nasihatnya, bukan apa yang dibaca sebelumnya baik itu Alhamdulillah dan shalawat kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Telah menjadi tradisi orang Arab yang terus menerus, bahwa jika salah seorang di antara mereka berdiri untuk pidato mereka akan memuji Allah Taala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan memang betapa baik dan utama hal itu. Tetapi itu bukanlah tujuannya, tujuannya adalah apa yang diuraikan setelahnya. Jika ada yang mengatakan bahwa tujuan orang berpidato dalam sebuah acara adalah hanya mengutarakan Alhamdulillah dan Shalawat, maka hal ini tidak bisa diterima, dan setiap yang berpikiran sehat akan menolaknya.

Jadi, jika telah dipahami bahwa jika orang sudah menyampaikan nasihat dalam khutbah Jumat, dan itu sudah dilakukan oleh khatib, maka dia telah cukup disebut telah menjalankan perintah. Hanya saja jika dia mendahuluinya dengan membaca puji-pujian kepada Allah Taala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta mengaitkan pembahasannya dengan membaca ayat-ayat Al Quran, maka itu lebih sempurna dan lebih baik.” 4)

Demikian menurut Imam Shiddiq Hasan Khan. Sebenarnya di dalam sunah, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membuka khutbah dengan bacaan berikut: 5)

أَنْ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
{ اتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا }
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ }
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا }

Kalimat pembuka ini dipakai ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam khutbah haji wada’, oleh karenanya dikenal dengan Khutbatul Hajjah. Tetapi, pembukaan seperti ini juga dianjurkan pada khutbah-khutbah lainnya, termasuk khutbah gerhana.

Imam Al Baihaqi menceritakan sebagai berikut:

قال شعبة قلت لأبي إسحاق هذه في خطبة النكاح أو في غيرها قال في كل حاجة

Berkata Syu’bah: Aku bertanya kepada Abu Ishaq, apakah bacaan ini pada khutbah nikah atau selainnya? Beliau menjawab: “Pada setiap hajat (kebutuhan).” 6)

Ada pun tentang penutup khutbah, di dalam sunah pun ada petunjuknya, yaitu sebuah doa ampunan yang singkat untuk khathib dan pendengarnya.

عن ابن عمر ، رضي الله عنهما قال : إن النبي صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة قام على رجليه قائما ، وخطب فحمد الله تعالى وأثنى عليه وخطب خطبة ، ذكرها ثم قال : « أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم »

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, dia berkata: sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Fathul Makkah berdiri di atas kedua kakinya, dan dia berkhutbah, lalu memuji Allah Ta’ala, dan menyampaikan khutbahnya, kemudian berkata: Aquulu qauliy hadza wa astaghfirullahu liy wa lakum – aku ucapkan perkataanku ini dan aku memohonkan ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian. 7)

Ucapan ini juga diriwayatkan banyak imam dengan kisah yang berbeda-beda, seperti oleh Imam Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush Shahabah, Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Imam Ad Darimi dalam Sunannya, Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, dan lainnya.

(Bersambung …)

✏ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] Bada’i Ash Shana’i, 1/282, Mawahib Al Jalil, 2/202, Hasyiah Ad Dasuqi, 1/302, Al Mughni, 2/425, Tabyinul Haqaiq, 1/229
[2] Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 5/52, Asnal Mathalib, 1/286
[3] HR. Bukhari No. 1044
[4] Imam Shiddiq Hasan Khan, Ar Raudhah An Nadiyah, 1/137
[5] Bacaan pembuka khutbah ini, diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi No. 1105, Imam Abu Daud No. 2118, Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 1360, Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 5528, Imam Ath Thabarani Al Mu’jam Al Kabir No. 10079, Ahmad No. 4115)
Hadits ini dikatakan hasan oleh Imam At Tirmidzi. (Sunan At Tirmidzi No. 1105), dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 4115), Syaikh Al Albani juga menshahihkan hadits ini. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 2118)
[6] Imam Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 13604)
[7] HR. Al Fakihani dalam Al Akhbar Al Makkah No. 1731

 

Berdonor Darah Yang Diadakan Non Muslim

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

📌Tanya. Ada komunitas Gereja mengadakan baksos donor darah.
Jika ada seorang muslim berdonor darah diacara yg dilaksanakan komunitas non muslim yg kerjasama dgn Palang Merah Indonesia.
Bagaimana kita menyikapinya?
Karena komunitas gereja itu pakai rumah/ ruko yg dijadikan Gereja.

