Hukum Sholat di Rumah Non Muslim

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum…
Sya lagi bingung ini Ustad, bagaimanakah Menurut Hukum Islam jika Kita Melaksanakan Salah satu Kewajiban ( Sholat ) kita sbgai seorang Muslim dirumah non Muslim ..?
Apakah tdk diprbolehkan atau bgmna..? Mnta penjelasannya…trimakasih Ustad

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam , Bismillah wal Hamdulillah ..

Tidak masalah shalat di rumah non muslim selama suci, dan di ruang yg tidak ada simbol salibnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ

Dijadikan untukku, bumi itu sebagai masjid dann suci. Maka, laki-laki mana pun dari umatku yang mendapatkannya, maka hendaknya dia shalat. (HR. Al Bukhari No. 335)

Perlu diketahui banyak ulama yang membolehkan shalat di gereja, maka apalagi rumah tempat tinggalnya.

Ibnu Abbas memakruhkan shalat di gereja yg ada patungnya. Ini jg pendapat Al Hasan. (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/274). Artinya, jika tanpa patung bagi mereka tdk apa-apa.

Sementara Asy Sya’bi, Atha bin Abi Rabah, Ibnu Sirim jg membolehkan. Sdgkan Abu Musa Al Asy’ry dan Umar bin Abdul Aziz pernah shalat di gereja. (Ibid)

Walau sebagian lain memakruhkan shalat di gereja.
Sekian. Wallahu a’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Memimpikan Orang yang Sudah Wafat, Itu Jelmaan Jin?

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Apakah orang yang sudah meninggal terus mendatangi lewat mimpi termasuk jin pa gak?? (Sulardi, klaten)

📬 JAWABAN

💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim ..

Perlu diketahui, saat manusia tertidur, sebenarnya manusia mati sementara. Ruhnya ambil, dan dikembalikan saat bangunnya.

Ada pun orang yang sudah wafat ruhnya ditahan dan tidak dikembalikan. Nah, saat tidur itulah ruh mereka berjumpa. Demikian penjelasan sebagian ulama saat menjelaskan ayat berikut:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir.

(QS. Az-Zumar, Ayat 42)

Imam Ibnu Jarir Ath Thabariy Rahimahullah mengatakan:

ذكر إِنَّ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ تَلْتَقِي فِي الْمَنَامِ فَتَتَعَارَفُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْهَا، فَإِذَا أَرَادَ جَمِيعُهَا الرُّجُوعَ إِلَى الْأَجْسَادِ أَمْسَكَ اللَّهُ أَرْوَاحَ الْأَمْوَاتِ عِنْدَهُ، وَأَرْسَلَ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ إِلَى أَجْسَادِهَا

Diceritakan bahwa sesungguhnya ruh orang yang hidup dan ruh orang mati bertemu dalam mimpi. Mereka saling mengenal sesuai yang Allah kehendaki. Ketika masing-masing hendak kembali ke jasadnya, Allah menahan ruh orang yang sudah mati di sisi-Nya, namun Allah melepaskan ruh orang yang masih hidup ke jasadnya.

(Tafsir Ath Thabariy, 9/7078)

Sejak masa generasi awal Islam, orang-orang shalih bermimpi satu sama lain. Baik kepada sahabatnya, gurunya, orangtuanya, … Dan tidak satupun yang mengatakan itu jin.

Ada pun perjumpaan di alam nyata (bukan mimpi), kepada orang yang sudah wafat, sehingga orang awam mengatakan “gentayangan”, itulah jelmaan syetan. Mereka tidak datang dalam wujud aslinya tapi mereka datang dalam wujud manusia dan hewan (ular, anjing hitam).

Ini sudah terjadi sejak masa Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam. Syetan datang ke barisan musuh di saat perang Badar, dalam wujud Suraqah bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu. Dan masih banyak contoh lainnya.

