Definisi Jihad

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Secara bahasa (lughatan – etimologis)

الجهاد اجهاد مأخوذ من الجهد وهو الطاقة والمشقة

Al Jihad – ijhaadu di ambil dari kata Al Juhdu yaitu kuasa (Ath Thaqah) dan kesempitan/kepayahan (Al Masyaqqah). 1]

Disebutkan dalam Lisanul ‘Arab:

وجَهَدَ يَجْهَدُ جَهْداً واجْتَهَد كلاهما جدَّ

Dan Jahada – yajhadu- jahdan dan  ijtahada, keduanya bermakna bersungguh-sungguh. 2]

Disebutkan dalam Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa Al Ab-har:

الْجِهَادُ فِي اللُّغَةِ بَذْلُ مَا فِي الْوُسْعِ مِنْ الْقَوْلِ ، وَالْفِعْلِ

“Secara bahasa, jihad bermakna pengerahan segenap potensi dengan ucapan dan perbuatan.” 3]

📌 Secara istilah (syar’an – terminologis)

Saya akan paparkan pandangan beberapa imam kaum muslimin dalam hal ini. Menurut Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

يقال: جاهد يجاهد جهادا ومجاهدة، إذا استفرغ وسعه، وبذل طاقته، وتحمل المشاق في مقاتلة العدو ومدافعته، وهوما يعبر عنه بالحرب في العرف الحديث، والحرب هي القتال المسلح بين دولتين فأكثر

Dikatakan: Jaahada – Yujaahidu – Jihaadan – Mujaahadatan, artinya mengkhususkan waktu dan upaya, serta mengorbankan segenap tenaga serta menanggung segenap kesulitan dalam memerangi musuh dan melawan  mereka, yang demikian ini diistilahkan dengan Al Harb (perang) menurut definisi saat ini, dan Al Harb  adalah peperangan bersenjata antara dua negara atau lebih. 4]

Penulis Majma’ Al Anhar (fiqih bermadzhab Hanafi) mengatakan:

وَفِي الشَّرِيعَةِ قَتْلُ الْكُفَّارِ وَنَحْوُهُ مِنْ ضَرْبِهِمْ وَنَهْبِ أَمْوَالِهِمْ وَهَدْمِ مَعَابِدِهِمْ وَكَسْرِ أَصْنَامِهِمْ وَغَيْرِهِمْ

“Makna menurut syariah adalah memerangi orang kafir dan sebangsanya dengan memukulnya, mengambil hartanya, menghancurkan tempat ibadahnya, dan memusnahkan berhala-berhala mereka, dan selain mereka. “ 5]

Dalam Hasyiah Al Jumal (fiqih bermadzhab Syafi’i) disebutkan:

وَهُوَ فِي الِاصْطِلَاحِ قِتَالُ الْكُفَّارِ لِنُصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَيُطْلَقُ أَيْضًا عَلَى جِهَادِ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

“Dan makna jihad secara istilah adalah memerangi orang kafir demi membela Islam, dan juga secara mutlak bermakna jihad melawan hawa nafsu dan syetan.” 6]

Sedangkan Imam Ash Shan’ani Rahimahullah mengatakan:

وَفِي الشَّرْعِ بَذْلُ الْجَهْدِ فِي قِتَالِ الْكُفَّارِ أَوْ الْبُغَاةِ

“Secara syariat, makna berkorban dalam jihad adalah memerangi orang kafir dan para pemberontak.” 7]

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

وَشَرْعًا : بَذْلُ الْجُهْدِ فِي قِتَالِ الْكُفَّارِ وَيُطْلَقُ أَيْضًا عَلَى مُجَاهَدَةِ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ وَالْفُسَّاقِ

“Secara syariat, artinya mengerahkan kesungguhan dalam memerangi orang kafir, dan secara mutlak artinya juga berjihad melawan nafsu, syetan dan kefasikan.” 8]

Demikianlah makna jihad yang dipaparkan para ulama Islam, yang semuanya selalu mengatakan ‘memerangi orang kafir’, setelah itu melawan nafsu, syetan dan kejahatan. Dalam kehidupan ilmiah, definisi memang selalu ada dua, yakni makna bahasa dan makna istilah. Namun, dalam praktek kehidupan sehari-hari, bahwa semua definisi dalam pembahasan apa pun lebih mengutamakan makna terminologis (istilah) dibanding makna etimologis (bahasa).

