Hukum Penderita Stoma Menjadi Imam Shalat

💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim ..

Semoga Allah Ta’ala memberikan rahmatNya kepada kita semua ..

Bagi penderita anus buatan di perut (Stoma), tentu tidak sama hukumnya dgn orang yang normal dan wajar. Orang yg normal akan mampu mengontrol BAB dan BAK-nya. Rasa mulas bisa mereka rasakan, shgga mereka bisa mengatur keluarnya feses (kotoran).

Ada pun bagi penderita Stoma, kotoran tersebut keluar begitu saja melalui lubang anus buatan di perutnya, di luar kontrolnya. Ini tentunya keadaan tidak biasa dan menyuling.

Disisi lain, shalat adalah kewajiban atas muslim mukallaf mana pun selama akalnya masih berjalan dengan baik. Artinya, keadaan Stoma bukanlah keringanan meninggalkan shalat. Sedangkan sahnya shalat, mensyaratkan suci dari berbagai najis.

Lalu, bagaimana dgn kotorannya?

Itu adalah kondisi masyaqqah (kesulitan) bagi dia. Sedangkan Allah Ta’ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu

(QS. At-Taghabun, Ayat 16)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka, jika aku memerintahkan kamu terhadap sesuatu, jalankanlah sejauh yang kalian mampu.

(HR. Muslim no. 1337)

Sementara itu, dalam kaidah fiqih disebutkan:

الْمَشَقَّةُ تَجْلُبُ التَّيْسِيرَ

Kesulitan itu menarik kemudahan. (Imam Ibnu Nujaim, Al Asybah wan Nazhair, Hal. 75)

Atau seperti yang dikatakan Imam Tajuddin As Subki:

المشقة نجلب التيسير وإن شئت قلت : إذا ضاق الأمر اتسع

Kesulitan membawa pada kemudahan, dan jika anda mau, anda bisa katakan: jika keadaan sempit maka membawa kelapangan. (Imam Tajuddin As Subki, Al Asybah wan Nazhair, 1/61)

Maka, kondisi yang ditanyakan saudara penanya yaitu adanya najis yang bisa keluar tanpa disadari termasuk saat shalat, mirip seperti orang yang keluarnya beser yg tdk bisa dikontrol, atau orang yang luka terus menerus, atau seperti wanita yang darah istihadhah keluar terus menerus, dia mengalami kesulitan yang digambarkan oleh kaidah-kaidah di atas, maka shalatnya tetap SAH.

Dalilnya adalah, terdapat dalam Shahih Bukhari di ceritakan oleh Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah:

ﻣَﺎ ﺯَﺍﻝَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻓِﻰ ﺟِﺮَﺍﺣَﺎﺗِﻬِﻢْ

Kaum muslimin senantiasa shalat dalam keadaan mereka terluka.

Riwayat lain:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

Dari Aisyah dia berkata; ‘Fathimah binti Abi Hubaisy datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata; ‘Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang mengeluarkan darah istihadhah, hingga diriku tidak suci, apakah aku harus meninggalkan shalat?’ Beliau bersabda: “Itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haidh, apabila darah haid datang, tinggalkanlah shalat. Apabila darah haid telah berlalu, bersihkanlah darah tersebut dari dirimu kemudian shalatlah.”

(HR. Muslim no. 333)

Dua riwayat ini menunjukkan wanita yg selalu keluar darah istihadhah-nya tetap wajib shalat. Padahal darah itu mengalir dan najis. Ini menunjukkan “kondisi khusus” yang dimaafkan.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

وحكم سلس البول والمذي ومن به حدث دائم وجرح سائل حكم المستحاضة على ما سبق

Hukum bagi orang yang beser, dan mudah keluar madzi, dan orang yang selalu berhadats, dan darah luka yang mengalir, adalah sama hukumnya dengan wanita yang istihadhah sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/516)

📚 Kesimpulannya:

1. Sebelum shalat bersih-bersih dulu termasuk anus buatan tersebut. Lalu wudhu selayaknya ingin shalat, jika sudah masuk waktu shalat. Ada pun jika wudhunya sebelum masuk waktu shalat, lalu dia keluar najis sebelum shalat maka ini batal, mesti ulangi wudhunya.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

فإن توضأ أحد هؤلاء قبل الوقت، وخرج منه شيء، بطلت طهارته

Jika salah seorang mereka (orang yg disebut di atas) berwudhu sebelum waktunya, lalu keluar najis, maka batal thaharahnya. (Al Mughni, 1/248)

