Berdoa Buruk Bagi Orang Zalim/Jahat

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum wr.wb
Afwan ustadz,ada yg ingin saya tanyakan tentang sebuah hadist,arti hadist tersebut:
” Dari Khalid bin Abi Imran,bahwa Ibn Umar berkata: seringkali Rasullullah saw. ketika hendak meninggalkan majlis, berdoa untuk sahabat-sahabatnya dengan doa berikut : Ya Allah,berikan kepada kami rasa takut kepadaMu dengannya kami terhalang dari kemaksiatan kepadaMu, berikan kepada kami kekuatan untuk taat kepadaMu dengannya aku bisa masuk surga, berikan kepada kami rasa yakin (akan kebaikan takdirMu) dengannya aku merasa ringan menghadapi segala musibah dunia, berikan kepada kami kesehatan agar kami bisa menikmati pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama kami hidup, dan tetapkanlah kami dalam kesehatan tersebut sampai kami kembali kepadaMu,timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami, bantulah kami atas orang-orang yang memusuhi kami,janganlah Kau timpakan musibah atas agama kami (iman dan akidah kami), jangan jadikan dunia sebagai tujuan pokok kami,jangan pula menguasai pikiran kami, jangan jadikan orang-orang dzalim mengasai kami. (HR. Imam Tirmidzi, no : 3502, vol. v,h. 262)

Afwan ustadz, pada kalimat ” timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami “,apakah itu tidak apa-apa?saya bingung,setau saya Rosul saw. suka memaafkan,setau saya Rosul menganjurkan memaafkan lebih baik dari pada membalas, juga bukankah tidak boleh mendoakan keburukan untuk orang lain? saya takut kalo keburukan orang yang saya dzalimi (baik sengaja atau tidak) ditimpakan pada saya. Tapi saya doa di atas,apakah boleh menghilangkan ” timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami ” ketika membacanya,atau bagaimana ustadz?afwan..

Jazk.. (Setyorini)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa rahmatullah wa barakatuh .
Bismillah walhamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:

Jazakillah khairan atas pertanyaan .. semoga Allah Ta’ala merahmati kita semua.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh:

– Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 3502, katanya: hasan gharib
– Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 10234
– Imam Al Bazzar dalam Musnadnya No. 5989
– Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 3615, 3764
– dll

📌 Hadits ini hasan sebagaimana dikatakan Imam At Tirmidzi, dan dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah. (Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3502)

Apa yang anda tanyakan, tentang doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam yang berbunyi: timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami, (Arabnya: waj’al tsa’ranaa ‘ala man zhalamanaa) sama sekali tidak masalah, dan tidak menodai kepribadian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang pemaaf.

Sebab, Allah Ta’ala melarang berkata-kata kasar secara terus terang, kecuali bagi orang yang dizalimi.

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. An Nisa (4): 148)

Bagi orang yang mengalami kezaliman orang lain, apalagi musuhnya, maka tidaklah salah, bukan pula aib, jika dia berkata keras lagi kasar, dan juga doa buruk kepada orang yang menzaliminya sebagai hujjah dan penjelas bahwa orang tersebut memang telah berbuat zalim.

Disebutkan dalam Tafsir Al Muyassar:

لا يُحِبُّ الله أن يَجهر أحدٌ بقول السوء، لكن يُباح للمظلوم أن يَذكُر ظالمه بما فيه من السوء; ليبيِّن مَظْلمته

Allah tidak menyukai seseorang mengeraskan ucapan buruk dengan suara keras, tetapi dibolehkan bagi orang yang dianiaya kepada orang yang menganiaya dirinya keburukan itu, untuk menjelaskan kezalimannya. (Tafsir Al Muyassar, 2/146)

Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasihati kita agar hati-hati dengan doa orang dizalimi, karena tidak ada penghalang antara mereka dengan Allah Ta’ala.

