Hukum Kopi Luwak

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Mau tanya ust: Apakah kopi luwak bisa dikisahkan dengan hewan jalalah? Ahmad, Bone, (+62 852-3334-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Hewan al Jalaalah, adalah hewan yang dominasi makanannya adalah kotoran najis dan bangkai.

Ada pun Luwak, yang dia makan adalah biji kopi, maka dia herbivora dan sama sekali Luwak itu bukanlah pemakan kotoran atau bangkai, atau biasa disebut hewan jalaalah.

Ada pun kopi luwak, setelah biji kopi itu bercampur dengan kotoran luwak, maka menurut mayoritas ulama adalah tetap suci. Sebab, luwak adalah hewan yang boleh dimakan menurut mayoritas ulama, dan kotoran yg keluar dari hewan yang dagingnya bisa dimakan adalah suci sebagaimana pendapat mayoritas ulama kecuali Syafi’iyah.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan:

اختلف العلماء رحمهم الله في حكم أكل السنجاب ، فمنهم من أجازه ، ومنهم من منعه ، والراجح والله أعلم أنه يجوز أكله ؛ لأن الأصل في الحيوانات الحل ، فلا يحرم منها إلا ما حرمه الشرع ، ولأنه ليس من ذوات الأنياب المفترسة

Ulama berselisih ttg hukum makan Luwak, ada yg membolehkan ada pula yg melarang.

Pendapat yg paling kuat adalah boleh, Krn hukum asal dr hewan adalah halal. Tidak boleh mengharamkan kecuali ada dasar dalam syariat. Dan Luwak bukan hewan yg memiliki taring yg ganas. ( Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 175167)

Ada pun kotoran hewan yg mana hewan itu bisa dimakan dagingnya, adalah suci. Berdasarkan hadits Bukhari dan Muslim, ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyerankan Bani ‘Ukl dan Uraniyah, minum kencing Unta untuk berobat.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

واستدل أصحاب مالك وأحمد بهذا الحديث أن بول ما يؤكل لحمه وروثه طاهران

Para sahabat Imam Malik (Malikiyah) dan Imam Ahmad (Hambaliyah) berdalil dengan hadits ini bawah SUCINYA kencing dan kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya itu.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11/154)

Sehingga kopi tersebut pun bukan najis, dan bersihkan saja dengan air bersih. Bukankah ini tidak ada bedanya dengan BABAT atau USUS, yang merupakan tempatnya kotoran hewan? Umumnya ulama pun membolehkan makan jeroan seperti usus dan babat, kecuali Hanafiyah yang memakruhkan jeroan.

KALAU PUN itu najis, sebagaimana pendapat Syafi’iyah, maka ketika biji kopi itu dibersihkan sebersih-bersihnya sampai semua najisnya hilang, maka itu kembali suci. Sehingga sudah boleh dikonsumsi seperti babat dan usus kambing atau sapi yang biasa dimakan manusia.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌵🌴🍃🌸🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Satu Sha’ Berapa Gram?

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah mengatakan, bahwa menurut Hanafiyah satu sha’ adalah 3800 gram (3,8 kg), sedangkan Malikiyah satu sha’ adalah 2700 gram (2,7 kg). Sedangkan Syafi’iyyah dan Hambaliyah adalah 2751 gram (2,751 kg). (Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, 2/910-911)

Syaikh Umar bin Muhammad bin Thaha Ba’alawi dalam Tasydid al Bunyan (madzhab Syafi’i), menyebutkan bahwa satu sha’ kurang lebih 2,5 kg. (Mukhtashar Tasydid al Bunyan, Hal. 205)

Syaikh Abdullah al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فالصاع النبوي يساوي أربعة أمداد، والمد يساوي ملء اليدين المعتدلتين،

Satu sha’ nabawi itu setara dgn 4 mud. Satu muda itu setara dgn sepenuh dua tapak tangan

وأما بالنسبة لتقديره بالوزن فهو يختلف باختلاف نوع الطعام المكيل،

Terkait dgn takaran timbangannya maka terjadi PERBEDAAN PENDAPAT krn berbedanya jenis makanan

ومن هنا اختلفوا في حسابه بالكيلو جرام، فمنهم من قدره بـ 2040 جراماً، ومنهم من قدره بـ2176 جراماً، ومنهم من قدره بـ2751 جراماً..

