Pas Baca Al Quran Mau Buang Angin, Gimana nih?

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaykum.. yaa tadz, mau nanya..

Saat kita sedang baca qur’an tiba2 kentut , apakah kita harus bersuci / berwudhu lagi ?

📬 JAWABAN

💢💢💢💢💢

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Saat dia hendak buang angin hentikan dulu bacaan, setelah dia buang angin boleh dia lanjutkan bacaan, tapi afdhalnya wudhu lagi.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

منها أنه إذا كان يقرأ فعرض له ريح فينبغي أن يمسك عن القراءة حتى يتكامل خروجها ثم يعود إلى القراءة كذا رواه ابن أبي داود وغيره عن عطاء وهو أدب حسن  ومنها أنه إذا تثاءب أمسك عن القراءة حتى ينقضي التثاؤب ثم يقرأ قال مجاهد وهو حسن

Di antara keunikan ketika membaca Al Quran adalah jika seseorang sedang membaca Al Quran lalu keluar angin (kentut) maka hendaknya dia menahan bacaannya dulu sampai anginnya keluar tuntas semua, lalu dia kembali membacanya. Demikianlah diriwayatkan dari Ibnu Abi Daud dan selainnya dari ‘Atha, dan itu adalah adab yang bagus.

Di antara keunikan juga, jika sedang membaca Al Quran  dia menguap, maka tahan dulu bacaannya sampai selesai menguapnya, lalu dia membaca lagi. Mujahid berkata: Ini bagus.  (Imam An Nawawi, At Tibyan Fi Adab Hamalah Al Quran, Hal. 119)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Selintas Seputar Zakat (Bag. 9)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

F.  Zakat Profesi/Penghasilan/Mata Pencaharian

Ini adalah jenis zakat yang diperselisihkan para ulama sat ini. Sebagaimana dahulu ulama juga berselisih tentang adanya sebagian zakat lainnya, seperti zakat sayur-sayuran, buah-buahan selain kurma, dan zakat perdagangan.

Sebagian kalangan ada yang bersikap keras menentang zakat profesi, padahal perbedaan semisal ini sudah ada sejak masa lalu, ketika mereka berbeda pendapat tentang ada tidaknya zakat sayuran, buah, dan perdagangan tersebut. Seharusnya perbedaan pendapat yang disebabkan ijtihad seperti ini tidak boleh sampai lahir sikap keras apalagi membid’ahkan dan menuduh sesat segala.

📌 Pihak Yang Mendukung

Mereka yang mendukung pendapat ini seperti Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahhab Khalaf, Syaikh Abdurrahman Hasan, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang  ada beberapa alasan keharusan adanya zakat profesi:

–  Profesi yang dengannya menghasilkan uang, termasuk kategori harta dan kekayaan.

–  Kekayaan dari penghasilan bersifat berkembang dan bertambah, tidak tetap, ini sama halnya dengan barang yang dimanfaatkan untuk disewakan.  Dilaporkan dari Imam Ahmad, bahwa beliau  berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata pencaharian, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab, walau tanpa haul.

–  Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat tanaman, yang mesti dikeluarkan oleh petani setiap memetik hasilnya. Bukankah petani juga profesi? Sebagian ulama menolak menggunakan qiyas dalam masalah ini, tetapi pihak yang mendukung mengatakan bukankah zakat fitri dengan beras ketika zaman nabi juga tidak ada? Bukankah nabi hanya menyontohkan dengan kurma dan gandum? Saat ini ada zakat fitri dengan beras karena beras adalah makanan pokok di Indonesia, tentunya ini juga menggunakan qiyas, yakni mengqiyaskan dengan makanan pokok negeri Arab saat itu, kurma dan gandum. Jadi,   makanan apa saja yang menjadi makanan pokok-lah yang dijadikan alat pembayaran zakat.  Jika mau menolak, seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras yang hanya didasarkan dengan qiyas sebagai makanan pokok.