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah:

ولا حرج على الإنسان أنيدعو على ظالمه بقدر ظلمه وإذا دعا على ظالم بقدر ما ظلمه فهذا إنصاف والله سبحانه وتعالى يستجيب دعوة المظلوم

Tidak mengapa bagi manusia untuk mendoakan orang yang telah menzaliminya sejauh kadar kezalimannya itu, jika dia berdoa untuk orang yang menzaliminya sejauh kadar kezalimannya, maka itulah yang bijak. Dan, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang yang dizalimi. (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/941. Mawqi’ Jaami’ Al Hadits An Nabawi)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Mu’adz bin Jabal Radhiallahu ‘Anhu:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Takutlah kamu terhadap doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang antara dirinya dengan Allah. (HR. Bukhari No. 1496)

Satu hal yang pasti, bahwa doa tersebut tidak Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tujukan untuk sesama kaum beriman, sebab tidak mungkin beliau dianiaya oleh orang-orang beriman, dan beliau sendiri sangat mengasihi umatnya, tetapi doa itu beliau tujukan kepada musuh-musuhnya, kaum kuffar, yang telah menganiaya dirinya dan menghalangi da’wahnya. Doa ini bagian dari sikap asyidda’u ‘alal kuffar (tegas terhadap orang-orang kafir) dan musuh.

Allah Ta’ala berfirman:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS. Al Fath (48): 29)

Dahulu, Nabi Isa ‘Alaihissalam juga berdoa untuk kaumnya yang durhaka:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Maidah (5): 118)

Sudah menjadi sejarah, dan tidak ada satu pun yang menolaknya, bahwa para ulama Islam dari zaman ke zaman, termasuk di Indonesia ketika masa penjajahan dahulu, mereka berdoa keburukan dan kehancuran bagi musuh-musuhnya. Itu semua bukan berarti umat Islam tidak memiliki kasih sayang, tidak pula bermakna kita anti perdamaian, tetapi memang itulah salah satu senjata orang berperang, senjata orang yang terjajah, yakni berdoa, yang berisi minta kemenangan dari musuh, dan meminta kehancuran dan kekalahan ditimpakan kepada musuh. Ini dibenarkan oleh syariat, akal, dan tradisi peperangan.

Kemudian …, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia sempurna. Oleh karena itu, apa yang dilakukannya merupakan bukti kesempurnaan kemanusiaannya. Kenabiannya tidak menghalangi beliau melakukan dan merasakan apa yang dilakukan pula oleh manusia secara umum seperti; makan, minum, berkeluarga, sakit, tertawa, menangis, sedih, marah, tersenyum, menyendiri, bersosial, sehat, terluka, sakit, dan akhirnya wafat. Kelebihan beliau adalah wahyu, mu’jizat, dan akhlaknya adalah Al Quran.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku …. (QS. Al Kahfi (18): 110)

Oleh karenanya, tidak apa-apa memakai doa ini secara utuh dan memang begitulah contoh dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu, dari sini kita ambil pelajaran hendaknya jangan menzalimi saudara kita, sebab dia bisa saja berdoa untuk kita dengan keburukan apa pun yang dia inginkan menimpa kita. Demikianlah pelajaran yang bisa kita ambil.

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa sallam.

Wallahu A’lam

📗📕📒📔📓📙📘

✏ Farid Nu’man Hasan

Akibat Berbuat Maksiat

💥💦💥💦💥💦💥

Berkata ‘Alim Rabbani, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah:

Maksiat memiliki dampak buruk dan jelek, serta kerusakan  bagi hati dan badan, baik bagi dunia dan akhirat,  dan tidak ada yang mengetahuinya (dampa di akhirat) kecuali hanya Allah.

Di antara akibatnya:

1⃣      Terhalangnya ilmu

Ilmu itu adalah cahaya yang dilemparkan ke dalam hati, sedangkan maksiat dapat mematikan cahaya tersebut.