Dari sinilah mereka berbeda tentang hitungannya dalam KILOGRAM, ada yang mengatakan 2040 gram (2,04kg), ada yang mengatakan 2176gram (2,176kg), ada yang mengatakan 2751 (2,751kg)

وقدرته اللجنة الدائمة للإفتاء بالسعودية بما يساوي ثلاثة كيلو جرام تقريباً، وهو الذي نميل إليه ونختاره. والله أعلم.

Sementara Al Lajnah Ad Daimah Saudi Arabia menyetarakan dengan 3Kg, itulah yang kami ikuti dan pilih. Wallahu a’lam

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 26376)

Ada perkataan bagus dari Imam an Nawawi Rahimahullah kenapa sulit menyamakan persepsi tentang ukuran satu sha’, berikut ini:

قَدْ يَسْتَشْكِلُ ضَبْطُ الصَّاعِ بِالْأَرْطَالِ، فَإِنَّ الصَّاعَ الْمُخْرَجَ بِهِ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، مِكْيَالٌ مَعْرُوفٌ، وَيَخْتَلِفُ قَدْرُهُ وَزْنًا بِاخْتِلَافِ جِنْسِ مَا يَخْرُجُ، كَالذُّرَةِ وَالْحِمَّصِ وَغَيْرِهِمَا

Telah kesulitan membuat patokan takaran satu sha’ dengn timbangan, sebab satu sha’ yang dikeluarkan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah takaran yang diketahui, dan berbeda-beda ukuran timbangannya, yang disebabkan perbedaan benda yang dikeluarkan seperti biji-bijian, kacang-kacangan, dan lainnya. (Raudhatuth Thalibin, 2/302)

Maka, kalau kita memilih 2,5 kg, atau 2,75, atau lainnya, dr salah satu dari takaran yang para ulama sampai kan krn mereka telah melakukan pengujian, maka itu bukan kesalahan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Bayar Zakat ke Daerah Lain

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Bolehkah sya zakat ke luar daerah karena di sana banyak famili saya yang kesusahan?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Ini istilahnya naqluz zakah, yaitu mendistribusikan zakat ke daerah atau negeri lain. Sebagian ulama menganggap naqluz zakah itu batasan jaraknya adl sama seperti jarak dibolehkannya qashar yaitu dua marhalah, sebagaimana disebutkan dalam Hasyiyata al Qalyubi wa ‘Amirah. Jadi, jika didistribusikan belum sampai jarak itu, maka itu belum dikatakan naqluz zakah dan masih dianggap daerah sendiri, sehingga boleh-boleh saja.

Ada pun jika jaraknya sudah pantas dikatakan naqluz zakah, maka para ulama berselisih pendapat.

Imam Abu Hanifah mengatakan makruh, kecuali didistribusikan kepada kerabat yg membutuhkan atau kaum yg kebutuhannya mendesak dibanding negerinya sendiri.

Imam Malik mengatakan tidak boleh secara mutlak, kecuali penduduk di sebuah negeri memang membutuhkan dan itu berdasarkan analisa dan ijtihad pemimpin.

Imam asy Syafi’i mengatakan makruh, tentang sah tidaknya ada dua pendapat.

Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mendistribusikan ke negeri lain sejauh jarak qashar baik ke kerabatnya atau orang lain, selama di tempatnya sendiri masih ada orang yang berhak dizakati.

Tapi para ulama ijma’, bahwa jika penduduk di daerah sendiri sdh terpenuhi maka boleh didistribusikan ke daerah lain yang membutuhkan.

