Mengingatkan Imam Salat dengan Bahasa Indonesia

 PERTANYAAN:

Assalamu alaikum. Afwan ustadz, apakah boleh mengingatkan imam yg lupa/salah dengan bahasa indonesia, jk tasbih berkali2 tdk jg di pahami salahnya dmn ? (+62 813-3434-xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah

Tidak boleh, pakai bahasa Arab pun jika itu bukan kalimat bagian dari shalat juga tidak boleh, sebab itu kalamun naas (pembicaraan manusia) yang masuk ke dalam shalat. Kecuali tidak sengaja atau reflek.

Masalah ini juga mesti dilihat kasusnya seperti apa, jika imam terlanjur tegak berdiri yang seharusnya tasyahud awal, maka makmum tidak perlu tasbih berulang-ulang. Biarkan saja. Imam pun lanjutkan. Hal ini pernah Rasulullah alami, Beliau lupa duduk tasyahud awal, sahabat tasbih oleh Beliau dibiarkan saja. Di akhir shalat Rasulullah sujud sahwi 2 kali.

Nah kasus seperti di atas banyak makmum yang tidak paham, mereka tasbih berulang-ulang mengingatkan imam yang sudah terlanjur tegak itu, padahal seharusnya tidak seperti itu.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Melihat Ada Zat yang Menghalangi Wudhu Setelah Salat

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustad,izin tanya,jika kita setelah sholat,setelah itu kita melihat ada getah,cat,atau sejenisnya dikuku kita,tapi tidak lebar,hanya sebesar nyamuk,apakah kita harus mengulang sholat lagi…(+62 823-7083-xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika getah atau cat tersebut benar-benar menghalangi air wudhu di kuku tsb, walau sedikit, wudhunya tdk sah. Jika lupa, tdk sah juga, namun tdk berdosa baginya.

Imam An Nawawi menjelaskan:

إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل ، ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه ، دون عينه ، أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته

Jika pada sebagian anggota wudhu terdapat lilin, adonan, hena (inai), dan sejenisnya, dan menghalangi air masuk ke sebagian anggotanya, maka kesuciannya tidak sah, baik banyak atau sedikit.

Namun jika bekas inai dan warnanya tetap ada di tangan dan tidak melapisi di atasnya, bukan materinya, atau bekas minyak cair sehingga air dapat menyentuh kulit anggota badan dan mengalir di atasnya tetapi tidak melekat padanya, maka bersucinya SAH. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/493)

Dalilnya, Umar bin Khattab menceritakan:

أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى

Bahwa seorang laki-laki berwudu *lalu meninggalkan (kering) satu tempat seukuran kuku di atas kakinya,* saat Nabi ﷺ melihatnya, maka beliau pun bersabda, “Kembali dan perbaguslah wudumu.” Maka dia kembali kemudian melakukan salat. (HR. Muslim no. 243)

Imam An Nawawi mengomentari:

أَنَّ مَنْ تَرَكَ جُزْءًا يَسِيرًا مِمَّا يَجِب تَطْهِيره لَا تَصِحّ طَهَارَته وَهَذَا مُتَّفَق عَلَيْهِ

Siapa yang meninggalkan satu bagian saja bagian yg wajib disucikan walaupun kecil, maka bersucinya tidak sah. Hal ini telah disepakati para ulama. (Syarh Shahih Muslim)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Merelakan Utang, Apakah Harus Memberitahu ke Peminjam?

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh ustadz, Izin bertanya,

Kalau saya memberikan pinjaman uang ke seseorang,
kemudian kita ingin mengikhlaskan atau merelakan hutang tersebut krn kondisi yg sdh terlalu lama,

apakah cukup niat saja atau perlu disampaikan kepada yg bersangkutan?

Jazakumullah khoiron (+62 897-9840-xxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Sebaiknya diberi tahu, agar dia tidak menyangka hutang itu masih ada. Semoga itu bisa membahagiakan dan meringankan dia.

Buat pemilik piutang pun mendapatkan balasan kebaikan yang sangat besar.

Sebagaimana hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu, dari Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wasallam bersabda :

Siapa yang membantu menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari sebuah kesulitan diantara berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan salah satu kesulitan di antara berbagai kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat.(HR. Muslim no. 2699)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Acara Haul Kematian Tokoh

 PERTANYAAN:

Ibu saya mau ngadaian haul buat alm bapak, saya diminta bantu-bantu, sebenarnya bagaimana hukum acara haul ini? (+62 812-1832-xxxx)

 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Haul adalah peringatan tahunan (hauliyah) atas wafatnya seseorang seperti ulama, orang shaleh, atau siapa pun yang dianggap hidupnya memiliki pengaruh bagi yang memperingatinya. Di dalamnya diisi dengan doa, dzikir, baca Al Quran, dan biasanya dibacakan biografi orang shaleh (istilahnya manaqib), dan bersedekah dari pihak penyelenggara kepada yang hadir berupa makan dan minum.

Aktivitas ini diperselisihkan para ulama:

– Sebagian menolaknya dengan alasan Rasulullah ﷺ tidak pernah melaksanakannya begitu pula para sahabat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد » رواه البخاري ومسلم

“Barang siapa yang mengada-ada hal yang baru dalam urusan kami ini maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Jika memang itu baik sudah tentu mereka (Rasulullah dan sahabat) melakukannya (law kaana khairan lasabaquuna ilaihi).