Asy Syafi’i Rahimahullah berkata: “Aku mengadu kepada Waki’ tentang jeleknya hapalanku, lalu dia membimbingku agar aku meninggalkan maksiat. Sebab ilmu adalah karunia, dan karunia tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat.”

2⃣       Terhalangnya Rezki, sebagaimana tertera dalam Al Musnad: “Sesungguhnya rezki seorang hamba terhalang oleh maksiat yang dilakukannya.”

3⃣      Pelaku maksiat akan mendapatkan sesuatu yang liar pada hatinya  yang membuatnya jauh hubungannya dengan Allah

4⃣      Hal itu juga membuatnya jauh dari manusia, apalagi orang-orang baik (ahlul khair), maka dia akan jauh dari mereka

Sebagian salaf mengatakan; “Maksiatku kepada Allah aku bisa melihatnya dari  sikap hewan peliharanku dan  istriku.”

5⃣      Urusan hidupnya menjadi sulit

6⃣      Hatinya menjadi gelap secara hakiki, secara kasat mata, sebagaimana gelapnya malam

Abdullah bin Abbas mengatakan: “Sesungguhnya kebaikan itu membuat wajah bersinar, cahaya di hati, luasnya rezki, kuatnya badan, dan kecintaan di hati manusia. Sedangkan keburukan membuat  wajah menghitam, gelapnya di kubur dan di hati, kelemahan badan, sempitnya rezki, dan kebencian di hati manusia.”

7⃣      Maksiat dapat melemahkan hati dan badan

8⃣      Terhalangnya dari ketaatan, seandainya pun dosa itu tidak ada hukumannya, dia  terhalang melakukan ketaatan penggantinya,  juga terputus jalan  untuk melakukan ketaatan yang lain

9⃣     Maksiat itu memendekkan usia dan menghilangkan keberkahan usia. Sebagaimana kebaikan dapat menambahkan usia, maka kemaksiatan dapat memendekkannya. Manusia telah berselisih dalam memahami masalah ini.

🔟   Sesungguhnya maksiat akan menumbuhkan maksiat baru yang semisal, saling susul menyusul. Sampai seseorang itu lemah dan sulit keluar darinya. Sebagaimana perkataan sebagian salaf: “Di antara bentuk hukuman dari sebuah keburukan adalah adanya keburukan setelahnya, dan di antara bentuk pahala kebaikan adalah adanya kebaikan setelahnya.”

🌷🍀🌴🌹🌾🌺🌿🍃

📚 Sumber : Diringkas dari karya Imam Ibnul Qayim, Kitab Al Jawaab Al Kaafiy, Hal. 34 – 36, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut.

✏ Farid Nu’man Hasan

Umrah Berkali-kali Dalam Satu Kali Safar

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz, mau tanya tentang umroh, dalam satu kali safar apa bisa beberapa kali umroh? mohon penjelasan, alhamdulillah saya lg di mekkah nih 🙏 (+62 812-1894-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Para ulama berselisih pendapat tentang ini, sebagian melarang bahkan menyebutnya bid’ah, sebagian lain membolehkan dan tetap itu sunnah.

📌 Pihak pertama. Yang melarang

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan:

ولم يكن في عُمَره صلى الله عليه وسلم عمرةٌ واحدةٌ خارجاً من مكة ، كما يفعل كثير من الناس اليوم ، وإنما كانت عمَرُه كلُها داخلاً إلى مكة …

Tidak pernah ada pada umrah-umrah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam satu pun umrahnya yang dia lakukan keluar dari Mekkah sebagaimana yang dilakukan orang-orang sekarang. Sesungguhnya semua umrah yang nabi lakukan adalah saat memasuki Mekkah… (Zaadul Ma’ad, 2/89-90)

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

هذا بارك الله فيك من البدع في دين الله ؛ لأنه ليس أحرص من الرسول صلى الله عليه وسلم ولا من الصحابة ، والرسول صلى الله عليه وسلم كما نعلم جميعاً دخل مكة فاتحاً في آخر رمضان ، وبقي تسعة عشر يوماً في مكة ولم يخرج إلى التنعيم ليحرم بعمرة ، وكذلك الصحابة ، فتكرار العمرة في سفر واحد من البدع”

Ini – barakallah fiik- termasuk bid’ah dalam agama Allah. Ini tidak pernah digiatkan oleh Rasulullah Shalallahu’Alaihi wa Sallam dan tidak pula para sahabat.

