Sedang Ihram Menutupi Kepala Karena ‘Uzur, Bolehkah?

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh…
Afwan ustadz mau tanya ….saat umroh untuk laki2 apakah boleh pake pelindung kepala ? Krn kondisi di kepala ada tumor yg tdk boleh terkena sinar matahari….. jazakallah khoir ustadz….(+62 822-2141-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Memakai tutup kepala bagi kaum laki-laki saat ihram adalah terlarang, baik itu topi, peci, sorban, dan apa pun yang langsung bersentuhan dengan kepala.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ
بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ أَوْ قَالَ فَأَوْقَصَتْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ وَلَا تُحَنِّطُوهُ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’Anhuma berkata; “Ada seorang laki-laki ketika sedang wukuf di ‘Arafah terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga ia terinjak” atau dia Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: “Hingga orang itu mati seketika”. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala karena dia nanti akan dibangkitkan pada hari qiyamat dalam keadaan bertalbiyyah”.

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Ada pun menutupi kepala tapi tidak menyentuh kepala, seperti dengan payung, atau payung kecil yang dililit kepala, apalagi jika ada ‘udzur seperti sakit, maka ini boleh.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

جَوَاز تَظْلِيل الْمُحْرِم عَلَى رَأْسه بِثَوْبٍ وَغَيْره , وَهُوَ مَذْهَبنَا وَمَذْهَب جَمَاهِير الْعُلَمَاء

Bolehnya orang yang ihram membuat naungan di kepalanya, baik dengan kain, atau lainnya. Inilah madzhab kami (Syafi’iyah), dan madzhab MAYORITAS ulama.

(Syarh Shahih Muslim, 9/46)

Dalilnya adalah:

عَنْ أُمِّ الْحُصَيْنِ جَدَّتِهِ قَالَتْ
حَجَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ فَرَأَيْتُ أُسَامَةَ وَبِلَالًا وَأَحَدُهُمَا آخِذٌ بِخِطَامِ نَاقَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ رَافِعٌ ثَوْبَهُ يَسْتُرُهُ مِنْ الْحَرِّ حَتَّى رَمَى جَمْرَةَ الْعَقَبَةِ

Dari Ummu Hushain kakekknya, ia berkata; Aku ikut menunaikan haji bersama-sama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika haji wada’. Aku melihat Bilal dan Usamah; yang satu memegang tali Unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang satu lagi memayungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan bajunya dari terik matahari sampai beliau selesai melempar Jamrah Aqabah.

(HR. Muslim no. 1298)

Maka, jika Anda menutup kepala karena sakit, dan tutupan itu tdk langsung bersentuhan kulit kepala maka tidak apa-apa. Hisa dipakai payung atau sejenisnya.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

✍ Farid Nu’man Hasan

Sikap Muslim Saat Agama, Al-Qur’an, Nabi Dihina

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz.. Bolehkah kita marah saat Al Quran dihina..? Nabi di hina..? Mohon penjelasannya..? Ada sebagian ustadz mengajarkan seperti ini… Sejarah telah mengajarkan kepada kita, nabi ketika da’wah di katakan majenun orang sesat dan di lempar batu2 sampai berdarah dll apakah waktu itu Nabi membalas semua hina’an itu??, bahkan ketika org yahudi itu mrngolok-olok nabi tidak ada lagi(sakit) nabi muhammad menjenguknya,,,,, begitulah ahlaq Nabi. (0819-0609-2xxx)

📬 JAWABAN

🌴🌴🌴🌴

Wa’alaikumussalam, Bismillah wal Hamdulillah ..

Boleh, bahkan wajib marah, sebagaimana penjelasan ulama (nanti saya sampaikan). Itu bagian dari hasasiyah imaniyah (kepekaan iman) seorang muslim.

Ada pun peristiwa yang dialami Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mesti melihatnya dari A sampai dengan Z sejarah nabi. Yang hanya mengajarkan “kelembutan” tanpa ketegasan telah zalim terhadap sejarah kehidupan nabi, begitu juga sama zalimnya yang mengajarkan “ketegasan” tanpa kesabaran. Kelembutan tanpa batas adalah banci, dan ketegasan tanpa batas adalah ekstrim. Keduanya tercela.

