Menghajikan Orang Yang Sudah Wafat

💥💦💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamu ‘Alaikum, Wr Wb. Ust. Teman ana ayahnya mau haji dan sudah bayar ongkosnya, tapi sebelum jadwal sudah meninggal dulu, boleh tidak digantikan orang lain? Jazakallah (dari Refi – 081383068xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulilla wa Ba’d:

Syariat Islam membolehkan ibadah haji seseorang yang sudah meninggal, lumpuh, dan tua bangka yang lemah, digantikan oleh orang lain atas nama orang tersebut. (Istilahnya badal haji). Berikut dalil-dalilnya:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: “Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum berangkat haji, apakah saya atas nama ibu saya?” Beliau bersabda: “Ya, berhajilah untuknya, apa pendapatmu jika ibumu punya hutang? Bayarlah hutang kepada Allah, sebab hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.” (HR. Al Bukhari No. 1852, 7315)

Berkata Imam Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah:

وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ حَجّ وَجَبَ عَلَى وَلِيّه أَنْ يُجَهِّز مَنْ يَحُجّ عَنْهُ مِنْ رَأْس مَاله كَمَا أَنَّ عَلَيْهِ قَضَاء دُيُونه

“Dalam hadits ini, sesungguhnya seseorang yang meninggal dan dia wajib haji, maka wajib bagi keluarganya untuk mempersiapkan seseorang untuk berhaji baginya yang biayanya dari pokok hartanya, sebagaimana keluarganya wajib membayarkan hutang-hutangnya.” (Fathul Bari, 4/66)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menambahkan:

وفي الحديث دليل على وجوب الحج عن الميت، سواء أوصى أم لم يوص، لان الدين يجب قضاؤه مطلقا، وكذا سائر الحقوق المالية من كفارة، أو زكاة، أو نذر. وإلى هذا ذهب ابن عباس، وزيد بن ثابت، وأبو هريرة، والشافعي، ويجب إخراج الاجرة من رأس المال عندهم

“Dalam hadits ini terdapat dalil wajibnya haji bagi orang mayit, sama saja baik dia berwasiat untuk dihajikan atau tidak, karena membayar hutang adalah kewajiban yang mutlak, demikian juga semua hak-hak harta, baik berupa kifarat (denda), zakat, atau nadzar. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, Asy Syafi’i, dan menurut wajib mengeluarkan ongkosnya dari harta pokoknya (modal).” (Fiqhus Sunnah, 1/636)

📌 Haji Untuk Yang Sudah Sangat Tua dan Lemah

Badal haji ini juga boleh dilakukan untuk orang yang sudah sangat tua dan tidak punya kekuatan, hal ini didasari oleh riwayat dari Al Fadhl bin ‘Abbas bahwa seorang wanita dari daerah Khats’am bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ

“Ya Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah tentang haji ini, bertepatan dengan keadaan ayahku yang sudah sangat tua dan tidak mampu berkendaraan, apakah boleh menghajikan untuknya?” Beliau bersabda: “Ya,” dan saat itu terjadi pada haji wada’. (HR. Al Bukhari No. 1854, 4399)

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu berkendaraan, boleh dihajikan oleh orang lain. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

لحج عن الغير من استطاع السبيل إلى الحج ثم عجز عنه، بمرض أو شيخوخة، لزمه إحجاج غيره عنه، لانه أيس من الحج بنفسه لعجزه، فصار كالميت فينوب عنه غيره

“Orang yang sudah mampu untuk pergi haji kemudian dia menjadi lemah karena sakit atau karena usia lanjut, wajiblah baginya mencari pengganti untuk menghajikan dirinya, karena dia tidak ada harapan untuk melakukannya sendiri lantaran kelemahannya, hal ini tidak ubahnya seperti orang yang sudah meninggal dan digantikan oleh orang lain.” (Fiqhus Sunnah, Juz. 1, Hal, 637)

Selanjutnya beliau berkata:

وقد رخص بعضهم أن يحج عن الحي إذا كان كبيرا وبحال لا يقدر أن يحج، وهو قول ابن المبارك والشافعي. وفي الحديث دليل على أن المرأة يجوز لها أن تحج عن الرجل والمرأة، والرجل يجوز له أن يحج عن الرجل والمرأة، ولم يأت نص يخالف ذلك