Sebagaimana kita ketahui semua, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki kota Mekkah saat hari penaklukan di akhir Ramadhan. Selama 19 hari di sana, Beliau tidak pernah keluar Mekkah menuju Tan’im, untuk berihram umrah. Demikian juga para sahabat. Maka, mengulang umrah dalam sekali perjalanan adalah bid’ah.

(Liqa Bab Al Maftuh no. 28/121)

📌 Pihak Kedua. Membolehkan

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:

فلا حرج عليك في تكرار العمرة في الشهر الواحد وفي اليوم الواحد، بل ذلك أمر مرغب فيه، وحث عليه الشرع، فقال صلى الله عليه وسلم : ” العمرة إلى العمرة كفارة لما بينها .” متفق عليه
ولقوله صلى الله عليه وسلم : “تابعوا بين الحج والعمرة، فإنهما ينفيان الفقر والذنوب، كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة.” رواه أحمد والنسائي والترمذي وابن ماجه وأبو يعلى

Tidak masalah bagi Anda mengulang Umrah di satu bulan yg sama, atau di satu hari yang sama. Justru hal itu DIANJURKAN dan DIDORONG oleh syariat.

Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :

‘Umrah yang satu ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Juga hadits lain:

“Ikutilah antara haji kalian dengan umrah, sebab itu bisa menghilangkan kemiskinan, sebagaimana menghilangkan karat dari besi, emas, dan perak.” (HR. An Nasa’i, At Tirmidzi, Ahmad, Abu Ya’la)

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 26566)

Maka kalimat dalam hadits: “umrah ke umrah berikutnya” menunjukkan pengulangan umrah .. maka bagaimana bisa diistilahkan mengulang kalau hanya cuma sekali .. sementara untuk berangkat umrah lagi butuh biaya besar dan jika umur msh ada.

Oleh karena itu Imam An Nawawi Rahimahullah berkata ttg hadits itu:

ولا يُكره عمرتان وثلاث وأكثر في السنة الواحدة، ولا في اليوم الواحد، بل يستحب الإكثار منها بلا خلاف عندنا

Tidak makruh dua kali umrah, tiga, dan lebih dalam satu tahun, bahkan dalam satu hari. Justru itu Sunnah untuk memperbanyaknya. Ini tidak ada perselihan bagi kami.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 7/147)

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:

دليل على تكرار العمرة، وأنه لا كراهة في ذلك، ولا تحديد بوقت

Hadits ini menjadi dalil pengulangan umrah, dan itu tidaklah makruh, dan tidak ada pembatasan waktunya.

(Subulussalam, 2/178)

Imam Ash Shan’ani mengkritik pendapat yang pertama dengan mengatakan:

بأنه علم من أحواله صلى الله عليه وسلم أنه كان يترك الشيء وهو يستحب فعله ليرفع المشقة عن الأمة وقد ندب إلى ذلك بالقول

Bahwasanya telah diketahui dahulu Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam meninggalkan suatu perbuatan yang perbuatan itu sebenarnya disunnahkan, karena dia tidak ingin menyulitkan umatnya. Kesunnahan hal itu sudah ditunjukkan melalui perkataan. (Ibid)

Jadi, tidak benar membid’ahkannya hanya karena nabi tidak melakukannya. Betul bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melakukannya tapi Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam mengatakannya dalam hadits “Umrah yang satu ke Umrah selanjutnya”. Jadi, walau tidak ada Sunnah Fi’liyah berbilang Umrah dalam sekali safar, namun ada Sunnah Qauliyah yg mengindikasikan itu. Hal ini sama dengan Umrah di bulan Ramadhan, di mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam tidak melakukannya, tapi secara perkataan Beliau Shallallahu’Alaihi wa Sallam menganjurkannya. Inilah pendapat yang saya ikuti.

