Malaikat tidaklah menyertai qafilah yang di dalamnya terdapat lonceng. (HR. Ahmad No. 26770. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih. Ta’liq Musnad Ahmad No. 44/355)
Ada pun suara bel dan alarm selain lonceng dibolehkan:
وقد أحدثت في هذا العصر أجراس متنوعة لأغراض مختلفة نافعة، كجرس ساعة المنبه الذي يوقظ من النوم، وجرس الهاتف “التليفون”، وجرس دوائر الحكومة، والدور، ونحو ذلك، فهل يدخل هذا في الأحاديث المذكورة وما في معناها؟ وجوابي: لا، وذلك لأنه لا يشبه الناقوس لا في صوته ولا في صورته. والله أعلم
Pada zaman ini telah ada berbagai suara buatan dengan beragam tujuan. Ada suara alarm jam untuk membangunkan dari tidur, suara dering panggilan telepon, suara bel yang ada di kantor-kantor pemerintah, asrama, atau lainnya. Apakah suara-suara buatan tersebut termasuk dalam hadits-hadits larangan di atas dan hadits-hadits lain yang semakna? Jawabanku, tidak termasuk, karena suara-suara buatan tersebut tidak menyerupai suara lonceng baik dari sisi suara ataupun bentuk. Wallahu A’lam (Jilbab Mar’ah Muslimah, Hal. 169)
Ijin bertanya mengenai hukum sholat ied, jika pada Rakaat pertama lupa Takbir 7 kali, dan rakaat kedua, lupa hanya 4 kali takbir..
Jazakallah
✒️❕JAWABAN
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Itu namanya takbir zawaid. Hukum nya sunnah.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
والتكبير سنة لا تبطل الصلاة بتركه عمدا ولا سهوا. وقال ابن قدامة: ولا أعلم فيه خلافا، ورجح الشوكاني أنه إذا تركه سهوا لا يسجد للسهو
Takbir (zawaid) adalah sunnah, shalat tidaklah batal jika sengaja meninggalkannya atau lupa. Ibnu Qudamah mengatakan: “Aku tidak ketahui adanya perbedaan dalam hal ini.” Asy Syaukani menguatkan bahwa jika meninggalkannya karena lalai tidak usah sujud sahwi. (Fiqhus Sunnah, 1/320)
Utk kasus yg ditanyakan, dia hanya 4 kali takbir di rakaat kedua, sama sekali tidak masalah.
Imam Badruddin Al ‘Aini mengatakan bahwa ada 19 pendapat tentang kombinasi jumlah takbir zawaid saat shalat hari raya. Ada yang menyebut 7 dan 5, 3 dan 3, 5 dan 4, dan lain-lain, sampai ada 19 pendapat.
Menurut Imam Al ‘Aini perbedaan ini kemungkinan disebabkan perbuatan Nabi ﷺ juga berbeda dalam kondisi yang berbeda, lalu setiap sahabat Nabi meriwayatkannya dari Nabi, kemudian para tabi’in meriwayatkannya dari para sahabat. (Al Binayah, 2/867)
Kenapa begitu banyak pendapat dlm masalah ini? Imam Ahmad berkata: “Tidak ada satu pun hadits yang shahih dalam masalah ini.” (Khulashah Al Badr Al Munir, 1/235)
Assalamualaikum Ust, Iran kan syiah .. bagaimana sikap kita atas serangan mereka ke Israel? Kita mendukung atau gimana? Soalnya di medsos akun-akun salafi malah kok kaya meledek serangan Iran dan malah seperti membela zionis ..? Pihak pejuang dibuat serba salah oleh mereka. Jazakumullah (08577296xxxx)
✒️❕JAWABAN
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
Kita sangat merindukan negeri-negeri Ahlussunah bahu membahu memberikan tindakan militer kepada zionis untuk membela saudara mereka yang teraniaya di Gaza. Tapi sampai hari ini belum ada tindakan militer apa pun walau skala kecil. Seolah kerinduan tersebut bagai pungguk merindukan bulan. Justru yang terjadi sebagian pemimpin sunni berdiri pada pihak zionis dan sama-sama membenci para pejuang Palestina.
Ada pun menyikapi serangan Iran yg notabene syiah ke Zionis, maka jangankan Iran, seandainya Rusia, Jerman, atau negara-negara yang notabene kafir yang melakukan serangan itu, kita pun setuju.
Kita tidak mendukung aqidah mereka, sama sekali tidak. Tapi, jika ada saudara kita sesama muslim yang terzalimi tidak berdaya, kita pun tidak berdaya, lalu ada bantuan dari orang kafir untuk membebaskan sdr muslim tsb maka bukan hal yang salah secara syar’i bagi umat Islam menerima pertolongan mereka. Sama-sama terikat oleh nilai universal yaitu membela orang-orang yang teraniaya.
Saat perang Uhud, para shahabat nabi dibantu oleh seorang Musyrik bernama Quzman bahkan Quzman ikut membunuh musuh. Begitu pula musyrikin Bani Khuza’ah, ikut bersama Rasulullah menghadapi Quraisy di tahun Fathu Makkah. (Imam asy Syaukani, Nailul Authar, jilid. 7, hal. 267)
Imam al Hazimi Rahimahullah mengatakan –seperti yang dikutip Imam az Zaila’i Rahimahullah- tentang bolehnya menerima sokongan dari orang kafir dalam melakukan perlawanan melawan musuh:
Segolongan ulama berpendapat: “Pemimpin bisa mengizinkan orang-orang musyrik bergabung bersamanya dalam peperangan dan membantu kaum muslimin, dengan dua syarat:
Pertama, jumlah kaum muslimin hanya sedikit dan ada faktor yang mendorong kebutuhan itu.