Inilah pendapat mayoritas ulama.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhullah mengatakan:

فإن الذي عليه جمهور الفقهاء أن صاحب السلس يجب عليه الوضوء لكل صلاة بعد دخول وقتها، ولا يجزئه أن يتوضأ لصلاة قبل دخول وقتها، ويجب عليه إذا أراد الصلاة أن يغير ملابسه المصابة بالنجس أو يطهرها إن أمكن ذلك ويغسل المحل جيداً

Sesungguhnya yang dianut oleh mayoritas fuqaha adalah bahwa penderita beser wajib wudhu pada setiap shalat setelah masuk waktunya, tidak sah jika dia berwudhu sebelum masuk waktunya. Dan, wajib baginya jika hendak shalat mengganti pakaiannya yg kena najis atau hendaknya dia sucikan sejauh kemampuannya dan dia cuci yg kotor itu sebaik-baiknya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 108086)

2. Jika kondisi sulit, atau ketika shalat, tapi keluar najis tersebut tanpa disadarinya, maka itu ketidakberdayaan yang dimaafkan dan tidak bisa dihindarkan, dan shalatnya tetap sah.

3. Sah bagi dirinya, maka apakah sah pula saat dia menjadi imam bagi orang lain yang normal?

Ada dua pendapat ulama:

▪ Tidak boleh, tidak sah, menurut Hanafiyah dan Hambaliyah, sebab yang mengalami darurat hanya si imam, sdgkan makmum tidak. Sedangkan darurat diaplikasikan sesuai kebutuhan daruratnya.

▪ Sah dan boleh, menurut Syafi’iyyah dan Malikiyah, sebab udzur yang membuat SAH bagi imam maka itu juga SAH bagi makmum. Hanya saja Malikiyah menyatakan makruh walau sah. (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 25/187. Juga Al Majmu’, 4/160)

Sebaiknya, untuk menghilangkan keraguan atas was was dia bisa meminta orang lain saja, yg sehat dan normal untuk menjadi imam.

Wa Shalallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Fatwa-fatwa Ulama Tentang Pemilu

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

1. Asyh Syeikh Dr. Abdullah Al-Faqih Hafizhahullah

Beliau ditanya tentang hukum mencalonkan diri dalam parlemen untuk maslahat kaum muslimin, dan hukum memilih partai sekuler, Beliau menjawab:

فإنه لا يجوز التعاون مع الأحزاب العلمانية والشيوعية، لما تعتقده من أفكار إلحادية، فإن الترجمة الصحيحة للعلمانية هي: اللادينية أو الدنيوية، ومدلول العلمانية المتفق عليه يعني عزل الدين عن الدولة وحياة المجتمع، كما أن معنى الشيوعية يقوم على أساس تقديس المادة، وأنها أساس كل شيء، كما أنه مذهب فكري يقوم على الإلحاد، وعدم الاعتراف برب الأرض والسماوات، أما عن دخول المجالس النيابية عن طريق الانتخابات وغيرها، فالأصل أن نفع المسلمين بأي وسيلة لا تؤدي إلى الإثم أمر مشروع في الجملة، فمن كانت نيته بالترشيح لهذه المجالس خدمة المسلمين وتحصيل حقوقهم، فلا نرى مانعاً من ذلك، وقد بينا ذلك بإذن الله في الفتوى رقم:
5141.

Tidak boleh bekerjasama dengan partai-partai sekuler dan komunis, karena dasar pemikiran mereka adalah anti Tuhan. Penjelasan yang benar tentang sekulerisme adalah anti agama, dan yang disepakati tentang sekulerisme adalah menghapuskan agama dari negara dan kehidupan masyarakat. Sebagaimana makna komunisme yang merupakan pemikiran yang didasari sikap pemujaan kepada materi, dan materialisme merupakan pondasi semuanya, sama halnya dengan pemikiran yang ditegakkan oleh atheis, yang menghilangkan sama sekali pengakuan atas adanya Tuhannya bumi dan langit.

