Pemimpin Terpilih Gambaran dari Orang yang Memilihnya?

Pertanyaan

Assalammu’alaykum ust Farid Nu’man yang dirahmati Allah…

Tolong ust pencerahan nya atas pertanyaan dibawah ini :

1.Apakah ada dalil bhw pemimpin yang terpilih adalah gambaran orang yg sdh memilihnya??

2.Apakah orang yang sdh memilih pemimpin lalu pemimpin tsb membuat kebijakan yang salah berdampak pada kedzaliman ke rakyat juga ikut menanggung dosanya untk setiap kebijakan yang salah ??
Klo iya berdosa, Dosa jenis seperti apa ya ust, dosa biasa2 saja atau luar biasa Krn dampak politik nya tsb ??

3.Apakah dosa politik yg didapat oleh pemilih seperti no 2 diatas bisa dihapus cukup dgn taubat nasuha ke Allah atau harus juga meminta maaf kepada rakyat Indonesia yg tidak memilih pemimpin tsb tapi terkena dzalimnya atau menderita ??

Mohon pencerahannya ya ust

Jazakallah ust


Jawaban

Wa’alaihissalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Bunyinya:

كما تكونوا يولى عليكم

Bagaimana kondisi kalian, maka begitulah pemimpin kalian.

Diriwayatkan oleh Ad Dailami dalam Musnad Al Firdaus dari jalur Abu Bakrah. Juga secara mursal dari Abu Ishaq as Sabi’i, dalam hadits Imam Al Baihaqi.

Imam Ibnu Hajar mengatakan DHAIF. Begitu juga Syaikh Al Albani. Bahkan Syaikh Al Albani mengkritik isi kalimat tersebut:

والواقع يكذبه، فإن التاريخ حدثنا عن تولي حكام أخيار بعد حكام أشرار والشعب هو هو.

Namun realitanya mendustakan hal tersebut, karena sejarah memberitahu kita tentang penguasa yang baik yang menggantikan penguasa yang jahat, begitu juga rakyatnya juga sama. (adh Dhaifah, 1/490)

2. Diperinci dulu:

– Jika pemilihnya tahu bahwa dia orang zalim dan peluang memimpin dengan zalim, tapi dia memilihnya maka dia ikut berdosa. Apalagi jika ada orang lain yang lebih layak, maka itu berkhianat kepada Allah, Rasul dan kaum beriman. Sebagaimana hadits shahih Imam Hakim.

– Jika pemilihnya tidak tahu, yang dia tahu calonnya itu mukmin dan baik,tapi di belakang hari pemimpin itu berubah menjadi zalim. Maka pemilih tidak berdosa .. karena perubahan sifat manusia bukan kuasa dia untuk mengendalikannya.

3. Tobat dan jangan ulangi lagi memilih pemimpin seperti itu, hendaknya ikut andil dalam menasihati pemimpin tersebut.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

[Suplemen Fikrah] Wanti-Wanti dalam Memilih Pemimpin

1️⃣ Ancaman bagi PARA PEMILIH yang memilih pemimpin semata-mata alasan duniawi; sembakonya, proyeknya, dijanjikan jabatan, dll

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah ﷺ bersabda:

ثَلَاثَةٌ لا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَومَ القِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: رَجُلٌ علَى فَضْلِ مَاءٍ بالطَّرِيقِ يَمْنَعُ منه ابْنَ السَّبِيلِ،
وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَاهُ، إنْ أَعْطَاهُ ما يُرِيدُ وَفَى له وإلَّا لَمْ يَفِ له، وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلًا بِسِلْعَةٍ بَعْدَ العَصْرِ، فَحَلَفَ باللَّهِ لقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ، فأخَذَهَا، وَلَمْ يُعْطَ بِهَا.

“Ada tiga jenis manusia yang Allah TIDAK mau BICARA kepada mereka (diacuhkan tidak dipedulikan oleh Allah) pada hari kiamat, dan Allah TIDAK MENSUCIKAN mereka (dari dosa mereka) serta bagi mereka AZAB YANG PEDIH: (salah satunya)…

Seseorang yang memilih pemimpin namun ia tidak memilihnya kecuali karena (imbalan) dunianya (harta/ jabatan), jika ia diberi apa yang ia inginkan barulah ia mendukung pemimpin tersebut, namun jika tidak diberi, ia tidak mendukungnya…”

(HR. Bukhari no. 7212 dan Muslim no. 108)

Maka, pilihlah karena gagasannya, programnya, visi dan misinya.

2️⃣ Memilih pemimpin yang tidak paham Kitabullah dan Sunnah, Padahal ia tahu ada calon yang lebih paham dibanding yang dia pilih

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

«مَنِ اسْتَعْمَلَ عَامِلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّ فِيهِمْ أَوْلَى بِذَلِكَ مِنْهُ وَأَعْلَمُ بِكِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ فَقَدْ خَانَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَجَمِيع
الْمُسْلِمِينَ»

Barang siapa yang memilih seseorang untuk mengurus urusan kaum muslimin padahal dia tahu ada orang lain yang lebih pantas darinya, lebih paham Kitabullah dan Sunnah Rasulnya, maka dia telah mengkhianati Allah, Rasul, dan semua Kaum Muslimin.

(HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 20861, Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 7023, katanya: shahih)

Jika semua calon yang ada bukanlah orang yang pakar tentang Al Qur’an dan As Sunnah, maka pilihlah yang paling mendekati.

