Sedekah Atas Nama Orang Tua Yang Sudah Wafat

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu alaikum ustad
Gini ustadz..
Jika saya ingin bersedekah atas nama orng tua yang sudah meninggal apakah amalannya sampai..??

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Bersedekah yang diniatkan kebaikan pahalanya untuk mayit, telah menjadi keyakinan dan ijma’ (aklamasi) seluruh para Salafush Shalih, dan imam kaum muslimin dari zaman ke zaman bahwa hal itu boleh, dan sampai pahalanya kepada mayit. Tak satu pun ulama yang mengingkarinya. Sedangkan, ijma’ merupakan salah satu sumber hukum Islam, setelah Al Quran dan As Sunnah.

Berikut dalil-dalil shahih ‘sampainya pahala sedekah ke mayit’:

Hadits 1⃣ : Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ

“Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya maka hal itu akan menghapuskan kesalahannya? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawa: Na’am (ya).” (HR. Muslim No. 1630, Ibnu Majah No. 2716, An Nasa’i No. 3652, Ahmad No. 8486)

Hadits ini sanadnya shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih wa Dhaif Sunan Nasa’i No. 3562, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 2716)

Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, memasukkan hadits ini dalam Bab Wushul Tsawab Ash Shadaqat Ilal Mayyit (Bab: Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit).

Imam An Nasa’i dalam kitab Sunan-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Fadhlu Ash Shadaqat ‘anil Mayyit (Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit)

Hadits 2⃣: Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا

“Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya ibuku wafat secara mendadak, aku kira dia punya wasiat untuk sedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: “Na’am (ya), sedekahlah untuknya.” (HR. Bukhari No. 2609, 1322, Muslim No. 1004, Malik No. 1451, hadits ini menurut lafaz Imam bukhari)

Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Maa Yustahabu Liman Tuwufiya Fuja’atan An Yatashaddaquu ‘Anhu wa Qadha’i An Nudzur ‘anil Mayyit (Bab: Apa saja yang dianjurkan bagi yang wafat tiba-tiba, bersedekah untuknya, dan memenuhi nazar si mayyit).

Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Wushul tsawab Ash Shadaqah ‘anil Mayyit Ilaih. (Sampainya pahala sedekah dari Mayit kepada yang Bersedekah)

Hadits 3⃣: Dari Sa’ad bin ‘Ubadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء

“Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: “Sedekah apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Mengalirkan air.” (HR. An Nasa’i No. 3664, Ibnu Majah No. 3684)

Hadits ini sanadnya shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 3664, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3684)

Dan masih banyak hadits lainnya.

Semua hadits ini adalah shahih. Penjudulan nama Bab yang dibuat oleh para imam ini sudah menunjukkan kebolehan bersedekah untuk mayit, serta sampainya manfaat pahala untuk mayit dan juga pahala bagi yang bersedekah. Tak ada yang mengingkarinya kecuali kelompok inkar sunnah (kelompok yang menolak hadits nabi) dan mu’tazilah (kelompok yang mendewakan akal).

📌Pandangan Imam Ahlus Sunnah

✅ Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan tentang maksud hadits di atas:

وَفِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز الصَّدَقَة عَنْ الْمَيِّت وَاسْت

ِحْبَابهَا ، وَأَنَّ ثَوَابهَا يَصِلهُ وَيَنْفَعهُ ، وَيَنْفَع الْمُتَصَدِّق أَيْضًا ، وَهَذَا كُلّه أَجْمَعَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ

“Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bersedekah untuk mayit dan itu disunahkan melakukannya, dan sesungguhnya pahala sedekah itu sampai kepadanya dan bermanfaat baginya, dan juga bermanfaat buat yang bersedekah. Dan, semua ini adalah ijma’ (kesepakatan) semua kaum muslimin.” (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 6/20. Mawqi’ Ruh Al Islam)

✅ Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, dalam kitab tafsirnya:

فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما

“Adapun doa dan bersedekah, maka keduanya telah disepakati (ijma’) akan sampai kepadanya (mayit), dan keduanya memiliki dasar dalam nash syariat.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz.7, Hal. 465. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’. Cet. 2, 1999M-1420H)

✅ Imam Abu Sulaiman Walid Al Baji Rahimahullah mengatakan:

فَاسْتَأْذَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم فِي أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْهَا فَأَذِنَ لَهُ فِي ذَلِكَ فَثَبَتَ أَنَّ صَدَقَتَهُ عَنْهَا مِمَّا يُتَقَرَّبُ بِهِ

“Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengizinkan bersedekah darinya, hal itu diizinkan untuknya, karena sedekahnya itu termasuk apa-apa yang bisa mendekatkan dirinya (kepada Allah).” (Al Muntaqa’ Syarh Al Muwaththa’, 4/74. Mawqi’ Al Islam)

✅ Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَيْسَ فِي الْآيَةِ وَلَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَنْتَفِعُ بِدُعَاءِ الْخَلْقِ لَهُ وَبِمَا يُعْمَلُ عَنْهُ مِنْ الْبِرِّ بَلْ أَئِمَّةُ الْإِسْلَامِ مُتَّفِقُونَ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِذَلِكَ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَقَدْ دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ فَمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ

“Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa ‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah ahli bid’ah.” (Majmu’ Fatawa, 5/466. Mawqi’ Al Islam)

Beliau juga berkata:

وَالْأَئِمَّةُ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ تَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ وَكَذَلِكَ الْعِبَادَاتُ الْمَالِيَّةُ : كَالْعِتْقِ

“Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan sampai kepada mayit, demikian juga ibadah maliyah (harta), seperti membebaskan budak.” (Ibid)

✅ Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

أَيَّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا الإِْنْسَانُ وَجَعَل ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ نَفَعَهُ ذَلِكَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى : كَالدُّعَاءِ وَالاِسْتِغْفَارِ ، وَالصَّدَقَةِ وَالْوَاجِبَاتِ الَّتِي تَدْخُلُهَا النِّيَابَةُ

“Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit seorang muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar, sedekah, dan kewajiban yang bisa diwakilkan.” (Al Mughni, 567-569)

Kewajiban yang bisa diwakilkan adalah haji dan puasa, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hadits shahih.

✅ Imam Khathib Asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:

تَنْفَعُ الْمَيِّتَ صَدَقَةٌ عَنْهُ ، وَوَقْفٌ وَبِنَاءُ مَسْجِدٍ ، وَحَفْرُ بِئْرٍ وَنَحْوُ ذَلِكَ

“Sedekah bagi mayit membawa manfaat baginya, wakaf membangun masjid, dan membuat sumur air dan semisalnya ..” (Mughni Muhtaj, 3/69-70)

✅ Imam Al Bahuti Rahimahullah mengatakan:

قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ

Imam Ahmad mengatakan, bahwa semua bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. (Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16)

✅ Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah – mantan Mufti Saudi Arabia- mengatakan:

أما الصدقة عن أموات المسلمين والدعاء لهم ، فكل ذلك مشروع

“Ada pun bersedekah dan berdoa bagi mayit kaum muslimin, maka semua ini disyariatkan.” (Syaikh Bin Baz, Fatawa Nur ‘Alad Darb, 1/89)

✅ Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

أما الصدقة عن الميت فلا بأس بها يجوز أن يتصدق فإن رجلاً جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي قد افتلتت نفسها وأظنها لو تصدقت لتكلمت أفأتصدق عنها قال نعم فيجوز للإنسان أن يتصدق عن أبيه إذا مات وعن أمه وعن إخوته وأقاربه وكذلك عن غيره من المسلمين

“Ada pun sedekah buat mayit, maka itu tidak apa-apa, boleh bersedekah (untuknya). Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat mendadak, aku mengira dia berencana untuk bersedekah, apakah saya boleh bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Maka, boleh bagi manusia bersedekah untuk ayahnya jika sudah wafat, juga untuk ibunya, saudaranya, kerabatnya, demikian juga untuk yang lainnya dari kaum muslimin.” (Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad Darb, No. 44)

Dan masih banyak ulama lainnya, namun para ulama di atas sudah mewakili yang lainnya, bahwa bersedekah untuk mayit adalah boleh, dan sampai pahalanya kepada mayit, serta berpahala juga bagi yang bersedekah. Ini adalah ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin dari dahulu hingga saat ini, bahkan Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hal ini telah diketahui secara pasti dalam agama. Maka, barang siapa yang mengingkarinya –kata Imam Ibnu Taimiyah- dia adalah ahli bid’ah (pelaku kesesatan).