Semua juga sepakat berzakat di daerah sendiri lebih utama, sebab pada prinsipnya zakat itu diambil dari orang-orang kaya di sebuah daerah untuk orang-orang fakir di daerah itu juga.

Gol syafi’iyah seperti Imam Ibnul Mundzir mengatakan sah tapi makruh. Sementara al Qalyubi mengatakan boleh dan sah secara mutlak sesuai keumuman ayat.

Maka, naqluz zakah ke daerah lain itu boleh jika di daerah sendiri sudah tercukupi, ada hajat yang kuat, maslahat, dan sudah banyak muzakki yang berzakat di daerah sendiri. Wallahu a’lam


Referensi:

– Imam Ibnul Mundzir, Al Iqna’, 1/189

– Hasyiyata al Qalyubi wa ‘Amirah, 3/204

– Imam Muhammad bin Nashr al Marwazi, Ikhtilaf al Aimmah al ‘Ulama, 1/220

– al Mausu’ah al Fiqhi al Islami, 3/64

🌷🍀🌻🌿🌸🍃🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Akad Nikah Online/Streaming

💢💢💢💢💢💢

Assalaamu’alaykum
Ustadz apakah nikah online sah hukumnya dlm Islam? Krn ada teman dan calonnya posisi di Melbourne Australia ingin menikah tetapi Ayahnya di Jkt tdk bs terbang ke Melbourne dikarenakan kondisi pandemik. Dan saya baca di salah satu negara tetangga pernikahan online ini sudah diloloskan izinnya oleh pemerintahnya.

Jazakallahu khayran. (+61 405 483xxx)

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Dalam pernikahan, ada rukun-rukun yang mesti diwujudkan, yaitu:

– Ijab qabul
– Calon istri
– Calon suami
– Wali
– Dua Saksi
(al Fiqh al Manhaji, 2/51-70)

Ada pun mahar adalah wajib, bukan rukun. (Ibid, 2/71)

Semua ini terjadi mesti terjadi dalam satu majelis. (Imam al Buhuti, Kasysyaf al Qina’, 5/41)

Lalu, apakah nikah online melanggar ketentuan ini? Ini yang menjadi masalah. Jika tidak melanggar tentu tidak masalah. Jika melanggar maka menjadi masalah.

Sebagian ulama melarang cara ini, sebab mirip dengan ketiadaan saksi dalam akad, juga cukup bahaya dan rentan terjadi penipuan dan penyalahgunaan. Misal fatwa Al Lajnah ad Daimah (18/90) kerajaan Arab Saudi, juga keputusan Majma’ Fiqih al Islami no. 52, yg melarang hal ini demi kehati2an (ihtiyathan).

Namun, ada pula ulama yang membolehkan. Jika pernikahan online tersebut telah memenuhi semua syarat atau rukun pernikahan. Mereka semua ada, terlihat, walau pakai video secara waktu bersamaan, baik dua pengantennya, walinya, serta dua saksi, tidak ada kepalsuan, maka itu sah dan boleh. Apalagi mereka bisa saling melihat dengan media live streaming. Itu sudah semakna dengan maksud “satu majelis.” Karena tujuan adanya satu majelis adalah agar adanya kejelasan, jika kejelasan semua itu bisa terwujud dgn media ini maka itu sudah cukup.

Di sisi lain, para ulama tidak pernah mensyaratkan penganten harus saling melihat. Tidak ada ketentuan pria mesti lihat wanita atau sebaliknya. (Fatawa asy Syabakah Al Islamiyyah no. 96558)

Oleh karenanya, sebagian ulama membolehkan cara ini dengan syarat-syarat ketat, tidak boleh bermain-main, semua rukun dan unsur mesti terpenuhi. Seperti pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baaz. (Majmu Fatawa, no. 2201)

Tentu menghindari kontroversi adalah lebih baik, bersabar saja sambil menunggu wabah selesai, serta bertaqwalah kepada Allah dalam penantian.

Demikian. Wallahu A’lam

🌷🍀🌿🌸🌳🌻🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top