Hadits “Allahumma Bariklana Fi Rajaba Wa Sya’ban…”

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum pak ustdz, ada yg tanya spt ini…mhn jawabannya.
Bismillah…bunda ana mau tanya arti dr kalimat”Allahumma balighnaa ramadhan” tulisan yg ada d bwh Ramadhan 100 hari lagi….shohih gak bunda?jazakillahukhoir…

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Hadits tsb sangat terkenal, sering terdapat dalam spanduk dan majalah-majalah Islam menjelang datangnya Ramadhan.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ

Dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika masuk bulan Rajab, dia berkata: “Allahumma Barik lanaa fii Rajaba wa Syaban wa Barik lanaa fii Ramadhan. (Ya Allah Berkahilah kami di bulan Rajab dan Syaban wa Berkahilah kami di bulan Ramadhan). (HR. Ahmad, No. 2346. Ath Thabarani, Al Mujam Al Awsath, No. 4086, dengan teks agak berbeda yakni, Wa Balighnaa fii Ramadhan. Al Baihaqi, Syuabul Iman, No. 3654)

Dalam sanad hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ruqad dan Ziyad an Numairi.

Imam Bukhari berkata tentang Zaidah bin Abi Ruqad: Munkarul hadits. (haditsnya munkar) (Imam al Haitsami, Majma az Zawaid, Juz. 2, Hal. 165. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Imam An Nasai berkata: Aku tidak tahu siapa dia. Imam Adz Dzahabi sendiri mengatakan: Dhaif. Sedangkan tentang Ziyad an Numairi beliau berkata: Ziyad dhaif juga. (Imam Adz Dzahabi, Mizanul Itidal, Juz. 2, Hal. 65)

Imam Abu Daud berkata tentang Zaidah bin Abi Ruqad: Aku tidak mengenal haditsnya. Sementara Imam An Nasai dalam kitabnya yang lain, Adh Dhuafa, mengatakan: Munkarul hadits. Sedangkan dalam Al Kuna dia berkata: Tidak bisa dipercaya. Abu Ahmad Al Hakim mengatakan: haditsnya tidak kokoh. (Imam Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, Juz. 3, Hal. 305)

Imam al Haitsami berkata tentang Ziyad an Numairi: Dia dhaif menurut jumhur (mayoritas ahli hadits). (Majma az Zawaid, Juz. 10, Hal. 388. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Imam Ibnu Hibban mengatakan bahwa penduduk Bashrah meriwayatkan dari Ziyad hadits-hadits munkar. Imam Yahya bin Main meninggalkan hadits-haditsnya, dan tidak menjadikannya sebagai hujjah (dalil). Imam Yahya bin Main juga berkata tentang dia: Tidak ada apa-apanya. (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, Juz. 1, Hal. 306)

Sementara dalam Al Jarh wat Tadil, Imam Yahya bin Main mengatakan: Dhaif. (Imam Abu Hatim ar Razi, Al jarh Wat Tadil, Juz. 3, Hal. 536)

Syaikh Al Albany mendhaifkan hadits ini. (Misykah al Mashabih, Juz. 1, Hal. 306, No. 1369. Lihat juga Dhaiful jami No. 4395), begitu pula Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: isnaduhu dhaif (isnadnya dhaif). (Lihat Musnad Ahmad No. 2346. Muasasah Ar Risalah)

Catatan:

Jika doa ini dibaca dengan tanpa menyandarkan kepada Rasulullah, tidak menganggapnya sebagai ucapan nabi, hanya meminjam redaksinya, maka tidak mengapa bagi sebagian imam. Sebab, berdoa walau dengan susunan kalimat sendiri memang diperbolehkan. Tetapi, sebagusnya tidak membudayakannya, sebab pada akhirnya manusia menyangka sebagai hadits yang valid dari nabi.

Hal ini kembali kepada khilafiyah ulama tentang bolehkah hafits dhaif digunakan dalam fadhailul a’mal? Doa termasuk fadhailul a’mal.

Mayoritas ulama menyatakan boleh, bahkan Imam An Nawawi menyatakan sepakat kebolehannya. Tapi, dlm kenyataan sejarah, sebagian ulama ada yang tidak membolehkannya seprti Ibnu Hazm, Ibnul ‘Arabi, Ahmad Syakir, dll.

