Hari Raya Ikut Pemerintah

Bismillahirrahmanirrahim..

Telah banyak pandangan pakar astronom, pakar ilmu falak, yang memberikan penjelasan untuk mendukung yang ini atau itu, Membantah yang ini atau itu. Segala teori dikerahkan namun tidak pernah ketemu kesepakatan. Namun ada satu hal yg kadang terlupakan, sebenarnya penentuan ini wewenang siapa?

Seharusnya masalah ibadah kolektif, yg melibatkan banyak orang dan hajat hidup org banyak, sebaiknya memang dikembalikan sbg domain atau wewenang negara di mana kita berada..

Sebab, Rasulullah ﷺ bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ, وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ, وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ

“Puasa itu adalah di hari kalian (umat Islam) berpuasa, hari raya adalah pada saat kalian berhari raya, dan berkurban/ Idul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi no. 697, Shahih. Lihat Ash Shahihah No. 224)

Imam At Tirmidzi menjelaskan: “Dan sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini, mereka berkata : makna hadits ini adalah berpuasa dan berbuka adalah bersama jama’ah dan mayoritas orang (Ummat Islam).” (Ibid)

Para ulama Arab Saudi sendiri seperti di Lajnah Daimah, saat masih diketuai Syaikh Bin Baaz, menganjurkan berhari raya dengan berpijak negeri masing-masing, bukan merujuk ke Saudi misalnya, sbgmn fatwa berikut:

يجب عليهم أن يصوموا مع الناس ويفطروا مع الناس ويصلوا العيدين مع المسلمين في بلادهم…

Wajib atas mereka berpuasa bersama manusia, beridul fitri bersama manusia, dan shalat idain (Idul fitri dan Idul Adha) bersama kaum muslimin di negeri mereka.… (Al Khulashah fi Fiqhil Aqalliyat)

Imam Abul Hasan As Sindi menyebutkan dalam   Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah:

وَالظَّاهِر أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْأُمُور لَيْسَ لِلْآحَادِ فِيهَا دَخْل وَلَيْسَ لَهُمْ التَّفَرُّد فِيهَا بَلْ الْأَمْر فِيهَا إِلَى الْإِمَام وَالْجَمَاعَة وَيَجِب عَلَى الْآحَاد اِتِّبَاعهمْ لِلْإِمَامِ وَالْجَمَاعَة وَعَلَى هَذَا فَإِذَا رَأَى أَحَد الْهِلَال وَرَدَّ الْإِمَام شَهَادَته يَنْبَغِي أَنْ لَا يَثْبُت فِي حَقّه شَيْء مِنْ هَذِهِ الْأُمُور وَيَجِب عَلَيْهِ أَنْ يَتْبَع الْجَمَاعَة فِي ذَلِكَ

“Jelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, pen) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada  pemimpin (imam) dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 3/431)

Ormas, para pakar, posisinya sebagai partner, teman diskusi, dan pemberi masukan. Ketika belum ada keputusan, maka silahkan eksplorasi berbagai dalil dan sudut pandang, jangan dibatasi. Tapi ketika sudah ada keputusan, seharusnya perselisihan itu lenyap, semua pihak yang berbeda pun mesti tunduk. Rapat RT-RW saja seperti itu.

Imam Al Qarrafi Rahimahullah mengatakan:

اعْلَمْ أَنَّ حُكْمَ الْحَاكِمِ فِي مَسَائِلِ الِاجْتِهَادِ يَرْفَعُ الْخِلَافَ وَيَرْجِعُ الْمُخَالِفُ عَنْ مَذْهَبِهِ لِمَذْهَبِ الْحَاكِمِ وَتَتَغَيَّرُ فُتْيَاهُ بَعْدَ الْحُكْمِ

Ketahuilah, bahwa keputusan pemimpin dalam masalah yang masih diijtihadkan adalah menghilangkan perselisihan, dan hendaknya orang menyelisihi ruju ‘ (kembali) dari pendapatnya kepada pendapat hakim dan dia mengubah fatwanya setelah keluarnya keputusan hakim. (Anwarul Buruq fi Anwa’il Furuq, 3/334. Mawqi’ Al Islam)

