Membaca Syahadat Ulang

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum tadz, ketika membahas ttg Al ‘araf 172, ada beberapa kelompok yang beranggapan bahwa ketika kita sdh faham ttg makna ayat itu, maka kita wajib bersyahadat ulang untuk kedua kalinya, mohon penjelasan ttg pemahaman itu tadz, syukron jazaa sebelumnya

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Itu tdk ada dasar dari para ulama salaf dan khalaf. Tidak perlu syahadat ulang selama dia tidak diubah oleh keluarganya menjadi kafir. Sebab, semua bayi yang lahir adalah muslim.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah yang mebuatnya menjadi Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari No. 1319. Muslim No. 2658)

Makna “fitrah” dalam hadits ini yg masyhur dan benar adalah Islam.

Hal ini ditegaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah:

وَأَشْهَرُ الْأَقْوَال أَنَّ الْمُرَاد بِالْفِطْرَةِ الْإِسْلَام ، قَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ : وَهُوَ الْمَعْرُوف عِنْد عَامَّة السَّلَف . وَأَجْمَعَ أَهْل الْعِلْم بِالتَّأْوِيلِ عَلَى أَنَّ الْمُرَاد بِقَوْلِهِ تَعَالَى ( فِطْرَة اللَّه الَّتِي فَطَرَ النَّاس عَلَيْهَا ) الْإِسْلَام

“Pendapat yang paling masyhur adalah bahwa maksud dari fitrah adalah Islam. Berkata Ibnu Abdil Bar: ‘Itu sudah dikenal oleh umumnya kaum salaf.’ Para ulama telah ijma’ (sepakat) dengan ta’wil maksud ayat: “(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah,” adalah Islam.”

(Fathul Bari, 3/248. Darul Fikr)

Sehingga, dengan berdalil pada hadits ini, maka jika ada seorang bayi yang wafat dan dia lahir dari orang tua yang kafir maka dia tetaplah Islam menurut sebagian ulama dan tetap dishalatkan, sebagaimana penjelasan Imam Az Zuhri dan Imam Ahmad bin Hambal.

Berkata Imam Ahmad Rahimahullah:

مَنْ مَاتَ أَبَوَاهُ وَهُمَا كَافِرَانِ حُكِمَ بِإِسْلَامِهِ

“Barangsiapa yang kedua orangtuanya wafat, dan mereka berdua kafir, maka bayi itu dihukumi sebagai Islam.” (Ibid)

Maka, apalagi jika kedua ortuanya muslim.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Pengidap Hyperhidrosis, Bolehkah Ditunda Salatnya Demi Kenyamanan Sekitar?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamualaikum, izin bertanya,
saya kan pengidap hyperhidrosis (keringat berlebih). nah di tempat saya kerja itu ada masjid namun panas sekali, jadi saya tidak pernah solat disana karena jika saya solat disana maka saya akan berkeringat dan bau badan (segala jenis parfum/deodorant tidak ada yang mempan) alhasil tidak bisa melanjutkan kerja. saya selesai kerja itu jam 3 sore. jadi apa boleh jika sholat dzuhurnya di tunda sampai saya ada di rumah alias di barengin sholat azhar ? (Duhan Pyung-Tangerang)

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika memang kondisinya seperti itu, dan belum sembuh, maka tidak mengapa baginya shalat tidak di awal waktu membersamai jamaah lainnya. Dia bisa shalat saat jamaah sudah sepi di tengah waktu.

Dalilnya adalah:

إن للصلاة أولا وآخرا، وإن أول وقت الظهر حين تزول الشمس، وإن آخر وقتها حين يدخل وقت العصر..