–  Dalam perspektif keadilan Islam, maka adanya zakat profesi adalah keniscayaan. Bagaimana mungkin Islam mewajibkan zakat kepada petani yang pendapatannya tidak seberapa, namun membiarkan para pengusaha kaya, pengacara, dokter, dan profesi  prestise lainnya menimbun harta mereka? Kita hanya berharap mereka mau bersedekah sesuai kerelaan hati?

–  Dalam perspektif maqashid syari’ah (tujuan dan maksud syariat), adanya zakat profesi adalah sah. Sebab lebih mendekati keadilan dan kemaslahatan, serta sesuai ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS. Al Baqarah (2): 267)

Bukankah zakat penghasilan diambil dari hasil usaha yang baik-baik saja?

–   Mereka berpendapat bahwa zakat profesi ada dua jenis pelaksanaan, sesuai jenis pendapatan manusia. Pertama, untuk orang yang gajian bulanan, maka pendekatannya dengan zakat tanaman, yaitu nishabnya adalah 5 wasaq, senilai dengan 653 Kg gabah kering giling, dan dikeluarkan 2,5%, yang dikeluarkan  ketika menerima hasil (gaji), tidak ada haul. Kedua, bagi yang penghasilannya bukan bulanan, seperti tukang jahit, kontraktor, pengacara, dokter, dan semisalnya,   menggunakan pendekatan zakat harta, yakni nishab senilai dengan 85gr emas setelah diakumulasi dalam setahun, setelah dikurangi hutang konsumtif, dikeluarkan sebesar 2,5%. Untuk jenis yang ini sebenarnya juga diakui oleh pihak yang menentang Zakat Profesi, bahwa zakat harta penghasilan itu ada jika sudah satu haul dan nishabnya 85gr emas itu dan dikeluarkan 2,5%-nya.

📌Dasar Pemikiran Zakat Profesi

Zaman ini kebanyakan manusia mebiayai hidupnya dengan dua cara, bekerja sendiri (wiraswasta) se

perti penjahit, tukang kayu, dokter praktek, arsitek, dll,  atau kepada orang lain (baik swasta atau pegawai negara), seperti guru, menteri, anggota dewan, dll. Penghasilan pekerjaan seperti itu disebut gaji atau upah, kadang juga disebut honor. Bahkan dibeberapa tempat petani pun menggunakan sistem gajian, yakni mereka bekerja pada perusahaaan yang memiliki lahan luas, bibitnya, lalu petanilah sebagai pekerjanya, sebulan sekali pendapat gaji. Contoh Salim Group terhadap petani Sawit di Kabupaten Sambas.

Wacana zakat profesi (penghasilan) telah bergulir lebih dari setengah abad yang lalu. Para ulama, seperti Abdurrahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah, dan Abdul Wahab Khalaf telah mengemukakan wacana ini di Damaskus pada tahun 1952. Adapun Syaikh al Qaradhawy baru menguatkan hal ini pada awal tahun 1970-an (tepatnya 1973 ketika dia menyusun kitab Fiqih Zakatnya). Jadi, sangat aneh dan serampangan, dan bernilai fitnah,  jika ada yang mengatakan bahwa zakat profesi merupakan pemikiran bid’ahnya Syaikh al Qaradhawy seorang diri.  Berikut teks para ulama tersebut (Halaqah Dirasah al Islamiyah, Hal. 248):

“Pencarian dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup senisab. Jika kita berpegang pada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad (bin Hasan), bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah, kita dapat menyimpulkan bahwa penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil pencarian setiap tahun, karena hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasarkan hal itu, kita dapat menetapkan hasil pencarian (profesi) sebagai sumber zakat, karena terdapatnya ‘illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fiqih sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.

Untuk bisa dianggap kaya bagi seseorang, Islam memiliki ukurannya yakni 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama, maka ukuran itu harus terpenuhi pula buat seseorang untuk terkena kewajiban zakat, sehingga jelas perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan miskin penerima zakat.

Dalam hal ini madzhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah senisab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat di pertengahan tahun. Ketentuan ini harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil pencarian dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin, seorang pekerja profesi jarang tidak memenuhi ketentuan tersebut.”

Mengenai besar zakat, mereka mengatakan, “Pencarian dan profesi, kita tidak menemukan contohnya dalam fikih, selain masalah khusus mengenai penyewaan yang dibicarakan Imam Ahmad. Ia dilaporkan berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata pencaharian, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab.