Syaikh Khalid bin Abdullah Muhammad Al Mushlih mengatakan:

فإذا حكم ولي أمر المسلمين بحكم ترى أنت أن فيه معصية، والمسألة من مسائل الخلاف فيجب عليك طاعته، ولا إثم عليك؛ لأن حكم الحاكم يرفع الخلاف

Jika pemimpin kaum muslimin sudah menetapkan sebuah ketentuan dengan keputusan hukum yang menurut Anda ada maksiat di dalamnya, padahal masalahnya adalah masalah yang masih diperselisihkan, maka wajib bagi Anda untuk tetap taat kepadanya, dan itu tidak berdosa bagi Anda, karena jika hakim sudah memutuskan sesuatu maka keputusan itu menghilangkan perselisihan. (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, 16/5. Mawqi’ Syabakah Al Islamiyah)

Ya.. Mirip rapat RT atau DKM saja.. Sebelum ada keputusan, masing-masing bisa eksplor pendapatnya, tapi ketika sudah ketok palu semua peserta rapat mesti tunduk.. Terlepas dari pemimpin kita saat ini seperti apa, kita tdk sedang bicara politiknya ..

Namun demikian, jika kasusnya di sebuah daerah umumnya masyarakat tetap keukeuh ikut pendapat Ormas, dan seseorang tinggal di situ, maka tidak apa-apa baginya ikuti mereka baik dalam hal keyakinan hari rayanya dan shalat idnya. Untuk menghindari fitnah di sana, sebab berselisih itu buruk. Ukhuwah itu harus nyata, bukan hanya teori. Kadang kala pendapat pribadi atau kelompok kita mesti kita kalahkan untuk kepentingan umat yang lebih besar. Fa’tabiruu!!

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Nasihati Mereka, Bukan Mengusirnya

Hadirnya anak-anak di masjid sering membuat berisik, dan mengganggu jamaah lainnya. Siapa pun orang dewasa pasti terganggu.

Namun sadarkah kita, kehadiran mereka di masjid merupakan salah satu bukti kekalahan misi Barat untuk menjauhkan anak-anak Islam dari masjid dan agama.

Mereka ciptakan berbagai game yang menarik, tontonan, aplikasi, dll, bukan semata-mata bisnis, tapi agar generasi muda Islam menjadi kropos; kropos aqidah, kropos ibadah, kropos akhlak… Akhirnya menjadi Generasi yang hilang..

Hadirnya anak-anak di masjid memang pro kontra secara fiqih, sebagian ulama memakruhkan namun mayoritas membolehkan berdasarkan dalil-dalil shahih yang banyak.

Oleh karena itu, syukurilah ketika anak-anak kita meramaikan masjid, daripada mereka nongkrong, main game, pacaran… dan hal negatif lainnya

Jika mereka berisik, bikin gaduh, -krn mereka bahagia di masjid yg lega dan luas dibanding rumah mereka yang sempit dan mentok sana sini- nasihatilah mereka, arahkan pentolannya utk menenangkan kawan-kawannya, arahkan pula ayahnya agar anak-anak itu tetap tenang.

Lalu bersabarlah.. Dibanding mengusir dan melarang mereka ke Masjid lalu kita menyesal di kemudian hari krn mereka tidak kembali lagi..

Sebab, jiwa anak-anak memang seperti itu, justru jika ada anak kecil yang diam saja tdk ceria, mungkin akan dianggap sedang sakit.

Jangan sampai di masa yang akan datang masjid-masjid kita sepi pemuda, karena pemuda-pemuda itu trauma di masa kecilnya dahulu mendapatkan masjid yang tidak ramah anak.. sikap orang-orang dewasa yang begitu keras..

Adanya suara anak-anak di masjid itu tanda masa depan umat Islam masih ada.. Bersedihlah ketika tdk ada lagi suara anak-anak di masjid.

Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Thariq

Farid Nu’man Hasan

I’tikaf Hanya Mampu Beberapa Hari atau Beberapa Saat

Bismillahirrahmanirrahim..

Boleh, jika memang tdk bs yg ideal, namun semampunya saja jangan ditinggalkan..

Allah Ta’ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertaqwalah kamu semampu kamu. (QS. At Taghabun: 16)

Dan kaidah fiqih:

ما لا يدرك كله لا يترك كله

Apa-apa yg tidak bisa diraih semuanya, janganlah ditinggalkan semuanya

Syaikh Dr. Ahmad Yusuf Sulaiman menjelaskan:

وفي مذهب الإمام الشافعي من الممكن أن تكون لحظة، وعند غيره أقله يوم بليلة ليكون المعتكف صائمًا؛ ولذلك فيجوز الاعتكاف في رمضان، وفي العشر الآخرة، والعشر الوسطى، والعشر الأولى، ويجوز اعتكاف يوم أو يومين أو أكثر أو أقل

Dalam mazhab Syafi’i dimungkinkan I’tikaf walau sesaat, menurut mazhab lainnya lebih sebentar dari sehari semalam agar sama seperti I’tikafnya orang puasa. Oleh krn itu boleh I’tikaf di Ramadhan 10 hari akhir, 10 hari tengahnya, dan 10 awalnya. Boleh pula i’tikaf sehari, atau dua hari, atau lebih, atau kurang.

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Sikap Ulama Kontemporer Tentang Zakat Fitrah Dengan Uang

1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah (mantan mufti Saudi Arabia di zamannya dan guru dari Syaikh Bin Baaz):

“Zakat fitrah dengan uang DALIL DALILNYA KUAT”

Beliau berkata:

و جوز ذلك أبو حنيفة رحمه الله، وإليه ميل البخاري في صحيحه، وشيخ الإسلام ابن تيمية، ولكن يشترط كون ذلك أنفع، واستدل البخاري وغيره على ذلك بأدلة قوية

Hal itu boleh menurut Abu Hanifah rahimahullah, dan ini menjadi kecenderungan pendapat Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, tetapi dengan syarat bahwa hal itu lebih bermanfaat, dan dalam hal ini Imam Al Bukhari dan lainnya berdalil dengan DALIL-DALIL YANG KUAT. (Fatawa wa Rasail Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 4/30)

2. Syaikh Husamuddin bin ‘Afanah Hafizhahullah (Pakar Fiqih dan Ushul Fiqih di Universitas Al Quds)

Beliau berkata:

ولا يصح القول بأن من أخرج القيمة في صدقة الفطر فإنها غير مجزئة، فالمسألة محل خلاف بين العلماء، ومسائل الخلاف إن أخذ أحد من الناس بقول أحد العلماء المجتهدين فلا حرج عليه إن شاء الله تعالى، وجواز إخراج القيمة قال به جماعة من أهل العلم المعتبرين

Tidak benar perkataan yang menyebut bahwa orang yang mengeluarkan zakat fitri dengan uang adalah tidak sah. Masalah ini adalah zona debatable ulama. Masalah yang masih diperselisihkan ulama, jika seseorang mengambil salah satu pendapat ulama mujtahid maka itu tidak masalah, Insya Allah. Bolehnya mengeluarkan zakat fitri dengan uang adalah pendapat segolongan ulama mu’tabar. (Yas’alunaka ‘an Ramadhan, Hal. 229)

3. Syaikh Ali Muhyiddin al Qurrah Daghi Hafizhahullah (Sekjen Ikatan Ulama Islam Internasional)

Beliau menyebut ada tiga pendapat dalam hal ini: 1. Tidak boleh secara mutlak, 2. Boleh secara mutlak, 3. Boleh jika ada maslahat.

