Hukum Berhutang dalam Jual Beli

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Apa benar kalau belanja itu harus cash atau tunai, tidak boleh berhutang? Di warung dekat rumah ada pemilik toko tidak mau dihutangi, kata ustadzahnya kalau beli-beli itu tidak boleh berhutang harus tunai.

Alasannya hadits ini:

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim no. 1584).

Apakah benar alasannya? Syukran

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Tidak benar berbelanja tidak boleh berhutang. Barang-barang yang disebutkan dalam hadits di atas memang barang ribawi (barang yang harganya berubah-ubah) yg mesti kontan (yadan biyadin) saat membelinya. Hadits ini juga menunjukkan larangan jual beli dengan mengambil barang yang berbeda takaran, maka itu riba yaitu riba fadhl.

Maka, tidak apple to apple, alias tdk nyambung berdalil dgn hadits tersebut. Saya khawatir dia salah paham ucapan ustadzahnya. Wallahu a’lam

Jual beli dgn cara berhutang ada dalam Al Quran dan As Sunnah. Di antaranya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al Baqarah : 282)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيئَةٍ، وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditunda dan beliau juga menggadaikan perisai kepadanya.”
(HR. Bukhari No. 2096 dan Muslim No. 1603)

Maka, jika seseorang membeli pagi hari, bayarnya sore, atau keesokan harinya, baik cash atau kredit, ini sama sekali tidak masalah dan sudah terjadi di negeri-negeri muslim sepanjang zaman.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah mengatakan:

أجاز الشافعية والحنفية والمالكية والحنابلة وزيد بن علي والمؤيد بالله والجمهور : بيع الشيء في الحال لأجل أو بالتقسيط بأكثر من ثمنه النقدي

Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, Zaid bin ‘Ali, dan Al Muayyid billah, serta jumhur (mayoritas ulama) membolehkan jual beli sesuatu secara tunda bayarnya atau kredit yang harganya melebihi harga tunainya. (Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 5/147)

Demikian. Wallahu A’lam

☘🌸🌺🌴🍃🌷🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Istri Melayani Tamu Suaminya

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Tidak mengapa seorang istri melayani suaminya beserta tamu suaminya dalam sebuah jamuan, sebagaimana yang biasa terjadi. Suami sedang berbincang dengan tamunya, lalu istri membuatkan minum atau menyuguhkan makanan kepada mereka. Hal ini tidak masalah selama aman dari fitnah dan tetap menjaga adab Islam ketika berjumpa dengan lawan jenis.

Sahl bin Sa’ad Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu berkata:

لَمَّا عَرَّسَ أَبُو أُسَيْدٍ السَّاعِدِيُّ دَعَا النَّبِيَّ وَأَصْحَابَهُ فَمَا صَنَعَ لَهُمْ طَعَامًا وَلَا قَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ إِلَّا امْرَأَتُهُ أُمُّ أُسَيْدٍ بَلَّتْ تَمَرَاتٍ فِي تَوْرٍ مِنْ حِجَارَةٍ مِنَ اللَّيْلِ فَلَمَّا فَرَغَ النَّبِيُّ مِنَ الطَّعَامِ أَمَاثَتْهُ لَهُ فَسَقَتْهُ تُتْحِفُهُ (أَتْحَفَتْهُ) بِذَلِكَ

Ketika Abu Usaid As Sa’idi menikah, dia mengundang Nabi ﷺ dan para sahabatnya. Tidak ada yang membuatkan makanan dan membawakan makanan itu kepada mereka kecuali istrinya, Ummu Usaid. Dia menumbuk kurma pada sebuah wadah yang terbuat dari batu semalaman. Maka, setelah Nabi ﷺ selesai makan, maka dia (Ummu Usaid) sendiri yang menyiapkan dan menuangkan minuman kepada Nabi ﷺ dan memberikan kepadanya.

(HR. Al Bukhari No. 5182, Muslim No. 2006)

Dari kisah ini menunjukkan kebolehan hal itu, oleh karena itu para ulama Islam pun tidak mempermasalahkan dengan memperhatikan syarat yang sudah kami sebutkan.

Asy Syaikh Al ‘Allamah Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah berkata:

وأوضح من ذلك أن للمرأة أن تقوم بخدمة ضيوف زوجها في حضرته ، ما دامت متأدبة بأدب الإسلام في ملبسها وزينتها ، وكلامها ومشيتها ، ومن الطبيعي أن يروها وتراهم في هذه الحال ، ولا جناح في ذلك إذا كانت الفتنة مأمونة من جانبها وجانبهم

Dan yang lebih jelas dari itu adalah bahwa seorang istri boleh melayani tamu-tamu suaminya saat kedatangannya, selama dia menjaga adab-adab Islam baik pakaian, perhiasan, berbicaranya dan juga jalannya. Secara alamiah tamu akan melihatnya dan dia pun melihat mereka dalam keadaan itu. Maka, hal itu tidak mengapa selama aman fitnah dari sisi dia dan juga tamu-tamu tersebut.

(Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam, Hal. 196)

Hal ini juga dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Rahimahullah:

جواز خدمة المرأة زوجها ومن يدعوه . ولا يخفى أن محل ذلك عند أمن الفتنة ، ومراعاة ما يجب عليها من الستر ، وجواز استخدام الرجل امرأته في مثل ذلك

Bolehnya seorang istri melayani suaminya dan orang yang diundangnya … tapi tidak diragukan lagi bahwa hal ini apabila aman dari fitnah, dan terpeliharanya hal-hal yang wajib seperti menutup aurat, dan kebalikannya seorang suami juga boleh melayani istrinya dengan situasi yang sama.

(Fathul Bari, 9/251)

Demikian. Wallahu A’lam

☘🌸🌺🌴🍃🌷🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Nasihat Indah Al Junaid bin Muhammad Rahimahullah

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

✨ Beliau berkata:

” الأدب أدبان: أدب السر، و أدب العلانية. فالأول طهارة القلب من العيوب، والعلانية حفظ الجوارح من الذنوب “

Adab ada dua macam:

1. Adab yang tersembunyi
2. Adab yang nampak

Adab yang tersembunyi adalah mensucikan hati dari segala aib. Adab yang nampak adalah menjaga anggota badan dari dosa.

✨ Ada seorang pemuda berkata kepadanya:

” علمني شيئاً يقربني إلي الله وإلي الناس ” ، فقال: ” أما الذي يقربك إلي الله فمسألته، وأما الثاني فترك مسألتهم”

“Ajarkan kepadaku sesuatu yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah dan manusia.”

Beliau menjawab: “Hal yang dapat mendekatkan dirimu kepada Allah adalah dengan meminta kepadaNya, ada pun agar dekat dengan manusia adalah tinggalkankah minta-minta kepada mereka.”

📚 Imam Ibnul Mulaqqin, Thabaqat Al Awliya, Hal. 20. Mawqi’ Al Warraq

☘🌸🌺🌴🍃🌷🌻🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Wanita Baca Qur’an Didengar Laki-Laki

📔📓📒📕📙📘📗

📨 PERTANYAAN:

Afwan, bolehkah muslimah membaca Al Quran dengan suara dikeraskan padahal ada banyak laki-laki di situ, dan bagaimana dengan akhwat yang setor hapalan ke guru yang laki-laki ? Jzklh

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ’ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa man waalah wa ba’d:

Pertanyaan ini ada dua pembahasan:

📕 Pertama. Auratkah suara wanita?

Dalam hal ini para ulama terjadi perselisihan pendapat. Ada yang menyatakan aurat seperti golongan Hanafiyah dan yang mengikuti mereka. Ada yang menyatakan bukan aurat, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Walau mereka sepakat, bahwa bagi laki-laki ajnabi (asing) jika suara wanita memancing fitnah yang melahirkan syahwat, atau sengaja berlezat-lezat mendengarkannya maka itu aurat dan diharamkan.

📌Pihak Yang Mengatakan Aurat dan Alasannya

Ada beberapa alasan:

1. Allah ﷻ berfirman:

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ

Janganlah kaum wanita menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan mereka yang tersembunyi. (QS. An Nuur: 31)

Ayat ini melarang wanita dengan sengaja memperdengarkan perhiasannya ke laki-laki bukan mahramnya, dan suara wanita termasuk perhiasan bagi mereka, maka itu lebih layak untuk dilarang.

Syakh Abdurraman Al Jazairi menjelaskan:

فقد نهى الله تعالى عن استماع صوت خلخالها لأنه يدل على زينتها فحرمة رفع صوتها أولى من ذلك ولذلك كره الفقهاء أذان المرأة لأنه يحتاج فيه إلى رفع الصوت والمرأة منهية عن ذلك وعلى هذا فيحرم رفع صوت المرأة بالغناء إذا سمعها الأجانب سواء أكان الغناء على آلة لهو أو كان بغيرها وتزيد الحرمة إذا كان الغناء مشتملا على أوصاف مهيجة للشهوة كذكر الحب والغرام وأوصاف النساء والدعوة إلى الفجور وغير ذلك