Kedua, orang-orang musyrik tersebut bisa dipercaya dan tidak dikhawatiri akan memberontak.”
(Imam az Zaila’i, Nashb ar Rayah Li Ahadits al Hidayah, 3/424)
Boleh meminta pertolongan kepada orang musyrik untuk memerangi orang musyrik lainnya, selagi mereka bergabung dengan patuh dan tidak memberi andil bagi musuh. (Ibid)
Ada pun Iran versus Zionis, maka kita teringat bagaimana sikap Rasulullah ﷺ dan para sahabat nabi ketika mendukung Romawi saat perang melawan Persia. Keduanya sama-sama kafir dan sama-sama musuh, tapi umat Islam saat itu mendukung Romawi. Menurut Imam Al Qurthubi Romawi masih “mending” dibanding Persia karena Romawi adalah Ahli Kitab sementara Persia adalah musyrik penyembah api.
Maka, Iran yg Syiah Rafidhah, dibanding Zionis yang kafir harbi tentu masih “mending” Syiah Rafidhah. Yang mana syiah Rafidhah masih diperdebatkan kekafirannya menurut para ulama Ahlussunah. Imam Malik dan yang sepakat dengannya menyatakan kafirnya Syiah Rafidhah, sementara al ‘Allamah Al Qaradhawi, Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dan sederetan ulama Al Azhar seperti Mahmud Syaltut, menyatakan Rafidhah adalah ahli bid’ah namun masih Islam.
Ada pun orang-orang yang selalu nyinyir atas semua perlawanan bersenjata untuk memerdekakan Palestina … ketika pejuang Sunni (HAMAS dan Jihad Islami) melawan, mereka nyinyir .. ketika Syiah melawan, mereka juga nyinyir .. Entah siapa lagi yang mereka harapkan, sementara negeri-negeri yang penguasanya Sunni tidak ada tindakan militer yang nyata.
Tentunya orang-orang ini lebih baik diam, dibanding justru lisannya sering menyakiti dan menyinyir perjuangan para mujahidin bagaikan orang-orang munafiq zaman dulu.
Syaikh Yusuf Abdul Hayy berkata:
“Mencela para mujahid adalah sifat kaum munafiq. Kaum munafiq mencela para mujahidin, mencela para pimpinan mujahid, menciptakan keraguan atas niat mereka, dan menganggap bodoh perbuatan mereka. Inilah perilaku kaum munafiq sejak masa lalu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Mereka (kaum munafiq) kikir terhadapmu. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka kikir untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS. Al Ahzab: 19)
Sumber:
Demikian. Wallahu A’lam
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
Assalaamualaikum…izin tanya ustadz…dimasjid tempat saya kerja..biasanya setelah selesai sholat zhuhur..langsung ada kultum..tanpa dzikir dan sholat sunnah dahulu sebelumnya..dan ini rutin…apakah ini termasuk bagian dari Sunnah kah..?..mohon penjelasannya..Jazaakallahu khair..
✒️❕JAWABAN
Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh
Sesekali boleh dilakukan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
– Dari ‘Uqbah bin Al Harits Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
“Aku shalat ashar bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika Beliau salam, beliau berdiri cepat-cepat lalu masuk menuju sebagian istrinya, kemudian Beliau keluar dan memandang kepada wajah kaum yang nampak terheran-heran lantaran ketergesa-gesaannya. Beliau bersabda: “Aku teringat biji emas yang ada pada kami ketika sedang shalat, saya tidak suka mengerjakannya sore atau kemalaman, maka saya perintahkan agar emas itu dibagi-bagi.” (HR. Bukhari No. 1221)
“Aku shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu aku bersin, dan aku berkata:Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi mubarakan ‘alaih kama yuhibbu rabbuna wa yardha (segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak lagi baik dan keberkahan di dalamnya, dan keberkahan atasnya, sebagaimana yang disukai Tuhan kami dan diridhaiNya). Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selesai shalat, dia bertanya: “Siapa yang mengatakan tadi dalam shalat?”. Tidak ada satu pun yang menjawab. Beliau bertanya lagi kedua kalinya: “Siapa yang mengatakan tadi dalam shalat?”. Tidak ada satu pun yang menjawab. Beliau bertanya lagi ketiga kalinya: “siapa yang yang mengatakan tadi dalam shalat?” maka, berkatalah Rifa’ah bin Rafi’ bin ‘Afra: “Saya wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “Bagaimana engkau mengucapkannya?” dia menjawab: “Aku mengucapkan: ” Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi mubarakan ‘alaih kama yuhibbu rabbuna wa yardha.” Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sebanyak tiga puluh Malaikat saling merebutkan siapa di antara mereka yang membawanya naik (kelangit).” (HR. At Tirmidzi No. 402, katanya: hasan. )
Dalam dua hadits ini menunjukkan, setelah shalat Rasulullah pernah tidak dzikir tapi langsung memberikan nasihat. Hal ini karena ada hajat untuk melakukannya.
Maka, sesekali saja tidak apa, namun lebih seringnya adalah berdzikir sebagaimana mestinya.