Kisah awal sejarah nabi, penuh dengan hinaan, cacian, bahkan percobaan pembunuhan, tapi nabi tidak membalas, tetap bersabar, sabar, sabar, dan berda’wah. Ini sangat terkenal, seperti kisah Yahudi yang melemparinya dengan kotoran unta, dll.

Kisah selanjutnya, fase Madinah, masa-masa kaum muslimin saat itu kuat dan berwibawa, yang ada adalah ketegasan bagi para pencela Islam.

Ka’ab bin Asyraf, Yahudi Madinah, penyair yang selalu menghina nabi, dipenggal kepalanya oleh pemuda muslim, Muhammad bin Maslamah setelah minta izin kepada nabi. Sehingga Al Hafizh Ibnu Hajar, Imaj As Suyuthi mengatakan hukuman mati bagi siapa pun pencela nabi. Bagaimana tidak? Pencela sahabat nabi saja, seperti yang dilakukan sekte syiah, juga divonis hukuman mati oleh para tabi’in.

Lalu, Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam shahihnya, menceritakan perintah nabi untuk menghukum kaum ‘Ukl atau Urainah dengan cara mencungkil mata mereka, memotong tangan dan kakinya. Mereka sudah minta ampun tapi nabi tidak memaafkan mereka dan menjemurnya di terik matahari sampai mati. Padahal bukan dalam keadaan perang, tapi disebabkan mereka telah membunuh scara sadis dan kejam beberapa penggembala nabi.

Pasca perang Ahzab, nabi mengambil keputusan menghukum mati para pembesar Yahudi Madinah yang telah berkhianat atas perjanjian Piagam Madinah, dengan mengepung Madinah dalam perang Ahzab. Ratusan jumlah yang dieksekusi.

Dan lain sebagainya.

Semua sikap keras ini sama sekali tidak mengurangi kenabiannya, kemuliaannya, keadilan, dan keluhuran akhlaknya. Sebab, semua sikap ada latar belakang masing-masing. Maka, sangat keliru, ceroboh, dan ngawur, yang mengajarkan kelembutan pada saat harus tegas dan keras, dan mengajarkan kekerasan padahal bukan pada tempatnya dan waktunya.

Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi berkata:

واستثنى اهل العلم من سب الله تعالى أو رسوله فإنه يقتل فى الحال …

Para ulama membuat pengecualian bahwa orang yang menghina Allah atau RasulNya, dibunuh seketika itu juga .. ( Minhajul Muslim, Hal. 379. Cet. 4. Maktabah Al ‘Ulum wal Hikam. Madinah)

Imam Muhammad bin Abi Zaid Rahimahullah berkata:

وأما من لعن المصحف فإنه يقتل هذا

Ada pun jika ada yang mengutuk mushaf/Al Quran maka dia wajib dibunuh. (Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 164)

Inilah penjelasan ulama, bukan badut-badut sok bijak yang mencari muka dihadapan orang kafir dan media, Hadaanallah wa iyyaahum …

Wallahul Musta’an wa Ilaihi Musytaka ..

🌿🍃🌹☘🌸🌷🌺🌻🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalat Isyraq di Rumah, Bolehkah?

▫▪▫▪▫▪▫▪

Bismillahirrahmanirrahim ..

Sebelumnya kita perhatikan dulu, beberapa riwayat tentang shalat Isyraq.

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:

من صلى الصبح في جماعة ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين كانتله كأجر حجة وعمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : تامة تامة تامة

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah lalu dia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari kemudian shalat dua rakaat maka dia seperti mendapatkan pahala haji dan umrah.” Anas berkata: Rasulullah bersabda: “Sempurna, sempurna, sempurna.”