Bukan hanya itu, mengingkari hal ini merupakan pengingkaran terhadap sunah nabi, dan Imam Asy Syaukani dan lainnya menyebutkan pengingkaran hal ini hanya dilakukan oleh kaum mu’tazilah (pendewa akal).

Kehujjahan Ijma’ telah diakui semua umat Islam, kecuali para pengikut hawa nafsu. Berkata Imam Ibnu Taimiyah:

الْإِجْمَاعُ وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَيْنَ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ الْفُقَهَاءِ وَالصُّوفِيَّةِ وَأَهْلِ الْحَدِيثِ وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمْ فِي الْجُمْلَةِ وَأَنْكَرَهُ بَعْضُ أَهْلِ الْبِدَعِ مِنْ الْمُعْتَزِلَةِ وَالشِّيعَةِ

“Ijma’ telah menjadi kesepakatan antara umumnya kaum muslimin, baik dari kalangan ahli fiqih, sufi, ahli hadits, dan ahli kalam, serta selain mereka secara global, dan yang mengingkarinya adalah sebagian ahli bid’ah seperti mu’tazilah dan syi’ah.” ( Majmu’ Fatawa, 3/6. Mawqi’ Al Islam)

Dan, orang-orang yang mengingkari ijma’ adalah penghancur dasar-dasar agama, sebagaimana kata Imam As Sarkhasi dalam kitab Ushul-nya:

“Orang-orang yang mengingkari keberadaan ijma sebagai hujjah , maka mereka telah membatalkan ushuluddin (dasar-dasar agama), padalah lingkup dasar-dasar agama dan referensi umat Islam adalah ijma’nya mereka, maka para munkirul ijma (pengingkar ijma’) merupakan orang-orang yang merobohkan dasar-dasar agama.” (Ushul As Sarkhasi, 1/296. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Al Imam Al Hafizh Al Khathib Al Baghdadi berkata:

“Ijma’ (kesepakatan) ahli ijtihad dalam setiap masa adalah satu di antara hujjah-hujjah Syara’ dan satu di antara dalil-dalil hukum yang dipastikan benarnya”. (Al Faqih wal Mutafaqih, 1/154)

Allah Ta’ala memerintahkan agar kita mengikuti ijma’, dan bagi penentangnya disebut sebagai orang-orang yang mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, yakni dalam firmanNya:

“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa (4): 115)

Dalam hadits juga disebutkan:

إن الله تعالى لا يجمع أمتي على ضلالة وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَة

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah meng-ijma’kan umatku dalam kesesatan, dan tangan Allah bersama jamaah.” (HR. At Tirmidzi No. 2255, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No 1848)

Demikian, Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang menginginkan kebenaran.

Wallahu A’lam wa ilaihi musytaka …

🍃🌴🌻☘🌾🌸🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Allah Ta’ala dan MalaikatNya Bershalawat Kepada… (Bag. 1)

💦💥💦💥💦💥

📌 Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الَّذِينَ يَصِلُونَ الصُّفُوفَ وَمَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang menyambungkan shaf dan siapa yang mengisi celah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang tersebut karenanya. (HR. Ibnu Majah No. 985, shahih)

📌 Dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ

Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada orang yang berada di barisan pertama. (HR. Ibnu Majah No. 987, shahih)

📌 Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ

Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang berada di shaf sebelah kanan. (HR. Abu Daud No. 578, Ibnu Majah No. 995, hasan)

🌴🌴🌴🌴🌴

Dari, sini kita mengetahui orang-orang yang mendapatkan shalawat secara khusus dari Allah Ta’ala dan para malaikatNya adalah:

1⃣ Semua orang yang menyambung shaf ketika shalat dan menutup celah kosong, baik di shaf awal, kedua, dst.

2⃣ Semua orang yang di shaf awal, baik sebelah kanan, tengah, atau kiri.

3⃣ Semua orang yang di shaf sebelah kanan, yakni sebelah kanan imam, baik shaf pertama, kedua, dst.

Lalu, apa makna Allah dan MalaikatNya bershalawat? Para ulama menjelaskan yaitu malaikat memohonkan ampunan untuknya dan rahmat Allah Ta’ala kepadanya.