Allah ﷻ telah melarang mendengarkan suara karena hal itu menunjukkan perhiasannya maka haramnya meninggikan suaranya lebih pantas diharamkan, oleh karena itu para ahli fiqih memakruhkan azan kaum wanita karena azan membutuhkan suara yang ditinggikan dan wanita dilarang untuk itu. oleh karena itu, diharamkan meninggikan suara wanita dalam nyanyian jika yang mendengarkannya adalah laki-laki bukan mahramnya sama saja apakah pakai alat musik, atau tidak, dan keharamannya bertambah jika nyanyian tersebut mengandung penyifatan yang bisa menimbulkan syahwat seperti senandung cinta, rindu, penggambaran tentang wanita, dan ajakan kepada perbuatan keji dan lainnya. ( Al Fiqh ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 5/26)

2. Anjuran bertepuk tangan bagi wanita untuk merakat kesalahan imam

عن النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ

Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh suatu hal maka bertasbihlah, sesungguhnya jika dia bertasbih hendaknya menengok kepadanya, dan bertepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” (HR. Bukhari No. 652, Muslim No. 421)

Pembedaan dalam hadits ini, yaitu khusus kaum wanita dianjurkan bertepuk tangan, menunjukkan bahwa suara wanita memang aurat. Sebab, jika memang bukan aurat pastilah disamakan dengan kaum laki-laki yaitu ucapan subhanallah.

📌 Pihak Yang Mengatakan Bukan Aurat dan Alasannya

Kelompok ini memiliki beberapa alasan:

1. Rasulullah ﷺ pernah berbicara dengan kaum wanita.

Allah ﷻ berfirman:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al Mujadilah: 1)

2. Rasulullah ﷺ dan para sahabat (Abu Bakar, Utsman, dan Ali Radhiallahu ‘Anhum) pernah mendengarkan wanita bernyanyi

Dari Buraidah katanya:

خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ مَغَازِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ جَاءَتْ جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي كُنْتُ نَذَرْتُ إِنْ رَدَّكَ اللَّهُ سَالِمًا أَنْ أَضْرِبَ بَيْنَ يَدَيْكَ بِالدُّفِّ وَأَتَغَنَّى، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ كُنْتِ نَذَرْتِ فَاضْرِبِي وَإِلاَّ فَلاَ. فَجَعَلَتْ تَضْرِبُ، فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عَلِيٌّ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَأَلْقَتِ الدُّفَّ تَحْتَ اسْتِهَا، ثُمَّ قَعَدَتْ عَلَيْهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَخَافُ مِنْكَ يَا عُمَرُ، إِنِّي كُنْتُ جَالِسًا وَهِيَ تَضْرِبُ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عَلِيٌّ وَهِيَ تَضْرِبُ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِيَ تَضْرِبُ، فَلَمَّا دَخَلْتَ أَنْتَ يَا عُمَرُ أَلْقَتِ الدُّفَّ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan peperangan, ketika sudah kembali datanglah kepadanya seorang budak wanita berkulit hitam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku bernadzar jika engkau kembali dalam keadaan selamat aku akan memainkan rebana dan BERNYANYI di hadapanmu.” Rasulullah bersabda, “Jika engkau sudah bernadzar maka pukullah rebana itu, jika tidak bernadzar maka tidak usah dipukul rebananya.” Maka wanita itu pun memainkan rebananya, lalu masuklah Abu Bakar dia masih memainkannya. Masuklah Ali dia masih memainkannya. Masuklah Utsman dia masih memainkannya. Lalu ketika Umar yang masuk, dibantinglah rebana itu dan dia duduk (ketakutan). Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Umar syetan saja benar-benar takut kepadamu, ketika aku duduk dia memukul rebana, ketika Abu Bakar masuk dia amsih memainkannya, ketika Ali datang dia masih memainkannya, ketika Utsman datang dia masih memainkannya, tapi ketika Engkau yang datang dia lempar rebana itu. (HR. At Tirmdzi No. 3690, katanya: hasan shahih. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya)

Imam Ali Al-Qari Rahimahullah mengomentari kisah ini:

دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ سَمَاعَ صَوْتِ الْمَرْأَةِ بِالْغِنَاءِ مُبَاحٌ إِذَا خَلَا عَنِ الْفِتْنَةِ

Ini merupakan dalil bahwa mendengarkan suara wanita yang bernyanyi adalah mubah jika tidak ada fitnah. ( Mirqah Al Mafatih, 9/3902)

Ar Rubayyi binti Mu’awidz Radhiallahu ‘Anha bercerita:

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عُرْسِي، فَقَعَدَ فِي مَوْضِعِ فِرَاشِي هَذَا، وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تَضْرِبَانِ بِالدُّفِّ، وَتَنْدُبَانِ آبَائِي الَّذِينَ قُتِلُوا يَوْمَ بَدْرٍ، فَقَالَتَا فِيمَا تَقُولَانِ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا يَكُونُ فِي الْيَوْمِ وَفِي غَدٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا هَذَا، فَلَا تَقُولَاهُ

