Apakah Minyak Kayu Putih/Minyak Telon Dapat Membatalkan Badal Umroh?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum ustadz.. Ada pertanyaan

Ketika seseorang meninggal tidak dengan cara dikubur (dibakar, tenggelam, dll) .. Apakah tetap melewati kejadian² di alam kubur? Mis: didatangi oleh Malaikat Munkar & Nakir, dll

✒️❕JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Telah diketahui bahwa memakai parfum adalah salah satu larangan saat ihram. Krn haji atau umrah adalah totalitas kepada Allah Ta’ala, dan menjauh dr dunia, kesenangan dan keindahannya. Di antara kesenangan dan keindahan dunia adalah parfum baik Za’faran, Misk, dll.

Rasulullah ﷺ menyebut larangan-larangan tersebut dalam satu haditsnya:

لَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ الْقَمِيصَ وَلَا الْعِمَامَةَ وَلَا الْبُرْنُسَ وَلَا السَّرَاوِيلَ وَلَا ثَوْبًا مَسَّهُ وَرْسٌ وَلَا زَعْفَرَانٌ وَلَا الْخُفَّيْنِ إِلَّا أَنْ لَا يَجِدَ نَعْلَيْنِ فَلْيَقْطَعْهُمَا حَتَّى يَكُونَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ

“Seorang yang melakukan Ihram tidak boleh memakai kemeja, serban, peci, celana dan tidak pula pakaian yang telah dicelup dengan Wars dan Za’faran dan tidak pula memakai sepatu, kecuali bagi yang tidak mempunyai terompah, namun hendaklah ia memendekkan sepatunya hingga tidak melewati kedua mata kaki.”

(HR. Muslim no. 1177)

Imam Ibnul Mundzir mengatakan:

أجمعوا على أنَّ المُحْرِمَ ممنوعٌ من: الجماعِ، وقتلِ الصَّيدِ، والطِّيبِ

Para ulama telah ijma’ bahwa orang ihram terlarang: jima’, berburu, dan memakai wewangian. (Al Ijma’, hal. 52)

Larangan ini tidak membatalkan umrah, tapi membuatnya wajib membayar fidyah menurut kesepakatan empat mazhab. Fidyahnya dengan menyembelih satu ekor kambing, jika tidak punya maka shaum tiga hari, jika tidak mampu maka memberikan makanan ke enam fakir miskin masing-masing setengah sha’. Fidyah seperti ini tertera dalam Shahih Bukhari.

Lalu, bagaimana dengan minyak-minyak obat seperti minyak kayu putih, minyak telon, GPU, dan sejenisnya, apakah termasuk makna parfum yang terlarang?

Menurut mayoritas ulama hal itu tidak mengapa, tidak batal, tidak dosa, dan tidak fidyah. Sebab, itu bukan makna parfum walau memiliki aroma khas, tidak ada pula orang yang menjadikan minyak-minyak obat sebagai parfum.

Dalam mazhab Syafi’i minyak tersebut boleh asalkan jangan dipakai di kepala dan jenggot, sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab.

Mazhab Hambali mengatakan hal itu dibolehkan walau dipakai di kepala dan jenggot, sebagaimana dikutip Imam Ar Ruhaibani dalam Mathalib Ulin Nuha.

Dalam Mazhab Hanafi juga dibolehkan minyak untuk keperluan berobat, jika bukan untuk berobat maka tdk boleh dan wajib fidyah. Ini dikatakan oleh Imam Al Kasani dalam Bada’i Shana’i.

Sementara dalam Mazhab Maliki tentang mengoleskan minyak di permukaan luar tubuh seperti punggung kaki dan tangan, ada dua pendapat antara yang mengatakan wajib fidyah dan tidak. Ini dikatakan oleh Imam Ad Dardir dalam Asy Syarh Ash Shaghir.

Jadi, apa yang ditanyakan tidak mengapa dan tidak ada fidyah. Ini pendapat mayoritas ulama.

