Pasang Surut Hubungan Ulama dan Penguasa

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Sahabat nabi, Ibnu Al Asy’ats terbunuh ditangan gubernur Baghdad, Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi

📌 Sa’id bin Jubeir, ahli tafsir, murid terbaik Ibnu Abbas, dipancung ditangan Al Hajjaj juga

📌 Abdullah bin Az Zubeir, cucu Abu Bakar Ash Shidiq, putra Zubeir bin Awwam, juga dibunuh pasukan Al Hajjaj

📌 Imam Abu Hanifah wafat saat dipenjara Khalifah Al Manshur, diracuni secara paksa dihadapan Khalifah. Sebagaimana disebutkan dalam Akhbar Abi Hanifah.

📌 Imam Malik, dihukum cambuk dengan rotan secara telentang oleh Khalifah Abu Ja’far Al Manshur, seperti yg diceritakan Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An Nubala.

📌 Imam Asy Syafi’i, diusir oleh Gubernur Yaman atas perintah Khalifah Harun Ar Rasyid, dengan cara diikat, dari Yaman ke  Baghdad, seperti yang diceritakan Imam Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i.

📌 Imam Ahmad bin Hambal, disiksa selama tiga masa kekhalifahan, karena perbedaannya dengan mereka tentang kemakhlukan Al Quran, mereka meyakini Al Quran sebagai makhluq, sementara Imam Ahmad teguh bahwa Al Quran kalamullah bukan makhluk.

📌 Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam, Sulthanul ‘Ulama (pimpinan para ulama), ulama pemberani,  Imam Adz Dzahabi menyebutnya mujtahid, Imam ‘Izzuddin menjual pemimpin saat itu, Najmuddin Ayyub, dan jajaran pemerintahannya, dengan keuntungan dikembalikan kepada rakyatnya sendiri, karena pemimoin dan jajaran oemeruntahan adalah pelayan, dan rakyat tuannya, maka tuan boleh menjual pelayannya. Kejadian berani ini hanya dilakukan olehnya, tidak pernah ada sebelum dan sesudahnya, penguasa dijual oleh ulama.

📌 Imam An Nawawi, tegas terhadap Malik Zahir yang telah menginginjan fatwa pembenaran memungut biaya jihad dari rakyat yang sudah susah, akhirnya dia diusir dari negerinya. Sikap Imam An Nawawi ini menyadarkan ulama lain yang telah dimanfaatkan oleh Malik Zahir, mereka akhirnya mencabut dukungannya. Raja minta maaf kepada Imam An Nawawi tapi Beliau tegas, tidak akan kembali sampai raja itu wafat.

📌 Imam Ibnu Taimiyah, sering keluar masuk penjara penguasa zamannya akibat fitnah yang menimpanya.

📌 Syaikh Hasan Al Banna ditembak di depan kantor Syubbanul Muslimin, oleh kaki katangan Raja Faruq

📌 Syaikh Sayyid Quthb dihukum gantung oleh Jamal Abdul Nashir, begitu pula Syaikh Abdul Qadir Audah, Syaikh Yusuf Thal’at, Syaikh Muhammad Farghalli

📌 Buya Hamka dipenjara pada masa Sukarno, karena sikapnya yang Anti Lekra, dan juga tuduhan akan melakukan  pembunuhan terhadap presiden

📌 Masih banyak yang lainnya ..

📚 Maka, jika seandainya hari ini aktifis  Islam dan para ulama ditangkap, dituduh makar, bahkan dibunuh, itu masih satu paket kisah “Ulama Rabbani Tidak Akan Pernah Tunduk Terhadap Kezaliman Penguasa”.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🍃🌻🌾🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

Dibunuh Penguasa Zalim adalah Syahid, mereka bukan Bughat apalagi Khawarij

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Mengapa mereka disebut syahid? Ada beberapa hujjah. Di antaranya;

📌 Hadits Pertama

Terdapat hadits yang shahih, tentang jihad paling agung dan paling afdhal adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ

