Shalat Dhuha Berjamaah

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum. Mhn pencerahannya ustadz. Di Madarasah kami ada program pembiasaan utk siswa yaitu sholat duha. Jdi, pelaksanaan slma ini kami lakukan berjamaah. Dimana gurunya sbgai imam. Krna anak2 blm bsa di lepas utk sholat duha sendiri. Krna kacau anak2? Apakah yg kami lakukan itu sebagai bntuk pembelajaran dan pembiasaan kpda siswa tdk apa2? (08122223xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Dhuha berjamaah boleh, tapi bukan sunah. Dhuhanya sendiri Sunnah, tp berjamaahnya hanya boleh. Buat mendidik bagus saja.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata;

يجوز التطوع جماعة وفرادى ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم فعل الأمرين كليهما , وكان أكثر تطوعه منفردا

Bolehnya shalat sunah secara berjamaah dan sendiri, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan keduanya, hanya saja lebih banyak sendiri. (Al Mughni, 1/442)

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وأما باقي النوافل كالسنن الراتبة مع الفرائض والضحى والنوافل المطلقة فلا تشرع فيها الجماعة , أي لا تستحب , لكن لو صلاها جماعة جاز , ولا يقال : إنه مكروه وقد نص الشافعي رحمه الله على أنه لا بأس بالجماعة في النافلة ، ودليل جوازها جماعة أحاديث كثيرة في الصحيح

Ada pun shalat sunnah lainnya, seperti shalat rawatib, dhuha, dan shalat sunnah muthlaq, tidak syariatkan berjamaah yaitu tidak Sunnah, tetapi jika shalatnya berjamaah maka itu boleh. Hal itu tidaklah dikatakan makruh. Perkataan Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah yang menyebutkan berjamaah shalat Sunnah tidak apa-apa. Dalil kebolehannya adalah begitu banyak hadits-hadits shahih yang menyebutkannya. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/54)

Demikian. Wallahu a’lam

🌴🌱🌷🌸🍃🌵🌾🍄

🌾 Farid Nu’man Hasan

Pembahasan Seputar Shalat Tahiyatul Masjid

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Abu Qatadah Radhiallahu ’Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ

Jika salah seorang kalian masuk ke masjid maka hendaknya dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk. (HR. Bukhari No. 444, Muslim (69) (714), At Tirmidzi No. 316, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 809, Ahmad No. 22576, 22582, 22631, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 275, dll)

Imam At Tirmidzi Rahimahullah berkata:

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَصْحَابِنَا اسْتَحَبُّوا إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ الْمَسْجِدَ أَنْ لَا يَجْلِسَ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ لَهُ عُذْرٌ

Para sahabat kami mengamalkan hadits ini, menurut mereka sunnah bagi seorang yang masuk ke masjid untuk tidak duduk dulu sampai dia menunaikan shalat dua rakaat, kecuali dia memiliki ‘udzur. (Lihat Sunan At Timridzi No. 316)

Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu, mengutip dari Imam Muhammad bin Hasan Radihiallahu ‘Anhu:

هذا تطوع وهو حسن وليس بواجب

“Ini sunah dan bagus, bukan wajib.” (Al Muwaththa No. 275)

Berkata Dr. Taqiyuddin An Nadwi –pentahqiq kitab Al Muwaththa’:

هو أمر ندب بالإجماع سوى أهل الظاهر فقالوا بالوجوب

“Ini adalah perkara sunah menurut ijma’, kecuali menurut kelompok Ahli Zhahir (tekstualist) , mereka mengatakan wajib.”

Lalu beliau mengomentari ucapan Imam Muhammad bin Hasan, “ … bukan wajib “:

وليس بواجب لأن النبي صلى الله عليه و سلم رأى رجلا يتخطى رقاب الناس فأمره بالجلوس ولم يأمره بالصلاة كذا ذكره الطحاوي . وقال زيد بن أسلم : كان الصحابة يدخلون المسجد ثم يخرجون ولا يصلون وقال : رأيت ابن عمر يفعله وكذا سالم ابنه وكان القاسم بن محمد يدخل المسجد فيجلس ولا يصلي ذكره الزرقاني

“Bukan wajib ..” karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melihat seorang laki-laki yang melangkahi punggung manusia, lalu Beliau memerintahkan laki-laki itu untuk duduk, dan dia tidak memerintahkannya untuk shalat. Demikian disebutkan oleh Ath Thahawi. Zaid bin Aslam mengatakan: “Dahulu para sahabat memasuki masjid kemudian keluar lagi dan mereka tidak shalat.” Dia (Zaid) berkata: “Aku melihat Ibnu Umar melakukannya, demikian juga Salim – anaknya-, dan juga Al Qasim bin Muhammad memasuki masjid dia duduk dan tidak shalat. Ini disebutkan oleh Az Zarqani. (Lihat Al Muwaththa’ No. 275, Catatan kaki No. 10. Cet. 1. 1413H. Darul Qalam, Damaskus)

🌻 Kepada siapakah Tahiyatul Masjid Disunnahkan?

