Doa Khusus Menyambut Rajab

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Izin bertanya ustadz apakah ada doa khusus memasuki bulan Rajab? jazakillah khayron katsiro. Oni, California,

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Tidak ada yang shahih dari Rasulullah ﷺ tentang hal itu. Hanya saja, dalam kitab Latha’if Al Ma’arif (Hal. 155, Penerbit Dar Ibn al Jauzi, Kairo), Imam Ibnu Rajab al Hambali Rahimahullah, menyebutkan tentang sebuah hadits yg menyebutkan doa yang dibaca saat memasuki bulan Rajab, yaitu: Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah ﷺ berdoa saat memasuki bulan Rajab:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada Ramadhan.

(HR. Ath Thabarani, Al Awsath, no. 3939. Al Baihaqi, Syu’ab al Iman no. 3534)

Namun, hadits ini dinyatakan dha’if (lemah), oleh para imam pakar hadits seperti:

– Imam an Nawawi (Al Adzkar, hal. 170),

– Imam al Munawi (Faidhul Qadir, jilid. 6, hal. 465),

– Syaikh Syuaib al Arnauth (Tahqiq Musnad Ahmad, jilid. 4, hal. 180)

– dan lainnya, termasuk didha’ifkan pula oleh Imam Ibnu Rajab sendiri.

Mungkin, sebagian manusia bertanya kenapa hadits dha’if dipakai juga oleh para ulama? Ternyata, umumnya ulama memang tidak mempermasalahkan hadits dha’if jika bertemakan fadhailul a’mal, yaitu tentang akhlak, anjuran amal shalih, doa, dan semisal ini. Selama bukan untuk dasar aqidah dan halal haram.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قَدَّمْنَا اتِّفَاقَ الْعُلَمَاءِ عَلَى الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ دُونَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ

Kami telah sampaikan kesepakatan ulama tentang bolehnya beramal dengan hadits dhaif dalam fadhailul a’mal, selain urusan halal haram.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, jilid. 3, hal. 248)

Imam al Hathab al Maliki Rahimahullah mengatakan:

اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ

Para ulama telah sepakat bolehnya mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhailul a’mal.

(Mawahib al Jalil, jilid. 1, hal. 17)

Sebagian kecil ulama ada yang tetap menolak hadits dha’if dijadikan dasar fadhailul a’mal, seperti Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnul ‘Arabi, Syaiky Ahmad Syakir, Syaikh al Albani, dll.

Ada pun hadits di atas oleh Imam Ibnu Rajab Rahimahullah disebutkan sebagai DALIL, padahal dia juga menyebut kelemahannya. Beliau berkata:

فَإِنَّ هَذَا الْإِسْنَادَ فِيهِ ضَعْفٌ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ الدُّعَاءِ بِالْبَقَاءِ إِلَى الْأَزْمَانِ الْفَاضِلَةِ لِإِدْرَاكِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فِيهَا فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَزِيدُهُ عُمُرُهُ إِلَّا خَيْرًا وَخَيْرَ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ

“Pada isnad hadits ini ada kelemahan, dan hadits ini terdapat DALIL bahwa hal yang disukai (sunnah) berdoa menjelang momen-momen yang yang memiliki keutamaan agar bisa mengisinya dengan amal shalih di dalamnya, dan seorang mukmin tidaklah bertambah usianya kecuali dengan berbuat baik, dan manusia terbaik adalah yang panjang usianya dan amalnya semakin baik.”

(Latha’if Al Ma’arif, hal. 155)

Namun demikian, pembolehan pemakaian hadits dha’if untuk fadhailul a’mal terikat oleh syarat, yaitu:

شَرْطُ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ أَنْ لَا يَكُونَ شَدِيدَ الضَّعْفِ، وَأَنْ يَدْخُلَ تَحْتَ أَصْلٍ عَامٍّ، وَأَنْ لَا يَعْتَقِدَ سُنِّيَّتَهُ بِذَلِكَ الْحَدِيثِ

Syarat mengamalkan hadits dhaif dalam urusan fadhailul a’mal, adalah:
– kedhaifannya tidak terlalu
– kandungannya masih sesuai cakupan umum prinsip Islam
– tidak meyakini kesunahannya (dari Rasulullah ﷺ ) pada hadits itu.