Demikian. Wa Shalallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Untuk Para Da’i, Ustadz, dan Muballigh: Perhatikan Adat dan Kebiasaan Daerahmu

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Imam Al Qarafi Rahimahullah berkata:

فمهما تجدد في العرف اعتبره ومهما سقط أسقطه ولا تجمد على المسطور في الكتب طول عمرك بل إذا جاءك رجل من غير أهل إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وأجره عليه وأفته به دون عرف بلدك ودون المقرر في كتبك فهذا هو الحق الواضح والجمود على المنقولات أبدا ضلال في الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين

“Bagaimanapun yang baru dari adat istiadat perhatikanlah, dan yang sudah tidak berlaku lagi tinggalkanlah. Jangan kamu bersikap tekstual kaku pada tulisan di kitab saja sepanjang hayatmu.

Jika datang kepadamu seorang dari luar daerahmu untuk meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu memberikan hukum kepadanya berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku di daerahmu, tanyailah dia tentang adat kebiasaan yang terjadi di daerahnya dan hargailah itu serta berfatwalah menurut itu, bukan berdasarkan adat kebiasaan di daerahmu dan yang tertulis dalam kitabmu. Itulah sikap yang benar dan jelas.

Sedangkan sikap selalu statis pada teks adalah suatu kesesatan dalam agama dan kebodohan tentang tujuan para ulama Islam dan generasi salaf pendahulu.” 1]

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, membuat pasal dalam kitabnya I’lamul Muwaqi’in, berbunyi:

في تغير الفتوى واختلافها يحسب تغير الأزمنة والأمكنة والأحوال والنيات والعوائد

“Pasal tentang perubahan fatwa dan perbedaannya yang disebabkan perubahan zaman, tempat, kondisi, niat, dan tradisi.”

Lalu Beliau berkata:

هذا فصل عظيم النفع جدا وقع بسبب الجهل به غلط عظيم على الشريعة أوجب من الحرج والمشقة وتكليف ما لا سبيل إليه ….

Ini adalah pasal yang sangat besar manfaatnya, yang jika bodoh terhadal pasal ini maka akan terjadi kesalahan besar dalam syariat, mewajibkan sesuatu yang sulit dan berat, serta membebankan apa-apa yang tidak pantas dibebankan … ” 2]

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, sangat perhatian tethadap kondisi manusia dalam fatwanya. Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubaidah:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ : لِمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا تَوْبَةٌ ؟ قَالَ : لاَ ، إِلاَّ النَّارُ ، فَلَمَّا ذَهَبَ قَالَ لَهُ جُلَسَاؤُهُ : مَا هَكَذَا كُنْتَ تُفْتِينَا ، كُنْتَ تُفْتِينَا أَنَّ لِمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا تَوْبَةٌ مَقْبُولَةٌ ، فَمَا بَالُ الْيَوْمِ ؟ قَالَ : إِنِّي أَحْسِبُهُ رَجُلاً مُغْضَبًا يُرِيدُ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا ، قَالَ : فَبَعَثُوا فِي أَثَرِهِ فَوَجَدُوهُ كَذَلِكَ

Ada seorang datang kepada Ibnu Abbas dan bertanya: “Apakah seorang yang membunuh mu’min taubatnya bisa diterima?”

Ibnu Abbas menjawab: “Tidak, dia neraka!” Ketika orang itu pergi, orang-orang yang duduk disekitar Ibnu Abbas bertanya: “Dulu engkau menjawab kepada kami tidak seperti itu, kau katakan dulu taubat seorang pembunuh diterima, emang kenapa hari ini?”

Beliau menjawab: “Saya melihat dia sedang marah dan ingin membunuh seorang mu’min.” Lalu mereka memgikuti orang tersebut dan mereka mendapatkan demikian. 3]

Inilah Ibnu Abbas! Dengan pandangannya yang mendalam, beliau melihat kemarahan pada orang itu. Pertanyaan yang diajukannya hanyalah mencari jalan agar menjadi ringan membunuh seorang mu’min jika dijawab tobatnya diterima. Tetapi, dengan dijawab “tidak diterima” maka dia mengurungkan niatnya, dan terhindarlah orang itu dalam dosa dan kebinasaan yang besar.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Notes:

[1] Imam Al Qarafi, Al Furuq, Juz. 1, Hal. 176-177. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut. 1418H-1989M. Tahqiq: Khalil Al Manshur

[2] Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, Juz. 3, Hal. 3. Maktabah Kulliyat Al Azhariyah. Kairo. 1388H-1968M. Tahqiq: Thaha Abdurrauf Sa’ad

[3] Imam Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, No. 28326. Darul Qiblah. Tahqiq: Muhammad ‘Awaamah.