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Meninggal Tidak Dikubur, Apakah Tetap Mengalami Peristiwa Alam Kubur?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaikum ustadz.. Ada pertanyaan

Ketika seseorang meninggal tidak dengan cara dikubur (dibakar, tenggelam, dll) .. Apakah tetap melewati kejadian² di alam kubur? Mis: didatangi oleh Malaikat Munkar & Nakir, dll

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Kita pahami dulu hakikat “kubur”, yg didefinisikan para ulama:

هو كل ما يحوي جثة الميت بعد موته، سواء كان في البر، أم في البحر، أم في بطون السباع

Yaitu segala sesuatu yang terdapat padanya tubuh mayit setelah kematiannya, baik di darat, di laut, maupun di dalam perut binatang buas. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 376906)

Jadi, setelah manusia wafat, dia akan melewati fase Al Hayatu Al Barzakhiyah (kehidupan alam barzakh) baik matinya dikubur, tenggelam, dibakar sampai jadi abu .. kehidupan alam barzakh adalah ketetapan takdir yang dilewati oleh seluruh manusia bagaimana pun cara mati dan dikuburnya. Sehingga apa yang tertera dalam hadits-hadits shahih tentang pertanyaan munkar nakir, nikmat dan siksa kubur, semuanya tetap terjadi berdasarkan keumuman dalil yang menegaskannya.

Imam Ibnul Qayyim berkata:

ومما ينبغي أن يعلم أن عذاب القبر هو عذاب البرزخ، فكل من مات وهو مستحق للعذاب، ناله نصيبه منه، قبر أو لم يقبر، فلو أكلته السباع، أو أحرق حتى صار رمادا ونسف في الهواء، أو صلب، أو غرق في البحر، وصل إلى روحه وبدنه من العذاب ما يصل إلى القبور

Perlu diketahui, bahwa siksa kubur itu adalah siksa di alam barzakh. Setiap orang yang mati yang dia layak mendapat siksa, maka akan mendapat bagiannya, baik dia dikuburkan maupun tidak, demikian pula jika dimakan binatang buas, atau dibakar sampai ia menjadi abu dan terlempar ke udara, atau disalib, atau ditenggelamkan di laut. Siksa itu sampai kepada ruh dan badannya sebagaimana yang sampai di qubur. (Ar Ruh, hal. 169)

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Biaya Operasional Qurban

✉️❔PERTANYAAN

Assalamu’alaykum wr wb. izin bertanya ustadz, dalam kepanitiaan idul adha, apakah boleh panitia memungut uang dari pequrban ( biasanya ditambahkan dengan ongkos potong hewan ) untuk keperluan konsumsi panitia atau mengambil sebagian dari hewan qurban untuk keperluan konsumsi panitia.

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Biaya operasional pelaksanaan qurban boleh saja diambil dari shahibul qurban yang penting jelas dan transparan..

Yang Rasulullah ﷺ larang adalah upah dari hasil potongan hewan ..

dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah ﷺ memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami memberikannya (upah) dari kantong kami sendiri.”

(H.R. Muslim no. 1317)

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Bolehkah Relawan atau Panitia Memasak dan Mengonsumsi Daging Kurban?

✉️❔PERTANYAAN

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Bismillah,
Ustadz Farid Nukman yg di Rahmati Allah taala, mau bertanya…Tentang qurban

apakah status relawan itu sama dengan panitia qurban (meotong motong daging dn membagikan nya) ?

Bagaimana hukum panitia/relawan memasak daging kurban yang blm dibagikan dimasak untuk dikonsusmsi panitia?

Terimakasih banyak

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ya panitia, relawan, itu hanya istilah saja. Semuanya berhak mendapatkan sedekah qurban. Semua umat Islam, karena qurban haqqul jami’, baik kaya, miskin, pemilik qurban, tetangga, kerabat.

Pembagian sudah matang atau mentah adalah pekara yang lapang dan luwes aja. Termasuk untuk panitia. Yang penting pemilik qurban tahu dan mengizinkan hal itu.

Dalam fatwa yang dirilis oleh lembaga fatwa Al Ifta, milik kerajaan Jordania tertulis:

لا مانع من أن توزع هذه اللحوم مطبوخة أو غير مطبوخة ما دام يقصد بها الفقراء، فإن في ذلك تحقيقاً لما يراد من هذه الأضحية

Tidak terlarang bagi yang mendistribusikan daging qurban sudah matang atau mentah, selama maksudnya kepada fuqara, sebab hal itu merupakan realisasi dari makna qurban ini. (https://iftaa.om/fatwa_dis-698-4228.html)

Juga dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah:

والأمر في توزيعها مطبوخة أو غير مطبوخة واسع، وإنما المشروع فيها أن يأكل منها، ويهدي، ويتصدق. .

Perintah dalam penyalurannya baik dalam keadaan sudah matang atau mentah adalah perkara yang lapang, sebab yang disyariatkan adalah makan darinya, menghadiahkan, dan menyedekahkan. (Fatwa no. 9563)

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top