Akhir Tragis Mereka Yang Sombong

💥💦💥💦💥💦

📌 Sombong itu … merasa paling hebat, paling benar, paling kuat, paling ganteng/cantik, paling paling banyak pengikutinya, .. serta merendahkan orang lain

📌 Sehingga orang sombong itu … susah dinasihati, bertahan jika diberikan masukan, buta terhadap kesalahan dan kekurangan sendiri, … serta lebih menyalahkan orang lain

📌Iblis akhirnya diusir dari surga karena kesombongannya ..

📌Fir’aun akhirnya ditenggelamkan karena ketinggiannya merasa dirinya Tuhan ..

📌Qarun pun ditenggelamkan bersama semua hartanya karena merasa dirinya satu-satunya yang membuatnya kaya raya ..

📌Namrudz pun bungkam melawan pemuda cerdas lagi pemberani, Ibrahim …

📌Abrahah tidak berdaya melawan Abaabiil (borong yang berbondong-bondong) walau dia memiliki pasukan gajah yang sangat kuat ..

📌Ariel Sharon bercita-cita mematahkan semua tangan anak-anak Palestina, tapi dia lebih dulu mati sementara anak-anak itu telah semakin kuat dan dewasa …

🌾🌾🌾🌾

Saudaraku …., jangan kau lawan kekuatan yang kau anggap lemah, jika ternyata kaulah yang lemah …

“Wahai domba ! Jangan kau seruduk gunung! Sayangilah tandukmu ….”

🌺🌴🌻🍃☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Durasi Puasa Daud

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Aslkm. Ustad Farid
Klo puasa daud itu bagaimana aturannya ?
Apakah misal boleh kita niat utk puasa daud 1 minggu saja ? Atau 1 bln saja .jd tdk terus2an. Atau ada aturan khususnya ?
Mohon penjelasannya ya

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:

Tidak ada ketetapan khusus tentang berapa lama waktu bagi yang hendak melakukan Shaum Daud. Bagi syariat kita, Shaum Daud adalah sunnah. Sehingga lakukanlah semampunya, selapangnya, dan jangan dilakukan di hari-hari terlarang shaum.

Dari Ummu Hani Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِيرُ نَفْسِهِ إِنْ شَاءَ صَامَ وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ

Orang yang shaum sunnah adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, jika dia mau maka puasalah, jika mau buka maka bukalah. (HR. Ahmad No. 26937, At Tirmidzi No. 732, Ath Thayalisi No. 1618, Al Hakim No. 1599, katanya: shahih. AdDaruquthni, 2/175. Syaikh Al Albani mengatakan shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 3854)

Jadi, jika mampu sepekan, sebulan, setengah tahun, dan seterusnya, … maka fattaqullah mastatha’tum – bertaqwalah kamu kepada Allah semampu kamu.

Wallahu A’lam

🌴🍃🌺☘🌷🌸🌾🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Merutinkan Al Ma’tsurat

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Kpd ustadz farid,
Assalamu’alaikum ustadz, Mohon bertanya beekenaan al matsrurat yg di susun oleh ustadz al banna. Saya termasuk yg rutin membacanya, namun seringkali syubahat2 yg datang ke saya berkenaan al matsurat tsb.
Jadi mohon di jelaskan berkenaan al matsurat ini. kemudian, bolehkan untuk rutin membacanya?
Terima kasih semoga ustadz selalu dalam rahamat Allahu swt. 🙂

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa man Waalah, wa ba’d:

Semoga Allah Ta’ala merahmati penanya dan keluarga ..

Al Ma’tsurat adalah kitab kecil berupa kumpulan doa yang disusun oleh Al Imam Hasan Al Banna Rahimahullah yang berisi doa-doa yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah.

Boleh dikatakan, dalam era penerbitan modern, dibanding kitab sejenisnya, Al Ma’tsurat adalah kitab yang paling luas penyebarannya di dunia Islam dan paling banyak jumlah eksemplarnya dengan naik cetak berkali-kali.