Shalat itu ada awal waktunya dan akhirnya, awal waktu zhuhur adalah saat tergelincir matahari, waktu akhirnya adalah saat masuk waktu ashar .. Dst (HR. Ahmad no. 7172, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Ta’liq Musnad Ahmad, no. 7172)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

يجوز تأخير الصلاة إلى آخر وقتها بلا خلاف، فقد دل الكتاب، والسنة، وأقوال أهل العلم على جواز تأخير الصلاة إلى آخر وقتها، ولا أعلم أحداً قال بتحريم ذلك

Dibolehkan menunda shalat sampai akhir waktunya tanpa adanya perselisihan pendapat, hal itu berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Perkataan para ulama juga membolehkan menunda sampai akhir waktunya, tidak ada seorang ulama yang mengatakan haram hal itu. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/58)

Penundaan ini bukanlah saahuun (melalaikan shalat), sebab makna saahuun adalah menunda shalat sampai habis waktunya. Sebagaimana penjelasan Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Abbas, Masruq, Ibnu Abza, Abu Adh Dhuha, Muslim bin Shabih. (Tafsir Ath Thabari, 24/630)

Seorang ulama mazhab Hambali di Saudi abad ini mengatakan:

وقد بين النبي صلى الله عليه وسلم مواقيتها من كذا إلى كذا فمن أداها فيما بين أول الوقت وآخره فقد صلاها في الزمن الموقوت لها

Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa waktu shalat itu sejak waktu ini ke ini, maka barang siapa yang menjalankan di antara awal waktu dan akhirnya, maka dia telah menunaikan shalat di waktu yang telah ditentukan. (Syaikh Utsaimin, Majmu’ Al Fatawa wa Rasail, Jilid. 12, Bab Shalat)

Namun saat yg bersamaan dia hendaknya berusaha untuk menyembuhkan atau meringankan penyakit keirngat berlebihnya itu, agar bisa shalat di awal waktu bersama kaum muslimin lainnya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Kemenangan Itu Setelah Ujian

Allah ﷻ berfirman:

{ أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ }

Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. [Surat Al-Baqarah: 214]

– Al Qurthubi mengatakan, menurut Qatadah dan As Suddi dan umumnya ulama ayat ini menceritakan situasi saat perang Khandaq yg begitu sulit, cuaca panas dan dingin, dan berbagai ujian lainnya. Sebagian lain mengatakan perang Uhud, segolongan ulama ada pula yang mengatakan ayat ini ttg kaum Muhajirin ketika meninggalkan negeri dan harta mereka. (Tafsir Al Qurthubi, jilid. 3, hal. 32-33)

– Ayat ini menunjukkan penempaan dari Allah ﷻ kepada semua Rasul dan pengikutnya dari masa ke masa; yaitu ujian dan goncangan. Agar layak bagi mereka menyandang generasi pilihan, pemenang, dan ahlul jannah.

Syahidul Islam, Sayyid Quthb Rahimahullah mengatakan:

هكذا خاطب الله الجماعة المسلمة الأولى ، وهكذا وجهها إلى تجارب الجماعات المؤمنة قبلها ، وإلى سنته – سبحانه – في تربية عباده المختارين ، الذين يكل إليهم رايته ، وينوط بهم أمانته في الأرض ومنهجه وشريعته . وهو خطاب مطرد لكل من يختار لهذا الدور العظيم . .
وهذا الانطلاق هو المؤهل لحياة الجنة في نهاية المطاف . . وهذا هو الطريق . .
هذا هو الطريق كما يصفه الله للجماعة المسلمة الأولى ، وللجماعة المسلمة في كل جيل .
هذا هو الطريق : إيمان وجهاد . . ومحنة وابتلاء . وصبر وثبات . . وتوجه إلى الله وحده . ثم يجيء النصر . ثم يجيء النعيم . .

Demikianlah Allah ﷻ berbicara kepada kelompok Muslim generasi pertama, dan dengan cara inilah Allah mengarahkan mereka kepada pengalaman-pengalaman kaum beriman sebelumnya, mengarahkan kepada sunnah-Nya dalam mendidik hamba-hamba pilihan-Nya, yang dipercayakan kepada mereka dengan bendera-Nya, dan yang ditugaskan menjaga amanah-Nya di bumi, serta dengan syariat dan petunjuk-Nya. Ini adalah arahan yang berlaku bagi siapa pun yang dipilih untuk melaksanakan peran besar ini.

Inilah titik tolak yang mengantarkan pada kehidupan surga pada putaran akhirnya. Inilah jalannya.

Inilah jalan yang digambarkan Allah ﷻ bagi kelompok Muslim pertama dan bagi setiap generasi Muslim.

