Syarah Matan Abu Syuja’ (Al Ghaayah wat Taqriib) (Bag. 3) – Air Laut

💢💢💢💢💢💢

٢. ماء البحر

2. Air laut.

Imam Abu Syuja’, menyebutkan air laut sebagai air yg SAH untuk bersuci.

Dalilnya adalah
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:

سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, kami sedang berlayar di lautan, kami membawa sedikit air. Jika kami pakai air itu buat wudhu, maka kami akan kehausan, apakah boleh kami wudhu pakai air laut?” lalu Beliau bersabda: “Dia suci airnya, halal bangkainya.” (HR. At Tirmidzi no. 69, Abu Daud no. 83, Ibnu Majah no. 386, Ahmad no. 7233)

Imam At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Beliau juga bertanya kepada Imam Bukhari tentang hadits ini, Imam Bukhari menjawab: Shahih. (Imam Ibnul Mulaqin, Al Khulashah, 1/7)

Mayoritas ulama mengatakan air laut suci dan mensucikan, sebagian kecil mengatakan makruh bersuci dengan air laut. Hal ini dijelaskan Imam At Tirmidzi Rahimahullah:

وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَابْنُ عَبَّاسٍ لَمْ يَرَوْا بَأْسًا بِمَاءِ الْبَحْرِ وَقَدْ كَرِهَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوُضُوءَ بِمَاءِ الْبَحْرِ مِنْهُمْ ابْنُ عُمَرَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو هُوَ نَارٌ

Ini (yang menyatakan sucinya air laut, pen) adalah mayoritas ahli fiqih dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya: Abu Bakar, Umar, dan Ibnu Abbas, menurut mereka tidak apa-apa dengan air laut. Sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada yang memakruhkan, di antaranya: Ibnu Umar dan Abdullah bin Amru. Dan, Abdullah bin Amru berkata: “Itu adalah api.” (Sunan At Tirmidzi No. 69)

Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan, bahwa jawaban Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Dia (laut) suci airnya”, menunjukkan begitu kuat kesuciannya. Beliau tidak menggunakan kata na’am (Iya), padahal jawaban Iya juga sudah menunjukkan boleh bersuci dengannya. (Faidhul Qadir, 3/215)

Demikian. Wallahu a’lam

Bersambung ….

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Syarah Matan Abu Syuja’ (Al Ghaayah wa At Taqriib) (Bag. 2) – Air Hujan

💢💢💢💢💢💢💢

Imam Abu Syuja’ berkata:

المياه التى يجوز التطهير بها سبع مياه:

Air yang boleh dengannya bersuci ada tujuh air:

Maksudnya air yang SAH dipakai untuk bersuci.

١. ماء السماء

Air langit

Maksudnya air yang turun dari langit, yaitu air hujan.

Dalilnya, Allah Ta’ala berfirman:

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ

Dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu. (QS. Al-Anfal: 11)

Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah berkata:

يجوز رفع الحدث وإزالة النجس بالماء المطلق وهو ما نزل من السماء …

Dibolehkan menghilangkan hadats dan menghapuskan najis dengan air mutlak, yaitu air dari langit … (Al Muhadzdzab, 1/15)

Imam Al Bahutiy Rahimahullah berkata:

والماء الطهور ما نزل من السماء كالمطر …

Air suci yaitu apa yang turun dari langit seperti hujan … (Al Kasysyaaf Al Qinaa’, 1/25)

(Bersambung …)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Sah-kah Shalat di Lantai Dua Masjid?

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustd..
Ada masjid bertingkat 2
Ketika Solat berjamaah Lantai bawah masi terlihat Renggang/ tidak terlalu penuh.
Kemudia banyak pula yg berjamaah diLantai 2.
Apakah mereka yg Solat dilantai 2 mendapatkan Pahala berjamaah?
Syukron ustd.

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Shalat di lantai dua, sementara imam di lantai pertama adalah sah, selama satu bangunan dan makmum mengetahui gerakan imam, baik melalui melihat imam atau mendengarkan suaranya. Ini sudah berlangsung lama di dunia Islam.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah menjelaskan:

فلا حرج في الصلاة في المسجد المكون من طابقين ، سواء في الجمعة أو في غيرها ، إذ الطابق المتأخر بنياناً يعتبر توسعة طرأت على الطابق الأول ، والكل أصبح مسجداً واحداً ، لكن ينبغي أن تكون بينهما فتحة قرب الإمام يسمع الصوت منها إذا انقطع التيار الكهربائي.
كما ينبغي أيضاً ملاحظة تأخر المأمومين عن الإمام .