Kitab ini, sebagaimana kitab-kitab lain secara umum, tentu tidaklah sempurna. Telah banyak pihak yang memberikan penjelasan, penelitian terhadap haditsnya, bahkan juga kritikan, hingga tahap celaan terhadapnya hingga ada yang mengatakan: tidak boleh dibaca, karena terdapat hadits yang dhaif dan palsu. Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Ta’ala, oleh karena itu mengharapkan selain diriNya adalah sempurna, merupakan tindakan yang keliru dan menyalahi kodrat dan tabiat kehidupan.

Jauh sebelum Al Ma’tsurat, sudah ada kitab-kitab sejenis yang di susun para ulama; seperti Al Adzkar karya Imam An Nawawi dan Kalimatuth Thayyibah karya Imam Ibnu Taimiyah. Kedua kitab inilah yang menjadi rujukan utama Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah dalam menyusun Al Ma’tsurat sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Allamah Asy Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah Ta’ala. Oleh karenanya, menjadi aneh ketika Al Ma’tsurat dicela karena adanya riwayat yang dhaif, namun sumber pengambilannya tidak dicela.

Kita pun tidak ingin ada manusia yang lancang mencela Al Adzkar dan Kalimatuth Thayyibah, itu bukan keinginan kita bersama, ini hanya untuk menunjukkan bahwa kedengkianlah yang membuat sebagian manusia bersikap tidak adil terhadap Al Ustadz Hasan Al Banna dan Al Ma’tsurat. Jika mereka mau adil, sadar, jujur, mereka pun tidak akan temukan kitab-kitab kumpulan doa yang disusun ulama masa lalu yang tanpa hadits-hadits dhaif (bahkan kitab tafsir dan fiqih pun memuatnya). Kritik dan nasihat tetaplah ada, tetapi demi ilmu, bukan untuk menjatuhkan kehormatan penulisnya dan memancing manusia untuk membencinya, serta membuang jauh karya-karyanya.

Zaman ini, kumpulan doa yang disusun ulama masa kini, telah dibuat sebisa mungkin tanpa riwayat yang dhaif -walhamdulillah, seperti Hishnul Muslim yang disusun oleh ulama muda, Asy Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani Hafizhahullah, juga kumpulan doa karya ulama lainnya, termasuk oleh penulis-penulis lokal. Demikianlah zaman telah berubah …

Dalam Al Ma’tsurat ini, sebenarnya Al ustadz Hasan Al Banna memuat sangat banyak dan lengkap, tidak seperti yang beredar di masyarakat yang lebih dikenal dengan Wazhifah Sughra dan Wazhifah Kubra.

Di dalamnya beliau membuat lima pembahasan:

Qismul Awwal (bagian pertama), Al Ustadz Al Banna memberi judul Al Wazhiifah, yaitu berisi wirid pagi dan sore yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah. Inilah yang umumnya beredar dan manusia mengenal dan menyebutnya dengan Al Ma’tsurat. Dan, ini pula yang menjadi pembahasan kita.

Qismuts Tsaani (bagian kedua), berjudul Al Wirdul Qur’aniy (wirid Al Quran), yaitu berisi wirid-wirid berasal dari ayat-ayat pilihan dari Al Quran.

Qismuts Tsaalits (bagian ketiga), berjudul Ad’iyah Al Yaum wal Lailah (doa-doa sehari-hari siang dan malam), seperti doa bangun tidur, doa berpakaian, dan lainnya.

Qismur Raabi’, (bagian keempat) berjudul Al Ad’iyah Al Ma’tsurah fi Haalat Mukhtalifah (doa-doa ma’tsur pada berbagai keadaan).

Bagian kelima, adalah Wirdul Ikhwan (wirid Al Ikhwan), yaitu wirid-wirid ma’t

sur yang anjurkan untuk dibaca oleh para aktifis Al Ikhwan Al Muslimun. Di dalamnya terdapat doa rabithah, dia bukan doa ma’tsur melainkan susunan Al Ustadz Hasan Al Banna sendiri, maka jangan sampai ada yang terkecoh.

