Tafsir Surat Al Lahab (Bag 1)

💢💢💢💢💢💢

🗒 Mukaddimah

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)

1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa .

2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

3. Kelak dia akan masuk ke dalam api neraka yang bergejolak.

4. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar .

5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.

🗒 A. Identifikasi surat

✅ Urutan surat ke 111

✅ Termasuk surat golongan Makiyyah

✅ Jumlah ayatnya ada 5, 23 kalimat dan 77 huruf.

✅ Nama lain surat ini adalah Surat Tabbat , Surat Al Masad dan surat Al-Lahab. Karena dalam surat lain tidak disebutkan kisah tentang Abu Lahab ( Abdullah Al Hani, Asma Suwar Fil Qur’an, hal 191)

🗒 B. Siapakah Abu Jahal dan Istrinya?

Abu Jahal nama aslinya adalah Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib, Abu Jahal termasuk paman Nabi Muhammad, istri Abu Jahal bernama Arwa binti Harb dikenal dengan sebutan Ummu Jamil saudara perempuan Abu Sofyan.

Ibnu Jarir At Thabari menyebutkan, sebab dipanggil dengan sebutan Abu Lahab adalah Kuniyah (panggilan) karena salah seorang anaknya bernama Lahab, dan juga karena wajahnya yang merah menyala seperti api. Al Waqidi menyebutkan, Abu Lahab termasuk orang yang sangat keras memusuhi dakwah Nabi Muhammad dan berusaha mencelakakan beliau. Abu Lahab meninggal beberapa saat setelah peristiwa perang Badar. ( Ibnu Jarir At Thabari, Fath Al Bari, 8/737)

🗒 C. Al-Munasabah (Korelasi) Surat Al Ikhlas dan Surat Al Masad

Abu Hayyan Al Andalusy menyebutkan bahwa korelasi (hubungan) antar surat Al Ikhlas dan surat Al Masad adalah:

“Surat Al Ikhlas kandungannya memurnikan tauhid dan keyakinan dalam menyembah Allah yang Maha Esa, sedangkan surat Al Lahab berisi permusuhan Abu Lahab yang menyembah patung berhala kepada Nabi Muhammad Shalallah Alaihi wasallam”. (Abu Hayyan Al Andalusi, Bahrul Muhith, 8/529)

🗒 D. Sabab nuzul Surat Al Masad

✅ Imam Al Bukhari menyebutkan sebab turun surat ini dalam hadits:

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى البَطْحَاءِ، فَصَعِدَ إِلَى الجَبَلِ فَنَادَى: «يَا صَبَاحَاهْ» فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ العَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ، أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ} إِلَى آخِرِهَا

“Dari Said bin Zubair dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam keluar ke sebuah tempat yang disebut Bathha, lalu beliau naik kebukit dan bersabda,”(Wahai Manusia) kemudian orang-orang Quraiys berkumpul, kemudian beliau berkata,” Bagaimana pendapat kalian, jika aku mengabarkan bahwa ada musuh dibalik bukit ini akan menyerang atau menyergap kalian, apakah kalian membenarkanku?”. Mereka berkata, “Ya” lalu Nabi meneruskan berkata,” Sesungguhnya aku pemberi peringatan kepada kalian, dihadapanku ada azab yang pedih ada azab yang pedih”. Lalu Abu Lahab berkata,” Apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?”. Celakalah bagimu”. Lalu Allah menurunkan ayat Tabbat Yada Abi Lahab, hingga akhir ayat. (HR. Bukhari, No. 4972)

✅ Menurut Al Mawardi.

Beliau menyebutkan ada tiga sabab nuzul dalam surat Al Masad, yaitu:

1⃣ Riwayat bersumber dari Abdurrrahman bin Zaid, bahwa Abu Lahab datang kepada Rasulullah dan berkata:

ماذا أُعطَى إن آمنتُ بك يا محمد؟ قال: ما يعطَى المسلمون , قال: ما عليهم فضل؟ قال: وأي شيء تبتغي؟ قال: تبَّا لهذا من دين أن أكون أنا وهؤلاء سواء , فأنزل الله فيه: {تبت يدا أبي لهب}

“Apa yang akan kau berikan jika aku masuk Islam, wahai Muhammad?”, Nabi Muhammad menjawab,” Apa yang diberikan bagi orang-orang muslim. Abu Lahab bertanya,” Apa keutamaan mereka?”, Nabi bersabda,” Apa yang kau cari?”, Abu Lahab menjawab,” Celakalah agama ini, yang menjadikan aku sama dengan mereka (kaum muslimin), lalu Allah menurunkan ayat, Tabbat Yada Abi Lahab.

2⃣ Riwayat kedua bersumber dari Abdullah bin Abbas, seperti tercantum dalam hadits dalam Shahih Bukhari diatas.