Pemaknaan yang dipaparkan para ulama bukan tanpa alasan melainkan berpijak berbagai ayat yang mulia dan hadits yang suci, dan ayat serta hadits tersebut pun juga memiliki latar belakang dan alasan spesifik dalam  pensyariatan memerangi mereka.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Notes:

[1] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 618. Darul Kitab Al ‘Arabi
[2] Ibnul Manzhur Al Mishry, Lisanul ‘Arab, Juz. 3 Hal. 133.
[3] Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah, Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa al Ab-har, Juz. 4, Hal. 278.
[4] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 618. Darul Kitab Al ‘Arabi
[5] Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah, Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa al Ab-har, Juz. 4, Hal. 278.
[6] Imam Abu Yahya Zakaria Al Anshari, Hasyiah al Jumal, Juz.21, Hal. 319.
[7] Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam, Juz. 6, Hal. 119.
[8] Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Juz. 8, Hal. 365. Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, Juz. 11, Hal. 483.

 

Meraih Manisnya Iman

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Ada tiga hal yang jika seseorang memilikinya maka dia akan dapat merasakan manisnya iman:

1. Mencintai Allah dan RasulNya melebihi selain dari keduanya

2. Mencintaimu seseorang karena Allah

3. Dia membenci jika dikembalikan pada kekafiran setelah Allah menjauhkan darinya, sebagaimana bencinya jika dia dilempar ke neraka.

📚 HR. Muslim, 67/43

📒📔📙📘📗📕📓

✍ Farid Nu’man Hasan

Belajar Agama Itu Mesti Jelas Rujukannya

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Era medsos membuat mudah mendapatkan sumber informasi, begitu pula tentang konten-konten keislaman. Ini bagus. Tp, negatifnya adalah kesadaran untuk mengetahui sumber sering diabaikan. Dapat info langaung BC, dpt ilmu langsung share, padahal tidak ada sandarannya (baca: sanad). Ini jd bahaya, sebab ada dusta dan kepalsusan didalamnya.

Oleh karena itu para ulama memberikan nasihat, di antaranya Imam Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullah:

الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

Isnad (sandaran) itu bagian dari agama, seandainya bukan karena isnad niscaya manusia akan sembarangan dan senaknya berbicara. (Shahih Muslim bisyarhi An Nawawi, 1/77)

Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah berkata:

الإسناد سلاح المؤمن، فإذا لم يكن معه سلاح فبأي شيء يقاتل

Isnad itu senjata bagi seorang mu’min, jika dia tidak memiliki senjata maka dengan apa dia berperang? (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, 1/27)

📌Membaca buku sudah cukup?

Pada dasarnya berjumpa dan bermajelis dengan guru itulah yang utama. Hal ini bisa diperoleh di pesantren, berkunjung ke rumah guru, atau hadir dalam ta’lim para guru. Sehingga terjadi kesinambungan ilmu dari syaikh ke muridnya.

Zaman ini, ketika kesibukan duniawi manusia luar biasa, lonjakan penduduk juga sangat tinggi, sementara mereka ingin belajar agama untuk bekal hidupnya, apakah hanya membaca buku saja sudah cukup tanpa adanya guru? Sebagian ulama memang melarang seperti itu, seperti Imam Asy Syafi’i, Sulaiman bin Musa, dll, sebab khawatir adanya ketergelinciran pemahaman, tanpa guru dia sulit membedakan mana haq dan batil.