“Dari Abu Said al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang ‘adil di depan penguasa  atau pemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud No. 4344.  At Tirmidzi No. 2174, katanya: hadits ini hasan gharib. Ibnu Majah No. 4011, Ahmad No.  18830, dalam riwayat Ahmad tertulis Kalimatul haq (perkataan yang benar) )

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan shahih. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 18830),  juga dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. (As Silsilah Ash Shahihah No. 491)

Nah, disebut apa orang yang mempersembahkan jiwanya, dibunuh oleh pemimpin yang zhalim karena perjuangannya menegakkan syariat Allah Ta’ala? Menurut hadits di atas Itulah afdhalul jihad sebab ia dibunuh oleh penguasa tiran pada masanya.

📌 Hadits Kedua.

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda:

سيد الشهداء حمزة بن عبد المطلب ، ورجل قال إلى إمام جائر فأمره ونهاه فقتله

“Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh.” (HR.  Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 4079, Al Hakim, Al  Mustdarak ‘Ala ash Shaihain, No. 4884,  katanya shahih, tetapi Bukhari-Muslim tidak meriwayatkannya.  Al Bazzar No. 1285. Syaikh Al Albany  mengatakan shahih dalam kitabnya, As Silsilah Ash Shahihah No. 374 )

Dari hadits ini dapat kita ketahui. Pemimpin para syuhada ada dua orang.

Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  menyebut langsung secara definit yaitu pamannya sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiallahu ‘Anhu.

Kedua,  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya memberikan kriterianya, yaitu mereka yang dibunuh oleh penguasa yang zalim ketika beramar ma’ruf dan nahi munkar kepada mereka.

Orang-orang yang menyeru kebaikan secara damai kepada penguasa zalim, agar mereka kembali kepada Allah Ta’ala, tidak tunduk kepada musuh, justru penguasa zalim ini takut   kekuasaannya terancam, lalu  dia membunuh orang-orang yang mengajak itu. Menurut hadits ini, orang yang terbunuh itu syahid, bahkan penghulu para syuhada, karena dia melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa yang zalim. Wallahu a’lam.

📌 Hadits Ketiga.

Dari Sa’id bin Zaid, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

“Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Terbunuh karena membela keluarga, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh membela agamanya, ia syahid. Barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid.” (HR. Ahmad No. 1652, Abu Daud No 4772, Ath Thayalisi No. 233. Berkata Syaikh Syuaib Al Arnauth: sanadnya kuat. Ta’liq Musnad Ahmad, 3/190)

📌 Hadits Keempat.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ قَالَ إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ قَالُوا فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:”Apa menurut kalian tentang oang yang mati syahid?” Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah, asy Syahid adalah buat mereka yang dibunuh fisabilillah.” Rasulullah bersabda: “Jika demikian saja, maka syuhada umatku sedikit.” Mereka bertanya: “Lalu, siapa mereka Ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Barangsiapa dibunuh dijalan Allah itulah Syahid, dan barangsiapa mati fisabilillah itulah syahid, yang mati karena tha’un (sejenis penyakit lepra) maka dia syahid, dan siapa yang mati karena sakit perut dia syahid.” (HR. Muslim No. 1915)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan syahid orang ‘sekadar’ membela diri dan keluarga, lalu bagaimana dengan membela agama dan kehormatan syariat Allah? Bukankah itu syahid?

📌 Urusan Hati Serahkan kepada Allah Ta’ala

Terhadap para pejuang, hendaknya kita berbaik sangka. Jangan sampai lahir sikap-sikap sinis mempertanyakan niat mereka.    Para ulama tidak menilai hati mereka, sebab urusan niat kita serahkan kepada Allah Ta’ala. Mereka hanya menilai secara zhahir apa yang dilakukan oleh para pejuang tersebut. Kita tidak dibebani untuk membedah hati masing-masing pejuang, justru kita dianjurkan untuk berbaik sangka kepada sesama muslim, apalagi kepada para pejuang Islam.

Tidak pantas menanyakan, “Jangan-jangan mereka hanya mencari pamor saja,” atau “mereka ingin mencari kekuasaan,”  atau , “ada ambisi pribadi dibalik perjuangan mereka,” dan semisalnya.