(HR. At Tirmidzi No. 586, katanya: hasan gharib. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 710)

Syaikh Abul Hasan Al Mubarkafuri mengatakan:

وإنما حسن الترمذي حديثه لشواهده، منها: حديث أبي أمامة عند الطبراني، قال المنذري في الترغيب، والهيثمي في مجمع الزوائد (ج10: ص104) : إسناده جيد، ومنها: حديث أبي أمامة، وعتبة بن عبد عند الطبراني أيضاً. قال المنذري: وبعض رواته مختلف فيه. قال: وللحديث شواهد كثيرة-انتهى

Sesungguhnya penghasanan At Tirmidzi terhadap hadits ini karena banyaknya riwayat yang menjadi penguat (syawahid), di antaranya hadits Umamah yang diriwayatkan Ath Thabarani, yang oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/104) dikatakan: “Isnadnya jayyid, di antaranya hadits Umamah dan ‘Utbah bin Abd yang diriwayatkan Ath Thabarani juga. Al Mundziri mengatakan: “Sebagian perawinya diperselisihkan.” Dia katakan: “Hadits ini memiliki banyak syawaahid (penguat).” (Mir’ah Al Mafatih, 3/328)

Sementara, Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6346, sementara dalam Shahih At Targhib wat TarhibNo. 464, beliau mengatakan hasan lighairih

Hadits lainnya, Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:

من صلى صلاة الغداة في جماعة ثم جلس يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم قام فصلىركعتين انقلب بأجر حجة وعمرة

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah lalu kemudian dia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari, kemudian dia bangun mengerjakan shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana haji dan umrah.”

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No. 7741, juga dalam Musnad Asy Syamiyyin No. 885. Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 3542)

Imam Al Haitsami mengatakan: “Sanadnya Jayyid.” (Lihat Majma’ Az Zawaid, 10,/134, No. 16938). Syaikh Al Albany mengatakan: “Hasan Shahih.” (Lihat Shahih At Targhib wat Tarhib, No hadits. 467)

Jika diperhatikan hadits-hadits di atas maka, shalat Isyraq didahului oleh dua hal: Shalat Subuh berjamaah (tentu di masjid) dan Duduk serta Dzikir setelah shalat, terus sampai terbit matahari.

Syaikh Ahmad Mukhtar Asy Syanqitiy menjelaskan ada tiga syarat untuk mendapatkan keutamaan shalat Isyraq:

أولها : أن يصلي الفجر في جماعة ، فلا يشمل من صلى منفرداً ، وظاهر الجماعة يشمل جماعة المسجد وجماعة السفر وجماعة الأهل إن تخلف لعذر ، كأن يصلي بأبنائه في البيت ، فيجلس في مصلاه

Pertama. Shalat subuh berjamaah, maka tidak termasuk yang shalat sendiri. Jamaah yang dimaksud mencakup jamaah di masjid, jamaah saat safar, jamaah bersama keluarga jika dia tertinggal karena ‘udzur, misal dia shalat bersama anak-anaknya di rumahnya lalu dia duduk berdzikir di tempat shalatnya.

ثانياً : أن يجلس يذكر الله ، فإن نام لم يحصل له هذا الفضل ، وهكذا لو جلس خاملاً ينعس ، فإنه لا يحصل له هذا الفضل ، إنما يجلس تالياً للقرآن ذاكراً للرحمن ، أو يستغفر ، أو يقرأ في كتب العلم ، أو يذاكر في العلم ، أو يفتي ، أو يجيب عن المسائل ، أو ينصح غيره ، أو يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر ، فإن جلس لغيبة أو نميمة لم يحز هذا الفضل ؛ لأنه إنما قال : ( يذكر الله )

Kedua. Duduk berdzikir kepada Allah. Jika dia duduknya untuk tidur, maka tidak mendapatkan keutamaannya. Begitu pula bagi yang duduk dan malas-malasan, tidak dapat keutamaan yang dimaksud. Sesungguhnya duduknya adalah untuk membaca Al Qur’an, istighfar, membaca buku-buku, atau diskusi ilmiah, atau berfatwa, menjawab banyak persoalan, atau menasihati orang lain, atau Amar Ma’ruf nahi Munkar. Tp jika duduknya untuk ghibah, namimah (adu domba), maka tidak dapat keutamaan ini. Sebab yang nabi katakan: “Berdzikir kepada Allah.”