Hal itu sesuai dengan apa yang kita tegaskan lebih dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup dipertengahan tahun tetapi cukup diakhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah berumur setahun.”  (Ibid)

📌 Gaji dan Upah adalah Harta Pendapatan

Akibat dari  tafsiran itu, kecuali bagi yang menentang, – adalah bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau sejenisnya sebulan dari dua belas bulan. Karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun dan akhir tahun.

Yang menarik adalah pendapat guru-guru besar tentang hasil pencarian dan profesi dan pendapatan dari gaji atau lain-lainnya di atas, bahwa mereka tidak menemukan persamaannya dalam fikih selain apa yang dilaporkan tentan pendapat Imam Ahmad tentang sewa rumah di atas. Tetapi sesungguhnya persamaan itu ada yang perlu disebutkan id sini, yaitu bahwa kekayaan tersebut dapat digolongkan kepada kekayaan penghasilan, “yaitu kek

ayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai syariat agama. Jadi pandangan fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah “harta penghasilan.”

Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun (Haul). Di antara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan juga diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Az Zuhri, dan Al Auza’i.

Di dalam penelitiannya, Syaikh al Qaradhawy menilai lemah hadits-hadits tentang ketentuan satu tahun, baik hadits dari Ali, Ibnu Umar, Anas, dan Asiyah. Bukan hanya beliau yang mempermasalahkan, juga Imam Ibnu Hazm, dan Imam Ibnu Hajar. Inilah yang menurutnya tidak ada haul dalam zakat profesi tapi dikeluarkan saat mendapatkan hasil.

📌 Pihak yang menolak

Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab Saudi dan yang mengikuti mereka, berpendapat tidak ada zakat profesi. Sebab Al Quran dan As Sunnah secara tekstual tidak menyebutkannya, dan hendaknya mencukupkan diri dengannya.

Mereka menganggap, aturan main zakat profesi tidaklah konsisten. Kenapa nishabnya diqiyaskan dengan zakat tanaman (5 wasaq), tetapi yang dikeluarkan bukan dengan ukuran zakat tanaman pula? Seharusnya dikeluarkan adalah 5% atau 10% sebagaimana zakat tanaman, tetapi zakat profesi mengeluarkan zakatnya adalah 2,5% mengikuti zakat emas.

Sementara Syaikh Ibnul ‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al Munajjid  dan lainnya mengatakan bahwa zakat penghasilan itu ada, tetapi seperti zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan menunggu selama satu haul. Dengan kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan pada gaji bulanan. Hanya saja nishabnya itu adalah setara 85 gram emas dan dikeluarkan 2,5% setelah satu haul, sebagaimana penjelasan sebelumnya.

Demikianlah perselisihan ini.

Selesai. Wallahu a’lam.

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🍃🌴🌾🌸🌺☘🌷🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Sekilas Seputar Zakat

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 1)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 2)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 3)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 4)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 5)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 6)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 7)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 8)

Sekilas Seputar Zakat (Bag. 9)

Download E-book Sekilas Seputar Zakat oleh Farid Nu’man Hasan, di sini

Mereka berkata tentang Syaikh Yusuf bin Abdillah Al Qaradhawy Hafizhahullah

💥💦💥💦💥💦

Imam Hasan Al Banna berkata: “Sesungguhnya ia adalah seorang penyair yang jempolan dan berbakat.”

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz mantan mufti kerajaan Saudi dan ketua Hai’ah Kibarul Ulama berkata: “Buku-bukunya memiliki bobot ilmiah dan sangat berpengaruh di dunia Islam.”

Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany-ahli hadits terkemuka abad 20 berkata, “Saya diminta (al Qaradhawy) untuk meneliti riwayat hadis serta menjelaskan kesahihan dan ke dha’ifan hadis yang terdapat dalam bukunya (Halal wal Haram). Hal itu menunjukkan ia memiliki akhlak yang mulia dan pribadi yang baik. Saya mengetahui semua secara langsung. Setiap dia bertemu saya dalam satu kesempatan, ia akan selalu menanyakan kepada saya tentang hadis atau masalah fiqh. Dia melakukan itu agar ia mengetahui pendapat saya mengenai masalah itu dan ia dapat mengambil manfaat dari pendapat saya tersebut. Itu semua menunjukkan kerendahan hatinya yang sangat tinggi serta kesopanan dan adab yang tiada tara. Semoga Allah Ta’ala mendatangkan manfaat dengan keberadaannya.”

Syaikh Abul Hasan Ali An Nadwi – ulama terkenal asal India berkata: “Al Qaradhawy adalah seorang ‘alim yang sangat dalam ilmunya sekaligus sebagai pendidik kelas dunia.”

Al ‘Allamah Musthafa az Zarqa’, ahli fiqh asal Suriah berkata: “Al Qaradhawy adalah Hujjah zaman ini dan ia merupakan nikmat Allah atas kaum muslimin.”

Al Muhaddits Abdul Fattah Abu Ghuddah, ahli hadis asal Suriah dan tokoh Ikhwanul Muslimin berkata: “Al Qaradhawy adalah mursyid kita. Ia adalah seorang ‘Allamah.”

Syaikh Qadhi Husein Ahmad, amir Jamiat Islami Pakistan berkata: “Al Qaradhawy adalah madrasah ilmiah fiqhiyah dan da’awiyah. Wajib bagi umat untuk mereguk ilmunya yang sejuk.”

Syaikh Thaha Jabir al Ulwani, direktur International Institute of Islamic Thought di AS – berkata: “Al Qaradhawy adalah faqihnya para dai dan dainya para faqih.”

Syaikh Muhammad Al Ghazaly- dai dan ulama besar asal Mesir yang pernah menjadi guru al Qaradhawy sekaligus tokoh Ikhwanul Muslimin berkata: “Al Qaradhawy adalah salah seorang Imam kaum muslimin zaman ini yang mampu menggabungkan fiqh antara akal dengan atsar.”
Ketika ditanya lagi tentang Al Qaradhawy, ia menjawab, “Saya gurunya, tetapi ia ustadzku. Syaikh dulu pernah menjadi muridku, tetapi kini ia telah menjadi guruku.”

Syaikh Abdullah bin Bayah -dosen Univ. malik Abdul Aziz di Saudi – berkata: “Sesungguhnya Allamah Dr. Yusuf Al Qaradhawy adalah sosok yang tidak perlu lagi pujian karena ia adalah seorang ‘alim yang memiliki keluasan ilmu bagaikan samudera. Ia adalah seorang dai yang sangat berpengaruh. Seorang murabbi generasi Islam yang sangat jempolan dan seorang reformis yang berbakti dengan amal dan perkataan. Ia sebarkan ilmu dan hikmah karena ia adalah sosok pendidik yang profesional.”

Lebih dari itu, sesungguhnya Syaikh al Qaradhawy bukanlah seorang faqih yang hanya menyodorkan solusi teoritis mengenai masalah-masalah umat saat ini, masalah ekonomi, sosial dan lainnya, tetapi ia adalah seorang praktisi lapangan yang tangguh dan langsung turun ke lapangan. Ia telah menyumbangkan kontribusinya yang sangat besar dalam mendirikan pusat-pusat kajian keilmuan, universitas-universitas, dan lembaga-lembaga bantuan. Ringkasnya, Al Qaradhawy adalah seorang Imam dari para Imam kaum muslimin masa kini dan ia adalah seorang Syaikhul Islam masa kini.

Jika anda sepakat dengannya, pasti anda akan merasakan kepuasan dengan alasan-alasan dan hujjah yang ia kemukakan. Jika tidak setuju dengannya, pasti anda akan menghormati pendapatnya karena pendapat yang ia lontarkan adalah pendapat seorang ‘alim yang takwa. Pendapat yang tidak muncul dari kebodohan dan tidak pula dari hawa nafsu. Takwa dan ilmu merupakan syarat bagi mereka yang menerjukan diri dalam fatwa agar fatwa dan kata-kata yang dikeluarkannya dihormati dan bernilai. Dua syarat itu telah terpenuhi Syaikh Yusuf al Qaradhawy.