Inilah jalan itu: iman dan jihad… Ujian dan cobaan…. Kesabaran dan keteguhan… Totalitas dalam fokus kepada Allah semata…. Kemudian datanglah kemenangan … dan kemudian menyusul datangnya kenikmatan. (Fi Zhilalil Quran, jilid. 1, hal. 197-198)

– Kemenangan itu Allah ﷻ simpan untuk orang-orang yang memang meyakininya dan berhak menerimanya.

– Pertanyaan dalam ayat ini _”mataa nashrullah”_ (kapankah datangnya pertolongan Allah), bukan bermakna keraguan atas datangnya pertolongan, tapi mereka menginginkan disegerakan datangnya pertolongan. Berkata Al Qurthubi:

وَيَكُونُ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِ الرَّسُولِ عَلَى طَلَبِ استعجال النصر لا على شك وارتياب

Maksud dari perkataan Rasul tersebut adalah meminta percepatan pertolongan bukan karena ragu dan bimbang. (Tafsir Al Qurthubi, jilid. 3, hal. 35)

– Dan .. tidak ada yang berhak menerima kemenangan kecuali orang-orang yang tetap tsabat (kokoh dan tegar) sampai akhir perjuangan, setelah digoncang ujian berat dalam perjalanannya

– Tidak ada yang berhak menerimanya kecuali orang-orang yang memang meyakini tidak ada pertolongan dan kemenangan kecuali dari Allah ﷻ semata, bukan dari selain-Nya.

– Inilah tabiat kehidupan .. tabiat perjuangan dalam dakwah dan jihad .. serta karakter para pemenang; tetap tegar di atas jalan perjuangan, kuat, meyakini pertolongan Allah ﷻ, dan hanya berharap kemenangan kepada-Nya.

Wallahu A’lam Wa ‘alaihit Tuklan

✍️ Farid Nu’man Hasan

Nafkah Bagi Isteri yang Menggugat Cerai

✉️❔PERTANYAAN

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh….ijin meneruskan pertanyaan teman ust..

Kurang lebihnya seperti ini..
Teman saya ini menggugat cerai suaminya (baru mau proses), terus tetap menuntut dinafkahi. Karena menurut dia meski di masa iddah sekalipun, mantan suaminya harus tetap memberikan nafkah.
Tetapi si suami juga berpendapat bahwa istri yang nusyus dan tidak menjalankan kewajibannya tidak mendapatkan lg hak nafkah.

Pertanyaannya seperti apa ketentuan nafkah yang seharusnya…
Mohon penjelasannya ust….

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa Barakatuh …

Di saat statusnya masih istri dan dia nusyuz (durhaka) maka tidak wajib dinafkahi, saat itu “tidak dinafkahi” berfungsi sebagai pelajaran bagi istri untuk bertobat ..

وقد أجمع العلماء على وجوب نفقة الزوجة على زوجها إذا كانا بالغين، ولم تكن الزوجة ناشزاً

Para ulama sepakat bahwa nafkah istri wajib bagi tanggungjawab suaminya jika keduanya sudah dewasa, dan istri tidak durhaka.

(Fatawa Syabakah Islamiyah no. 113285)

Tapi Jika suami menceraikan istrinya, maka suami hendaknya memberikan mut’ah (harta yg pantas) serta tetap wajib memberinya nafkah di masa iddahnya saja. Jika suami tidak merujuk, sampai iddah selesai maka selesai kewajiban itu.

Kewajiban memberi nafkah untuk wanita yang di masa iddah akibat diceraikan suaminya adalah perkara IJMA’.

Imam Asy Syafi’i berkata:

لم أعلَمْ مُخالِفًا من أهلِ العِلمِ في أنَّ المُطَلَّقةَ التي يَملِكُ زَوجُها رَجعَتَها في معاني الأزواجِ؛ في أنَّ عليه نفقَتَها وسُكناها

Aku tidak ketahui adanya perbedaan para ulama, bahwa wanita yang diceraikan dan suaminya masih berhak merujuknya dalam makna pernikahan, bahwa wajib bagi suaminya memberikan nafkah dan tempat tinggalnya.

(Al Umm, jilid. 5, hal. 263)

NAMUN jika perceraian terjadi karena GUGATAN ISTRI, atau KHULU’, maka istrilah yang bayar iwadh dan istri tidak mendapatkan nafkah. Hal ini juga diatur dalam KHI (kompilasi hukum Indonesia).

WallahuA’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top