3⃣ Riwayat ketiga bersumber dari Abdurrahman bin Kisan

أنه كان إذا وفد على النبي صلى الله عليه وسلم وفْدٌ انطلق إليهم أبو لهب , فيسألونه عن رسول الله ويقولون: أنت أعلم به , فيقول لهم أبو لهب: إنه كذاب ساحر , فيرجعون عنه ولا يلقونه , فأتاه وفد , ففعل معهم مثل ذلك , فقالوا: لا ننصرف حتى نراه ونسمع كلامه , فقال لهم أبو لهب: إنا لم نزل نعالجه من الجنون فتبّاً له وتعساً , فأخبر بذلك النبي صلى الله عليه وسلم فاكتأب له , فأنزل الله تعالى (تَبّتْ) السورة

“Jika datang utusan kepada Nabi Muhammad , Abu Lahab datang dan bertanya tentang Nabi Muhammad, lalu para utusan itu menjawab,”Engkau lebih mengetahui tentangnya”. Abu Lahab berkata,” Dia (Muhammad) seorang pendusta dan tukang sihir, lalu mereka (para utusan) kembali dan tidak jadi menemui nabi. Lalu datang lagi utusan yang lain dan Abu Lahab melakukan hal yang sama, lalu mereka berkata,” Kita jangan pergi hingga melihatnya ( Nabi Muhammad) dan mendengar ucapannya. Abu Lahab berkata kepada mereka,”Kami terus mengobati Muhammad dari sakit gila-nya, celaka dan rugilah ia”. Lalu hal tersebut di kabarkan kepada Nabi Muhammad, Nabipun murung, dan turunlah Surat Tabbat. ( Al Mawardi, Tafsir Al Mawardi, 6/364)

🗒 E. Kandungan Ayat

Tema utama surat ini adalah:

✅ Permusuhan yang dilakukan oleh Abu Lahab dan isterinya terhadap Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, dan dakwah.

✅ Hubungan kekerabatan bisa menjadi merupakan rintangan dakwah jika mereka menolak dan memusuhi secara membabi buta.

✅ Ancaman Allah kepada Abu Lahab dan isterinya.

Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi menyebutkan:

“Allah menjadikan musuh bagi Nabi Muhammad dan dakwah Islam orang yang masih memiliki hubungan kerabat dengan beliau, karena agama ini datang bukan karena kekerabatan dan golongan tertentu, namun untuk seluruh alam. Banyak dari orang-orang yang dahulunya memusuhi Nabi Muhammad, namun akhirnya Allah lunakkan hati mereka untuk masuk Islam, seperti Abu Shofyan, Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Amr Bin Al Ash dan sebagainya, namun tidak untuk Abu Lahab, itulah takdir Allah, seperti tercantum dalam ayat:

سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

Kelak dia akan masuk ke dalam api neraka yang bergejolak ( QS. Al Lahab:3)

( Syekh Mutawalli Asy Sya;rawi, Tafsir Juz Amma, h. 647)

والله أعلم

☘🌴🌷🍃🌸🌻🌺🌹

📝 Fauzan Sugiono

Serial Tafsir Surat Al Lahab

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 1)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 2)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 3)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

SebelumnyaKeutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)


🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

3⃣ Shaum ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)

Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)

Hadits ini menunjukkan sunahnya puasa ‘Arafah.

✖ Apakah yang sedang wuquf dilarang berpuasa ‘Arafah?

Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan: “Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah.” (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)

❓ Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?

Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya.

Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: “Aku berkata: Ibnu khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban.” (At Talkhish, 2/461-462)

Namun ulama lain menyatakan bahwa hadits ini dhaif. (Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No. 8031, Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya seperti Tamamul Minnah Hal. 410, At Ta’liq Ar Raghib, 2/77, Dhaif Abi Daud No. 461, dan lainnya)

Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Al Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.

Imam Al Munawi mengatakan: “Berkata Al Hakim: ‘Sesuai syarat Bukhari,’ mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Al Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhul. Al ‘Uqaili mengatakan: ‘Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.’” (Faidhul Qadir, 6/431)

Lalu, Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.

Syaikh Al Albani berkata: “Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul.” (Tamamul Minnah Hal. 410)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata: “Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen).” (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)

Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban dinilai sebagai imam hadits yang longgar men-tsiqah-kan perawi yang majhul.

Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir, 2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)

Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani.” (Nailul Authar, 4/239)

Maka, pandangan yang dinilai para ulama lebih kuat adalah tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Tidak ada yang shahih

bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah).” (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)

Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.

Diriwayatkan secara shahih:

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya.” (HR. Bukhari No. 5636)

Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan: “Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari ‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang larangan berpuasa pada hari itu.” (Adh Dhuafa, No. 372)

Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah. Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut: “Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)

Maka, larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun tidak pernah berpuasa ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para sahabat setelahnya. Sehingga, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi yang wuquf di ‘Arafah.

Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata: isnaduhu shahih.)

Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/25)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya, tujuannya agar mereka kuat berdoa: “Ada pun para haji, tidaklah disunahkan berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk mengikuti sunah.” (Ibid, 3/24). Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.

🌐 Namun mayoritas madzhab memakruhkannya, berikut ini rinciannya:

✅ Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).

✅Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.

✅Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka puasanya itu menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.

