Membayar Hutang Plus Tambahannya (Dilebihkan), Apakah Pasti Riba?

▪▫▪▫▪▫▪▫

(Pertanyaan dari beberapa orang)

====================

Bismillahirrahmanirrahim ..

Tidak, justru membayar hutang dengan memberikan tambahan adalah perbuatan Rasulullah ﷺ sendiri, dan dipuji sebagai salah satu manusia terbaik, yaitu orang yang terbaik dalam pengembalian kewajiban hutangnya.

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata.

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَكَانَ لِي عَلَيْهِ دَيْنٌ فَقَضَانِي وَزَادَنِي

“Aku mendatangi Nabi ﷺ dan Beliau sedang di masjid, sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku, lalu Beliau membayar hutang kepadaku dan memberikan tambahan untukku.”

(HR. Bukhari no. 2394)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.

كَانَ لِرَجُلٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِنٌّ مِنْ الْإِبِلِ فَجَاءَهُ يَتَقَاضَاهُ فَقَالَ أَعْطُوهُ فَطَلَبُوا سِنَّهُ فَلَمْ يَجِدُوا لَهُ إِلَّا سِنًّا فَوْقَهَا فَقَالَ أَعْطُوهُ فَقَالَ أَوْفَيْتَنِي أَوْفَى اللَّهُ بِكَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

“Nabi ﷺ mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu. Orang itu datang menagihnya. (Maka) Beliaupun berkata, “Berikan kepadanya (Unta).”

Kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang LEBIH berumur dari untanya. Nabi ﷺ (pun) berkata : “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan yang LEBIH. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas dengan setimpal”.

Maka Nabi ﷺ bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian”

(HR. Bukhari no. 2305)

Dua hadits ini -dan hadits lain yang senada- menunjukkan kebolehan memberikan tambahan dari pihak yang berhutang (debitur) kepada yang memberikan hutang (kreditur), JIKA itu diinisiatifkan oleh dirinya (pihak yang berhutang), bukan karena diminta, bukan karena ada perjanjian sebelumnya, dan tidak ada syarat untuk menambahkannya. Ini murni keinginan dari pihak yang berhutang. Maka ini boleh dan bukan riba, justru ini adalah Husnul Qadha, pengembalian yg baik.

Kita lihat penjelasan para ulama:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَابْنُ حَبِيبٍ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ إِلَى أَنَّ الْمُقْتَرِضَ لَوْ قَضَى دَائِنَهُ بِبَدَلٍ خَيْرٍ مِنْهُ فِي الْقَدْرِ أَوِ الصِّفَةِ ، أَوْ دُونَهُ ، بِرِضَاهُمَا جَازَ مَا دَامَ أَنَّ ذَلِكَ جَرَى مِنْ غَيْرِ شَرْطٍ أَوْ مُوَاطَأَةٍ

Mayoritas ahli fiqih dari Hanafiyah, Syafi’iyyah, Hambaliyah dan Ibnu Habib dari kalangan Malikiyah, dan ulama lainnya, mengatakan bahwa jika orang yang berhutang membayar hutangnya dengan hal yang lebih baik, baik dr sisi jenis, sifat, kadar, atau lainnya, selama keduanya ridha, maka itu dibolehkan, selama memang tidak disyaratkan.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 23/125)

Bahkan fatwa para ulama Arab Saudi, juga menyatakan kebolehannya:

فلا بأس إذا لم يسبقه شرط أو تواطؤ على ذلك ، وهكذا إن جرى بذلك عرف

Maka, tidak apa-apa hal itu, jika tidak didahului oleh syarat atau kesepakatan seperti itu. Demikian ini sudah berlangsung menjadi tradisi. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 14/134)

📌 Lalu, Kapankah Larangannya?

Tambahan dalam membayar hutang, baru terlarang dan dinilai riba, jika itu memang dibuat syarat dan kesepakatan diantara keduanya. Sebagaimana penjelasan di atas.

Syaikh Ali Ash Shabuni Hafizhahullah mengatakan tentang makna Riba:

زيادة على أصل المال يأخذها الدائن من المدين

Tambahan atas harta pokok yang diambil oleh pemberi hutang (kreditur) kepada yang berhutang. (Shafwatut Tafasir, 1/143)

Oleh karena itu, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizahullah mengatakan:

إذا رد المقترض أكثر مما أخذ بدون شرط أو اتفاق سابق مع القرض فلا حرج من ذلك

Jika orang yang berhutang bayar hutang lebih banyak dari hutangnya dgn tanpa disyaratkan atau kesepakatan sebelumnya bersama hutangnya, maka lebih itu tdk apa-apa

أما إذا كان ذلك عن اتفاق سابق فلا يجوز دفع الزيادة ولا أخذها ، لأن ذلك صورة من صور الربا

Ada pun jika ada kesepakatan sebelumnya maka itu tidak boleh ada tambahan, tidak boleh mengambilnya, sebab itu gambaran dari riba.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 152793)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Waktu Motong Kuku Yang Sunnah

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Saya ingin bertanya lagi uztad tentang sunnah memotong kuku, ada yang mngatakan sunnahnya senin, kamis, jum’at.. Selain hari itu akan terkena musibah.. Apakah benar demikian ustad? (+62 858-6999-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizahullah mengutip dari Imam As Sakhawiy, seorang pakar hadits, dan murid dari Imam Ibnu Hajar Rahimahullah:

لم يثبت في كيفيته ولا في تعيين يوم له عن النبي صلى الله عليه وسلم شيء

Tidak ada yg shahih dari Nabi ﷺ sedikit sedikit pun tentang tatacara menggunting kuku pada hari-hari tertentu.