Ada apa-apa shalat di masjid yang memiliki dua lantai, baik shalat Jumat atau lainnya sama saja. Mengingat bangunan yg terakhir merupakan perluasan dari masjid lantai pertama, semuanya terhitung satu bangunan masjid. Tetapi hendaknya di antara dua tingkat itu disediakan fut-hah (lubang, celah, kamera) yang mendekat ke imam agar terdengar suara jika terputus aliran listrik. Sebagaimana juga agar ma’mun yg belakang bisa memperhatikan imam.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 10801)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah berkata:

الصلاة في الدور الثاني من المسجد جائزة إذا كان معه أحد في مكانه يعني لم ينفرد بالصف وحده، لكن الأفضل أن يكون مع الناس في مكانهم؛ لأنه إذا كان مع الناس في مكانهم كان أقرب للإمام، وما كان أقرب إلى الإمام فهو أفضل

Shalat di lantai ke dua masjid adalah boleh, jika dia bersama orang lain, yaitu jangan sendirian di shaf. Tetapi, afdolnya memang dia shalat bersama manusia di tempat mereka. Sebab jika dia shalat bersama orang-orang maka dia lebih dekat dengan imam, dan dekat ke imam itu lebih utama.

(Majmu’ Fatawa wa Rasaail, Jilid 12, Kitab Ahkaam Ash Shufuuf)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat Al Kafirun (bag.2)

📓 Siapakah Orang-Orang Kafir Itu?

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”. (QS. Al Kafirun: 1)

📓 A. Makna Kafir

الْكَافِرُونَ

Orang-orang kafir, bentuk jamak muzakar salim dari كافر

Secara bahasa kata كافر bermakna الستر و التغطية artinya menghalangi dan menutupi (Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis Al Lughah, 5/191)

Secara istilah, para ulama beragam dalam mendefinisikan makna kafir:

1⃣ Ar Raghib Al Asfahani (502H)

Beliau memaknai kafir seperti tertulis dalam kitabnya:

الكافر على الاطلاق متعارف فيمن يجحد الوحدانية ، أو النبوه ، أو الشريعة ، أو ثلاثتها

Kafir adalah istilah yang disematkan bagi orang yang ingkar wahdaniyah (Ke-Esaan Allah), nubuwah (kenabian Rasulullah), atau syariat atau ketiga-tiganya. (Al Mufradat fi Gharibil Qur’an, 715)

2⃣ Ibnu Hazm

Beliau menyebutkan makna kafir dalam konteks syariat yaitu:

جحد الربوبية وجحد نبوة نبي من الانبياء صحت نبوتة في القرآن،او جحد شيء مما اتى به رسول الله صلى الله علية وسلم ، مما صح عند جاحده بنقل الكافة ، او عمل شيء قام البرهان بأن العمل به كفر

Kafir adalah mengingkari Rububiyah (Allah Maha Mengatur), kenabian dari salah salah satu nabi yang disebutkan berita tentang kenabiannya di dalam Al Qur’an, atau mengingkari sesuatu dari yang diajarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, dilakukan dengan penuh kesadaran, atau melakukan sesuatu dengan bukti perbuatan bahwa perbuatan tersebut adalah sebuah kekafiran”. (Ibnu Hazm (456), Al Fash Fil Milal wal Ahwa Wa Nihal, 3/253)

3⃣ Al Karafi (684 H)

Menurut beliau, kekafiran adalah:

أصل الكفر إنما هو : إنتهاك خاص لحرمة الربوبية ، إما بالجهل بوجود الصانع أو صفاته العلا ، ويكون الكفر بالفعل كرمي المصحف في القاذورات، أو السجود للصنم ، او التردد للكنائس في أعيادهم بزي النصارى ، ومباشرة أحوالهم ، أو جحد ماعلم من الدين بالضروره

Asal kekafiran adalah khusus untuk merendahkan kemuliaan sifat Rububiyah Allah, bodoh untuk mengakui adanya sang Pencipta atau sombong, kekafiran juga bisa dengan perbuatan, seperti melempar mushaf ke tempat kotor, sujud kepada berhala, atau sering datang ke gereja pada perayaan Nasrani, mengikuti ajakannya, atau mengingkari apa yang umumnya diketahui dalam agama. (Al Furuq, 1277)

4⃣ Al Kufi (1094H)

