Islam Liberal, Mubaddid Berkhayal Mujaddid

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Dari namanya saja sudah salah, “Islam Liberal”

📌Islam itu tunduk, taat, dan pasrah kepada Allah, bukan melawan Allah

📌Sedangkan liberal itu bebas, termasuk bebas melawan Allah

📌Jadi, menyandingkan Islam dengan Liberal adalah lawakan para badut

📌 Islam Liberal, para punggawanya mengaku in’asy (menyegarkan) ajaran Islam

📌 Juga mengaku tajdid (memperharui) Islam sebagai agama yang dinamis

📌 Tapi, kenyataannya yang mereka lakukan adalah tabdid (perusakan)

📌 Sehingga yang klop buat mereka bukan mujaddid (pembaharu) tapi mubaddid (perusak)

📌 Islam Liberal, katanya sangat benci dengan kaum tekstualist, katanya itu kaum otaknya gak dipake ..

📌Tapi kenyataannya mereka pun lebih parah dari kaum tekstualist

📌Rame-rame umat dan ulama menolak “goyang ngebor” dahulu, Islam Liberal justru membela dengan alasan tidak ada ayat atau hadits yang melarang “goyang ngebor” .., tesktual bukan?

📌 Menolak wacana “Daulah Islamiyah” dengan alasan dalam ayat atau hadits tidak ada kata “Daulah” …, tekstual bukan?

📌 Membela LGBT dengan alasan kalau memang LGBT salah, kenapa Allah tidak mengazab mereka dengan hujan batu ..? Tekstual bangeeett … emang azab cuma batu??

📌 Islam Liberal, lo lo pade sudah tua … rata-rata punggawanya usia di atas 40, ada yang 50, bahkan 70an …, kaderisasi mandeg bahkan kehabisan peluru ..

📌 Artinya, udah pada maghrib dan isya, yuk tobat aja deh .. daripada su’ul khatimah .., kan dagangan liberalisme sudah gak laku ..

👊 Ini kalau masih percaya akhirat lho yaa ..

🌸🍃🌻🌾🌴🌺☘🌷

✍ Farid Nu’man Hasam

Ruwaibidhah yang Merendahkan Ulama

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Ini hadiah bagi yang telah berlaku merendahkan para ulama dan orang tua.

Dari ‘Ubadah bin Ash Shaamit Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

Bukan termasuk umatku, orang yang tidak menghormati orang besar kami (orang tua, pen), tidak menyayangi anak kecil kami, dan tidak mengetahui hak para ulama kami.” (HR. Ahmad No. 22755, Al Bazzar No. 2718, Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar No. 1328, Asy Syaasyi dalam Musnadnya No. 1272. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 22755)

Tiga hal dalam hadits ini yang dinilai bukan golongan umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yakni:

1. Tidak menghormati orang besar/orang tua.

2. Tidak sayang dengan yang kecil

3. Tidak mengetahui hak ulama yang dengan itu dia merendahkannya

Imam Ibnu ‘Asakir memberikan nasihat buat kita, khususnya orang yang merendahkan ulama (karena mungkin merasa sudah jadi ulama sehingga dia berani merendahkannya!):

يا أخي وفقنا الله وإياك لمرضاته وجعلنا ممن يغشاه ويتقيه حق تقاته أن لحوم العلماء مسمومة وعادة الله في هتك أستارمنتقصيهم معلومة وأن من أطلق لسانه في العلماء بالثلب ابتلاه الله تعالى قبل موته بموت القلب فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم

Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNYa dengan sebenar-benarnya- dan Ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka, dan sesungguhnya barang siapa siapa yang melepaskan mulutnya untuk mencela ulama maka Allah akan memberikan musibah baginya dengan kematian hati sebelum ia mati: maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 30. Mawqi’ Al Warraq)

📌 Apakah Ar Ruwaibidhah?