Makna ini diisyaratkan dalam hadits lain sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ صَلَاةُ الْجَمِيعِ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ وَتُصَلِّي يَعْنِي عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat berjama’ah lebih utama dari shalatnya sendirian di rumah atau di pasarnya sebanyak dua puluh lima derajat. Jika salah seorang dari kalian berwudlu lalu membaguskan wudlunya kemudian mendatangi masjid dengan tidak ada tujuan lain kecuali shalat, maka tidak ada langkah yang dilakukannya kecuali Allah akan mengangkatnya dengan langkah itu setinggi satu derajat, dan mengahapus darinya satu kesalahan hingga dia memasuki masjid. Dan jika dia telah memasuki masjid, maka dia akan dihitung dalam keadaan shalat selagi dia meniatkannya, dan para malaikat akan mendoakannya selama dia masih berada di tempat yang ia gunakan untuk shalat, ‘Ya Allah AMPUNILAH dia. Ya Allah RAHMATILAH dia’. Selama dia belum berhadats.”
(HR. Al Bukhari No. 457)

Demikian. Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Adam ‘Alaihissalam; Nabi atau Rasul?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

assalam mu’alaikum
mau tanya nabi adam itu apakah hanya seorang nabi atau rasul jg ustadz?
syukron ustadz (+62 838-4583xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Para ulama berbeda pendapat tentang hal itu.

Secara Zahir Nash, Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah Nabi pertama, .. bukan Rasul pertama.

Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘Alaihissalam sebagaimana hadits berikut:

يا نوح انت اول الرسل إلى الأرض

Wahai Nuh, Engkau adalah Rasul pertama yang ada di muka bumi.
(HR. Muslim no. 194)

Sedangkan Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah seorang Nabi, bukan Rasul.

Sebagaimana hadits dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu:

قَالَ قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ فَأَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ قَالَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَوَنَبِيٌّ كَانَ آدَمُ قَالَ نَعَمْ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ …..

Ia (Abu Dzar) berkata; Saya berkata; Wahai Nabi Allah! Siapakah nabi pertama? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda; “Adam Alaihissalam.” Ia berkata; Saya berkata; Wahai Nabi Allah! Apakah Adam seorang nabi? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda; “Ya, nabi yang diajak bicara, diciptakan Allah dengan tanganNya …”

(HR. Ahmad no. 21257. Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban)

Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. (Majmu’ Fatawa wa Rasaail, 1/317)

Sementara ulama lain mengatakan, bahwa Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah Nabi dan Rasul, bagi anak-anaknya.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

وقال أهل التفسير كان من شريعة آدم عليه السلام أن يتزوج الرجل أخته التي لم تولد معه في بطن واحد، وعلى هذا فآدم نبي ورسول

Ahli tafsir mengatakan, dahulu pada syariat Adam ‘Alaihissalam seorang laki-laki menikahi saudaranya yang wanita, yang dilahirkan tidak berbarengan dengannya. Maka dari itu, Adam ‘Alaihissalam adalah Nabi dan Rasul.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 62359)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Sembelihan Yang Tidak Disebut Nama Allah Ta’ala

💦💥💦💥💦💥

Para ulama berselisih pendapat tentang ini tentang boleh tidaknya, sehingga membawa konsekuensi halal atau haramnya hasil sembelihannya.

Dalam hal ini ada Ada tiga pendapat ulama.

1⃣ Argumen Yang Membolehkan, baik sengaja atau lupa membaca tasmiyah (Bismillah)

Kelompok ini berpendapat, bahwa membaca tasmiyah hanyalah sunah, bukan wajib. Inilah pendapat Ali bin Abi Thalib dari golongan sahabat, Imam An Nakha’i, Imam Hammad bin Abu Sulaiman, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ishaq ar Rahawaih, Imam Asy Syafi’i, Imam Ibnul Mundzir, dan banyak ulama fiqih lainnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam An Nawawi.