So, toleran saja dalam hal ini.

Wallahu Alam

☘🌺🌻🌴🍃🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

[Renungan Para Imam dan Hukama] Dzikir Cegah Sifat Munafik

💦💥💦💥💦💥

Syaikh Abdul ‘Aziz Ath Thuraifi Hafizhahullah :

ذكر الله يطهر القلب من النفاق قال الله في المنافقين (ولايذكرون الله إلا قليلا) وقال في المؤمنين (يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا)

“Berdzikir kepada Allah dapat mensucikan hati dari kemunafikan. Allah bercerita tentang orang-orang munafik: (Mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit saja), sedangkan tentang orang-orang beriman Allah berkata: (Wahai orang-orang beriman berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya)”

❤💚💙💜💛

📖 Aqwaal As Salaf Ash Shalih No. 51

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Pedagang yang Jujur dan Amanah

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

([15/11 08.49] +62 821-5029xxxx)

Assalamualaikum……ustadz apakah hadist di bawah ini benar(shohih)
Saya membawa kabar berita gembira bagi anda yg bekerja sbg pedagang. Berita gembira ini tapi saya tujukan bagi mereka yg tdk mengamalkan riba, tdk mengurangi timbangan dan juga tdk bersumpah palsu atas dagangannya. Bermodalkan BERDAGANG rupa2nya derajatnya sama seperti nabi dan rasul dan juga spt org yg mati sahid.
Dari abu said al-kudri bahwa nabi shallallahualaihiwasalam bersabda:
“Pedagang yg sentiasa jujur dan amanah akan menyamai para nabi dan rasul dan juga akan menyamai org yg mati syahid” (H.R.tirmidzi)….jazakallah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Haditsnya ini:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

Dari Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

“Seorang pedagang yang jujur dan dipercaya akan bersama dengan para Nabi, shiddiqun dan para syuhada.”

(HR. At Tirmidzi no. 1209, Imam At Tirmidzi mengatakan: Hasan.)

Sebagian ulama ada yg mendhaifkan, karena sanadnya terputus antara satu perawinya yaitu Al Hasan, dia tidak mendengar langsung hadits ini dari Abu Sa’id Al Khudri.

Namun, hadits ini memiliki syahid (saksi yang menguatkan) yaitu riwayat Imam Ibnu Majah yg berbunyi:

التاجر الأمين الصدوق المسلم، مع الشهداء يوم القيامة

Seorang pedagang yang jujur, dipercaya dan dia muslim, akan bersama para syuhada pada hari kiamat nanti.”

(HR. Ibnu Majah no. 2139)

Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata ttg hadits ini dalam Mizanul I’tidal:

وهو حديث جيد الإسناد، صحيح المعنى، ولا يلزم من المعية أن يكون في درجتهم

Hadits ini sanadnya JAYYID (bagus), maknanya SHAHIH, tapi kebersamaan dengan syuhada tidak mesti para pedagang itu sederajat dengan mereka. (Selesai)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌸🌾🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Syaikh Utsaimin: “Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan BOLEH Jika Memang Dapat Menghilangkan Keburukan dan Menghasilkan Kemaslahatan

💦💥💦💥💦💥

📌Ada sebagian orang yang menganggap menasihati pemimpin secara terang-terangan adalah khawarij, ini adalah pernyataan ghuluw (kelewat batas), bahkan menyesatkan. Mereka menyamakan antara “menasihati terang-terangan” dengan pemberontakan, ini merupakan gagal paham yang parah.

📌 Sebagian lain menganggap menasihati terang-terangan adalah cara yang mesti ditempuh. Seolah tidak ada cara lain yang lebih baik darinya. Sehingga hari-harinya diisi dengan demonstrasi tak menghiraukan bagaimana “hasil” dari aksi-aksinya itu. Ini juga ghuluw.

✔ Yang benar adalah – dengan menilik semua dalil yang ada- bahwa kedua cara menasihati ini di selaraskan dengan maslahat dan mudharat. Hal ini pernah saya sampaikan sejak kurang lebih tujuh tahun lalu, dalam artikel “Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan”.