الأمر الثالث : أن يكون في مصلاه ، فلو تحول عن المصلى ولو قام يأتي بالمصحف ، فلا يحصل له هذا الفضل

Ketiga. Hendaknya dia di tempat shalatnya. Jika dia berpindah tempat dari tempat shalatnya walau hanya untuk bangun mengambil mushaf, maka itu tidak dapat keutamaan. (Lihat Syarh Zaad Mustaqniy)

Untuk syarat yang ketiga, “harus benar-benar duduk, bergeser ambil mushaf pun tidak mendapat keutamaan isyraq” telah dikoreksi ulama lain. Bahwanya sekedar bergeser tentu tidak apa-apa, yang penting masih di masjid tersebut.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

أن الراجح أنه لا يشترط بقاء المصلي في المكان الذي صلى فيه ، فما دام في المسجد يذكر الله تعالى ، فإنه يرجى له حصول ذلك الثواب

Pendapat yang kuat adalah tidaklah menjadi syarat bagi orang yang shalat harus tetap di tempatnya shalat, yang penting selama dia masih di masjid tsb dan berdzikir kepada Allah Ta’ala, maka diharapkan baginya mendapatkan pahala tersebut.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 221531)

Ini menunjukkan bahwa tidak berpindah ke rumah atau ke masjid lain. Tapi boleh pindah di masjid yang sama, inilah yang dipahami oleh umumnya ulama tentang shalat Isyraq.

Tapi, Imam Al Mula Ali Al Qari Rahimahullah punya pendapat lain:

اي استمر في مكانه ومسجده الذي صلى فيه فلا ينافيه القيام لطواف أو لطلب علم أو مجلس وعظ في المسجد بل وكذا لو رجع إلى بيته واستمر على الذكر حتى تطلع الشمس

Yaitu melanjutkan dzikir di tempatnya atau di masjidnya di mana dia shalat di dalamnya, hak ini tidak menafikan berkeliling di situ, atau nuntut ilmu, atau majelis nasihat di masjid, bahkan demikian juga bagi yang pulang ke rumah lalu dia melanjutkan dzikir di rumahnya sampai terbut matahari.

(Mirqah al Mafatih, 2/770)

Jadi, dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Jika kita meyakini salah satu dari dua pendapat itu, maka silahkan dijalankan dengan tanpa mengingkari lainnya.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Pilihlah Sahabat yang Membuat Semakin Takut, Tunduk, dan Patuh Kepada Allah

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Abdullah bin Busr berkata: sudah sejak lama aku mendengar sebuah hadits:

إذا كنت في قوم عشرين رجلا أو أقل أو أكثر فتصفحت وجوههم فلم تر فيهم رجلا يهاب في الله عز وجل فاعلم أن الأمر قد رق

“Jika engkau bersama dengan kumpulan 20 orang laki-laki atau lebih sedikit, atau lebih banyak, lalu kau perhatikan wajah-wajah mereka, ternyata tidak satu pun laki-laki itu yang membuat ditakuti karena Allah, maka ketahuilah itu adalah perkara yang begitu buruk.”

📚 Musnad Ahmad No. 17679, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 8657, 9077, Ath Thabarani dalam Musnad Asy Syamiyyin No. 1008. Imam Al Munawi mengatakan: “Isnadnya Ahmad Jayyid.” (Jaami’Al Ahadits No. 2742). Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. (Shahih At Targhib wat Tarhib No. 104)

Inilah persahabatan dalam dunia nyata. Tidak jauh beda, maka dalam dunia maya, medsos, seperti WA, telegram, dll, … pilih sahabat dan grup yang membuat kita semakin tambah ilmu, taat, patuh, dan takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Itulah yang beruntung., dan berlama-lamalah dengan mereka.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top