Imam Ibnu Katsir berkata: “Sesungguhnya tidaklah disyaratkan membaca tasmiyah, jika tidak membacanya karena sengaja atau lupa, maka tidaklah memudharatkan, inilah madzhab Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan sekalian para sahabatnya, dan satu riwayat dari Imam Ahmad, dan satu riwayat dari Imam Malik, juga ada keterangan tentang itu dari sahabatnya, yakni Asyhab bin Abdul Aziz. Juga dihikayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Atha bin Abi Rabah. Wallahu A’lam “ (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, 3 /324-325. Dar thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’)

Golongan ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:

🔸 Allah Ta’ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ

“Diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang Yang tidak disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi (termasuk semuanya), dan binatang-binatang Yang disembelih kerana Yang lain dari Allah, dan Yang mati tercekik, dan Yang mati dipukul, dan Yang mati jatuh dari tempat Yang tinggi, dan Yang mati ditanduk, dan Yang mati dimakan binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih (sebelum habis nyawanya), dan Yang disembelih atas nama berhala; dan (diharamkan juga) kamu merenung nasib Dengan undi batang-batang anak panah. “ (QS. Al Maidah (5): 3)

Maksud ayat ‘kecuali yang sempat kamu sembelih’ artinya orang Islam. Bagi kelompok ini keislaman seseorang sudah cukup. Jika memang tidak cukup, pasti ayat tersebut menekankan pengucapan bismillah, tetapi ternyata tidak ada. Maka halal, sembelihan orang Islam, yang tidak membaca bismillah.

🔹 Sedangkan ayat yang berbunyi:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu makan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, kerana Sesungguhnya Yang sedemikian itu adalah perbuatan fasik (berdosa) “ (QS. Al An’am (6): 121)

Menurut Imam Asy Syafi’i maksudnya adalah: “Terhadap apa-apa yang disembelih untuk selain Allah, sebagaimana Al An’am ayat:145:

“Atau sesuatu yang dilakukan secara fasiq, yaitu binatang yang disembelih selain untuk Allah.”. (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/325)

🔸 Hal ini dikuatkan lagi oleh hadits:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أرأيت الرجل منا يذبح وينسى ان يسمى فقال النبي صلى الله عليه وسلم اسم الله على كل مسلم. . مَرْوَانُ بْنُ سَالِمٍ ضَعِيفٌ. وَقَالَ ابْنُ قَانِعٍ « اسْمُ اللَّهِ عَلَى فَمِ كُلِّ مُسْلِمٍ ».

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapat Anda tentang seseorang yang menyembelih dan lupa menyebut nama Allah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Nama Allah ada pada setiap muslim.” (HR. Sunan Ad Daruquthni, Bab Ittikhadz Al Khal minal Khamr, 94. Sanadnya terdapat Marwan bin Salim, dia dhaif. Berkata Ibnu Qani’:” Nama Allah ada pada setiap mulut orang Islam.” Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra , No. 18673)

🔹 Ada Hadits lain yang menguatkan lagi:

عن ابن عباس رضى الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال المسلم يكفيه اسمه فان نسى ؟ ان يسمى حين يذبح فليذكر اسم الله وليأكله

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda: “Seorang muslim cukuplah namanya sendiri, maka jika dia lupa (menyebut nama Allah) ketika menyembelih, maka sebutlah nama Allah setelah itu, lalu makanlah.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, Juz. 9, Hal. 239. No. 18669)

🔸 Dalam As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi ada atsar dari Ibnu Abbas:

عن ابن عباس رضى الله عنهما فيمن ذبح ونسى التسمية قال المسلم في اسم الله وان لم يذكر التسمية

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, tentang orang yang menyembelih dan lupa tasmiyah (menyebut nama Allah), dia menjawab: “Seorang muslim ada nama Allah, walau pun dia tidak menyebut tasmiyah.” (Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 18672)

🔹 Ada hadits lain yang menguatkan pendapat ini:

عن الصلت قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذبيحة المسلم حلال ذكر اسم الله أو لم يذكر

Dari Shalt, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sembelihan seorang muslim adalah halal, baik dia menyebut nama Allah atau tidak menyebut.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al kubra , No. 18674)

🔸 Riwayat lain:

عن أناس من أصحاب النبي عليه السلام أنهم سألوا النبي صلى الله عليه وسلم ، فقالوا : أعاريب يأتوننا بلحمان مشرحة ، والجبن ، والسمن ، والفراء ، ما ندري ما كنه إسلامهم ؟ قال : « انظروا ما حرم عليكم فأمسكوا عنه ، وما سكت عنه فإنه عفا لكم عنه ، وما كان ربك نسيا