Al Hafizh mengatakan: “para perawinya terpercaya.” (Lihat At Talkhish Al Habir, 4/454. Cet. 1. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut. 1419H-1989M. )

 

Tafsir Para Ulama Tentang Al Maidah Ayat 51

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

ينهى تعالى عباده المؤمنين عن موالاة اليهود والنصارى، الذين هم أعداء الإسلام وأهله، قاتلهم الله، ثم أخبر أن بعضهم أولياء بعض، ثم تهدد وتوعد من يتعاطى ذلك

Allah Ta’ala melarang hamba-hambaNya yang beriman memberikan loyalitasnya kepada Yahudi dan Nasrani, mereka adalah musuh Islam dan umatnya, semoga Allah memerangi mereka, lalu Allah mengabarkan bahwa sebagian mereka menjadi penolong atas lainnya, lalu Allah mengancam orang yang melakukan hal itu. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/132)

📌 Imam An Naisaburi menjelaskan status orang beriman yang ikut memilih dan mendukung mereka sebagai pemimpin:

الذين ظلموا أنفسهم بموالاة الكفرة فوضعوا الولاء في غير موضعه

Merekalah orang-orang yang menzalimi diri sendiri dengan memberikan kepemimpinan orang kafir, mereka meletakkan loyalitas bukan pada tempatnya. (Tafsir An Naisaburi, 3/174)

📌 Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari yang telah mengangkat salah satu Nashrani sebagai Kaatib (sekretaris) di propinsinya:

لا أكرمهم إذ أهانهم الله ، ولا أعزهم إذا أذلهم الله ، ولا أدنيهم إذ أبعدهم الله

Jangan hormati mereka saat Allah menghinakan mereka, jangan muliakan mereka saat Allah rendahkan mereka, dan jangan dekati mereka saat Allah menjauhkan mereka. (Ibid)

📌 Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

وهذا يدل على قطع الموالاة شرعا وقد مضى في آل عمران بيان ذلك ثم قيل : المراد به المنافقون المعنى يأيها الذين آمنوا بظاهرهم وكانوا يوالون المشركين ويخبرونهم بأسرار المسلمين

Ini menunjukkan terputusnya loyalitas kepada mereka menurut syariat. Telah berlalu penjelasan ini dalam surat Ali ‘Imran, dan dikatakan: maksud ayat ini adalah kepada kaum MUNAFIKIN, sedangkan makna “wahai orang-orang beriman” adalah secara lahiriyah mereka saja. Mereka telah menjadikan kaum musyrikin sebagai teman setianya dengan mengabarkan rahasia-rahasia kaum muslimin. (Tafsir Al Qurthubi, 6/203)

📌 Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syanqithi Rahimahullah menjelaskan:

قَوْلُهُ تَعَالَى: وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ذَكَرَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ، أَنَّ مَنْ تَوَلَّى الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَإِنَّهُ يَكُونُ مِنْهُمْ بِتَوَلِّيهِ إِيَّاهُمْ، وَبَيَّنَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ أَنَّ تَوَلِّيَهُمْ مُوجِبٌ لِسُخْطِ اللَّهِ، وَالْخُلُودِ فِي عَذَابِهِ

Firman Allah Ta’ala: (Siapa yang menjadikan mereka sebagai pemimpin maka dia termasuk golongan mereka), ayat yang mulia ini menyebutkan bahwa kaum muslimin yang memberikan loyalitasnya kepada Yahudi dan Nasrani adalah termasuk bagian dari mereka karena loyalitasnya itu, dalam ayat yang lain disehutkan bahwa loyalitas ini mendatangkan murkanya Allah dan abadi di dalam siksaNya. (Adhwa’ul Bayan, 1/412)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌾🌸🍃🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top