Ada pun masuk ke dalam majelis perwakilan (parlemen) melalui jalan pemilu dan selainnya, maka pada dasarnya melahirkan manfaat bagi kaum muslimin dengan cara apa saja yang tidak membawa pada dosa, itu merupakan cara yang diperintahkan syariat secara umum. Maka, siapa saja yang niat pencalonannya adalah untuk melayani kaum muslimin dan mengambil hak-hak mereka, maka kami memandang hal itu tidak terlarang. Kami telah jelaskan hal ini, dengan izin Allah, dalam fatwa No. 5141. (Fatawa Asy-Syabakah Al-Islamiyah,1/565)

Beliau juga menasihati agar tidak sembarang memakai fatwa ulama sebuah negara untuk keadaan di negara lain, khususnya tentang larangan ikut serta dalam pemilu, karena masing-masing negara punya keadaan yang tidak sama. Maka, adalah hal aneh memaksakan pendapat ulama yang mengharamkan pemilu di negerinya, untuk diberlakukan disemua negara muslim. Dalam masalah ini dibutuhkan pemahaman fiqhut tanzil,  tahqiqul manath,  kecerdasan berfiqih, bukan asal comot fatwa ulama, sebagaimana yang dilakukan banyak para pemuda yang semangat beragama, tapi mereka laksana Ar-Ruwaibidhah zaman ini. Ar-Ruwaibidhah adalah orang bodoh tapi sok membicarakan urusan orang banyak.

Asy Syeikh mengatakan:

لأن مبنى الأمر عندئذ على فقه المصالح والمفاسد، وأهل العلم من كل بلد هم أقدر الناس على تقدير هذه الأمور، فإنهم أدرى بملابسات بلادهم وأحوالها

Dikarenakan masalah ini dibangun atas dasar pemahaman maslahat dan mafsadat (kerusakan), dan setiap ulama di masing-masing negara adalah pihak yang paling tahu tentang ukuran hal-hal tersebut (maslahat dan mafsadat), dan mereka juga mengetahui keadaan negerinya dan hal-hal seputarnya. (Ibid, 7/4)

2. Asy Syeikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al-Khudhairi (Ulama Saudi, Anggota Hai’ah At Tadris di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh)

Beliau ditanya tentang kaum muslimin yang tinggal di Barat, bolehkah ikut pemilu di sana yang nota bene calon-calonnya adalah kafir.

المسلمون الذين يعيشون في بلاد غير إسلامية يجوز لهم على الصحيح المشاركة في
انتخاب رئيس للبلاد أو انتخاب أعضاء المجالس النيابية إذا كان ذلك سيحقق مصلحة للمسلمين أو يدفع عنهم مفسدة، ويحتج لذلك بقواعد الشريعة العامة التي جاءت بتحقيق
المصالح ودرء المفاسد، واختيار أهون الشرين، وعلى المسلمين هناك أن يقوموا بتنظيم
أنفسهم وتوحيد كلمتهم لكي يكون لهم تأثير واضح وحضور فاعل يؤخذ في الحسبان عند
اتخاذ القرارات الهامة التي تخص المسلمين في تلك البلاد أو غيرها

Kaum muslimin yang tinggal di negeri non-muslim, menurut pendapat yg benar adalah boleh berpartisipasi dalam pemilihan presiden di berbagai negara, atau memilih anggota majelis perwakilan jika hal itu dapat menghasilkan maslahat bagi kaum muslimin atau mencegah kerusakan bagi mereka. Dan, hujjah dalam hal ini adalah adanya berbagai kaidah syariat umum yang memang mendatangkan berbagai maslahat dan mencegah berbagai kerusakan, dan memilih yang lebih ringan di antara dua keburukan, dan mestilah bagi kaum muslimin di sana mengatur diri mereka, menyatukan kalimat mereka, agar mereka memperoleh pengaruh yang jelas. Kehadiran mereka bisa memberikan kontribusi atas berbagai keputusan-keputusan penting khususnya bagi kaum muslimin di negeri itu dan lainnya. (Fatawa Istisyarat Al-Islam Al-Yaum, 4/506)

3. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Beliau ditanya tentang pemilu di Kuwait, yang diikuti oleh para aktifis Islam, Beliau menjawab:

أنا أرى أن الانتخابات واجبة, يجب أن نعين من نرى أن فيه خيراً, لأنه إذا تقاعس أهل الخير من يحل محلهم؟ أهل الشر, أو الناس السلبيون الذين ليس عندهم لا خير ولا شر, أتباع كل ناعق, فلابد أن نختار من نراه صالحاً
فإذا قال قائل: اخترنا واحداً لكن أغلب المجلس على خلاف ذلك, نقول: لا بأس, هذا الواحد إذا جعل الله فيه بركة وألقى كلمة الحق في هذا المجلس سيكون لها تأثير