Imam Badruddin Al ‘Aini mengatakan:

إحسان الظن بالله عز وجل وبالمسلمين واجب

Berbaik sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kaum muslimin adalah wajib. (‘Umdatul Qari, 29/325)

📌 Sikap Para Ulama

Para ulama banyak yang tidak mempermasalahkan pemberian gelar Asy Syahid untuk orang yang wafat karena berjuang di jalan Allah Ta’ala. Itu bukan hanya diberikan kepada Hasan Al Banna, Sayyid Quthb, Abdullah ‘Azzam, Marwan Hadid, dan lainnya, tetapi jauh sebelum mereka  sudah ada yang disebut dengan Asy Syahid pada namanya. Demikian yang diriwayatkan oleh Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An Nubala.

📌 Imam Adz Dzahabi Rahimahullah

Sebagai contoh nama yang diberi gelar “Asy Syahid” oleh Imam Adz Dzahabi  dalam kitab Siyar-nya adalah:

–  As Sayyid Asy Syahid As Sabiq Al Badri Al Qursyi (Juz. 1, Hal. 145)

–  As Sayyid Asy Syahid Al kabir Abu Hudzaifah (Juz. 1, Hal. 164)

–  Abu Ya’ala Al Qursyi Al Hasyimi Al Makki Asy Syahid (Juz. 1, Hal. 172)

–  Al Amir As Sa’id Asy Syahid Abu Amru Al Anshari (Juz. 1, Hal. 230)

–  As Sayyid Asy Syahid Al Mujahid At Taqi Abu Abdirrahman Al Qursyi Al ‘Adawi (Juz. 1, Hal. 298)

–  As Sa’id Asy Syahid ‘Ukasyah bin Muhshin (Juz. 1 Hal. 307)

–  Al Husein Asy Syahid (Juz. 2, Hal. 202)

–  Asy Syahid ‘Ubaidah bin Al Harits Al Muthallibi (Juz. 2, hal. 218)

–  Al Malik Al Kamil Asy Syahid Nashiruddin  Muhammad bin Al Malik Al Muzhaffar (Juz. 23 Hal. 201)

–  Al Khalifah Asy Syahid Abu Ahmad Abdullah bin Al Mustanshir billah (Juz. 23, Hal. 174)

–  Dan masih banyak puluhan nama yang oleh Imam Adz Dzahabi disebut dengan gelar Asy Syahid.

📌 Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Alu Asy Syaikh Hafizhahullah

Beliau adalah mufti Kerajaan Saudi Arabia, pengganti Syaikh Ibnu Baaz. Beliau berkata tentang wafatnya Syaikh Ahmad Yasin Rahimahullah:

“Sesungguhnya kami menerima kabar pembunuhan Asy Syaikh Asy Syahid Ahmad Yasin ini dengan perasaan duka. Semoga Allah mengampuni beliau, merahmatinya, dan meninggikan derajatnya di surga dan memberikan pengganti beliau dalam rangka melawan kekuatan zalim yang keji semoga Allah membalas berbuatan mereka.”  (http://www.said.net/Doat/Zugait/313.htm)

Kita lihat gelar syahid langsung disebutkan oleh mufti kerajaan Saudi Arabia ini. Bukan hanya beliau, ada 65 ulama yang memberikan ucapan belasungkawa terhadapnya, di antaranya ada Syaikh Shalih Al Luhaidan Hafizhahullah, anggota Hai’ah Kibar al Ulama (Lembaga Ulama Senior) di Arab Saudi. Beliau mengkritik keras orang-orang yang mencela HAMAS dan Syaikh Ahmad Yasin.

Beliau berkata:

الرجل أشتهر عنه الخير .. والثبات ..
وإغاضة اليهود .. ومن ورائهم من حماتهم ..المدافعين عنهم ..ثم الرجل قُتِل قتلةً ،، بشعةً ،، شنيعة ..  نسأل الله أن يجعله بعدها في أعلى عليين ..
تَنَقُصُهم ، هو ومن يقاتل اليهود ، .. لايدل على خير من المُنَتَقِص .. وإنما إما يدل على إما جهل بالحقائق ..أو عن هوى ..والمسلم ينبغي

أن يتجنب هذا وهذا ..