Beliau menyebutkan makna kafir secara bahasa adalah, menutupi. Sedangkan secara syariah:

عدم الايمان عما من شأنه

Tidak percaya pada kandungan iman” (Al Kulliyat, hal. 763)

5⃣ Ibnul Qayyim Al Jauziyah (751H)

Beliau menyebutkan makna kafir:

الكفر جحد ماعلم ان الرسول صلى الله علية وسلم جاء به ، سواء كان المسائل التي يسمونها علمية أو عملية ، فمن جحد ما جاء به الرسول صلى الله علية وسلم بعد معرفته بأنه جاء به كافر في دق الدين وجله

Kafir yaitu ingkar terhadap yang diketahui tentang risalah yang dibawa oleh Rasulullah pada masalah ilmiyah maupun amaliyah, barang siapa yang ingkar terhadap hal tersebut setelah pengetahuan tentangnya, ia telah kafir baik kecil maupun keseluruhannya. (Mukhtashar As Shawa’iq Al Mursalah, 1/15)

6⃣ ‘Alauddin Ahmad Al Kasani Al Hanafi (587H)

Dalam Kitabnya Bada’I Ash Shana’I beliau menyebutkan 4 pembagian kafir:

أَنَّ الْكَفَرَةَ أَصْنَافٌ أَرْبَعَةٌ: صِنْفٌ مِنْهُمْ يُنْكِرُونَ الصَّانِعَ أَصْلًا، وَهُمْ الدَّهْرِيَّةُ الْمُعَطِّلَةُ، وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَيُنْكِرُونَ تَوْحِيدَهُ، وَهُمْ الْوَثَنِيَّةُ وَالْمَجُوسُ، وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَتَوْحِيدِهِ وَيُنْكِرُونَ الرِّسَالَةَ رَأْسًا، وَهُمْ قَوْمٌ مِنْ الْفَلَاسِفَةِ، وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَتَوْحِيدِهِ وَالرِّسَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ، لَكِنَّهُمْ يُنْكِرُونَ رِسَالَةَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ – عَلَيْهِ أَفْضَلُ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ – وَهُمْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

Kafir ada empat kelompok:

1. Kelompok yang ingkar terhadap Allah sang Pencipta, mereka adalah kelompok Dahriyah (Reinkarnasi) dan Mu’athilah (Atheis).

2. Kelompok yang percaya Pencipta tetapi ingkar kepada tauhidnya mereka adalah kaum Watsaniya (penyembah berhala dan dewa-dewa) dan kaum Majusi (penyembah api dan percaya perbintangan).

3. Kelompok yang percaya Pencipta dan tauhid namun ingkar terhadap risalah secara umum, mereka adalah kelompok Filosof.

4. Kelompok yang mengakui Pencipt, tauhid dan risalahnya secara mayoritas, namun mereka mengingkari risalah Nabi Muhammad alaihi afhalushalawat wasalam, mereka adalah kaum Yahudi dan Nashrani. (Al Kasani (587H) Bada’i Ash Shana’i Fi Tartib asy-Syara’i, (Darul Kutub, 1406H, juz 7/102-103)

📓 B. Klasifikasi Kafir Terkait Perlakuan Terhadapnya

Berdasarkan klasifikasi ulama diatas tentang makna kafir, secara global, yang dimaksud dengan orang kafir adalah mereka yang belum masuk Islam, atau mereka yang terang-terangan murtad dari Islam. Terkait dengan perlakuan orang kafir yang belum masuk islam ini ada beberapa kategori kafir.

1⃣ Kafir Zimmi

Mereka adalah orang kafir yang tinggal di negara Muslim namun untuk perlingungan mereka harus membayar jizyah.

” أهل الذمة : هم الذين بقوا في بلادنا وأعطيناهم العهد والميثاق على حمايتهم ونصرتهم بشرط أن يبذلوا الجزية ، وقد كان هذا موجوداً حين كان الإسلام عزيزاً ؛ أما اليوم فإنه غير موجود

Ahlu Zimmah adalah mereka orang kafir yang tinggal di negara kita, dan kita memberi perjanjian untuk melindungi dengan syarat mereka membayar Jizyah, dahulu saat Islam jaya kelompo ini ada, namun sekarang tidak ada. (Syekh Utsaimin, Syarah Mumti’ Ala Zad Al Musthafi, 2/451)

2⃣ Mu’ahid

Mereka adalah kaum kafir pada suatu negara yang terlibat terikat perjanjian dengan kaum muslimin dinegara lain, baik dengan ganti rugi (biaya) atau tidak, dan tidak boleh melakukan perjanjian dengan mereka kecuali imam atau wakilnya. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, 10/512).