📬 JAWABAN

Pada prinsipnya tidak ada larangan seorang muslim bekerja sama dengan non muslim dalam hal-hal yang sifatnya kemanusiaan, termasuk di dalamnya kesehatan, atau kegiatan donor darah. Dalam hal-hal interaksi sosial seperti ini yang berlaku adalah firman Allah ﷻ berikut:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah: 8)

Mendonorkan darah, yang dengannya dapat menyelamatkan kehidupan manusia merupakan amal shalih yang besar.

Sebagaimana ayat :

وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia seakan-akan dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya. (QS. Al Maidah: 32)

Para ulama pun tidak mempermasalahkan donor darah untuk non muslim, misalnya Syaikh bin Baaz dalam Fatawa Nuur ‘Alad Darb No. 171:

هل يجوز لي التبرع بنقل دم لمريض أوشك على الهلاك وهو على غير دين الإسلام؟
الجواب: لا أعلم مانعا من ذلك؛ لأن الله تعالى يقول جل وعلا في كتابه العظيم: { لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ } [الممتحنة: 8] .
فأخبر سبحانه أنه لا ينهانا عن الكفار الذين لم يقاتلونا ولم يخرجونا من ديارنا أن نبرهم ونحسن إليهم ، والمضطر في حاجة شديدة إلى الإسعاف ، وقد جاءت أم أسماء بنت أبي بكر الصديق رضي الله تعالى عنها إلى بنتها; وهي كافرة ، في المدينة في وقت الهدنة بين النبي صلى الله عليه وسلم وأهل مكة تسألها الصلة ، فاستفتت أسماء النبي صلى الله عليه وسلم ذلك فأفتاها أن تصلها ، وقال: « صلي أمك » وهي كافرة

Tanya:
Apakah boleh saya mendonorkan darah untuk non muslim yang sakit atau orang yang sekarat?

Jawab:

Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah menjawab:

“Aku tidak ketahui adanya larangan dalam hal ini, karena Allah ﷻ telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

لاَ يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِي الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri-negeri kalian.” (QS. Al Mumtahanah: 8)

Dalam ayat ini Allah ﷻ mengabarkan bahwa Dia tidak melarang kita berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kita dan tidak mengusir kita dari negeri-negeri kita. Sementara keadaan seorang yang sedang sekarat sangat membutuhkan pertolongan.

Ibu dari Asma` binti Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu pernah datang menemui putrinya (yakni Asma`) di Madinah saat terjadi perjanjian damai antara Nabi ﷺ dengan penduduk Makkah (kafir Quraisy), padahal ketika itu dia adalah wanita kafir. Si ibu ini datang meminta agar putrinya menyambung hubungan dengannya. Asma` pun minta fatwa kepada Rasulullah ﷺ maka beliau memfatwakan agar Asma menyambung hubungan dengan ibunya. “Silaturahimlah dengan ibumu”, padahal ibunya itu kafir. (Fatawa Nuur ‘alad Darb No. 171)

Fatwa seperti ini juga pernah disampaikan oleh Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah pasca peristiwa runtuhnya WTC, agar umat Islam mendonorkan darahnya kepada korban. Demikian.

Hanya saja … Jika aktifitas donor darah ini diketahui ada misi-misi terselubung, atau upaya menancapkan pengaruh agama mereka di komunitas umat Islam, bahkan lebih dari itu sebagai upaya kristenisasi. Maka, janganlah kita menjadi pesertanya sebab itu sama juga berta’awun (bekerjsama) dalam dosa dan kejahatan. Kita bisa berdonor kepada oanitia sesama muslim sendiri atau kepada Bulan Sabit Merah misalnya. Dan, seorang muslim hendaknya waspada, hati-hati, buka mata, jeli, jangan polos, dan sigap di semua kondisi.

Wallahu A’lam

🌻🌴🍃🌺☘🌸🌷🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Membuka Hari Dengan Infaq

💦💥💦💥💦💥

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي أَخِي عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي مُزَرِّدٍ عَنْ أَبِي الْحُبَابِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا

Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepada saya saudaraku dari Sulaiman dari Mu’awiyah bin Abu Muzarrid dari Abu Al Hubab dari Abu Hurairah radliallahu  bahwa Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:

“Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).”

📕 HR Bukhari No. 1351, Muslim No. 1678

☘🌸🌺🌴🌷🌻🌿🍂

✏ Farid Nu’man Hasan

Fiqih Shalat Gerhana (Bag. 4)

💦💥💦💥💦💥

6⃣ Apakah Ada Cara Lain?

Dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan pengikutnya, tatacara shalat gerhana adalah dua rakaat biasa dengan sekali ruku, sebagaimana shalat hari raya atau shalat Jumat.