Ada pun dalam sekali safar dia melakukan dua kali umrah, satu untuk dirinya, satu lg buat orang lain yg kesulitan atau orang tuanya yg sudah wafat. Maka, ini boleh juga sebagaimana difatwakan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, dan juga Al Lajnah As Daimah.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Taqwa dan Hasil-Hasilnya

💦💥💦💥💦💥

☑ Apakah taqwa itu?

Telah banyak definisi yang disampaikan ulama. Di antaranya:

1⃣ Definisi dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ketika beliau menafsirkan ayat ittaqullaha haqqa tuqaatih (bertaqwa-lah kalian dengan sebenar-benarnya taqwa)

أن يُطاع فلا يُعْصَى، وأن يُذْكَر فلا يُنْسَى، وأن يُشْكَر فلا يُكْفَر

Yaitu taat dan tidak ingkar, ingat dan tidak lupa, bersyukur dan tidak kufur. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/86-87. Dar Ath Thayyibah. Lihat juga Imam Al Baidhawi, Anwarut Tanzil, 1/373. Mawqi’ At Tafasir)

Imam Ibnu katsir mengatakan ucapan tersebut shahih mauquf dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. (Ibid)

Definisi ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan Qatadah. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/250. Mawqi’ At Tafasir)

2⃣ Definisi dari Imam Al Baidhawi Rahimahullah

وهو استفراغ الوسع في القيام بالواجب والاجتناب عن المحارم

Taqwa adalah mengerahkan potensi dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang diharamkan. (Anwarut Tanzil, 1/373. Tafsir Al Muyassar, 3/361, 4/340, 10/51)

Sama dengan ini, Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

اتق الله : بامتثال أمره واجتناب نهيه ، والوقوف عند حده

Bertaqwa-lah kepada Allah: dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan berhenti pada batasanNya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 18)

Berhenti pada batasannya artinya tidak melangggar syariatNya. Definisi yang kedua ini adalah definisi yang paling sering kita dengar.

3⃣ Imam Abul Hasan Al Mawardi menyampaikan empat kelompok yang mendefinisikan makna taqwa. Pertama, adalah seperti yang disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud di atas. Lalu tiga kelompok lainnya:

والثاني : هو اتقاء جميع المعاصي ، وهو قول بعض المتصوفين . والثالث : هو أن يعترفواْ بالحق في الأمن والخوف . والرابع : هو أن يُطَاع ، ولا يُتَّقى في ترك طاعته أحدٌ سواه

Kedua, yaitu menghindari semua maksiat, ini adalah pendapat sebagian ahli tasawwuf. Ketiga, mengenali kebenaran baik dalam keadaan aman atau takut. Keempat, yaitu mentaati dan tidak takut kepada siapa pun dalam meninggalkan ketaatan kepadaNya kecuali takut kepadaNya. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/250)

4⃣ Definisi lainnya adalah taqwa bermakna takut (Al Khauf). (Lihat Tafsir Al Muyassar, 1/291, 1/401, 2/209, 10/93. Lihat juga Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/716)

Jadi, dari berbagai definisi ini kita simpulkan bahwa taqwa itu sikap menjalankan segala macam ketaatan dan perintah Allah Ta’ala, tidak membangkang, selalu ingat kepadaNya dan tidak lupa, serta menjauhi larangan-laranganNya, tidak melanggar syariatNya, takut kepada azab dan siksaNya, memegang teguh kebenaran baik dalam keadaan aman dan takut, bersyukur kepada semua nikmat Allah Ta’ala dan tidak mengkufurinya.