Saya berpendapat, bahwa mengikuti pemilu adalah wajib, wajib bagi kita memberikan pertolongan kepada orang yang kita nilai memiliki kebaikan, sebab jika orang-orang baik tidak ikut serta, maka siapa yang menggantikan posisi mereka? Orang-orang buruk, atau orang-orang yang tidak jelas keadaannya, orang baik bukan, orang jahat juga bukan, yang asal ikut saja semua ajakan. Maka, seharusnya kita memilih orang-orang yang kita pandang adanya kebaikan. Jika ada yang berkata: “Kita memilih satu orang tetapi kebanyakan seisi majelis adalah orang yang menyelesihinya.” Kami katakan: “Tidak apa-apa, satu orang ini jika Allah jadikan pada dirinya keberkahan, dan dia bisa menyatakan kebenaran di majelis tersebut, maka itu akan memiliki dampak baginya.” (Liqo Bab Al-Maftuuh kaset No. 211)

4. Syeikh Abdul Muhsin Al-Ubaikan Hafizhahullah

Beliau ditanya tentu ikut memberikan suara dalam pemilu sebagai berikut:

السؤال : السلام عليكم و رحمة الله و بركاته كيف حالك ياشيخ يا شيخ عندي سؤال وهو فيما يتعلق بالإنتخابات هل ننتخب أو لا وأرجو ان توضحو لي مرفوقين بالدليل أفتوني مأجورين إن شاء الله وارجو أن يكون في اقرب وقت لأنها لا تبقى عليها إلا 7 أيام فقط والسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الإجابة:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. الدخول في الانتخابات مطلوب حتى لا يأتي أهل الشر فيستغلون هذه المناصب لبث شرورهم وهذا ما يفتي به سماحة الشيخ ابن باز والعلامة الشيخ ابن عثيمين رحمهم الله

Pertanyaan: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Apa kabar Syeikh, Ya Syeikh saya da pertanyaan terkait pemilu, apakah kita mesti ikut pemilu? Saya harap Anda menjelaskan kepadaku dengan dalil-dalil, semoga Allah Ta’ala memberikan pahala, dan aku harap Anda menjawabnya secepatnya. Was Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Jawaban: Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Berpartisipasi dalam pemilu adalah suatu hal yang dituntut untuk dilakukan supaya orang yang jahat tidak bisa menjadi anggota dewan untuk menyebarluaskan kejahatan mereka. Inilah yang difatwakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin”. (Sumber:http://al-obeikan.com/show_fatwa/619.html)

5. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah

Al Lajnah Ad-Daimah adalah lembaga fatwa kerajaan Arab Saudi, fatwa ini dikeluarkan ketika masih diketuai oleh Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah. Mereka ditanya tentang hukum ikut pemilu di sebuah negeri yang negaranya tidak memakai hukum Allah Ta’ala. Mereka menjawab:

لا يجوز للمسلم أن يرشح نفسه رجاء أن ينتظم في سلك حكومة تحكم بغير ما أنزل الله، وتعمل بغير شريعة الإسلام، فلا يجوز لمسلم أن ينتخبه أو غيره ممن يعملون في هذه الحكومة، إلا إذا كان من رشح نفسه من المسلمين ومن ينتخبون يرجون بالدخول في ذلك أن يصلوا بذلك إلى تحويل الحكم إلى العمل بشريعة الإسلام، واتخذوا ذلك وسيلة إلى التغلب على نظام الحكم، على ألا يعمل من رشح نفسه بعد تمام الدخول إلا في مناصب لا تتنافى مع الشريعة الإسلامية

Tidak boleh bagi seorang muslim mencalonkan dirinya, dengan itu dia ikut dalam sistem pemerintahan yang tidak menggunakan hukum Allah, dan menjalankan bukan syariat Islam. Maka tidak boleh bagi seorang muslim memilihnya atau selainnya yang bekerja untuk pemerintahan seperti ini, KECUALI jika orang yang mencalonkan diri itu berasal dari kaum muslimin dan para pemilih mengharapkan masuknya dia ke dalamnya sebagai upaya memperbaiki agar dapat berubah menjadi pemerintah yang berhukum dengan syariat Islam, dan mereka menjadikan hal itu sebagai cara untuk mendominasi sistem pemerintahan tersebut. Hanya saja orang yang mencalonkan diri tersebut, setelah dia terpilih tidaklah menerima jabatan kecuali yang sesuai saja dengan syariat Islam. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah No. 4029, ditanda tangani oleh Syeikh bin Baaz, Syeikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Syeikh Abdullah Ghudyan, Syeikh Abdullah bin Qu’ud)