Ia memiliki karakter yang sangat memadai untuk disebut sebagai seorang ‘alim dan Imam. Ia adalah seorang ‘alim yang berilmu sangat luar dan dalam. Pengetahuannya multidimensi. Ia mampu menggabungkan antara naqli dan aqli, antara Alquran dan Assunnah, antara pokok (ushul) dan cabang (furu), antara sastra dan bahasa.

Di samping itu, ia pun memiliki ilmu penetahuan modern yang sangat luas. Hujjah-hujjah nya sangat jelas dan keterangan- keterangannya sangat memukau. Selain itu, ia memiliki kepribadian yang menawan, jiwa yang baik, rendah hati, lidahnya bersih dan selamat dari rasa dengki. Karangannya seringkali menjadi senjata untuk membela orang-orang sezamannya seperti yang ia lakukan untuk Syaikh Al Ghazaly. Sesungguhnya Syaikh Yusuf Al Qaradhawy adalah ulama unik yang jarang kita dapatkan di masa kini.”

Syaikh Abdullah Al ‘Aqil-mantan sekretari Liga Muslim Dunia-berkata: “Al Qaradhawy adalah laki-laki yang tahu langkah dakwah sekaligus sebagai faqih zaman ini.”

Syaikh Abul Majid Az Zindani-dai dan tokoh harakah asal Yaman-berkata, “Al Qaradhawy adalah seorang ‘alim dan mujahid.”

Syaikh Abdul Qadir Al Umari-mantan ketua Mahkamah Syariah Qatar-berkata, “Al Qaradhawy adalah seorang faqih yang membawa kemudahan-kemudahan.”

Syaikh Muhammad ‘Umar Zubair berkata, “Al Qaradhawy adalah pembawa panji kemudahan dalam fatwa dan kabar gembira dalam dakwah.”

Syaikh  Muhammad Fathi ‘Utsman-seorang pemikir Islam terkenal-berkata, “Al Qaradhawy adalah seorang tokoh dan dai yang memiliki mata hati yang tajam dalam melihat realitas.”

Syaikh Adil Husein-penulis muslim dan tokoh Partai Amal di Mesir-berkata, “Al Qaradhawy adalah seorang ahli fiqh moderat zaman ini.”

Syaikh Rasyid Al Ghanusyi-tokoh harakah dan ketua Partai Nahdhah di Tunisia berkata, “Ia adalah Imam Mujaddid. Al Qaradhawy adalah lisan kebenaran yang memberikan pukulan keras kepada orang-orang munafik di Tunisia.”

Syaikh Ahmad ar Rasyuni – ketua Jama’ah Tauhid di Maroko berkata, “Al Qaradhawy adalah seorang faqih yang mengerti maksud penerapan syariah.”

Syaikh Umar Nashef – Direktur Univ. King Abdul Aziz berkata, “Al Qaradhawy berada pada puncak pengabdiannya pada ilmu pengetahuan.”

Syaikh Adnan Zarzur -Profesor dan Ketua Dekan Fakultas ushuluddin di Univ. Qatar berkata, “Al Qaradhawy adalah seorang mujaddid. Ia adalah faqih dan mujtahid zaman ini. Al Qaradhawy telah berhasil menggabungkan ketelitian seorang faqih, semangat seorang dai, keberanian seorang mujaddid dan kemampuan seorang Imam. Al Qaradhawy telah membangun dakwah Islam dalam fiqh dan ijtihad.”

Syaikh Isham Talimah mengutip perkataan seorang ulama, “Andaikata Al Qaradhawy hanya mengarang buku Fiqh Zakat, dia akan berjumpa dengan Allah Ta’ala dan telah dianggap membaktikan dirinya di bidang ilmiah untuk kepentingan Islam dan Umat Islam.”

Syaikh Abul A’la al Maududi mengatakan bahwa Fiqh Zakat adalah buku zaman ini dalam fiqh Islam. Para spesialis masalah zakat mengatakan belum pernah ada satu karya pun yang menandingi Fiqh Zakat karya Al Qaradhawi.