“Laki-laki ini (Syaikh Ahmad yasin) terkenal dengan kebaikannya, keteguhannya dan perlawanannya yang sengit terhadap Yahudi. Dan, di belakang beliau ada orang-orang yang siap melindungi dan membelanya (maksudnya HAMAS). Kemudian Syaikh Ahmad Yasin dibunuh secara keji dan tak berperikemnusiaan. Kita memohon kepada Allah memasukkannya di surgaNya yang tinggi. Orang-orang yang menjelek-jelekkan mereka –padahal beliau orang yang memerangi Yahudi- tidak menunjukkan kebaikan orang yang menjelek-jelekkannya, melainkan menunjukkan kebodohannya terhadap fakta yang ada atau hanya menunjukkan hawa nafsunya.  Seorang muslim hendaknya menjauhi hal ini dan itu …   (http://www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=130)

Masih banyak fatwa ulama lain yang tidak mempermasalahkan sebutan “Asy Syahid” seperti fatwa Syaikh Abdullah Al Faqih, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin, dan lainnya.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 6)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

C.  Zakat Hasil Tanaman dan Buah-Buahan

Para fuqaha sepakat atas kewajiban zakat tanaman dan buah-buahan. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam jenis tanaman dan buah apa saja yang dizakatkan.

📌Secara ringkas sebagai berikut:

a.  Zakat tanaman dan buah-buahan hanya pada yang disebutkan secara tegas oleh syariat, seperti gandum, padi, biji-bijian, kurma dan anggur, selain itu tidak ada zakat. Ini pendapat Imam Al Hasan Al Bashri, Imam Sufyan Ats Tsauri, dan Imam Asy Sya’bi. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Asy Syaukani.

Pendapat ini berdasarkan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari ketika mereka diutus ke Yaman:

لا تأخذوا الصدقة إلا من هذه الأربعة الشعير والحنطة والزبيب والتمر

“Janganlah kalian ambil zakat kecuali dari empat macam: biji-bijian, gandum, anggur kering, dan kurma. “ (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1459, katanya: shahih. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7242 , Ad Daruquthni No. 15)

Secara khusus tidak adanya zakat sayur-sayuran (Al Khadharawat), Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ فِي الْخُضْرَوَاتِ صَدَقَةٌ.

Pada sayur-sayuran tidak ada zakatnya. (HR. Al Bazzar No. 940, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 5921. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 5411)

Maka, tidak ada zakat pada semangka, jambu, durian, sayur-sayuran, dan lainnya yang tidak disebutkan oleh nash. Kecuali jika buah-buahan dan tanaman ini diperdagangkan, maka masuknya dalam zakat tijarah.

b.  Sayur-sayuran dan semua yang dihasilkan oleh bumi (tanah) wajib dizakati, ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, juga Imam Ibnul ‘Arabi, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan umumnya ulama kontemporer.

Dasarnya keumuman  firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu .. (QS. Al Baqarah (2): 267)

Juga keumuman hadits:

فيما سقت السماء العشر

Apa saja yang disirami air hujan maka zakatnya sepersepuluh.  (Hadits yang semisal ini diriwayatkan oleh banyak imam diantaranya: Al Bukhari, At Tirmidzi, An Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Al Baihaqi, Ath Thabarani, Ad Daruquthni, Al Baghawi, Al Bazzar, Ibnu Hibban, Ath Thahawi, dan Ibnu Khuzaimah)

Maka, hasil tanaman apa pun mesti dikelurkan zakatnya, baik yang dikeluarkan adalah hasilnya itu, atau harganya.

c.  Pendapat Al Qadhi Abu Yusuf yang mengatakan semua yang tumbuh dari bumi mesti dizakatkan, selama yang bisa bertahan dalam setahun. Ada pun yang tidak bisa bertahan dalam setahun seperti mentimun, sayur-sayuran, semangka, dan yang apa saja yang akan busuk dalam waktu sebelum setahun, maka itu tidak ada zakat.