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

«سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ» ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: «الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ»

“Akan datang ke pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan, saat itu pendusta dibenarkan, orang yang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang dipercaya justru dikhianati, dan Ar-Ruwaibidhah berbicara.” Ditanyakan: “Apakah Ar-Ruwaibidhah?” Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh (Ar Rajul At Taafih) tetapi sok mengurusi urusan orang banyak.” (HR. Ibnu Majah No. 4036. Ahmad No. 7912. Dihasankan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq Musnad Ahmad No. 7912. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: sanadnya jayyid. Lihat Fathul Bari, 13/84)

Inilah zaman itu. Pembohong dibenarkan, orang benar didustakan. Para pengkhianat diberikan amanah, orang yang amanah justru dikhianatk.

Para ulama direndahkan fatwanya, kepribadian mereka dilecehkan, dan dibuat jauh dari umatnya, sementara tukang dongeng, artis, dan pengkhotbah karbitan dijunjung tinggi dan dijadikan rujukan. Ulama berbicara tidak didengar, justru dihina, boro-boro ditaati, tapi ketika para pendongeng berbicara justru didengar, dikutip, dan disebarkan.

Itulah Ar-Ruwaibidhah …, secara bahasa merupakan tashghir (pengecilan) dari Ar Raabidh yang artinya berlutut. Ya, saat itu banyak orang-orang yang rendah (berlutut) tetapi justru banyak bicara.

Wallahul Musta’an

🌾🌿🌷🌻🌳☘🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Mark Up Belanja dalam Islam

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Asslm, Afwan ustadz mau tanya. Bagaimana hukumnya jika ada pembeli yang meminta agar harga yang dituliskan distruknya berbeda alias dimarkup?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal hamdulillah …

Itu adalah Al Ghisy (menipu), berbohong, dan termasuk memakan harta secara batil. Dan ini jelas keharamannya dan keras ancamannya.

Ibrahim Al Harbi Rahimahullah berkata:

فَالغِشُّ أَنْ يُظْهِرَ شَيْئَاً وَيُخْفِىَ خَلاَفَهُ أَوْ يَقُولَ قَوْلاً ويَخْفِىَ خِلاَفَهُ فَذَلَكَ الغِشُّ

Maka, Al Ghisy adalah menampakkan sesuatu dan menyembunyikan sesuatu yang berbeda dengannya, atau mengatakan perkataan dan menyembunyikan yang berbeda dengannya. Itulah Al Ghiys. (Gharibul Hadits, 2/658)

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah_. (QS. An Nisa: 29-30)

Itu juga termasuk berta’awun (saling bantu) dalam dosa dan kejahatan. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan janganlah saling membantu dalam dosa dan kejahatan. (QS. Al Maidah: 2)

Nabi ﷺ bersabda:

ومن غشنا فليس منا

Dan barang siapa yang menipu kami maka dia bukan golongan kami. (HR. Muslim No. 101)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Harta Anak Laki-laki Milik Orang Tuanya

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, berkata:

أن رجلا قال يا رسول الله إن لي مالا وولدا . وإن أبي يريد أن يحتاج مالي . فقال : ( أنت ومالك لأبيك )

Bahwa seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak, dan ayahku membutuhkan hartaku.” Maka Nabi ﷺ menjawab: “Kamu dan Hartamu adalah milik ayahmu.”

(HR. Ibnu Majah No. 2291. Imam Ibnul Mulaqin mengatakan: shahih. (Badrul Munir, 7/665). Ibnul Qaththan mengatakan: sanadnya shahih. Al Mundziri mengatakan: perawinya terpercaya. Lihat Nashbur Rayyah, 3/337)

Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya:

أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى مَالاً وَوَلَدًا وَإِنَّ وَالِدِى يحتاج مَالِى. قَالَ « أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ »

Bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi ﷺ , dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak, dan ayahku memerlukan hartaku.” Maka Nabi ﷺ menjawab: “Kamu dan hartamu milik orangtuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah hasil usahamu sendiri yang terbaik. Maka, makanlah dari hasil anak-anakmu.”

(HR. Abu Daud No. 3532, Ibnu Majah No. 2292. Imam As Sakhawi mengatakan: hadits ini kuat. (Maqashid Al Hasanah, Hal. 176). Dishahihkan pula oleh Syaikh Al Albani dalam beberapa kitabnya)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top