Semua inilah Al Ma’tsurat itu. Cukup banyak dan panjang, dalam kitab aslinya –khususnya penerbit Maktabah At Taufiqiyah- ada pada hal. 371 – 413, alias memakan 42 halaman dari kitab Majmu’ah Rasail. Sedangkan Al Ma’tsurat yang saat ini beredar dipasaran adalah hanya pada qismul awwal (bagian pertama) saja, yakni terdapat pada halaman 379-388 (hanya sembilan halaman, sudah mencakup wazhifah sughra dan kubra). Oleh karena itu menjadi sangat janggal jika hanya karena beberapa hadits yang dhaif pada qismul awwal (yakni bagian Al Wazhiifah), membuat bagian lainnya yang begitu banyak menjadi hina dan tidak berharga, serta dibuang jauh dari hak umat untuk mengetahuinya.

Ada pun susunan yang beliau buat, tidak berarti itu suatu yang baku, dan beliau pun tidak pernah mengatakan demikian. Siapa saja boleh membacanya dengan urutan yang tidak sama dengan Al Ma’tsurat. Hal ini perlu kami tekankan, agar tidak ada lagi tuduhan terhadap Al Ustadz Al Banna bahwa beliau sengaja membuat urutan wirid tersendiri, yang dengan itu jatuhlah vonis bid’ah terhadapnya.

Sedangkan, tentang derajat hadits yang menganjurkan wirid Al Quran dan juga beberapa dzikir dari hadits pada Al Ma’tsurat, memang ada yang dhaif, munkar, bahkan maudhu’ (palsu). Walau ada juga yang kedhaifannya masih diperselisihkan para pakar hadits. Namun, jumlahnya tidak banyak dan ulama sebelum Al Ustadz Hasan Al Banna pun tidak sedikit yang melakukannya, dan kita menilainya sebagai kekhilafan yang manusiawi. Sungguh berlebihan jika ada yang menganggap bahwa adanya hadits-hadits dhaif tersebut adalah kesengajaan yang dibuat oleh penulisnya dengan niat buruk terhadap kemurnian agama. Haihaata haata …. (sungguh jauh sekali hal tersebut).

Ditambah lagi, sebagian besar ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif untuk urusan fadha’ilul a’mal, dan urusan stimulus untuk membaca ini dan itu dari kalimat doa dan dzikir merupakan bagian dari fadha’ilul a’mal. Bahkan Imam An Nawawi mengklaim telah disepakati kebolehannya, dan kebolehan itu mesti dengan syarat-syarat. Ada pun yang benar adalah kebolehan menggunakan hadits dhaig untuk fadhailul a’mal diperselisihkan, bukan kesepakatan. Hal ini telah kami bahas di channel ini dahulu. Walau demikian, menggunakan riwayat yang shahih adalah lebih utama dan lebih selamat untuk diamalkan. Dan, kita bisa memilah pada Al Ma’tsurat antara yang shahih dan dhaif, sesuai penjelasan para ulama.

📌 Fatwa Ulama

Berikut ini adalah fatwa yang kami ambil dari Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, fatwa No. 23832, 8 Sya’ban 1423H:

السؤال
ما حكم قراءة المأثورات للشهيد حسن البنا جماعة بصوت واحد أو فرادى؟ جزاكم الله خيراً…….
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فلا بأس في قراءة كتاب المأثورات للشيخ حسن البنا وغيره من كتب الأذكار، وقد بينا ضوابط ذلك في الفتوى رقم: 8381 .
وفيها أن الذكر الجماعي بصوت واحد من البدع المحدثات.
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه

Pertanyaan:
Apa hukum membaca Al Ma’tsurat-nya Asy Syahid Hasan Al Banna secara berjamaah dengan satu suara atau satu persatu? Jazakumullah khairan …

Fatwa:

Alhamdulillah Ash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi, amma ba’d:

Tidak apa-apa membaca kitab Al Ma’tsurat-nya Syaikh Hasan Al Banna dan lainnya yang termasuk kitab-kitab dzikir. Dan, kami telah menjelaskan dhawabith(rambu-rambu)nya pada fatwa no. 8381. Di dalamnya disebutkan bahwa dzikir jama’i dengan satu suara termasuk bid’ah. Wallahu A’lam

📕 Mufti: Markaz Fatwa (Pusat Fatwa), penanggung jawab: Asy Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih

🌴🍃🌾🌸🌺🌷☘🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Iqamah Buat Shalatnya Wanita

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum, Ustad. Apakah setiap sholat, saya (perempuan) harus iqomat terlebih dahulu, walaupun sholat munfarid. Terima kasih atas penjelasan Ustad.