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

ولكن لم يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم شيء في تحديد يوم معين لقص الأظفار من أيام الأسبوع فضلا عن أن من لم يفعل ذلك في هذا اليوم تعرض لحادث، بل هذا ممّا لا شك في بطلانه، وأنه لا تجوز نسبته إلى الشريعة

Tetapi tdk ada yang Shahih sedikitpun dari Nabi ﷺ tentang pembatasan hari-hari tertentu utk memotong kuku dihari-hari dalam sepekan.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 123792)

Namun, para ulama salaf menganjurkan memotongnya dihari Jumat.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وقد نص الشافعي والأصحاب رحمهم الله على أنه يستحب تقليم الأظفار والأخذ من هذه الشعور يوم الجمعة

Imam Asy Syafi’iy dan para sahabatnya Rahimahumullah mengatakan bahwa hal yang disukai (Sunnah) memotong kuku dan rambut dihari Jumat.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/287)

Al Hafizh Ibnu Hajar Al’Asqalani Rahimahullah mengatakan:

وسئل أحمد عنه فقال يُسَنُّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ قَبْلَ الزَّوَالِ وَعَنْهُ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَعَنْهُ يَتَخَيَّرُ وَهَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ

Imam Ahmad ditanya tentang hal itu, Beliau menjawab: “Disunnahkan memotongnya di hari Jumat sebelum tergelincir matahari,” dan riwayat darinya “pada hari Kamis”, dan riwayat darinya “bebas memilih”, dan inilah pendapat yang mu’tamad (resmi). (Fathul Bari, 1/346)

Sehingga dalam masalah ini dikembalikan kepada kondisi masing-masing orang dan kebutuhannya. Imam Ibnu Hajar berkata:

وَكَذَا قَالَ النَّوَوِيُّ الْمُخْتَارُ أَنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ يُضْبَطُ بِالْحَاجَةِ وَقَالَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ يَنْبَغِي أَنْ يَخْتَلِفَ ذَلِكَ بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَالِ وَالْأَشْخَاصِ

Demikian pula berkata An Nawawi: pendapat yang dipilih adalah semua ini dipatok oleh kebutuhan.

Beliau juga mengatakan dalam Syarh Al Muhadzdzab, bahwa hal ini hendaknya dibedakan sesuai perbedaan kondisi dan masing-masing orang. (Ibid)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Para Ulama dan Kebijakan Penguasa Yang Merugikan

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi ﷺ berdoa:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أمْرِ أُمَّتِي شَيْئاً فَشَقَّ عَلَيْهِمْ ، فاشْقُقْ عَلَيْهِ ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ ، فَارفُقْ بِهِ

Ya Allah, barang siapa yang diberikan amanah mengurus urusan umatku lalu dia mempersulit mereka maka persulitlah dia, dan barang siapa yang diberikan amanah mengurus urusan umatku lalu dia berlaku baik kepada mereka, maka, perlakukanlah dia dengan baik pula.

(HR. Muslim No. 1828, Ahmad No. 24622, Ibnu Hibban No. 553, Abu ‘Uwanah No. 7025, dll)

Hadits ini menjadi peringatan bagi para pejabat negara yang diberikan amanah mengurus rakyatnya. Doa Nabi ﷺ bagi mereka adalah mustajab. Jika mereka mempersulit rakyatnya dengan kebijakannya, maka Nabi ﷺ mendoakan semoga Allah ﷻ persulit hidup mereka. Jika mereka memberikan kemudahan dan kebaikan bagi rakyatnya, maka semoga Allah ﷻ memudahkan mereka.

Ini juga koreksi bagi sebagian kecil da’i dan muballigh yang apatis dan masa bodo dengan masalah ini, bahkan membela kezaliman penguasa, dengan alasan sezalim apa pun sebuah kebijakan kita harus taat dan tidak boleh protes. Itu semua sudah ketentuan taqdir Allahﷻ. Pemahaman ini adalah Neo Jabbariyah, mengajarkan hidup fatalis, cuek, tidak melakukan hal-hal yang sifatnya sunnatullah kehidupan, hanya berpangku tangan mengandalkan takdir semata.

📌 Sungguh sikap diam bukanlah sikap Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam, saat penguasa masanya, Najamuddin Ayyub, membiarkan minuman keras dijual bebas di negerinya.

📌 Sungguh sikap diam bukanlah sikap Imam An Nawawi, saat penguasa, Sultan Azh Zhahir, yg ingin memungut harta rakyat untuk biaya perang melawan Tartar, saat Rakyat yang sedang sulit karena kemarau, padahal harta kekayaan sang raja dan budak-budaknya sudah cukup untuk membiayai perang.