Dari para sahabat Nabi, bahwa mereka bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Orang Badui biasa datang kepada kami dengan membawa daging, keju, dan samin, padahal kita tidak tahu keislaman mereka?” Nabi menjawab: “Lihatlah apa-apa yang Allah haramkan buat kalian, maka peganglah itu. Sedangkan yang Dia diamkan, maka itu termasuk yang dimaafkanNya buat kalian, sesungguhnya Tuhanmu tidaklah lupa.” (HR. Ath Thahawi, Musykilul Atsar No. 638)

🔹 Hadits lain:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa ada segolongan manusia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada kaum yang medatangi kami sambil membawa daging, kami tidak tahu apakah disebut nama Allah terhadap daging itu atau tidak.” Rasulullah menjawab: “Sebutlah nama Allah atasnya, dan makanlah.” (HR. Bukhari No. 1952, 5188, 6963. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 18667. Malik No. 1038)

Demikianlah keterangan dan hujjah dari golongan yang mengatakan bolehnya menyembelih tanpa membaca bismillah bagi seorang muslim, baik sengaja atau lupa. Sekian.

2⃣ Argumen yang Mengharamkan

Kelompok ini punya pendapat bahwa haram hukumnya memakan hewan sembelihan yang tidak disebut nama Allah Ta’ala atasnya. Dengan kata lain, wajib hukumnya tasmiyah ketika menyembelih.

🔹 Dalilnya adalah:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu makan dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, kerana Sesungguhnya Yang sedemikian itu adalah perbuatan fasik (berdosa) “ (QS. Al An’am (6): 121)

Berkata Imam Ibnu Katsir: “Dengan ayat inilah adanya madzhab yang menyatakan tidak halal sembelihan yang tidak dibacakan nama Allah, walau yang meyembelih adalah seorang muslim.”

Lalu dia berkata: “Ada yang mengatakan, tidak halal sembelihan dengan sifat seperti itu, sama saja apakah dia meninggalkan secara sengaja atau lupa. Inilah yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Nafi’ pelayan Ibnu Umar, Amir Asy Sya’bi, Muhammad bin Sirin, ini juga riwayat dari Imam Malik, juga salah satu riwayat dari Ahmad bin Hambal, yang didukung oleh sekolompok pengikutnya baik yang dulu atau belakangan. Inilah yang dipilih oleh Abu Tsaur, Daud Azh Zhahiri, juga Abu al Futuh Muhammad bin Muammad bin Ali Ath Tha’i dari kalangan pemgikut Syafi’i yang belakangan dalam kitab Al Arba’in, mereka juga berhujjah dengan Al Maidah ayat:4. Makanlah dari apa Yang mereka tangkap untuk kamu dan sebutlah nama Allah atasnya.” (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/324)

🔸 Sedangkan hadits:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أرأيت الرجل منا يذبح وينسى ان يسمى فقال النبي صلى الله عليه وسلم اسم الله على كل مسلم. . مَرْوَانُ بْنُ سَالِمٍ ضَعِيفٌ. وَقَالَ ابْنُ قَانِعٍ « اسْمُ اللَّهِ عَلَى فَمِ كُلِّ مُسْلِمٍ ».

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapat Anda tentang seseorang yang menyembelih dan lupa menyebut nama Allah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Nama Allah ada pada setiap muslim.” (HR. Sunan Ad Daruquthni, Bab Ittikhadz Al Khal minal Khamr, 94. Sanadnya terdapat Marwan bin Salim, dia dhaif. Berkata Ibnu Qani’:” Nama Allah ada pada setiap mulut orang Islam.” Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra , No. 18673)

Hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah, sebab perawinya yakni Marwan bin Salim adalah Dhaif. Imam Ibnu katsir berkata: “tetapi isnad hadits ini dhaif, karena ada rawi Marwan bin Salim, lebih dari satu imam yang membicarakan kedhaifannya. “ (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/327)