Beliau menyebut pendapat kedua:

جواز دفع القيمة مطلقاً في جميع الأحوال ، وهو مذهب أبي حنيفة ، وأبي يوسف ، واختاره الفقيه المحدث أبو جعفر الطحاوي وهو المعتمد عند الحنفية ، وهو مروي عن سفيان الثوري ، وعمر بن عبدالعزيز ، والحسن البصري ، وغيرهم ، ورواية عن أحمد للحاجة أو مصلحة راجحة ، وهو رأي معظم المعاصرين اليوم، والهيئة العالمية لقضايا الزكاة المعاصرة ، وشيخ الأزهر السابق الشيخ محمود شلتوت والشيخ القرضاوي.

Bolehnya zakat fitrah dengan uang secara mutlak di semua keadaan, inilah madzhab Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan yang dipilih oleh al Muhaddits al Faqih Abu Ja’far ath Thahawi, dan merupakan pendapat resmi Hanafiyah, dan diriwayatkan sebagai pendapat Sufyan ats Tsauri, Umar bin Abdul Aziz, Hasan al Bashri, dan selain mereka. Ini juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal, jika memang dengan uang ada maslahat yang kuat. Ini adalah pendapat MAYORITAS ULAMA HARI INI, serta pendapat Lembaga Zakat Internasional Modern, serta fatwa Syaikhul Azhar yang lalu Syaikh Mahmud Syaltut dan Syaikh Yusuf al Qaradhawi.”

Lalu Syaikh Ali Daghi Hafizhahullah menyimpulkan setelah mengkaji dan membandingkan tiga pendapat itu:

يتبيّن لي رجحان القول الثاني مع ضبطه بما قاله أصحاب القول الثالث من أن يكون دفع القيمة أنفع للفقراء ، وبالتالي فإذا كان دفع الطعام والحبوب أنفع لهم فيبقى هو الأصل والله أعلم

Telah jelas bagiku, kekuatan argumentasi pendapat kedua beserta rambu-rambunya yg dikatakan pendapat ketiga yaitu jika dengan uang lebih bermanfaat bagi fuqara. Namun, jika membayar zakat fitrah dengan makanan dan biji-bijian (gandum, dll) lebih bermanfaat maka itulah yg lebih utama.
(https://iumsonline.org/fa/ContentDetails.aspx?ID=8564)

4. Al ‘Allamah Syaikh Yusuf al Qaradhawi Rahimahullah (Faqih abad ini), beliau berkata:

ومن هذا يتضح لنا أن المدار في الأفضلية على مدى انتفاع الفقير بما يدفع له، فإن كان انتفاعه بالطعام أكثر كان دفعه أفضل، كما حالة المجاعة و الشدة، وإن كان انتفاعه بالنقود أكثر كان دفعها أفضل.

Dari sini jelaslah bagi kami, bahwa masalah keutamaan tergantung manfaatnya bagi faqir miskin. Jika manfaat dengan makanan pokok lebih banyak maka dengan makanan lebih afdol. Seperti dlm kondisi paceklik atau kelaparan. Namun, apabila dengan uang lebih bermanfaat, maka menunaikannya dengan harga(uang)nya lebih utama. (Fiqhuz Zakah, Hal. 794)

5️⃣ Syaikh Khalid bin Abdullah Al Mushlih Hafizhahullah (murid senior sekaligus menantu Syaikh Utsaimin)

Beliau menyebutkan ada tiga pendapat tentang zakat fitrah dengan uang:

1. Tidak boleh, ini pendapat jumhur
2. Boleh, jika memang ada maslahat atau hajat untuk itu. Ini pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
3. Boleh secara mutlak, ini pendapat Imam Abu Hanifah.

Lalu Beliau berkata:

وأرجح هذه الأقوال هو ما ذهب إليه شيخ الإسلام من أن الأصل هو إخراجها من الطعام ما لم تدع إلى ذلك مصلحة أو حاجة فيجوز إخراجها من النقود.

Yang paling kuat dari berbagai pendapat ini adalah apa yang dikatakan Syaikhul Islam, prinsipnya adalah dengan makanan, namun boleh dengan uang jika ada maslahat atau hajat.

(Lihat: https://www.almosleh.com/ar/16753)

Wallahul Muwaffiq ilaa Aqwamith Thariq

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top