Tahiyatul masjid disunnahkan bagi yang masuk ke masjid dalam keadaan berwudhu, sebagain ulama menambahkan: serta bermaksud duduk di dalamnya, bukan sekedar lewat. Sebagian lain mengatakan walaupun cuma lewat, tetap sunah.

Tertulis dalam Al Mausu’ah sebagai berikut:

يَرَى جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُ يُسَنُّ لِكُل مَنْ يَدْخُل مَسْجِدًا غَيْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ – يُرِيدُ الْجُلُوسَ بِهِ لاَ الْمُرُورَ فِيهِ ، وَكَانَ مُتَوَضِّئًا – أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ أَوْ أَكْثَرَ قَبْل الْجُلُوسِ . وَالأَْصْل فِيهِ حَدِيثٌ رَوَاهُ أَبُو قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال : إِذَا دَخَل أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ وَمَنْ لَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْهُمَا لِحَدَثٍ أَوْ غَيْرِهِ يَقُول نَدْبًا : سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، وَلاَ حَوْل وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ . فَإِنَّهَا تَعْدِل رَكْعَتَيْنِ كَمَا فِي الأَْذْكَارِ

Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa disunnahkan bagi siapa saja yang masuk ke dalam masjid selain masjidil haram –yang berkehendak duduk bukan cuma lewat dan dia dalam keadaan berwudhu- untuk shalat dua rakaat atau lebih sebelum duduk. Dasarnya adalah hadits diriwayatkan Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu: bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Jika salah seorang kalian masuk ke masjid maka hendaknya dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk. Dan, siapa saja yang terhalang melakukan keduanya (shalat dan duduk) disebabkan hadats atau selainnya, disunahkan mengucapkan: Subhanallah wal hamdulillah wa laailaha illallah wallahu akbar wa laa haulaa wa laa quwwata illa billahil ‘Aliyyil ‘Azhim. Sesungguhnya itu sebanding dengan dua rakaat tersebut sebagaimana disebutkan dalam Al Adzkar. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 10/305)

🌸 Walaupun Sudah Duduk Tetap Sunah

Di antara kita mungkin pernah lupa tahiyatul masjid, lalu langsung duduk. Sering kali hal itu membuat sebagian kita ragu-ragu; bolehkah tahiyatul masjid dilakukan padahal kita sudah duduk?

Jawabnya: boleh, dan tetap sunah. Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu ‘Anhu katanya:

دخلت المسجد فإذا رسول الله صلى الله عليه وسلم جالس وحده قال يا أبا ذر إن للمسجد تحية وإن تحيته ركعتان فقم فاركعهما قال فقمت فركعتهما

Saya masuk ke masjid ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang duduk sendirian. Beliau bersabda: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya untuk masjid itu sambutannya, sambutan bagi masjid adalah shalat dua rakaat. Maka bangunlah dan shalatlah dua rakaat!” Abu Dzar berkata: “Maka saya bangun dan shalat dua rakaat.” (HR. Ibnu Hibban No. 361)

Hadits ini sangat lemah, lantaran dalam sanadnya terdapat Ibrahim bin Hisyam bin Yahya bin Yahya Al Ghathafani . Imam Abu Zur’ah mengatakan tentang dia: Kadzdzaab (pembohong). (Imam Ibnul Jauzi, Adh Dhu’afa wal Matrukin No. 133. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Imam Abu Hatim dan lainnya mengatakan: laisa bitsiqah (bukan orang yang bisa dipercaya). (Imam Adz Dzahabi, Al Mughni fi Adh Dhu’afa no. 201)

Imam Abu hatim juga mengatakan tentang Ibrahim bin Hisyam: Kadzdzaab (pembohong). Lalu Ali bin Al Husain bin Al Junaid berkata: “Abu Hatim benar, hendaknya jangan mengambil hadits darinya (Ibrahim bin Hisyam).” (Imam Adz Dzahabi, Mizanul I’tidal No. 244)

Namun dalam riwayat lain, diriwayatkan secara shahih dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

جَاءَ رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ يَا فُلَانُ قَالَ لَا قَالَ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ

Datang seorang laki-laki dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berkhutbah di hadapan manusia pada hari Jumat. Beliau bersabda: “Wahai fulan, apakah engkau sudah shalat?” orang itu menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Bangunlah dan shalatlah dua rakaat.” (HR. Bukhari No. 930, dan Muslim No. 875)

Perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Bangunlah ..” menunjukkan bahwa sebelumnya orang tersebut telah duduk lebih dahulu.

Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa terlanjur “duduk” tidaklah membuat kesunahan tahiyatul masjid menjadi gugur.

(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/228)

🌷🌾🍃🌿🌸🌳🌺🌹☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Manajemen Prasangka (Bag 1)

🏹🏹🏹🏹🏹🏹

Pernah ‘kan jadi korban disu’uzhzhan-kan orang lain? Atau malah kita juga pernah bersu’uzhzhan kepada orang lain? Nah, ada baiknya zhan-zhan tersebut kita atur sesuai tuntunan syariat, agar tidak melahirkan dosa, tapi justru mendapatkan pahala.

📕 Ta’rif (Definisi)

Kita lihat dulu definisi zhan menurut para ulama.

Imam ‘Abdurrauf Al Munawi Rahimahullah menjelaskan:

والظن تهمة تقع في القلب بلا دليل

Zhan adalah tuduhan yang terjadi dalam hati tanpa adanya dalil. (Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 5/157, Abu Thayyib, ‘Aunul Ma’bud, 13/177)

Sementara Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah menjelaskan definisinya, dengan mengutip perkataan Imam Al Qurthubi:

المراد بالظن هنا التهمة التي لا سبب لها كمن يتهم رجلا بالفاحشة من غير أن يظهر عليه ما يقتضيها

Maksud dari zhan di sini adalah tuduhan yang tidak memiliki sebab, sebagaimana menuduh seorang laki-laki yang melakukan kekejian yang tidak tampak, yang akhirnya dia menetapkanya. (Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 32/251)

Sementara Imam Al Jurjaani Rahimahullah mengatakan:

الظن هو الاعتقاد الراجح مع احتمال النقيض ويستعمل في اليقين والشك

Zhan adalah keyakinan kuat yang masih memungkinkan adanya hal yang betentangan dengannya. Ini bisa terjadi dalam kondisi yakin dan ragu. (Imam Al Jurjaani, At Ta’rifaat No. 934)

📚 Jadi, semua tudingan dihati dan pikiran kepada manusia tanpa adanya bukti, dalil, dan sebab, itulah azh zhan.

📚Jika sudah ada bukti, sebab, dan dalil, itu adalah al yaqin (keyakinan), dia lawan dari azh zhan.

📚 Ketika masih di hati itulah zhan, kalau sudah dilontarkan di lisan itulah at tuhmah (tudingan) dan ad da’wa (klaim).

📚 Ketika masih di hati belum ada tuntutan, kalau sudah di lisan maka dituntut memberikan bukti.

Bersambung …

🍃🌻🌴☘🌺🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Shuhbatush Shalihin (Berkawan dengan Orang Sholeh)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Musuh satu itu sudah banyak, sahabat seribu itu masih sedikit. Maka perbanyaklah bersahabat dengan orang-orang shalih (shuhbatush shalihin), dan jangan sampai terputus menjadi permusuhan. Agar dunia terjaga, akhirat selamat.

Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu berkata:

“ما أعطي عبدٌ بعد الإسلام خيراً من أخٍ صالح”

Tidak ada pemberian yang lebih baik bagi seorang hamba setelah Islamnya dibanding saudara yang shalih.

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berkata:

“ليس سرور يعدل صُحبةَ الأخوان ولا غمّ يعدل فراقهم”

Tidak ada kebahagiaan yang setara dengan bersahabat dengan banyak saudara, dan tidak ada kesedihan yang sebanding dengan perpisahan dari mereka.

Sementara itu, Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata:

استكثروا في الأصدقاء المؤمنين فإن لهم شفاعةً يوم القيامة

Perbanyaklah berkawan dengan orang-orang beriman, karena mereka menjadi syafa’at pada hari kiamat nanti.

📚 Min Aqwaal As Salaf, Qismul Awwal

📓📕📗📘📙📔📒


🌴🌷 Enam Manfaat Berkumpul Dengan Orang Shalih 🌷🌴

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Seorang hukama (ahli hikmah) berkata:

028- مُجالسة الصالحين تحولك من ستة إلى ستة : من الشك إلى اليقين .. من الرياء إلى الإخلاص .. من الغفلة إلى الذكر .. من الرغبة في الدنيا إلى الرغبة في الآخرة .. من الكبر إلى التواضع .. من سوء النية إلى النصيحة

Bermajelis bersama orang-orang shalih akan mengubah dirimu, dari enam keadaaan menjadi enam keadaan:

✅ Dari ragu menjadi yakin
✅ Dari riya menjadi Ikhlas
✅ Dari lalai menjadi ingat
✅ Dari hasrat dunia menjadi hasrat kepada akhirat
✅ Dari sombong menjadi rendah hati
✅ Dari jeleknya niat menjadi bersih

📚 Aqwaal Al Hukama ‘an Al Hayah No. 28

☘🌷🌺🌴💥🌻🍃🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top