– Sebagian lagi mengatakan boleh, dan memiliki dasar kuat dari perilaku Rasulullah ﷺ dan kaum salaf. Dengan kata lain, tidak benar jika dikatakan haul tidak memiliki dasar.

Dalam kitab Tarikh Madinah Al Munawwarah, Imam Ibnu Syubbah mengatakan:

عن عباد بن أبي صالح: أن رسول الله ﷺ كان يأتي قبور الشهداء بأحد على رأس كل حول فيقول «سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِما صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدّارِ» قال: وجاءها أبو بكر، ثم عمر، ثم عثمان . فلما قدم معاوية بن أبي سفيان حاجّا جاءهم

Dari ‘Ibad bin Abi Shalih, bahwa: “Rasulullah ﷺ dahulu mendatangi kubur para syuhada Uhud setiap awal tahun, lalu berkata:

{ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُم بِمَا صَبَرۡتُمۡۚ فَنِعۡمَ عُقۡبَى ٱلدَّارِ }

“Selamat sejahtera atas kamu karena kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu. (QS. Ar Ra’du: 24)

‘Ibad bin Abi Shalih berkata: “Abu Bakar, Umar, dan Utsman, juga mendatanginya (yakni kuburan Syuhada Uhud). Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan datang untuk haji, Beliau juga mengunjungi mereka (kubur Syuhada Uhud).”

(Imam Ibnu Syubbah, Tarikh Madinah Al Munawwarah, jilid. 1, hal. 132)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ memiliki kebiasaan tahunan yaitu di awal tahun, mendatangi para Syuhada Uhud, dan mendoakan mereka. Bahkan kebiasaan ini diikuti oleh para sahabatnya yang utama.

Maka, manusia berkumpul baik di rumah, masjid, atau tempat yang baik-baik, untuk membaca Al Quran, zikir, doa menapaktilasi kehidupan ulama, mujahid, da’i, orang shaleh, agar mendapatkan pelajaran darinya, serta bersedekah atas namanya, juga bersih dari perkara yang mungkar, maka semua ini tidak mengapa.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

ذكرى يوم الوفات لبعض الاولياء والعلماء مما لا ينهاه الشريعة الغراء حيث انها تشتمل غالبا على ثلاثة أمور منها زيارة القبور والتصدق بالماكل والمشارب وكلاهما غير منهي عنه , ومنها قرائة القرأن والوعظ الدَّيْنى وقد يذكر فيه مناقب المتوفى وذلك مستحسن للحث على سلوك طريقته المحمودة

Memperingati hari wafatnya para wali dan ulama termasuk amal yang tidak dilarang syariat. Biasanya peringatan tersebut mengandung sedikitnya tiga hal: ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman, kedua hal ini tidak dilarang agama, sedangkan unsur ketiga, adalah karena ada acara baca Al Quran dan nasihat keagamaan, kadang dituturkan juga manaqib (biografi) orang yang telah meninggal, cara ini baik untuk memotivasi orang lain agar mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan mayit. (Syarh Al Ihya’, jilid. 3, hal. 41-42)

Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:

العادة الجارية فى بعض البلدان من الاجتماع في المسجد لتلاوة القرآن على الأموات و كذلك فى البيوت و سائر الاجتماعات التى لم ترد فى الشريعة لا شك أن كانت خالية عن معصية سليمة من المنكرات فهي جائز

Kebiasaan yang berlangsung disebagian negeri berupa berkumpul di masjid untuk membaca Al Qur’an atas orang yang sudah wafat, demikian juga  berkumpul di rumah-rumah, dan semua perkumpulan yang syariat belum menyebutkan, tidak ragu lagi jika semua itu kosong dari maksiat dan bersih dari kemungkaran maka itu dibolehkan. (Ar Rasaail As Salafiyah, Hal. 46)

Selanjutnya:

فقد الصحابة الراشدون يجتمعون فى بيوتهم و فى مساجدهم و بينهم نبيهم ﷺ و يتناشدون الأشعار ويتذاكرون الأخبار و يأكلون و يشربون

Dahulu para sahabat Nabi ﷺ berkumpul di rumah-rumah mereka, di masjid, dan Nabi ﷺ masih di sisi mereka, mereka menyenandungkan syair, saling mengingatkan dengan Khabar (hadits), serta makan dan minum. (Ibid)

Maka, silahkan membantu orang tua dalam hal ini, dengan mengikuti pendidikan para ulama yang membolehkan. Namun, jangan mengingkari pihak yang menolak. Sebagaimana pihak yang menolak pun tidak sepatutnya mengingkari pihak yang membolehkan.

Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah memberikan nasihat:

إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه.

“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.”

(Imam Abu Nu’aim Al Asbahany, Hilyatul Auliya, 3/133)

Imam Ahmad bin Hambal mengomentari orang yang shalat dua rakaat setelah Ashar:

لا نفعله ولا نعيب فاعله

Kami tidak melakukannya tapi kami tidak menilai aib orang yang melakukannya.

(Al Mughni, 2/87, Syarhul Kabir, 1/802)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍ Farid Numan Hasan

scroll to top