d.  Kalangan Malikiyah berpendapat, hasil bumi yang dizakatkan memiliki syarat yaitu yang bertahan (awet) dan kering, dan ditanam oleh orang, baik sebagai makanan pokok seperti gandum dan padi, atau bukan makanan pokok seperti jahe dan kunyit. Mereka berpendapat tidak wajib zakat pada buah tin, delima, dan sayur-sayuran.

e.  Kalangan Syafi’iyah berpendapat, hasil bumi wajib dizakatkan dengan syarat sebagai makanan pokok dan dapat disimpan, serta ditanam oleh manusia, seperti padi dan gandum. Tidak wajib zakat pada sayur-sayuran.

f.  Imam Ahmad berpendapat, hasil bumi wajib dizakatkan baik  biji-bijian dan buah-buahan, yang bisa kering dan tahan lama, baik yang ditakar dan ditanam manusia, baik makanan pokok seperti gandum dan padi,  atau bukan seperti jahe dan kunyit. Juga wajib zakat buah-buahan yang punya ciri di atas seperti kurma, anggur, tin, kenari, dan lainnya. Sedangkan yang tidak bisa dikeringkan tidak wajib zakat seperti semangka, pepaya, jambu, dan semisalnya.

Kita lihat, para ulama sepakat tentang wajibnya zakat tanaman hanya pada kurma, padi, gandum, biji-bijian, dan anggur.  Tetapi mereka tidak sepakat tentang wajibnya zakat  pada tanaman  yang bukan men

jadi makanan pokok, seperti jahe, kunyit, buah-buahan selain anggur dan kurma, dan sayur-sayuran,  sebagian mengatakan wajib, sebagian lain tidak. Masing-masing alasan telah dipaparkan di atas.

Nishabnya adalah jika hasilnya sudah mencapai 5 wasaq, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

لَيْسَ فِيمَا أَقَلُّ مِنْ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ

Tidak ada zakat pada apa-apa yang kurang dari lima wasaq. (HR. Bulhari No. 1484, Muslim No. 979)

Lima wasaq adalah enam puluh sha’ berdasarkan ijma’, dan satu sha’ adalah empat mud, lalu satu mud adalah seukuran penuh dua telapak tangan orang dewasa. Dr. Yusuf Al Qaradhawi telah membahas ini secara rinci dalam kitab monumental beliau, Fiqhuz Zakah, dan menyimpulkan bahwa lima wasaq adalah setara dengan +/- 653 Kg.

Bersambung …

🌷☘🌺🌴🌻🍃🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Sekilas Seputar Zakat

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 1)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 2)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 3)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 4)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 5)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 6)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 7)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 8)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 9)

Download E-book Sekilas Seputar Zakat oleh Farid Nu’man Hasan, di sini

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 5)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

B.  Zakat Tijarah (Perniagaan)

Ini adalah pandangan jumhur ulama sejak zaman sahabat, tabi’in, dan fuqaha berikutnya, tentang wajibnya zakat harta perniagaan, ada pun kalangan zhahiriyah mengatakan tidak ada zakat pada harta perniagaan.

Zakat ini adalah pada harta apa saja yang memang diniatkan untuk didagangkan, bukan menjadi harta tetap dan dipakai sendiri.

Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah mengatakan tentang batasan barang dagangan:

ولو اشترى شيئًا للقنية كسيارة ليركبها، ناويًا أنه إن وجد ربحًا باعها، لم يعد ذلك مال تجارة بخلاف ما لو كان يشتري سيارات ليتاجر فيها ويربح منها، فإذا ركب سيارة منها واستعملها لنفسه حتى يجد الربح المطلوب فيها فيبيعها، فإن استعماله لها لا يخرجها عن التجارة، إذ العبرة في النية بما هو الأصل، فما كان الأصل فيه الاقتناء والاستعمال الشخصي: لم يجعله للتجارة مجرد رغبته في البيع إذا وجد ربحًا، وما كان الأصل فيه الاتجار والبيع: لم يخرجه عن التجارة طروء استعماله. أما إذا نوى تحويل عرض تجاري معين إلى استعماله الشخصي، فتكفي هذه النية عند جمهور الفقهاء لإخراجه من مال التجارة، وإدخاله في المقتنيات الشخصية غير النامية