📌 Sungguh sikap diam bukanlah sikap Imam Ibnu Taimiyah, saat penguasa masanya, Sultan Ghazan, bekerjasa sama dengan Raja Al Karaj untuk menyerang rakyatnya sendiri di Damaskus. Beliau bersama umat Islam, pemuda, dan tokohnya, mendatangi istana Sultan untuk memprotesnya.

Dan masih banyak lagi contoh para imam Rabbani yang tidak diam saat penguasa mengeluarkan kebijakan zalim.

Sebab mereka paham betul konsekuensi hadits:

عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْم بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رضي الله عنه أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ: الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ يَارَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ: للهِ،ولكتابه، ولِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ . رواه مسلم

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dari Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Agama adalah nasihat.” Kami berkata: “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin, dan orang umumnya.” (HR. Muslim No. 55)

Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Warning Di Usia 40

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuuh ustadz .. Di dalam Al Quran banyak menyebutkan usia 40. Mohon pencerahannya Ustadz ttg usia 40 itu…
Jazakallah khairan (Ummu Umar, Solo) (+62 852-2936-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Bismillahirrahmanirrahim ..

Usia 40 tahun, adalah batas antara muda dan tua. Usia tersebut manusia tidak lagi dikatakan muda, tapi belum pula dikatakan tua, tapi dia sedang mengarah ke sana.

Di usia 40, vitalitas kerja tubuh biasanya menurun, penyakit sudah mulai banyak mengintai; gula, kolesterol, jantung, dll .. ada bom waktu di tubuhnya. Artinya, ibarat mobil atau motor, mesin dan bodynya sudah banyak masalah.

Nabi ﷺ mengatakan bahwa usia umatnya adalah antara 60-70an, jarang yg sampai 80an.

Usia 40, berarti sudah melewati lebih dari separuh hidup. Jatah hidupnya semakin berkurang. Dia sudah sore, masa-masa terik dan panasnya usia muda sudah lewat. Dia hampir senja. Waktu nampak cepat sekali .. , bayang-bayang kematian sudah mulai dia rasakan.

Maka, usia 40 tidak lagi pantas nongkrong-nongkrong dipinggir jalan, cafe, berkumpul di tempat yang sia-sia, begadang tanpa tanpa makna, intinya jangan banyak lagu .. dia hendaknya mulai menarik diri dari fitnah dunia, memperbaiki diri dgn ibadah, berkumpul dengan orang Shalih, sambil menanti jadwal kematiannya .. bukankah kesibukan kita di dalam dan di luar rumah, baik urusan dunia dan akhirat, hakikatnya adalah kesibukan sambil menanti jadwal kematian kita?

Allah Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:

“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

(QS. Al Ahqaf: 15)

Imam Al Qurthubi Rahimahullah mengatakan:

فَفِي الْأَرْبَعِينَ تَنَاهِي الْعَقْلِ، وَمَا قَبْلَ ذَلِكَ وَمَا بَعْدَهُ مُنْتَقَصٌ عَنْهُ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ. وَقَالَ مَالِكٌ: أَدْرَكْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُونَ الدُّنْيَا وَالْعِلْمَ وَيُخَالِطُونَ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُونَ سَنَةً، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمُ اعْتَزَلُوا النَّاسَ وَاشْتَغَلُوا بِالْقِيَامَةِ حَتَّى يَأْتِيَهُمُ الْمَوْتُ

Di usia 40 akal manusia berada pada puncak kecemerlangannya, sedangkan sebelum dan sesudahnya berkurang keadaannya. Wallahu a’lam.

Imam Malik berkata: “Aku jumpai para Ulama di negeriku (Madinah), mereka mengejar dunia, ilmu, dan berbaur dengan manusia, sampai datang kepada mereka usia 40 tahun, aku lihat mereka memisahkan diri dari manusia, mereka disibukkan dengan perkara akhirat sampai datang waktu kematian mereka.

(Tafsir Al Qurthubi, 14/353)

Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawiy Rahimahullah mengatakan:

إذن: مَنْ لم يرشُدْ حتى الأربعين فلا أملَ فيه، والنار أَوْلَى به؛ لأنه حين يكفر أو ينحرف عن الطريق في عنفوانه شبابه وقوته نقول: شراسة الشباب والشهوة والمراهقة، إلى آخر هذه الأعذار فإذا ما بلغ الأربعين فما عذره؟

Jadi, Barang siapa yang sampai 40 tahun belum bersama petunjuk, maka tidak ada angan-angan padanya, neraka lebih pantas dengannya, sebab ketika dia ingkar dan menyimpang di usia remaja, muda, dan enerjik, maka kami katakan: “Sesungguhnya ganasnya syahwat para pemuda sampai masa akhir mudanya, maka ini dimaklumi dan dia diberikan ‘udzur, ada pun di usia 40 apa yang bisa dimaklumi?”

(Tafsir Asy Sya’rawiy, 15/957)

Demikian. Wallahu a’lam

☘🌸🌺🌻🌷🌿🎋🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top