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah, Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was zsalamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Untuk iqamah kaum wanita, dijelaskan oleh Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berikut ini:

أذان النساء واقامتهن: قال ابن عمر رضي الله عنهما: ليس على النساء أذان ولا إقامة.
رواه البيهقي بسند صحيح وإلى هذا ذهب أنس، والحسن، وابن سيرين، والنخعي والثوري، ومالك، وأبو ثور، وأصحاب الرأي.
وقال الشافعي وإسحاق: إن أذن وأقمن فلا بأس. وروي عن أحمد: إن فعلن فلا بأس، وإن لم يفعلن فجائز.
وعن عائشة: (أنها كانت تؤذن وتقيم وتؤم النساء، وتقف وسطهن) رواه البيهقي.

Adzan dan Iqamah Kaum Wanita

📌 Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma: “Kaum wanita tidak adzan dan iqamah.” Itu diriwayatkan Al Baihaqi dengan sanad shahih. Dan ini menjadi pendapat Anas, Al Hasan, Ibnu Sirin, Ats Tsauri, An Nakha’i, Malik, Abu Tsaur, dan Ashhabur Ra’yi (Hanafiyah).

📌 Asy Syafi’i dan Ishaq mengatakan: Jika wanita adzan dan iqamah maka tidak apa-apa.

📌 Diriwayatkan dari Ahmad: Jika mereka melakukannya tidak apa-apa, jika tidak melakukannya juga boleh.

📌 Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: Dahulu dia (‘Aisyah) pernah adzan, iqamah, dan menjadi imam kaum wanita, dan posisinya di tengah mereka. Diriwayatkan Al Baihaqi. (Selesai dari Fiqhus Sunnah)

Adapun dalam kitab Al Mausu’ah:

اتفق الفقهاء على عدم جواز أذان المرأة وإقامتها لجماعة الرجال ، لأن الأذان في الأصل للإعلام ، ولا يشرع لها ذلك ، والأذان يشرع له رفع الصوت ، ولا يشرع لها رفع الصوت ، ومن لا يشرع في حقه الأذان لا يشرع في حقه الإقامة .
وأما إذا كانت منفردة أو في جماعة النساء ففيه اتجاهات .
الأول : الاستحباب . وهو قول المالكية والشافعية ، وهي رواية عند الحنابلة .
الثاني : الإباحة . وهي رواية عن أحمد .
الثالث : الكراهة . وهو قول الحنفية .

📌 Ahli Fiqih semua sepakat bahwa wanita tidak boleh adzan dan iqamah untuk jamaah kaum laki-laki

📌 Karena adzan pada dasarnya adalah pemberitahuan, dan hal itu tidak disyariatkan bagi wanita.

📌 Adzan adzan itu disyariatkan meninggikan suara, dan kaum wanita tidak disyariatkan meninggikan suara

📌 Siapa yang tidak berhak adzan maka dia juga tidak berhak iqamah

📌 Sedangkan jika shalatnya sendiri atau jamaah kaum wanita saja, maka ada beberapa pendapat:

🍃 Pertama: disukai (sunnah), ini pendapat Malikiyah, Syafi’iyah, dan juga sebuah riwayat dari Hambaliyah.

🍃 Kedua: boleh, ini salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal.

🍃 Ketiga: makruh, ini adalah pendapat Hanafiyah.

(Selesai)

📖 Kesimpulan:

– Jika iqamahnya untuk jamaah laki-laki, sepakat para ulama itu tidak boleh

– Jika untuk shalat sendiri atau jamaah kaum wanita, maka umumnya fuqaha tidak melarang, kecuali Hanafiyah yang memakruhkan, juga sebagian sahabat nabi.

📚 Sumber: Fiqhus Sunnah, 1/120, Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 6/9

🍃🌴☘🌺🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top