✉️❔PERTANYAAN
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh….ijin meneruskan pertanyaan teman ust..
Kurang lebihnya seperti ini..
Teman saya ini menggugat cerai suaminya (baru mau proses), terus tetap menuntut dinafkahi. Karena menurut dia meski di masa iddah sekalipun, mantan suaminya harus tetap memberikan nafkah.
Tetapi si suami juga berpendapat bahwa istri yang nusyus dan tidak menjalankan kewajibannya tidak mendapatkan lg hak nafkah.Pertanyaannya seperti apa ketentuan nafkah yang seharusnya…
Mohon penjelasannya ust….
✒️❕JAWABAN
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa Barakatuh …
Di saat statusnya masih istri dan dia nusyuz (durhaka) maka tidak wajib dinafkahi, saat itu “tidak dinafkahi” berfungsi sebagai pelajaran bagi istri untuk bertobat ..
وقد أجمع العلماء على وجوب نفقة الزوجة على زوجها إذا كانا بالغين، ولم تكن الزوجة ناشزاً
Para ulama sepakat bahwa nafkah istri wajib bagi tanggungjawab suaminya jika keduanya sudah dewasa, dan istri tidak durhaka.
(Fatawa Syabakah Islamiyah no. 113285)
Tapi Jika suami menceraikan istrinya, maka suami hendaknya memberikan mut’ah (harta yg pantas) serta tetap wajib memberinya nafkah di masa iddahnya saja. Jika suami tidak merujuk, sampai iddah selesai maka selesai kewajiban itu.
Kewajiban memberi nafkah untuk wanita yang di masa iddah akibat diceraikan suaminya adalah perkara IJMA’.
Imam Asy Syafi’i berkata:
لم أعلَمْ مُخالِفًا من أهلِ العِلمِ في أنَّ المُطَلَّقةَ التي يَملِكُ زَوجُها رَجعَتَها في معاني الأزواجِ؛ في أنَّ عليه نفقَتَها وسُكناها
Aku tidak ketahui adanya perbedaan para ulama, bahwa wanita yang diceraikan dan suaminya masih berhak merujuknya dalam makna pernikahan, bahwa wajib bagi suaminya memberikan nafkah dan tempat tinggalnya.
(Al Umm, jilid. 5, hal. 263)
NAMUN jika perceraian terjadi karena GUGATAN ISTRI, atau KHULU’, maka istrilah yang bayar iwadh dan istri tidak mendapatkan nafkah. Hal ini juga diatur dalam KHI (kompilasi hukum Indonesia).
WallahuA’lam
✍️ Farid Nu’man Hasan