6. Fatwa Al-Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami, dalam pertemuan ke 19 Rabithah ‘Alam Islami, di Mekkah Pada 22-17 Syawwal 1428H (3-8 November 2007M)

Mereka menelurkan fatwa bahwa hukum pemilu tergantung keadaan di sebuah Negara, di antaranya:

مشاركة المسلم في الانتخابات مع غير المسلمين في البلاد غير الإسلامية من مسائل السياسة الشرعية التي يتقرر الحكم فيها في ضوء الموازنة بين المصالح والمفاسد، والفتوى فيها تختلف باختلاف الأزمنة والأمكنة والأحوال

Partisipasi seorang muslim dalam pemilu bersama non-muslim di negeri non-muslim, termasuk  permasalahan As-Siyasah Asy Syar’iyah yang ketetapan hukumnya didasarkan sudut pandang pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, dan fatwa tentang masalah ini berbeda-beda sesuai perbedaan zaman, tempat, dan situasi. (selesai kutipan)

Jadi, tidak benar memutlakan keharamannya, sebagaimana tidak benar memutlakan kebolehannya, semuanya disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda. Di negeri Indonesia, inilah cara yang paling mungkin berpartisipasi bagi seorang muslim untuk memperbaiki keadaan pemerintahan negaranya. Di tambah lagi, negeri ini masih negeri muslim, bukan negeri kafir walau sistem dan hukum yang berlaku belum Islami.

Dan, masih banyak lagi fatwa para ulama yang membolehkan pemilu dan semisalnya.

Wallahu a’lam

🍃☘🌺🌴🌻🌾🌸🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Dialog Antara Khatib dan Jamaah Saat Khutbah Jum’at

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Saya Mau bertanya
apa hukumnya sholat Jumat yg khatibnya memberi pertanyaan pada jamaah,dan khatib nya seperti memaksa agar pertanyaan nya d jawab..hingga ada jamaah yg menjawab nya..kan yg saya pahami dari hadits ttg g bolehnya berbicara saat khutbah ,dan jika berbicara maka jumatnya sia sia..nah bagaimana ust? (Imad ‘Aqil)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim ..

Khatib bertanya, atau jamaah yang bertanya, jika ada HAJAT SYAR’IY memang dibolehkan.

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

جَاءَ رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ يَا فُلَانُ قَالَ لَا قَالَ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ

Datang seorang laki-laki dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berkhutbah di hadapan manusia pada hari Jumat. Beliau bersabda: “Wahai fulan, apakah engkau sudah shalat?” orang itu menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Bangunlah dan shalatlah dua rakaat.”

(HR. Bukhari No. 930, dan Muslim No. 875)

Dalam hadits ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada salah seorang jamaah, saat itu Beliau sedang khutbah Jum’at.

Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:

أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ وِجَاهَ الْمِنْبَرِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا

Anas bin Malik menceritakan, bahwa ada seorang laki-laki masuk ke dalam Masjid pada hari Jum’at dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, sedangkan saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang menyampaikan khutbah. Orang itu kemudian menghadap ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serata berkata, “Wahai Rasulullah, harta benda telah habis dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan buat kami!” Anas berkata, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan.” …

(HR. Bukhari no. 1013)

Kisah-kisah ini menunjukkan jamaah yang bertanya atau meminta kepada khatib.

Dan masih ada beberapa kasus lain di masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang dialog antara jamaah shalat Jumat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat Beliau khutbah Jum’at.

Kedua hal ini, baik khatib yang bertanya atau jamaah yang bertanya, tidak masalah memang, jika ada hajat syar’iy dan penting. Tapi, di negeri kita jika ini tidak diketahui, dan umat Islam belum tahu fiqihnya, maka seorang khatib dan jamaah yang audah paham harus tahu situasi dan kondisi, agar tidak muncul fitnah.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah membuat Sub BAB berjudul:

فصل لا يحرم الكلام على الخطيب ولا على من سأله الخطيب

Fasal: Tidak diharamkan Berbicara atas Khatib dan Tidak pula haram atas orang yang bertanya kepada khatib

Beliau juga menjelaskan:

وكذلك من كلم الإمام لحاجة، أو سأله عن مسألة، بدليل الخبر الذي تقدم ذكره

Demikian pula (boleh) berbicaranya imam (khatib) karena suatu keperluan, atau dia bertanya sebuah masalah, berdasarkan dalil hadits yang sudah disebutkan sebelumnya.