Seandainya seseorang membeli sesuatu untuk dipakai sendiri seperti mobil yang akan dikendarainya, dengan niat apabila mendatangkan keuntungan nanti dia akan menjualnya, maka itu juga bukan termasuk barang tijarah  (artinya tidak wajib zakat,  ). Hal ini berbeda dengan jika seseorang membeli beberapa buah mobil memang untuk dijual dan mengambil keuntungan darinya, lalu jika dia mengendarai dan menggunakan mobil itu untuk dirinya, dia menemukan adanya keuntungan dan menjualnya, maka apa yang dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu tidaklah mengeluarkan status barang itu sebagai barang perniagaan. Jadi, yang jadi prinsip adalah niatnya. Jika membeli barang untuk dipakai sendiri, dia tidak meniatkan untuk menjual dan mencari keuntungan, maka hal itu tidak merubahnya menjadi barang tijarah walau pun akhirnya dia menjualnya dan mendapat keuntungan. Begitu juga sebaliknya jika seorang berniat merubah barang dagangan  menjadi barang yang dia pakai sendiri,  maka niat itu sudah cukup menurut pendapat mayoritas fuqaha (ahli fiqih) untuk mengeluarkan statusnya sebagai barang dagangan, dan masuk ke dalam kategori milik pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah, 1/290)

Contoh si A membeli barang-barang meubel untuk dipakai dan ditaruh dirumah, maka ini tidak kena zakat, sebab tidak ada zakat pada harta yang kita gunakan sendiri seperti rumah, kendaraan, pakaian, walaupun berjumlah banyak kecuali jika itu diperdagangkan . Nah, jika si A membeli  barang-barang tersebut untuk dijual, maka barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishabnya dan jika sudah satu haul (setahun), yaitu dengan cara ditaksir harganya dan dikeluarkan dalam bentuk harganya itu, sebanyak 1/40 harganya.

Abu Amr bin Himas menceritakan, bahwa ayahnya menjual kulit dan alat-alat yang terbuat dari kulit, lalu Umar bin Al Khathab berkata kepadanya:

يَا حِمَاسُ ، أَدِّ زَكَاةَ مَالَك ، فَقَالَ : وَاللَّهِ مَا لِي مَالٌ ، إنَّمَا أَبِيعُ الأَدَمَ وَالْجِعَابَ ، فَقَالَ : قَوِّمْهُ وَأَدِّ زَكَاتَهُ.

“Wahai Himas, tunaikanlah zakat hartamu itu.” Beliau menjawab: “Demi Allah, saya tidak punya harta, sesungguhnya saya cuma menjual kulit.” Umar berkata: “Perkirakan harganya, dan keluarkan zakatnya!” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 10557, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No.  7099, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7392)

Dari kisah ini, Imam Ibnu Qudamah mengatakan adanya zakat tijarah adalah ijma’, sebab tidak ada pengingkaran terhadap sikap Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu.

Beliau mengatakan:

وَهَذِهِ قِصَّةٌ يَشْتَهِرُ مِثْلُهَا وَلَمْ تُنْكَرْ ، فَيَكُونُ إجْمَاعًا

Kisah seperti ini masyhur (tenar), dan tidak ada yang mengingkarinya, maka hal ini menjadi ijma’. (Lihat Al Mughni, 5/414. Mawqi’ Al Islam)

Yang termasuk kategori ini, adalah hasil dari sewa menyewa. Tanah, kios, kebun, rumah, tidaklah ada zakatnya, tetapi jika disewakan maka harga sewa itu yang dizakatkan.