Imam Bukhari berkata tentang Marwan bin Salim: Munkarul hadits. Ahmad dan lainnya: tidak tsiqah. Ad daruquthni berkata: matruk. Muslim dan Abu Hatim berkata: munkarul hadits. Abu Urubah Al Harani berkata: memalsukan hadits. Ibnu Adi: kebanyakan haditsnya tidak diikuti oleh orang-orang terpercaya. An Nasa’i berkata; Matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan). (Al Majruhin, Juz. 3, Hal. 13)

Oleh karena itu Imam Al Baihaqi sendiri mengatakan bahwa hadits ini munkar. (As Sunan Al Kubra No. 18673)

🔹Riwayat lain:

عن ابن عباس رضى الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال المسلم يكفيه اسمه فان نسى ؟ ان يسمى حين يذبح فليذكر اسم الله وليأكله

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda: “Seorang muslim cukuplah namanya sendiri, maka jika dia lupa (menyebut nama Allah) ketika menyembelih, maka sebutlah nama Allah setelah itu, lalu makanlah.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, Juz. 9, Hal. 239. No. 18669)

Ini juga tidak bisa dijadikan hujjah, sebab di dalamnya ada Muhammad bin Yazid bin Sinan, yang didhaifkan oleh sebagian besar ulama, hanya sedikit saja yang menganggapnya tsiqah (kredible). Abu Daud mengatakan: dia bukan apa-apa. Ad Daruquthni mengatakan: dhaif. At Tirmidzi mengatakan: riwayat darinya tidak bisa diikuti, dia dhaif. Abu Hatim mengatakan: dia bukan apa-apa, dan kelalaiannya lebih parah dibanding ayahnya. Tetapi Ibnu Hibban memasukkannya dalam ats tsiqat. Maslamah juga mengatakan tsiqah, sedangkan Al Hakim mengatakan tsiqah terhadap riwayat darinya, jika diriwayatkan dari Mas’ud. (Imam Ibnu Hajar, Tahdzib At Tahdzib, 31/525. Cet. 1, 1326H. Mathba’ah Dairatul Ma’arif. An Nizhamiyah – India)

🔹 Riwayat lainnya:

عن الصلت قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذبيحة المسلم حلال ذكر اسم الله أو لم يذكر

Dari Shalt, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sembelihan seorang muslim adalah halal, baik dia menyebut nama Allah atau tidak menyebut.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al kubra , No. 18674)

Hadits ini walau pun shahih, tetapi mursal. Karena Shalt seorang tabi’in yang tidak bertemu lansung dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagian imam seperti Imam Asy Syafi’i dan lain-lain tidak menjadikannya sebagai hujjah.

🔸 Kelompok yang mengharamkan, juga berdalil dengan ayat berikut:

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآَيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

“Maka makanlah dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika betul kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am (6): 118)

Jadi, syarat keimanan menurut ayat ini adalah menyebut nama Allah Ta’ala ketika menyembelih.

🔸Juga dikuatkan oleh hadits:

عَنْ عَدِيٍّ قَالَ : { قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّا قَوْمٌ نَرْمِي فَمَا يَحِلُّ لَنَا ؟ قَالَ : يَحِلُّ لَكُمْ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذَكَرْتُمْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَخَزَقْتُمْ فَكُلُوا مِنْهُ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَهُوَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ مَا قَتَلَهُ السَّهْمُ بِثِقَلِهِ لَا يَحِلُّ

Dari Adi, dia berkata: AKu berkata: “Ya Rasulullah, kami adalah kamu yang memanah, maka apakah yang halal bagi kami?” Rasulullah menjawab: “Yang halal bagi kamu adalah apa yang kamu sembelih dan kamu tombak, dan yang kamu sebut nama Allah atasnya, maka makanlah itu.” Diriwayatkan Ahmad, dan ini dalil bahwa apa-apa dibunuh dengan panah adalah tidak halal. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 8/135. Maktabah Ad da’wah Al Islamiyah)

Pada halaman lain Imam Syaukani berkata:

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ التَّسْمِيَةَ وَاجِبَةٌ لِتَعْلِيقِ الْحِلِّ عَلَيْهَا

“Di dalamnya terdapat dalil, bahwa tasmiyah adalah wajib untuk mengkaitkan kehalalan (hewan sembelihan)” (Nailul Athar, 8/136)

🔹 Dari Rabi’ bin Khadij Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ

“Apa saja darah yang dialirkan dan disebut nama Allah atasnya,maka makanlah” (HR. At Tirmidzi No. 1491, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 5565)

Ini adalah dalil yang tegas tentang keharusan membaca nama Allah Ta’ala atas hewan sembelihan yang akan dimakan.