Imam An Nawawi menyebutkan:

وقال الكوفيون هما ركعتان كسائر النوافل عملا بظاهر حديث جابر بن سمرة وأبي بكرة أن النبي صلى الله عليه و سلم صلى ركعتين

Berkata Kufiyyin (Para ulama Kufah), shalat gerhana adalah dua rakaat sebagaimana shalat nafilah lainnya, berdasarkan zahir hadits Jabir bin Samurah dan Abu Bakrah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat. [1]

Dalilnya adalah bahwa:

▶     Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فإذا رأيتم ذلك فصلوا كأحدث صلاة صليتموها من المكتوبة

Maka, jika kalian melihat gerhana, shalatlah kalian sebagaimana shalat wajib yang kalian lakukan. [2]

▶      Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

الشمس انخسفت فصلى نبي الله صلى الله عليه وسلم ركعتين ركعتين

Matahari mengalami gerhana, lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakat dua rakaat. [3]

Namun dua hadits ini dipermasalahkan para ulama.

📌 Hadits yang pertama, banyak imam yang mengisyaratkan kedhaifan hadits ini lantaran terputus sanadnya, seperti Imam Al Baihaqi   [4], Imam Yahya Al Qaththan[5], Imam Abu Hatim sebagaimana dikutip Az Zailai’i [6], Imam Al Haitsami [7], Syaikh Syu’aib Al Arnauth[8], Syaikh Al Abani mengatakan: sanadnya idhthirab (guncang).[9]

Sementara Imam Ibnu Abdil Bar menshahihkan hadits ini [10], juga Imam An Nawawi dan Imam Al Hakim menshahihkannya.[11]

📌 Sedangkan hadits kedua, dinyatakan dhaif oleh Syaikh Al Albani.[12]

Oleh karena pendapat jumhur ulama, bahwa shalat gerhana dengan cara dua rakaat yang masing-masing rakaat dua kali ruku’, adalah pendapat yang lebih kuat, sebagaimana pernyataan berikut:

📖 Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وحجة الجمهور حديث عائشة من رواية عروة وعمرة وحديث جابر وبن عباس وبن عمرو بن العاص أنها ركعتان في كل ركعة ركوعان وسجدتان قال بن عبدالبر وهذا أصح ما في هذا الباب

Alasan jumhur adalah hadits ‘Aisyah dari riwayat, ‘Urwah, ‘Umrah, jabir, Ibnu Abbas, Ibnu Amr bin Al ‘Ash, bahwa shalat tersebut adalah dua kali ruku pada setiap rakaat, dan juga dua kali sujud. Ibnu Abdil Bar berkata: Ini adalah yang paling shahih tentang masalah ini.[13]

📖 Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan:

 السنة الصحيحة الصريحة المحكمة في صلاة الكسوف تكرار الركوع في كل ركعة، لحديث عائشة وابن عباس وجابر وأبي بن كعب وعبد الله بن عمرو بن العاص وأبي موسى الاشعري
كلهم روى عن النبي صلى الله عليه وسلم تكرار الركوع في الركعة الواحدة، والذين رووا تكرار الركوع أكثر عددا وأجل وأخص برسول الله صلى الله عليه وسلم من الذين لم يذكروه

Sunah yang shahih dan jelas, yang bisa dijadikan hukum tentang shalat kusuf adalah yang menunjukkan diulangnya ruku pada setiap rakaat, yang ditunjukkan oleh hadits ‘Asiyah, Ibnu ‘Abbas, jabir, Ubai bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, dan Abu Musa Al Asy’ari.

Semuanya meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ruku diulang dalam satu rakaat, orang-orang yang meriwayatkan berulangnya ruku lebih banyak jumlahnya, lebih berwibawa, lebih istimewa hubungannya dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dibanding orang-orang yang tidak menyebutkan hal demikian. [14]

Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan


🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃

[1] Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198
[2] HR. Ahmad No. 20607, dari Qabishah, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 1870, dari An Nu’man bin Basyir, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6128, Al Bazzar No. 1371, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 957, dalam Al Awsath No. 2805
[3] HR. An Nasa’i dalam Sunannya No. 1487, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 1872, Al Bazzar No. 3294
[4] Imam Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 6128
[5] Imam Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/215
[6] Imam Az Zaila’i, Nashbur Rayyah, 2/228
[7] Imam Al Haitsaimi, Majma’ Az Zawaid, 2/446
[8] Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No. 20607
[9]  Syaikh Al Albani, Tamamul Minnah Hal. 262
[10] Imam Ibnu Hajar, Talkhish Al Habir, 2/215
[11] Imam An Nawawi, Khulashah Al Ahkam, 2/863
[12]  Syaikh Al Albani, Dhaif ul Jami’ No. 1474, Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1487
[13] Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198
[14] Syaikh Sayyid Sabiq,  Fiqhus Sunnah, 1/214. Lihat juga Raudhah An Nadiyah, 1/157

 

scroll to top