Berikut ini adalah fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah tentang hal itu, ketika Beliau ditanya tentang hukum menasihati pemimpin secara terbuka:

ولكن يجب أن نعلم أن الأوامر الشرعية في مثل هذه الأمور لها مجال، ولا بد من استعمال الحكمة، فإذا رأينا أن الإنكار علناً يزول به المنكر ويحصل به الخير فلننكر علناً، وإذا رأينا أن الإنكار علناً لا يزول به الشر، ولا يحصل به الخير بل يزداد ضغط الولاة على المنكرين وأهل الخير، فإن الخير أن ننكر سراً، وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون الأدلة الدالة على أن الإنكار يكون علناً فيما إذا كنا نتوقع فيه المصلحة، وهي حصول الخير وزوال الشر، والنصوص الدالة على أن الإنكار يكون سراً فيما إذا كان إعلان الإنكار يزداد به الشر ولا يحصل به الخير. وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك، ونحن نضرب لكم أمثالاً حتى يتضح الأمر للحاضرين وللسامعين .مثلاً: الخوارج و المعتزلة رأوا النصوص التي فيها الوعيد على بعض الذنوب الكبيرة فأخذوا بهذه النصوص، ونسوا نصوص الوعد التي تفتح باب الرجاء ….

” Tetapi, kita wajib mengetahui bahwa perkara-perkara syar’i seperti perkara ini memiliki cakupan, kita harus menggunakan sisi hikmahnya. Jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah bahkan menambah tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai dalil-dalil yang ada.

Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.

Aku katakan kepada kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya. Kami berikan contoh kepada kalian beberapa contoh agar lebih jelas bagi yang hadir dan pendengar. Misalnya: Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka hanya melihat pada nash-nash yang berisi ancaman bagi pelaku dosa-dosa besar, mereka menjadikannya sebagai dalil nash-nash ini, tapi mereka melupakan nash-nash lain yang berisi janji Allah yang dengannya menghasilkan sikap raja’ (harap). …. ”

Lalu, Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah melanjutkan:

مسألة مناصحة الولاة، من الناس من يريد أن يأخذ بجانب من النصوص وهو إعلان النكير على ولاة الأمور، مهما تمخض عنه من المفاسد، ومنهم من يقول: لا يمكن أن نعلن مطلقاً، والواجب أن نناصح ولاة الأمور سراً كما جاء في النص الذي ذكره السائل، ونحن نقول: النصوص لا يكذب بعضها بعضاً، ولا يصادم بعضها بعضاً، فيكون لإنكار معلناً عند المصلحة، والمصلحة هي أن يزول الشر ويحل الخير، ويكون سراً إذا كان إعلان الإنكار لا يخدم المصلحة، لا يزول به الشر ولا يحل به الخير

“Masalah menasehati penguasa, ada dari sebagian orang yang hendak berpegang dengan sebagian dalil yaitu mengingkari penguasa secara terbuka, walaupun sikap tersebut hanya mendatangkan mafsadah. Di sisi lain ada pula sebagian orang yang beranggapan bahwa mutlak tidak boleh ada pengingkaran secara terbuka, sebagaimana dijelaskan pada dalil yang disebutkan oleh penanya. Namun demikian, saya menyatakan bahwa dalil-dalil yang ada tidaklah saling menyalahkan dan tidak pula saling bertentangan. Oleh karena itu, BOLEH MENGINGKARI PENGUASA SECARA TERBUKA BILA DI ANGGAP DAPAT MEWUJUDKAN MASLAHAT, yaitu hilangnya kemungkaran dan berubah menjadi kebaikan. Dan boleh pula mengingkari secara tersembunyi atau rahasia bila hal itu dapat mewujudkan maslahat/kebaikan, sehingga kerusakan tidak dapat dihilangkan dan tidak pula berganti dengan kebaikan.”

📚Lihat: Liqaa Al Baab Al Maftuuh No. 62

Inilah Ahlus Sunnah, menjadikan semua dalil yang ada lalu mengkompromikannya secara cerdas, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin. Tidak seperti sebagian orang yang mengambil setengah-setengah saja lalu mengklaim sebagai pandangan Ahlus Sunnah. Padahal tidak demikian.

Wallahu A’lam

🌿🌺☘🌹🌴☘🍃🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top