Semoga Allah Ta’ala menjaga Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memberkahi usianya dan menjadikan ilmunya bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin. Amiin.

✅✅✅✅✅✅✅

📚 Syaikh Isham Talimah, Manhaj Fiqih Syaikh Yusuf Al Qaradhawi

☘🌺🌴🌷🌾🍃🌻🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Fiqih I’tikaf (Bag. 4)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌Bolehkah I’tikaf Selain Ramadhan dan Tanpa Puasa?

Dalam hal ini terjadi khilafiyah, Syaikh Utsaimin berkata:

فالذي يظهر لي أن الإنسان لو اعتكف في غير رمضان، فإنه لا ينكر عليه بدليل أن الرسول صلّى الله عليه وسلّم أذن لعمر بن الخطاب أن يوفي بنذره ولو كان هذا النذر مكروهاً أو حراماً، لم يأذن له بوفاء نذره، لكننا لا نطلب من كل واحد أن يعتكف في أي وقت شاء، بل نقول خير الهدي هدي محمد صلّى الله عليه وسلّم، ولو كان الرسول صلّى الله عليه وسلّم يعلم أن في الاعتكاف في غير رمضان، بل وفي غير العشر الأواخر منه سنة وأجراً لبينه للأمة حتى تعمل به

“Yang nampak benar bagi saya, bahwa manusia jika i’tikaf pada selain Ramadhan, hal itu tidaklah   diingkari berdasarkan dalil bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengizinkan Umar bin Al Khathab menepati nazarnya. Seandainya nazar tesebut makruh atau haram, niscaya Beliau tidak akan mengizinkan memenuhi nazarnya. Tetapi, kami tidak menuntut setiap orang untuk beri’tikaf pada bulan apa saja semaunya dia, bahkan kami katakan sebaiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . Seandainya Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan I’tikaf selain Ramadhan, bahkan diluar 10 hari terakhir adalah sunah dan berpahala, niscaya Beliau akan menjelaskan kepada umat sehingga umat mengerjakannya.” (Syarhul Mumti’, 6/164. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Hadits yang dimaksud oleh Syaikh Utsaimin, yakni Dari Ibnu Umar, bahwa Umar bin Khatab berkata:

يا رسول الله إني نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام. فقال: أوف بنذرك

“Wahai Rasulullah, saya bernazar pada masa jahiliyah untuk i’tikaf pada malam hari di masjidil haram.” Beliau bersabda: “Penuhi nazarmu.” (HR. Bukhari No. 1927, 1937,1938)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

ففى أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم له بالوفاء بالنذر دليل على ان الصوم ليس شرطا في صحة الاعتكاف، إذ أنه لا يصح الصيام في الليل

Maka, pada perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepadanya  (Umar) untuk memenuhi nazar, merupakan dalil bahwa berpuasa bukanlah syarat bagi sahnya i’tikaf, mengingat bahwa tidak sahnya berpuasa malam hari. (Fiqhus Sunnah, 1/478)

Inilah pendapat Ali, Ibnu Mas’ud, Al Hasan Al Bashri, Asy Syafi’i, dll. Sedangkan ‘Aisyah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib,  Urwah bin Zubeir, Az Zuhri,  Al Auza’i, Malik, Abu Hanifah, menyatakan bahwa I’tikaf tidak sah tanpa berpuasa. (Ibid, 1/479)

Faktanya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah I’tikaf pada bulan Syawwal, yaitu 10 hari terakhir bulan Syawwal, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam kitab Shahihnya:

بَاب الِاعْتِكَافِ فِي شَوَّالٍ

Bab I’tkaf Pada Bulan Syawwal

Maka, pandangan yang lebih kuat adalah bahwa I’tikaf tetap sah dilakukan tanpa puasa dan sah pula di luar Ramadhan. Jika ditambah puasa maka itu afdhal. Wallahu A’lam

(Bersambung ..)

🍃🌾🌸🌷🌿🌻🌳☘🍁

✏ Farid Nu’man Hasan

Download E-book Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

http://depok.tanyasyariah.com/wp-content/uploads/2017/06/Fiqh-Itikaf.pdf

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

scroll to top