✅Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam, bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa. (Lihat rinciannya dalam Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/887, karya Syaikh Abdurrahman Al Jazairi)

Bersambung …

🌷🌺🌻🌴🌸🌾🍃☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Serial Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 3)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 4)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

📌📌📌📌📌📌

Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang menantikan kedatangannya, khususnya para calon jamaah haji, juga tentunya para peternak hewan qurban. Berikut ini adalah beberapa keutamaan bulan Dzulhijjah yang mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk melakukan banyak amal kebaikan pada bulan tersebut.

1⃣ Dzulhijah termasuk Asyhurul Hurum

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (5): 2)

Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.

“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah DzulQa’dah, DzulHijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua Jumadil dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)

2⃣ Anjuran Banyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama ( Tgl 1-10 Dzulhijjah)

Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang besar. Disebutkan dalam Al Quran:

وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)

Demi fajar, dan malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr (89): 1-2)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:

والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف

(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)

Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. (Ibid) yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ

“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)

Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)

Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum –kecuali pada sepuluh Dzulhijjah- , silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya. Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad, apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih dibanding jihad pada selain hari-hari itu.

Untuk berpuasa pada sepuluh hari ini, ada dalil khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Hafshah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ

Ada empat hal yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam belum pernah meninggalkannya: puasa ‘Asyura, Al ‘Asyr (puasa 10 hari Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh. (HR. An Nasa’i, dalam As Sunan Al Kubra No. 2724, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 7048, Ahmad No. 26456)

Hanya saja para ulama mendhaifkan hadits ini. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, kecuali sabdanya: “dua rakaat sebelum subuh,” yang ini shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 26456)

Didhaifkan pula oleh Syaikh Al Albani. (Irwa’ul Ghalil, No. 954)

Bersambung ..

🍃🌾🌷☘🌺🌴🌻🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 3)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 4)

Benarkah Anjuran Membuat Istri Junub di Hari Jumat??

Mungkin pernah mendapat BC seperti ini:

BUAT ISTRIMU MANDI JUNUB DI HARI JUM’AT & RAIH KEUTAMAAN BERSEGERA MENUJU SHOLAT JUM’AT

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

➡ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ وَغَدَا وَابْتَكَرَ فَدَنَا وَأَنْصَتَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ كَأَجْرِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

“Barangsiapa yang membuat istrinya mandi junub dan ia pun mandi, lalu ia berangkat ke masjid dan bersegera, kemudian ia mendekat kepada imam dan diam mendengarkan khutbah serta tidak berbuat sia-sia, maka setiap langkahnya seperti pahala puasa dan sholat setahun.” [HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 693]

✅ Ringkasan Amalan-amalan di Hari Jum’at:

1. Mandi dan ‘membuat’ istri mandi.

2. Bersiwak.

3. Berhias dengan pakaian yang paling bagus (khusus laki-laki).

Dst …..

Peringatan …. !!

Makna “Ghassala” yang oleh penulisnya diartikan membuat junub istri perlu dikritisi, namun konten lainnya bagus, Insya Allah.

As Sindi menjelaskan arti dari “ghassala” adalah ghuslul a’dha lil wudhuu … yaitu memandikan anggota badan untuk wudhu, lalu dilanjutkan dgn ihgtasala yang artinya mandi junub .. karena tatacara mandi junub adalah wudhu dulu, baru mandi. (Lihat Tahqiq Musnad Ahmad, 11/545). Jadi, bukan membuat junub Istri.

Makna ghassala adalah menjima’ istri dulu, memang ada dari sebagian ulama. Tapi, itu lemah, kalau dikaitkan hadits-hadits lain yang setema.

Lalu, apakah ini juga berarti jima’ di malam jumat? .. tidak ada nash sharih, wadhih, dan shahih menunjukkan itu .., melainkan memang tatacara mandi Jumat itu ya seperti mandi junub, bukan karena sebelumnya habis jima’, ini yang diterangkan para pensyarah.

Baca Juga: Tata Cara Mandi Janabah/Mandi Besar/Mandi Wajib

Imam Abdullah bin Al Mubarak mengatakan maksud ghassala wa ightasala dalam hadits tersebut adalah ghasala ra’sahu waghtasal adalah orang yang memandikan kepalanya dan mandi junub. (Lihat Sunan At Tirmidzi, 1/625)

Kata Imam An Nawawi: wal arjah ‘indal muhaqqiqin at takhfif wal mukhtar an ma”nahu ghasala ra’sahu, artinya
Pendapat yang benar menurut para peneliti adalah tanpa tasydid dan itulah pendapat yang dipilih, bahwa maknanya adalah memandikan kepalanya. (Lihat Hasyiyah As Suyuthi ‘ala Sunan An Nasai, 3/95)

Lalu An Nawawi menjelaskan dengan hadits-hadits lain yang setema. ….

Sayangnya, penulis tersebut lebih memilih makna yang lemah khususnya dalam memaknai ghassala adalah membuat junub Istri, tapi selebihnya bagus.

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻☘🌺🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top