☑ Nataaij At Taqwa (hasil-hasil dari taqwa)

Perintah taqwa bukanlah perintah kosong tanpa makna dan maksud. Allah ‘Azza wa Jalla telah menggambarkan tentang manfaat dan hasil yang akan diberikanNya bagi para muttaqin baik di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, pengetahuan terhadapnya an nataaij at taqwa adalah hal yang penting untuk memacu diri kita agar menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala.

Berikut ini hasil-hasil yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada orang-orang bertaqwa:

📌 Pembeda (Al Furqan)

Orang yang bertaqwa kepada Allah, akan Allah Ta’ala berikan kepadanya Al Furqan, yaitu kemampuan membedakan antara haq dan batil, antara halal dan haram, lalu dia berjalan di atas kemampaunnya itu. Walau dia bukan tergolong ahlul ilmi (ulama).

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan hapuskan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Anfal (8): 29)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

Rahimahullah mengatakan tentang ayat ini:

الفرقان: وهو العلم والهدى الذي يفرق به صاحبه بين الهدى والضلال، والحق والباطل، والحلال والحرام، وأهل السعادة من أهل الشقاوة

Al Furqaan: dia adalah ilmu dan petunjuk yang dengannya pemiliknya dapat memisahkan antara petunjuk dan kesesatan, haq dan batil, halal dan haram, orang yang bahagia dan sengsara. (Syaikh Abdurrahman As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Manan, Hal. 319. Cet. 1, 2000M-1420H. Muasasah Ar Risalah)

📌 Dihapuskannya Keburukan dan diampunkan dosa (Takfirus Sayyi’aat wal ghufran)

Ini hasil yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada orang-orang bertaqwa, sesuai ayat di atas:

… وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ….

… Dan kami akan hapuskan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu… (QS. Al Anfal (8): 29).

Juga ayat lain:

…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ…

.. dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya .. (QS. Ath Thalaq (65): 5)

📌 Diberikan pahala yang besar (Ajrun ‘Azhim) yaitu surga

Lanjutan dari surat Ath Thalaq ayat 5 di atas adalah;

وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

… dan akan diberikan pahala yang besar baginya. (QS. Ath Thalaq (65): 5)

Yaitu balasan di akhirat berupa surgaNya dan abadi di dalamnya.

Al Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari Rahimahullah menjelaskan:

ويجزل له الثواب على عمله ذلك وتقواه، ومن إعظامه له الأجر عليه أن يدُخله جنته، فيخلده فيها

Dia (Allah) melimpahkan baginya pahala atas pebuatannya dan ketaqwaannya itu, dan di antara besarnya balasan baginya adalah dia dimasukkan ke dalam surgaNya dan Dia kekalkan di dalamnya. (Imam Ibnu Jarir, Jami’ Al Bayan fi Ta’wil Al Quran, 23/456. Cet. 1, 2000M-1420H. Muasasah Ar Risalah. Tahqiq: Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)

4⃣ Keberkahan dalam hidup (Al Barakaat)

Allah Ta’ala menyebutkannya dalam ayat:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf (7): 96)

Imam Al Baidhawi Rahimahullah menjelaskan:

لوسعنا عليهم الخير ويسرناه لهم من كل جانب وقيل المراد المطر والنبات

Benar-benar akan Kami lapangkan kepada mereka kebaikan, dan Kami berikan kemudahan bagi mereka di segala sisi. Ada yang menyebutkan maksudnya adalah: hujan dan tumbuh-tumbuhan. (Imam Al Baidhawi, Anwar At Tanzil, 2/294. Mawqi’ At Tafasir)

5⃣ Jalan keluar (Al Makhraj)

Allah ta’ala menyebutkannya dalam ayatNya:

…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath Thalaq (65): 2)

Banyak tafsir tentang makna “jalan keluar” dalam ayat ini, namun tafsir yang paling luas dan mencakup semuanya adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berikut:

ومن يتق الله يُنجِه من كل كرب في الدنيا والآخرة

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Dia akan menyelamatkannya dari segala beban di dunia dan akhirat. (Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masiir, 6/40. Mawqi’ At Tafasir. Imam Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 4/286. Mawqi’ At Tafasir)

Juga ada penjelasan dari Imam Abu Hasan An Naisaburi Rahimahullah yang cukup bagus:

من الشدَّة إلى الرَّخاء ، ومن الحرام إلى الحلال ، ومن النَّار إلى الجنَّة ، يعني : من صبر على الضِّيق ، واتَّقى الحرام جعل الله له مخرجاً من الضِّيق

(jalan keluar) dari kesukaran menuju kelapangan, dari haram menuju halal, dari neraka menuju surga, yakni bagi orang yang bersabar atas himpitan hidup, dan dia menjauh dari hal yang haram, maka Allah akan jadikan untuknya jalan keluar dari kesempitannya itu. (Imam An Naisaburi, Al Wajiiz fi Tafsir Al Kitab Al ‘Aziz, Hal. 1013. Mawqi’ At Tafasir)

6⃣ Rezeki (Ar Rizqu)

Ayat lanjutan dari ayat di atas adalah:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ …

Dan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka olehnya …. (QS. Ath Thalaq (65): 3)

Secara khusus, sebenarnya ayat-ayat ini menceritakan tentang perceraian dan rujuknya suami-isteri, sebagai bimbingan kepada mereka bagaimana cerai yang sesuai sunnah, seperti cerai ketika suci sebelum digauli, cerai ketika hamil, dan hendaknya disaksikan dua saksi yang adil. Cerai ketika haid adalah cerai terlarang, bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai cerai bid’ah.

Oleh karena itu, terkait dengan masalah perceraian, sebagian ulama memaknai “rezeki” dalam ayat ini adalah wanita lain yang akan diperistri lagi, jika dia menjalankan perceraian dengan isterinya dengan cara yang baik.

Imam Abu Hayyan Rahimahullah menyebutkan dalam Al Bahr:

وقال الضحاك : من حيث لا يحتسب امرأة أخرى

Berkata Adh Dhahak: (rezeki) dari arah yang dia tidak sangka, yaitu wanita lainnya. (Imam Abu Hayyan, Al Bahr Al Muhith, 10/298. Mawqi’ At Tafasir)

Tentunya dalam konteks yang lebih luas dan makna yang lebih umum, makna rezeki tidak terbatas seperti itu. Wallahu A’lam

7⃣ Kemudahan (Al Yusru)

Allah Ta’ala menyebutkan dalam ayatNya:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Ath Thalaq (65): 4)

Yaitu Allah Ta’ala alan mudahkan baginya untuk kembali rujuk kepada isterinya.

Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:

أي : من يتقه في امتثال أوامره ، واجتناب نواهيه يسهل عليه أمره في الدنيا والآخرة . وقال الضحاك : من يتق الله ، فليطلق للسنة يجعل له من أمره يسراً في الرجعة . وقال مقاتل : من يتق الله في اجتناب معاصيه يجعل له من أمره يسراً في توفيقه للطاعة

Yaitu: barangsiapa yang bertaqwa kepadaNya dalam menjalan perintahNya dan menjauhi laranganNya, akan dimudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Adh Dhahak berkata: barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka hendaknya dia bercerai sesuai sunah, itu akan menjadikan urusan rujuknya menjadi mudah. Sedangkan Muqatil mengatakan: barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dalam menjauhi maksiat kepadaNya, akan dijadikan mudah urusan baginya untuk membimbingnya kepada ketaatan. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 7/241-242. Mawqi’ At Tafasir)

Demikianlah hasil-hasilk yang akan Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada hamba-hambaNya yang bertaqwa. Wallahu A’lam

🌿🌺🌴🌾☘🌻🍃🌹

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top