“Sebagian ulama telah memberikan keringanan untuk berhaji bagi orang yang masih hidup jika dia sudah sangat tua dan sudah tidak ada kesanggupan melaksanakan haji. Inilah pendapat Ibnul Mubarak dan Asy Syafi’i. Hadits ini juga terdapat dalil bahwa wanita boleh menghajikan laki-laki dan wanita, dan sebaliknya juga laki-laki boleh berhaji untuk laki-laki dan wanita, dan tidak ada pernyataan yang bertentangan dengan ini.” (Ibid)

📌 Syarat Orang Yang Menghajikan

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

شرط الحج عن الغير يشترط فيمن يحج عن غيره، أن يكون قد سبق له الحج عن نفسه

“Disyaratkan bagi orang yang menghajikan orang lain, bahwa dia harus sudah haji untuk dirinya dulu.” (Ibid, 1/638)

Hal ini berdasarkan pada hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَن نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaika dari Syubrumah.” Rasulullah bertanya: :”Siapa Syubrumah?” laki-laki itu menjawab: “Dia adalah saudara bagiku, atau teman dekat saya.” Nabi bersabda: “Engkau sudah berhaji?” Laki-laki itu menjawab: “Belum.” Nabi bersabda: “Berhajilah untuk dirimu dahulu kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud No. 1813, Imam Al Baihaqi mengatakan: isnadnya shahih. Lihat Al Muharar fil Hadits, No. 665)

Hadits ini menjadi pegangan mayoritas ulama, bahwa orang yang ingin mewakilkan haji orang lain, di harus sudah berhaji untuk dirinya dahulu.

Berkata Imam Abu Thayyib Rahimahullah:

وَظَاهِر الْحَدِيث أَنَّهُ لَا يَجُوز لِمَنْ لَمْ يَحُجّ عَنْ نَفْسه أَنْ يَحُجّ عَنْ غَيْره وَسَوَاء كَانَ مُسْتَطِيعًا أَوْ غَيْر مُسْتَطِيع لِأَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ لَمْ يَسْتَفْصِل هَذَا الرَّجُل الَّذِي سَمِعَهُ يُلَبِّي عَنْ شُبْرُمَةَ ، وَهُوَ يَنْزِل مَنْزِلَة الْعُمُوم ، وَإِلَى ذَلِكَ ذَهَبَ الشَّافِعِيّ . وَقَالَ الثَّوْرِيّ : إِنَّهُ يُجْزِئُ حَجّ مَنْ لَمْ يَحُجّ عَنْ نَفْسه مَا لَمْ يَتَضَيَّقْ عَلَيْهِ

Menurut zhahir hadits ini, tidak dibolehkan orang yang belum menunaikan haji untuk diri sendiri menghajikan untuk orang lain. Sama saja, apakah orang tersebut mampu atau tidak mampu, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak merinci keadaan laki-laki yang telah beliau dengar menjawab panggilan dari Syubrumah, sehingga hal itu menunjukkan keadaan yang umum, Inilah madzhab Asy Syafi’i. Sementara Ats Tsauri berkata: “Bahwa boleh saja orang yang belum haji dia menghajikan orang lain selama tidak menyulitkannya.” (‘Aunul Ma’bud, 5/174).

Demikian. Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Jaga Penampilanmu Di Hadapan Saudaramu

💥💦💥💦💥💦

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah bercerita:

ويذكر عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله كان ينتظره نفر من أصحابه على الباب فجعل ينظر في الماء ويسوي شعره ولحيته ثم خرج إليهم فقلت يا رسول الله وأنت تفعل هذا قال نعم إذا خرج الرجل إلى إخوانه فليهيىء من نفسه فإن الله جميل يحب الجمال

Diceritakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang ditunggu beberapa sahabatnya di depan pintu. Beliau bercermin di atas permukaan air, dan merapikan rambut dan jenggotnya lalu keluar menemui mereka.

Maka, ‘Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, Engkau melakukan itu?” Beliau menjawab: “Ya, jika seseorang keluar rumah menjumpai saudaranya maka hendaknya dia merapikan penampilannya terlebih dahulu. Karena Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (Selesai)

So, masihkah menganggap bahwa tidak rapi dan kumel itu sunnah nabi?

📌📌📌📌📌📌

📚 Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Raudhatul Muhibbin, Hal. 224. Th. 1992M-1412H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

🌴🌻🍃🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Doakan Jangan Caci Maki Dia

💥💦💥💦💥💦

Mungkin kita pernah melihat wanita yang nampaknya bukan wanita baik-baik. Centil, menggoda, farfum menyengat, dan berpakaian berukuran ala kadarnya.