Pada hari pernikahanku Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang, dia duduk di permadaniku ini, aku memiliki dua jariyah (budak wanita remaja) yang sedang memainkan rebana, mereka menyanyikan lagu tentang ayah-ayah kami ketika terbunuh dalam perang Badar, maka mereka berkata, “Di tengah kita ada seorang nabi yang mengetahui apa yang terjadi hari ini dan esok.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ucapan yang ini, janganlah kalian berdua ucapkan.” (HR. Ahmad No. 27021. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: shahih sesuai syarat Imam Muslim. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad, 44/570)

3. Para sahabat Nabi ﷺ juga berbicara dengan kaum wanita serta meriwayatkan hadits dari istri-istri Nabi ﷺ.

Begitu pula ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau menjenguk ayahnya dan Bilal bin Rabah Radhiallahu ‘Anhu yang sedang demam. ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، وُعِكَ أَبُو بَكْرٍ وَبِلاَلٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَتْ: فَدَخَلْتُ عَلَيْهِمَا، قُلْتُ: يَا أَبَتِ كَيْفَ تَجِدُكَ؟ وَيَا بِلاَلُ كَيْفَ تَجِدُكَ؟

Ketika Rasulullah ﷺ sampai di Madinah, Abu Bakar dan Bilal mengalami demam. Lalu aku masuk menemui keduanya. Aku berkata: “Wahai ayah, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal bagaimana keadaanmu?” (HR. Al Bukhari No. 5654)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah berkata:

صوت المرأة عند الجمهور ليس بعورة؛ لأن الصحابة كانوا يستمعون إلى نساء النبي صلّى الله عليه وسلم لمعرفة أحكام الدين، لكن يحرم سماع صوتها بالتطريب والتنغيم ولو بتلاوة القرآن، بسبب خوف الفتنة

Suara wanita menurut mayoritas ulama bukanlah aurat karena dahulu para sahabat Nabi ﷺ mendengarkan dari istri-istri Nabi ﷺ untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita jika melahirkan gairah dan mendayu-dayu walau pun membaca Al Quran, disebabkan khawatir lahirnya fitnah. ( Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 1/665)

Jadi, jika lahir fitnah yaitu lahirnya syahwat misalnya, maka hal itu terlarang walau mendengarkan wanita membaca Al Quran , jika tidak ada fitnah maka tidak apa-apa, walau pun mendengarkan wanita bernyanyi sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali Al Qari.

Syakh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah juga mengatakan:

فلا يحرم سماع صوت المرأة ولو مغنية، إلا عند خوف الفتنة

Maka, tidaklah diharamkan mendengarkan suara wanita walau wanita penyanyi kecuali jika khawatir terjadinya fitnah. (Ibid, 2/116)

📘 Kedua. Wanita Membaca Al Quran Diperdengarkan Laki-Laki

Dalam hal ini kami sodorkan Fatwa Samahatusy Syaikh, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah:

ما حكم الاستماع إلى تلاوة النساء في مسابقات القرآن الكريم التي تقام سنويا في بعض البلاد الإسلامية؟ أفيدونا أفادكم الله

“Apa hukum mendengarkan bacaan Al Quran kaum wanita dalam acara MTQ yang dilakukan secara tahunan di sebagian negeri islam? Semoga Allah memberikan faidah kepada kami dan Anda. ”

Jawab (Syaikh Ibnu Baz):

لا أعلم بأسا في هذا الشيء إذا كان النساء على حدة والرجال على حدة، من غير اختلاط في محل المسابقة، بل يكن على حدة، مع تسترهن وتحجبهن عن الرجال
وأما المستمع فإذا استمع للفائدة والتدبر لكلام الله فلا بأس، أما مع التلذذ بأصواتهن فلا يجوز. أما إذا كان القصد الاستماع للفائدة، والتلذذ في استماع القرآن والاستفادة من القرآن فلا حرج إن شاء الله في ذلك

“Saya tidak ketahui adanya masalah dalam hal ini, jika kaum wanita dan laki-laki masing-masing diberi pembatas ditempatnya, tidak ikhtilath (campur baur) ditempat perlombaan, bahkan diberikan batasan khusus yang menutup mereka dan menghijabnya dari laki-laki.

Ada pun pendengar, jika tujuannya adalah untuk mendapatkan faidah dan tadabbur firman Allah, maka tidak apa-apa. Sedangkan jika dibarengi niatan berlezat-lezat terhadap suara para wanita maka tidak boleh. Jika mendengarkannya untuk mendapatkan faidah, dan menikmati bacaan Al Quran, dan mengambil manfaat dari Al Quran maka tidak ada masalah dalam hal ini. Insya Allah.” (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatawa Nur ‘Alad Darb, No. 37)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Al Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌾🌱💐☘🌴🌿🌻🌺🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top