(Al Mughni, 2/239)

Larangan itu adalah jika saling bertanya atau berbicara sesama jamaah, ada pun jamaah kepada khatib atau sebaliknya adalah pengecualian.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhullah mengatakan:

ويستثنى من ذلك : الكلام مع الإمام ، وكلام الإمام مع المأمومين للحاجة أو المصلحة

Dikecualikan dalam hal itu (larangan berbicara): yaitu berbicara bersama imam, dan berbicaranya imam kepada makmum (jamaah) jika ada hajat atau maslahat. (Al Islam Su’aal wa Jawab no. 45651)

Demikian. Wa Shalallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala aalihi wa shahbihi wa Sallam

Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Hukum Masbuq Sholat Jum’at

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz.

Pertanyaan :
Bagaimana hukum bagi Jamaah yang tertinggal 1 atau 2 rakaat dalam Sholat Jumat.

Jazakallah Khoiran Katsiran (SA)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Masbuq saat shalat Jumat ada beberapa kondisi:

– Masih sempat dapat ruku’. Maka, dia dapat shalat Jum’at.

Hal ini berdasarkan hadits:

من أدرك ركعة من الجمعة فليصل إليها أخرى

Batang Siapa yg mendapatkan 1 rakaat shalat Jumat maka hendaknya dia shalat dan lanjutkan 1 rakaat lainnya.

(HR. Al Hakim no. 1077, dishahihkan oleh Imam Hakim)

Mayoritas ulama mengatakan selama masih dapat ruku’, maka dia dapat shalat Jum’at, walau ruku’ rakaat kedua.

– Tidak mendapatkan ruku’, alias dia hanya dpt ketika sdh sujud akhir atau duduk tasyahud saja. Maka ini tidak dapat shalat Jum’at, sugga setelah imam salam hendaknya dia berdiri dan lanjutkan dgn 4 rakaat zuhur. Kecuali menurut Imam Abu Hanifah yg mengatakan tetap dapat shalat Jum’at.

– Tertinggal khutbah Jum’at, walau ikut Shalat Jum’at, sebagian tabi’in mengatakan tidak dapat shalat Jum’at.

Kemudian, .. Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

فرع في مذاهب العلماء فيما يدرك به المسبوق الجمعة، قد ذكرنا أن مذهبنا أنه إن أدرك ركوع الركعة الثانية أدركها وإلا فلا وبه قال أكثر العلماء حكاه ابن المنذر عن ابن مسعود وابن عمر وأنس بن مالك وسعيد بن المسيب والأسود وعلقمة والحسن البصري وعروة بن الزبير والنخعي والزهري ومالك والأوزاعي والثوري وأبي يوسف وأحمد واسحق وأبي ثور، قال: وبه أقول، وقال عطاء وطاوس ومجاهد ومكحول من لم يدرك الخطبة صلى أربعا، وحكى أصحابنا مثله عن عمر بن الخطاب، وقال الحكم وحماد وأبو حنيفة من أدرك التشهد مع الإمام أدرك الجمعة فيصلى بعد سلام الإمام ركعتين وتمت جمعته، دليلنا الحديث الذي ذكرته عن رواية البخاري ومسلم

Penjelasan para ulama tentang apa yang didapatkan orang yang masbuk saat shalat Jumat.

Kami telah sampaikan, bahwa madzhab kami (Syafi’iyah) berpendapat bahwa orang yang mendapatkan ruku’ dirakaat kedua maka dia mendapatkan shalat Jumat, jika tidak dapat, maka dia tidak mendapatkannya. Inilah pendapat mayoritas ulama. Ibnul Mundzir menyebutkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Sa’id bin Al Musayyab, Al Aswad, Alqamah, Hasan Al Bashri, ‘Urwah bin Az Zubeir, An Nakha’iy, Az Zuhriy, Malik, Al Auza’iy, Ats Tsauriy, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan dia (Ibnul Mundzir) berkata: Inilah pendapatku.

Sementara ‘Atha, Thawus, Mujahid, Makhul, mengatakan bahwa siapa yang tidak mendapatkan khutbah, maka hendaknya dia shalat 4 rakaat (zhuhur). Sahabat-sahabat kami mengatakan, semisal.ini adalah pendapat Umar bin Khattab Radhiyallahu’Anhu.

Ibnul Mundzir menyebutkan, bahwa Al Hakam, Hammad, dan Abu Hanifah mengatakan: siapa yang mendapatkan tasyahud maka dia dapat dapatkan shalat Jumat bersama imam, maka setelah imam salam hendaknya dia sempurnakan dua rakaatnya, maka sempurna shalat Jumatnya.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/558)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top