Wallahul Musta’an wa ‘Alaihit Tuklan

✍️ Admin Madrasatuna

Mengaqiqahkan Bayi yang Wafat

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum. Setahun lalu saya melahirkan dan anak saya langsung di rawat di rs. Sampe usianya 3bulan 15hari pas 30 desember anak saya meninggal dunia. Saya berniat tgl 30 Desember nanti mau mengaqiqah kan anak saya yng sudah meninggal itu di barengi dengan Haul nya satu tahun. Apakah boleh. (Intan-Bandung)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Biasanya acara haul berisikan doa ampunan buat yang wafat, sementara yang wafat adalah bayi yang masih suci dan fitrah. Sehingga anak bayi yang wafat tidak perlu dihaulkan, karena dalam aqidah Islam anak bayi yang wafat sudah pasti masuk surga karena wafat dalam keadaan fitrah.

Imam An Nawawi menjelaskan:

أجمع من يعتد به من علماء المسلمين على أن من مات من أطفال المسلمين فهو من أهل الجنة

Pada ulama kaum muslimin telah Ijma’ (sepakat) bahwa jika anak kecil kaum muslimin wafat maka dia termasuk penduduk surga. (Syarh Shahih Muslim, jilid. 16, hal. 207)

Bukan hanya itu, wafatnya anak tersebut juga dapat menjadi syafa’at bagi kedua orangtuanya untuk masuk ke surga. Sebagaimana hadits shahih berikut:

يُقَالُ لَهُمْ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ فَيَقُولُونَ حَتَّى يَدْخُلَ آبَاؤُنَا فَيُقَالُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ

“Dikatakan kepada mereka (anak-anak kecil yang wafat), ‘Masuklah kalian ke surga’, lalu mereka berkata, ‘-Kami tidak akan masuk- hingga bapak-bapak kami masuk!’ lalu dikatakan, ‘Masuklah kalian dan bapak-bapak kalian ke surga.'” (HR. An Nasa’i no. 51768. Shahih)

Ada pun aqiqah bagi bayi yang sudah wafat dan bayi itu sempat hidup beberapa bulan lamanya, maka ini tetap sunnah.

Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengatakan ada empat pembahasan tentang ini:

1. Lahir dalam keadaan belum ditiupkan ruh, maka tidak ada aqiqah baginya.

2. Lahir dalam keadaan wafat setelah ditiupkan ruh (keguguran), maka ada dua pendapat ulama (aqiqah dan tidak aqiqah)

3. Lahir dalam keadaan hidup, lalu wafat sebelum hari ke-7, ini juga ada dua pendapat (aqiqah dan tidak aqiqah), tapi yang mengatakan aqiqah lebih kuat dibandingkan seperti keadaan nomor dua.

4. Lahir dalam keadaan hidup sampai hari ke-7, tapi hari ke-8 wafat, maka ini hanya ada satu pendapat yaitu diaqiqahkan. (Syarhul Mumti’, 7/494)

Apa yang ditanyakan Sdr penanya masuk ke poin yang ke-4.

Sedangkan Imam Ibnu Hazm Rahimahullah membolehkan untuk bayi yang wafat sebelum hari ke-7 untuk diaqiqahkan:

وَإِنْ مَاتَ قبل السَّابِعِ عُقَّ عنه كما ذَكَرْنَا وَلاَ بُدَّ

Dan jika bayi wafat sebelum hari ke-7, maka diaqiqahkan untuknya sebagaimana yang telah kami sebutkan tapi itu bukan keharusan. (Al Muhalla, 7/524)

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

لو مات المولود قبل السابع استحبت العقيقة عندنا وقال الحسن البصري ومالك لا تستحب

Seandainya bayi wafat sebelum hari ke-7 maka disunahkan aqiqah menurut kami (Syafi’iyah). Al Hasan A bashri dan Malik mengatakan: tidak sunah. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, 8/448)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Tidak Shalat Jumat Karena Sakit

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum. Ustadz izin bertanya,ketika orang itu sakit dan berjalan harus menggunakan kursi roda apakah boleh tidak sholat Jumat dan menggantinya dengan sholat dhuhur? (Zainullah)

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ya, jika sakitnya sudah payah, dan sulit baginya ke masjid, tidak apa-apa tidak shalat Jumat dan ganti dengan shalat zhuhur. Atau tidak apa-apa baginya tidak shalat berjamaah, sebab uzur bagi shalat jamaah adalah sama dengan uzur bagi shalat Jumat. Imam Abu Bakar bin Muhammad Syatha ad Dimyathi Rahimahullah mengatakan:

أن أعذار الجمعة كأعذار الجماعة

Sesungguhnya udzur-udzur bagi shalat Jumat itu sama seperti udzur shalat berjamaah. (I’anatuth Thalibin, jilid. 2, hal. 61)

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

لقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ…

Kami dulu berpendapat tidaklah seseorang meninggalkan shalat berjamaah melainkan orang munafiq yang telah diketahui kemunafikannya atau orang sakit… (HR. Muslim no. 654)

Rasulullah ﷺ sendiri pernah shalat di rumah karena sakit. Imam Ar Ruhaibani menceritakan:

يعذر بترك جمعة وجماعة مريض ليس بمسجد “؛ لأنه، صلى الله عليه وسلم لما مرض، تخلف عن المسجد، وقال: مروا أبا بكر فليصل بالناس متفق عليه

Diberikan uzur untuk meninggalkan shalat Jumat dan jamaah tidak ke masjid bagi yg sakit karena Rasulullah ﷺ ketika sakit tidak ke masjid dan berkata: “Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi manusia.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

(Mathalib Ulin Nuha, jilid. 1, hal. 701)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top