Biasanya ada kebencian di hati dan menilainya sebagai wanita murahan. Namun, .. kebencian itu pun hanya menunjukkan posisi kita terhadapnya, belum tentu menjadi jalan keluar baginya. Mendoakannya tentu lebih baik dibanding memakinya.

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menceritakan:

وقال الزبير بن بكار حدثنا مصعب الزبيري حدثنا عبدالرحمن بن أبي الحسن قال خرج أبو حازم يرمي الجمار ومعه قوم متعبدون وهو يكلمهم
ويحدثهم ويقص عليهم فبينما هو يمشي وهم معه إذ نظر إلى فتاة مستترة بخمارها ترمي الناس بطرفها يمنة ويسرة وقد شغلت الناس وهم ينظرون إليها مبهوتين وقد خبط بعضهم بعضا في الطريق فرآها أبو حازم فقال يا هذه اتقي الله فإنك في مشعر من مشاعر الله عظيم وقد فتنت الناس فاضربي بخمارك على جيبك فإن الله عز و جل يقول وليضربن بخمرهن على جيوبهن فأقبلت تضحك من كلامه وقالت إني والله
من اللاء لم يحججن يبغين حسبة … ولكن ليقتلن البريء المغفلا
فاقبل أبو حازم على أصحابه وقال تعالوا ندعو الله أن لا يعذب هذه الصورة الحسناء بالنار فجعل يدعو وأصحابه يؤمنون

Berkata Az Zubeir bin Bakkar, berkata kepadaku Mush’ab Az Zubeiriy, berkata kepadaku Abdurrahman bin Abil Hasan, dia berkata:

Abu Hazim keluar untuk melempar jumrah dan para ahli ibadah ikut bersamanya. Dia berbicara dan bercerita bersama mereka. Ketika mereka sedang berjalan, lewatlah seorang gadis menggunakan kerudung di kepalanya. saat itu manusia sedang melempar jumrah baik di sisi kanan dan kirinya, saat itu manusia sedang sibuk dengan aktifitasnya. Mereka (para ahli ibadah) memandang si wanita gadis itu sampai di antara mreka ada yang terpeleset di jalan. Maka, Abu Hazim memandang wanita itu dan berkata:

“Takutlah kamu kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di antara tempat manasik haji yang diagungkan Allah, sedangkan kamu telah menggoda manusia. Julurkanlah kerudungmu sampai dadamu karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Hendaknya mereka menjulurkan kerudung mereka ke dada-dada mereka.”

Wanita itu malah tertawa, dan berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku ini termasuk wanita yang tidak memakai hijab dengan sebuah alasan, tetapi aku ingin “membunuh” orang-orang yang hatinya lalai.”

Lalu, Abu Hazim menoleh ke para sahabatnya dan berkata: “Mari kita doa kepada Allah agar Dia tidak mengazab wanita cantik ini dengan api neraka.” Maka dia pun berdoa dan diaminkan oleh sahabat-sahabatnya.

📌📌📌📌

📚 Imam Ibnul Qayyim, Raudhatul Muhibbin, Hal. 226. Th. 1992M-1412H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

🍃🌻🌴🌺☘🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Membocorkan Soal Ujian; HARAM DAN KEJAHATAN

💦💥💦💥💦💥💦💥

Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin Rahimahullah:

لا يجوز ذلك فإن الاختبارات تجري لأجل معرفة مهارات الطلاب وحفظهم وذكائهم ومتابعتهم ولا يحل للمدرس أن يظهرها أو يشير إليها فإن هذه الأسئلة أمانة عنده ولا يجوز له إطلاع أحد عليها فذلك من الخيانة والغش المحرم فليعلم

“Hal itu tidak diperbolehkan, karena tujuan diadakannya ujian adalah untuk mengetahui kemahiran, hafalan, kecerdasan, dan mengevaluasi para pelajar. Tidak halal bagi seorang pengajar menampakkan dan menyebarkannya kepada mereka. Sebab, soal-soal tersebut adalah amanah baginya, dan tidak boleh baginya memberitahukannya kepada seorang pun. Dan, demikian itu merupakan khianat, dan penipuan yang diharamkan, maka ketahuilah.”

📌📌📌📌📌📌

📚 Fatawa Islamiyah, 4/327 Disusun oleh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid

🌴🌻🍃🌾🌺☘🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top