Kebutuhan Manusia Terhadap Tobat

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Allah Ta’ala berfirman:

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَه

Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. (QS. Huud: 3)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

Demi Allah, aku benar-benar beristighfar kepada Allah dan bertobat kepadaNya dalam sehari lebih dari 70 kali.
(HR. Bukhari No. 6307)

Dalam hadits lain:

وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ، فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

Dan Aku beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim No. 2702)

Imam Mujahid berkata:

من لم يتب كل صباح ومساء فهو من الظالمين

Barang siapa yang tidak bertobat pagi dan petang maka dia termasuk orang-orang yang zalim. (Min Aqwaal As Salaf, Al Qismu Ar Raabi’)

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

قَالَ العلماءُ: التَّوْبَةُ وَاجبَةٌ مِنْ كُلِّ ذَنْب, فإنْ كَانتِ المَعْصِيَةُ بَيْنَ العَبْدِ وبَيْنَ اللهِ تَعَالَى لاَ تَتَعلَّقُ بحقّ آدَمِيٍّ, فَلَهَا ثَلاثَةُ شُرُوط:
أحَدُها: أنْ يُقلِعَ عَنِ المَعصِيَةِ.
والثَّانِي: أَنْ يَنْدَمَ عَلَى فِعْلِهَا.
والثَّالثُ: أنْ يَعْزِمَ أَنْ لا يعُودَ إِلَيْهَا أَبَداً. فَإِنْ فُقِدَ أَحَدُ الثَّلاثَةِ لَمْ تَصِحَّ تَوبَتُهُ.
وإنْ كَانَتِ المَعْصِيةُ تَتَعَلقُ بآدَمِيٍّ فَشُرُوطُهَا أرْبَعَةٌ: هذِهِ الثَّلاثَةُ, وأنْ يَبْرَأ مِنْ حَقّ صَاحِبِها, فَإِنْ كَانَتْ مالاً أَوْ نَحْوَهُ رَدَّهُ إِلَيْه, وإنْ كَانَت حَدَّ قَذْفٍ ونَحْوَهُ مَكَّنَهُ مِنْهُ أَوْ طَلَبَ عَفْوَهُ, وإنْ كَانْت غِيبَةً استَحَلَّهُ مِنْهَا.

Berkata para ulama: bertobat itu wajib untuk semua dosa. Jika maksiatnya terkait kesalahan manusia kepada Allah, bukan terkait hak-hak manusia, maka ada TIGA syarat tobat:

1. Dia meninggalkannya
2. Dia menyesalinya
3. Bertekad tidak mengulanginya selamanya.

Jika satu saja tidak ada mahaktidak sah tobatnya.

Sedangkan jika maksiatnya tetkait dgn hak-hak manusia, maka syaratnya ada EMPAT, yaitu tiga yang sebelumnya, dan hendaknya dia mengembalikan hak saudaranya.

Jika terkait harta maka kembalikan kepada pemiliknya, jika dia menuduh maka hendaknya minta maaf, dan jika menggunjing maka minta dihalalkan atasnya. (Riyadhush shalihin, Bab At Taubah)

🌷🌿🌾🌸🌳🍁☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Di Antara Manusia-Manusia Yang Celaka

⚡⚡⚡⚡⚡⚡⚡

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ

Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

1. Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku.

2. dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan menemuinya kemudian ia keluar sebelum ia mendapatkan ampunan,

3. dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena baktinya kepada keduanya).”

📌📌📌📌📌📌📌📌

📚 Sunan At Tirmidzi No. 3468, Imam At Tirmidzi berkata: Hasan

🌻🌴🍃🌾🌸🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Manajemen Prasangka (Bag 4)

💥💦💥💦💥💦

📌 Hubungan Antara Prasangka Dengan Syariah

Syariah tidak menganggap prasangka atau dugaan sebagai bukti dalam menetapkan hukum kepada manusia. Seperti; menduga berzina, menduga mencuri, menduga korupsi, semuanya menjadi tuduhan tidak ada nilai jika tanpa bukti, fakta, dan data, yang valid dan terang. Justru berpotensi menjadi fitnah.

Kita lihat hadits ini:

عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: “لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدعوَاهُمْ لادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَال قَومٍ وَدِمَاءهُمْ، وَلَكِنِ البَينَةُ عَلَى المُدَّعِي، وَاليَمينُ عَلَى مَن أَنكَر” حديث حسن رواه البيهقي هكذا بعضه في الصحيحين

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Seandainya setiap pengaduan manusia diterima begitu saja, niscaya banyak orang yang mudah menumpahkan darah dan harta manusia, tapi hendaknya si penuduh membawakan bukti, sedangkan yang dituduh bersumpah untuk mengingkarinya. (HR. Bukhari No. 1711, Muslim No. 4552)

Maka, tidak dibenarkan menyebut bersalah, apalagi sampai menghukum, jika seseorang belum ada bukti kuat melakukan tindak kejahatan.