🔹 Dalil lain, dari Ibnu umar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَلَا آكُلُ إِلَّا مَا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ

“Aku tidaklah memakan apa-apa yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (HR. Bukhari No. 3826)

Demikianlah dalil-dalil yang menyatakan haramnya sembelihan tanpa menyebut nama Allah Ta’ala.

Ada pun hadits:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa ada segolongan manusia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada kaum yang medatangi kami sambil membawa daging, kami tidak tahu apakah disebut nama Allah terhadap daging itu atau tidak.” Rasulullah menjawab: “Sebutlah nama Allah atasnya, dan makanlah.” (HR. Bukhari No. 1952, 5188, 6963. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 18667. Malik No. 1038)

Menurut kelompok ini hadits ini mesti ditakwil, sebab tidak ada keterangan yang pasti, apakah bismillah dibaca atau tidak sebagaimana yang tertera dalam hadits ini sendiri. Oleh karena itu hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah yang kuat dan spesifik (qath’iyud dalalah).

Imam Ibnu Taimiyah memilih dan menguatkan bahwa pandangan yang mewajibkan membaca tasmiyah secara mutlak:

وَهَذَا أَظْهَرُ الْأَقْوَالِ ؛ فَإِنَّ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ قَدْ عَلَّقَ الْحَلَّ بِذِكْرِ اسْمِ اللَّهِ

“Dan ini merupakan zhahir dari berbagai pendapat, maka sesungguhnya Al Kitab Dan As Sunnah telah mengaitkan kehalalan dengan menyebut nama Allah Ta’ala.” (Majmu’ Fatawa, 9/247. Mawqi’ Al Islam)

3⃣Yang mengatakan haram jika sengaja tidak membaca, namun halal jika karena lupa.

Berkata Imam Ibnu Katsir:

إن ترك البسملة على الذبيحة نسيانا لم يضر وإن تركها عمدًا لم تحل هذا هو المشهور من مذهب الإمام مالك، وأحمد بن حنبل، وبه يقول أبو حنيفة وأصحابه، وإسحاق بن راهويه: وهو محكي عن علي، وابن عباس، وسعيد بن المُسَيَّب، وعَطَاء، وطاوس، والحسن البصري، وأبي مالك، وعبد الرحمن بن أبي ليلى، وجعفر بن محمد، وربيعة بن أبي عبد الرحمن

“Jika meninggalkan bacaan basmalah karena lupa maka itu tidaklah memudharatkan, dan jika meninggalkannya karena sengaja maka tidak halal.” Ini adalah pandangan masyhur dari madzhab Imam Malik, Ahmad bin Hambal, dengannya pula pandangan Abu hanifah dan sahabat-sahabatnya, Ishaq bin Rahawaih, juga dihikayatkan dari Ali, Ibnu abbas, Said bin Al Musayyab, Atha’, Thawus, Al Hasan Al bashri, Abu malik, Abdurrahman bin Abi Laila, Ja’far bin Muhammad, dan Rabi’ah bin Abdurrahman.” (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/ 326)

Dalil kelompok ini adalah:

🔹 Allah Ta’ala befirman:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami te

rsalah.” (QS. Al Baqarah (2): 286)

🔸Dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah bersabda:

إن الله وضع عن أمتي الخطأ والنسيان، وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya Allah meletakkan (tidak menganggap, pen) dari umatku: Orang yang salah, yang lupa, dan yang dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, No. 2045, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 7110, dan dihasankan oleh Imam An Nawawi dalam Arba’innya no. 39)

📌 Demikianlah tiga kelompok dengan masing-masing hujjahnya. Manakah yang benar?

Jika diperhatikan semua dalil secara menyeluruh, maka pandangan kelompok tiga lebih kuat; yakni haram jika sengaja tidak membaca, namun halal jika karena lupa. Walau pendapat kedua lebih tenang di hati. Selesai.

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top