3⃣ Musta’man

Mereka adalah orang kafir yang meminta suaka politik ke negara lain, seperti pendapat Ibnul Qayyim Al Jauziyah:

وأما المستأمن فهو الذي يقدم بلاد المسلمين من غير استيطان لها

Sedangkan musta’man adalah orang kafir yang datang ke negara muslim tanpa tinggal menetap disana. ( Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Ahkam Ahlu Zimmah, 2/874)

Pada zaman sekarang yang tergolong musta’man seperti: turis, bisnisman, duta besar, karyawan professional asing dan sebagainya.

4⃣ Kafir Harbi

Mereka adalah orang kafir yang memerangi kaum muslimin, dan mereka wajib diperangi oleh kaum muslimin sesuai dengan kaidah-kaidah syariat Islam.

📓 C. Siapakah orang-orang kafir yang dimaksud?

Firman Allah:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”. (QS. Al Kafirun: 1)

Dalam ayat pertama ini, Allah menyebutkan panggilan kepada orang-orang kafir, menurut Imam Ibnu Katsir, orang kafir disini mencakup orang kafir secara umum yang ada dimuka bumi ini, namun panggilan pada ayat ini bersifat khusus, yaitu mereka yang mengajak Rasulullah barter penyembahan kepada tuhan-tuhan mereka dan mereka akan menyembah Allah secara bergantian.(Ibnu Katsir (774H), Tafsir Ibnu Katsir, 8/507).

📓 D. Orang Kafir Marah jika dipanggil “ Kafir”.

Panggilan kafir ditujukan Allah untuk orang yang bukan Islam, dipanggil dengan sebutan “Kafir” dengan tujuan untuk menghinakan kekafiran mereka. Seorang muslim tidak perlu takut mengatakan mereka kafir, karena Allah pun memanggil mereka dengan sebutan kafir.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ الْأَنْبَارِيِّ: إِنَّ الْمَعْنَى: قُلْ لِلَّذِينِ كَفَرُوا يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ أَنْ يَعْتَمِدَهُمْ فِي نَادِيهِمْ فَيَقُولُ لَهُمْ: يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَهُمْ يَغْضَبُونَ مِنْ أَنْ يُنْسَبُوا إِلَى الْكُفْرِ

Berkata Abu Bakar Al Anbari, ayat Qul Ya Ayyuhal Kafirun, maknanya adalah,” Katakanlah kepada orang-orang kafir, hendaklah sengaja mereka memanggil mereka dengan seruan tersebut,” Ya Ayuhal Kafirun (wahai orang-orang kafir), dan orang-orang kafir marah bila di sematkan kepada kekafiran”. (Ibnu Asyur (1393H), At Tahrir wa tanwir, 30/581).

Imam Al Qurthubi (671H) menyebutkan:

وَقَرَأَ مَنْ طَعَنَ فِي الْقُرْآنِ: قُلْ لِلَّذِينِ كَفَرُوا لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَزَعَمَ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ الصَّوَابُ، وَذَلِكَ افْتِرَاءٌ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَتَضْعِيفٌ لِمَعْنَى هَذِهِ السُّورَةِ، وَإِبْطَالُ مَا قَصَدَهُ اللَّهُ مِنْ أَنْ يَذِلَّ نَبِيُّهُ لِلْمُشْرِكِينَ بِخِطَابِهِ إِيَّاهُمْ بِهَذَا الْخِطَابِ الزَّرِيِّ

Dan ada yang membaca ayat ini untuk orang yang menistakan Al Qur’an dengan panggilan,” Qul Lilazina Kafaru La A’budu Ma Ta’budun” (Katakanlah wahai orang-orang kafir terdahulu, aku tak akan menyembah apa yang kalian sembah), mereka menyangka bahwa itulah panggilan yang benar, padahal itulah kedustaan kepada Allah, dan melemahkan makna surat ini, merusak tujuan Allah yang memerintahkan nabinya untuk memanggil orang kafir dengan panggilan nista tersebut”. (Tafsir Al Qurthubi, 20/226)

📓 E. Allah menyebut mereka dengan panggilan Kafir

Firman Allah:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. Al Maidah:73)

والله أعلم
Bersambung….

🍂🌱🌿☘🍀🎍🎋🍃
🖊 Fauzan Sugiono Lc, M.A.

scroll to top