Contoh lain:

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Jika salah seorang kamu merasakan sesuatu di perutnya, dia sangsi apakah ada yang keluar atau tidak, maka jangan dulu keluar dari masjid sampai dia mendengar suara dan mencium bau.” (HR. Muslim No. 362, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 569, Ibnu Khuzaimah No. 24, Ad Darimi No. 721, semua dari Abu Hurairah)

Hadits ini jelas menunjukkan bahwa dugaan itu bukan dasar untuk mengambil sikap, tapi mesti didasari keyakinan. Dalam hal ini adanya bau dan suara adalah rambu bagi datangnya keyakinan.

Tapi, yang terpenting adalah YAKIN itu sendiri, bukan bau atau suaranya. Menurut Imam An Nawawi, dalam Syarah Shahih Muslim-nya, Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah-nya menyebutkan bahwa terciumnya bau dan terdengarnya suara (kentut) bukanlah syarat. Yang terpenting adalah rasa yakin dari orang tersebut bahwa dia telah buang angin. Sebab, pada kenyataannya ada buang angin yang tidak bersuara dan tidak berbau. Dengan demikian, sebuah keputusan dibuat berdasarkan keyakinan, bukan dugaan atau keraguan. Keyakinan tidak bisa dianulir oleh keraguan.

Hal ini sesuai dengan kaidah:

اليقين لا يزال بالشك

Keyakinan tidak bisa dikalahkan oleh keraguan. (Imam As Suyuthi, Al Asybah wan Nazhair, Kaidah No. 12)

Ini juga bisa dipraktekkan dalam hal lain, seperti wudhu shalat zhuhur untuk shalat ashar, sudah batalkah? Maka ambil sikap yang paling yakin.

Demikian. Wallahu a’lam

Bersambung ….

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Berimam Kepada yang Shalat Sunnah

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz Farid. Bagaimana dan apa yang harus kita lakukan, jika disaat saya sedang sholat sunnah ba’diyah Dzuhur di masjid. Namun, ada orang yg menepuk pundak saya dg niatnya menjadikan saya sebagai imam sholat Dzuhur?
Mohon pencerahannya.
JazzakaAllah khairan katsiran. (08128291xxxx)

📬 JAWABAN

🌱🌱🌱🌱🌱

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Berimam kepada yang sedang shalat Sunnah adalah boleh.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ وَقَدْ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَتَّجِرُ عَلَى هَذَا فَقَامَ رَجُلٌ فَصَلَّى مَعَهُ

Dari Abu Sa’id dia berkata, datang seseorang dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah selesai shalat, Beliau besabda:

“Siapakah di antara kalian yang mau menemaninya?” maka berdirilah seorang laki-laki dan shalat bersamanya.

(HR. At Tirmidzi No. 220, katanya: hasan. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 4792. Imam Al Haitsami mengatakan perawinya adalah para perawi shahih. Lihat Majma’ Az Zawaid, 2/174 )

Laki-laki itu adalah Abu bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah. (Nailul Authar, 3/185)

Kita lihat, Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu sudah shalat berjamaah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Setelah itu, dia menemani orang yang baru datang (masbuq) agar orang itu mendapatkan pahala berjamaah. Sehingga ini menunjukkan yg Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu lakukan adalah bernilai Sunnah, sebab tidak boleh mengulangi dua kali shalat wajib yg sama di waktu yang sama.

Imam Al Bujairimi Rahimahullah berkata:

و يصح الاقتداء لمؤد بقاض و مفترض بممتفل و طويلة بقصيىرة كظهر يصبح وبالعكس اى لقاض بمؤد و منتفل بمفترض و فى قصيرة بطويلة

Adalah SAH orang yang shalat wajib (ada’an/pada waktunya) menjadi makmum orang yang shalat qadha, yg wajib bermakmum kepada yang sunnah, shalat yang panjang bermakmum kepada yang pendek seperti zhuhur kepada subuh, dan sebaliknya yang qadha makmum ke yang ada’an, yang Sunnah kepada yang wajib, yang pendek kepada yang panjang.

( Hasyiyah Al Bujairimi ‘Alal Minhaj, 1/333)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌴🌱📌🍃🌵🍄🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top