Syaikh Muhammad Khaathir Rahimahullah (mufti Mesir pada zamannya) berkata:

لا تجب فى الأرض المعدة للبناء زكاة إلا إذا نوى التجارة بشأنها

Tanah yang dipersiapkan untuk didirikan bangunan tidak wajib dizakati, kecuali diniatkan untuk dibisniskan dengan mengembangkannya. (Fatawa Al Azhar, 1/157. Fatwa 15 Muharam 1398)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah (Mufti Arab Saudi pada zamannya)  ditanya:

س : إذا كان لدى الإنسان قطعة أرض ولا يستطيع بناءها ولا الاستفادة منها ، فهل تجب فيها الزكاة ؟
ج : إذا أعدها للبيع وجبت فيها الزكاة ، وإن لم يعدها للبيع أو تردد في ذلك ولم يجزم بشيء ، أو أعدها للتأجير فليس عليه عنها زكاة ، كما نص على ذلك أهل العلم ؛ لما روى أبو داود رحمه الله عن سمرة بن جندب -رضي الله عنه- قال : « أمرنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أن نخرج الصدقة مما نعده للبيع » .

Pertanyaan:

Jika manusia punya sebidang tanah dan dia tidak mampu mendirikan bangunan dan tidak pula bisa memanfaatkannya, apakah tanah itu wajib dizakati?

Jawaban:

Jika dia mempersiapkannya untuk dijual maka wajib dikelurkan zakat, jika tidak untuk dijual atau ragu-ragu dan belum pasti, atau  tidak untuk disewa, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya. Sebagaimana ulama katakan tentang hal itu, karena telah diriwayatkan oleh Abu Daud Rahimahullah, dari Samurah bin Jundub Radhiallahu ‘Anhu, katanya: “Kami diperintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengeluarkan zakat dari apa-apa yang diperdagangkan.”    (Majalah Al Buhuts Al Islamiyah, 56/124)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah ditanya:

س ـ أمتلك قطعة أرض ، ولا أستفيد منها ، وأتركها لوقت الحاجة ، فهل يجب علي أن أخرج زكاة عن هذه الأرض ؟ .. وإذا أخرجت الزكاة هل علي أن أقدر ثمنها في كل مرة ؟
ج ـ ليس عليك زكاة في هذه الأرض لأن العروض إنما تجب الزكاة في قيمتها ، إذا أعدت للتجارة ، والأرض والعقارات والسيارات والفرش ونحوها عروض لا تجب الزكاة في عينها ، فإن قصد بها المال أعني الدراهم بحيث تعد للبيع والشراء والاتجار ، وجبت الزكاة في قيمتها . وإن لم تعد كمثل سؤالك فإن هذه ليست فيها زكاة .

Pertanyaan:

Saya mempunyai sebidang tanah, namun tidak menghasilkan apa-apa dan saya biarkan begitu saja.  Wajibkah saya mengeluarkan zakat tanah tersebut ? Jika dikeluarkan zakatnya, wajibkah saya memperhitungkan zakatnya ?
Jawaban:

Tanah seperti ini tidak wajib dizakati. Semua barang wajib dizakati saat diperdagangkan. Pada dasarnya tanah, berbagai tanah milik (‘aqarat), kendaraan atau barang-barang lainnya, maka semuannya termasuk harta pemilikan dan tidak wajib dizakati kecuali jika dimaksudkan memperoleh uang, yakni diperjualbelikan atau diperdagangkan. (Fatawa Islamiyah, 2/140. Disusun oleh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnad)

Nishab zakat perniagaan adalah sama dengan zakat emas yakni jika sudah senilai dengan 85 gram emas. Besaran zakatnya 2,5 %. Zakat tijarah yang dikeluarkan adalah modal yang masih diputar plus keuntungan, lalu dikurangi hutang (kalau punya) dan pajak (kalau ada), lalu dikalikan 2,5%.

Bersambung …

🍃🌾🌸🌴🌺🌷🌻☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Sekilas Seputar Zakat

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 1)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 2)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 3)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 4)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 5)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 6)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 7)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 8)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 9)

Download E-book Sekilas Seputar Zakat oleh Farid Nu’man Hasan, di sini

scroll to top