Tapi, tidak semua ulama menyetujui itu. Sebagian lain mengatakan boleh saja, asalkan buku yang ditelaahnya adalah karya ulama yang mautsuq (bisa dipercaya).

Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah berkata:

أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية ولذلك اعتمد الناس على الكتب المشهورة في النحو واللغة والطب وسائر العلوم لحصول الثقة بها وبعد التدليس

Ada pun berpegang kepada buku-buku fiqih yang shahih dan terpercaya, maka para ulama zaman ini sepakat atas kebolehan bersandar kepadanya. Sebab, seorang yang bisa dipercaya sudah cukup mencapai tujuan sebagaimana tujuan pada periwayatan. Oleh karena itu, manusia yang bersandar pada buku-buku terkenal baik nahwu, bahasa, kedokteran, atau disiplin ilmu lainnya, sudah cukup untuk mendapatkan posisi “tsiqah/bisa dipercaya” dan jauh dari kesamaran.
(Imam As Suyuthi, Asybah wa Nazhair, Hal. 310. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut)

Tapi, hal ini tidak berlaku bagi para qari Al Quran, sebab khusus itu mesti talaqqi kepada guru.

Maka dikatakan:

فعلى قارئ القرآن ان يأخذ قرائته على طريق التلقّى و الإسناد عن الشيوخ الآخذين عن شيوخهم كى يصل الى تأكد من أن تلاوته تطابق ما جاء عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

Wajib bagi qari untuk mengambil bacaan Al Qurannya dengan metode talaqqi, dan mengambik sanad dari para guru yang jyga mengambil dari guru-guru mereka agar terjadi kesinambungan bacaannya dan sebagai pemastian bahwa bacaannya sesuai dengan apa yang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Haqqut Tilawah, Hal. 46)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Rambu-Rambu Bagi Yang Ikut Serta dalam Muzhaharah Saliimah (Aksi Damai)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Luruskan niat untuk mencari ridha Allah, bukan untuk pujian dan obsesi pribadi-duniawi

📌 Pasang wajah yang menarik, senyum, sapa dan salam kepada saudara seperjuangan, wartawan, dan kepada pihak keamanan

📌 Berkata-kata yang baik tanpa mengurangi ketegasan, dan hindari kata-kata kotor, caci maki, sumpah serapah kepada siapa pun

📌 Tertib di jalan dan di tempat aksi, serta memberikan hak pengguna jalan lainnya

📌 Tidak merusak fasilitas umum, pepohonan, pedagang kaki lima, dan milik orang lain

📌 Tetap menjaga kebersihan dengan membawa kantong sampah kresek sendiri dan membuang pada tempatnya

📌 Tidak terpancing oleh ajakan-ajakan negatif, seperti menyerang polisi, merubuhkan pohon, pemarka jalan, dan lainnya, yang datangnya dari peserta aksi damai lainnya, yang dimungkinkan sebagai provokasi dari pihak yang ingin merusak jalannya aksi damai

📌 Tetap ikuti korlap dan komanda acara, Insya Allah tidak akan mudah terprovokasi

📌 Siapkan fisik yang prima, bawa makanan dan minuman yang cukup

📌 Tetap jaga wudhu untuk shalat, menjaga kemungkinan sulitnya air wudhu karena banyaknya peserta aksi

📌 Akhiri aksi damai dengan kebaikan, tidak lupa mendoakan kebaikan kepada pemimpin negara agar Allah memberikan petunjuk kepadanya, serta doa untuk para ulama, guru, kiayi, habaib, mujahidin, du’at, aktifis Islam, secara khusus Indonesia .. dan umumnya bagi seluruh kaum muslimin di dunia.

📌 Lalu bertawakal kepada Allah Ta’ala atas hasil usaha dari Aksi Damai ini

📌 Membubarkan diri dengan tertib dan meninggalkan tempat aksi dalam keadaan bersih dan rapi; sehingga Aksi ini mendapatkan kesan positif bagi masyarakat dan semoga mendapatkan ridha Allah Ta’ala

🍃🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top