(Imam Khathib asy Syarbini, Mughni Muhtaj, jilid. 1, hal. 194)

Kesimpulannya, tidak mengapa menurut mayoritas ulama berdoa dengan “meminjam” redaksi doa di atas untuk menyambut Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan, walau itu hadits dha’if, dengan syarat: tidak meyakininya sebagai dari sunnah. Di sisi lain hadits tersebut juga bagus isinya dan bukan hadits palsu atau kedha’ifan yang sangat.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Berbaik Sangka Kepada Allah Ta’ala dikala Sakit

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Seluruh manusia pernah sakit, beriring dengan masa-masa sehatnya

📌 Sakit itu salah satu ujian, sebagaimana ujian lainnya ada yang lulus dan ada yang gagal

📌 Yang lulus ujian, Allah Ta’ala angkat derajatnya menjadi hamba terbaik:

إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).

(QS. Shad: 44)

📌 Yang gagal atas ujian, dia murka, maka Allah Ta’ala pun murka padanya.

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya ketika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya, barang siapa ridha maka ia mendapat keridhaan, dan barang siapa murka, maka ia mendapat kemurkaan”. (HR. At-Tirmidzi no. 2396, hadits hasan)

📌 Oleh krn itu, berbaik sangkalah kepada Allah Ta’ala disaat sakit

Imam Al ‘Aini menyebutkan:

إِحْسَان الظَّن بِاللَّه عز وَجل وبالمسلمين وَاجِب

Berbaik sangka kepada Allah dan kaum muslimin adalah wajib.

(‘Umdatul Qaari, 20/133)

📌 Maka, ingat-ingatlah… barangkali penyakit itu penghapus dosa-dosa kita

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa kelelahan, gelisah, sedih, gangguan, murung, sampai-sampai duri yang menusuknya melainkan Allah akan jadikan itu sebagai penghapus kesalahannya. (HR. Bukhari no. 5641)

📌 Atau bisa jadi, itu adalah hukuman disegerakan di dunia agar di akhirat dia sudah bebas, maka berbagialah..

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah menyegerakan hukumannya di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya maka Allah menahan dosanya sehingga dia terima kelak di hari kiamat.

(HR. At Tirmidzi no. 2396, hasan shahih)

📌 Beginilah cara mukmin memandang takdir Allah Ta’ala atas dirinya, walau takdir yang buruk, semua keadaan adalah baik baginya.

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Sungguh mengagumkan orang beriman itu, sesungguhnya semua perihalnya baik baginya, dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.”

(HR. Muslim no. 2999)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Sucikah Air Banjir?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Titip pertanyaan tadz Ustadz, Apa air banjir itu masuk kategori najis

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Rasulullah bersabda :

إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ, إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ, وَلَوْنِهِ

Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu yang bisa menjadikannya najis KECUALI, jika sudah berubah aroma, rasa, dan warna.

(HR. Ibnu Majah no 521)

Hadits didha’ifkan para ulama seperti Imam asy Syafi’i, Imam Abu Hatim, Imam an Nawawi mengatakan ulama sepakat atas kedha’ifannya, Imam az Zaila’i, dll. (Khulashah al Badr al Munir, 1/8, Al Majmu’, 1/110, Nashbur Rayah, 1/94)

Namun, walau hadits ini dha’if, para ulama telah ijma’ bahwa jika salah satu dari tiga sifat air tsb berubah maka air sudah tidak lagi suci.

Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah berkata:

و أجمعوا على أن الماء القليل والكثير إذا وقعت فيه نجاسة فغيرت له طعماً، أو لوناً، أو ريحاً أنه نجس مادام كذلك

Para ulama telah ijma’ bahwa air yang sedikit dan BANYAK, jika terkena najis lalu berubah rasa, warna, dan aroma, maka dia menjadi najis, selama memang seperti itu.

(Mausu’ah al Ijma’, hal. 16)

Imam ash Shan’ani mengatakan:

فالإجماع هو الدليل على نجاسة ما تغير أحد أوصافه

Maka, ijma’ adalah merupakan dalil atas kenajisan sesuatu yang telah berubah salah satu sifat-sifatnya.

(Subulus Salam, 1/19)

MAKA, Air banjir tetap tidak dibenarkan untuk bersuci sebab warnanya telah menguning, coklat, bau lumpur,.. Maka sifat dasar air suci sdh berubah, walau air itu jutaan kibik tapi berubah 3 sifat dasar air suci maka tidak boleh utk bersuci.

Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Rahimahullah mengatakan:

وقد اجمع العلماء على ان الماء المتغير بأحد الأوصاف الثلاثة متنجس و إن كام قدر البحر

Para ulama telah ijma’ bahwa air yang telah berubah salah satu sifatnya yang tiga itu, maka menjadi najis, walau air itu SEBANYAK LAUTAN.

(Mishbahuzh Zhalam, 1/35)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Memelihara Anjing di Rumah

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Afwan Ustadz Farid, mohon
penjelasan nya ttg hadits berikut ini :

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barang siapa yang memelihara anjing selain anjing penjaga binatang ternak, atau anjing pemburu maka dikurangi dari pahala kebaikannya 2 Qiroth setiap hari.”
(HR Bukhori dan Muslim)

Dan ttg hasil Riset bahwa Anjing bisa menyebabkan kanker payudara

Afwan, Wa Jazakalloh

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Ada beragam hadits tentang keburukan memelihara anjing di rumah sekedar hobi, tanpa hajat syar’i.

1. Nilai Amalnya berkurang 1 qirath

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا يَنْقُصْ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ إِلَّا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ كَلْبَ مَاشِيَةٍ

Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang memelihara anjing maka nilai amal shalihnya berkurang setiap hari sebesar satu qirath, kecuali anjing penjaga ladang atau anjing penjaga binatang.”

(HR. Bukhari no. 3324, dari Abu Hurairah)

Hadits lain:

مَنْ اتَّخَذَ كَلْبًا إِلَّا كَلْبَ زَرْعٍ أَوْ غَنَمٍ أَوْ صَيْدٍ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ

“Barangsiapa yang memelihara anjing, kecuali anjing penjaga tanaman, atau penjaga ternak, atau anjing pemburu, maka berkuranglah pahalanya setiap harinya satu qirath.”

(HR. Muslim no. 1574, dari Ibnu Umar)

2. Nilai Amalnya berkurang 2 qirath

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا، لَيْسَ بِكَلْبِ مَاشِيَةٍ، أَوْ ضَارِيَةٍ، نَقَصَ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطَانِ

“Barangsiapa memelihara anjing yang bukan untuk berburu atau menjaga binatang ternak, maka pahalanya akan berkurang dua qirath setiap hari.”

(HR. Bukhari no. 5480, dari Ibnu Umar)

3. Malaikat rahmat tidak masuk ke rumah tersebut

Dalilnya:

لاَ تَدْخُلُ المَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ، وَلاَ صُورَةُ تَمَاثِيلَ

Malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing, dan lukisan patung (makhluk bernyawa).

(HR. Bukhari no. 3225)

📌 APA ARTI QIRATH?

Abu Hurairah ditanya apa arti qirath? Beliau menjawab: “Semisal gunung Uhud” (Shahih Muslim no. 945)

Dalam kitab yg sama, Abu Hurairah ditanya arti 2 qirath, Beliau menjawab: “Mitslul Jabalain al ‘Azhimatain – Semisal dua gunung yang besar.” (Ibid)

Hanya saja penjelasan Abu Hurairah Radhiallahu’ Anhu di atas, adalah ISTILAH QIRATH kaitannya tentang pahala orang yang ikut mengurus jenazah, menyalatkannya, dan ikut menguburkan. Maka pahalanya 2 qirath.

Lalu, Bagaimana kaitannya dengan memelihara anjing? Tentang ukuran satu qirath, hanya Allah Ta’ala yang tahu sebagaimana yang dikatakan Imam An Nawawi dan Imam Sulaiman bin Khalaf Al Baji Rahimahumallah.

Tertulis dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, bahwa para ulama berselisih pendapat kenapa pahala amalnya berkurang: Ada yang mengatakan karena dengan anjing itu membuat tercegahnya malaikat masuk, ada juga yang mengatakan sebagai hukuman bagi pemiliknya karena dia telah memelihara sesuatu yang dilarang untuk dipelihara, dan itu merupakan pembangkangan, atau karena kelalaian pemiliknya untuk memcuci liurnya jika anjing tersebut menjilat. (Al Minhaj, 5/426)

Larangan di atas adalah bermakna MAKRUH menurut mayoritas ulama. Namun sebagian lain mengatakan haram, bahkan Syaikh Muhammad Mukhtar asy Syanqiti Rahimahullah mengutip dr sebagian ulama sebagai dosa besar:

إن ورود الحديث بهذا الوعيد يدل على أن هذا الفعل كبيرة من كبائر الذنوب فإن القيراط مثل جبل أحد من ناحية الأجر والفضل وكونه ينقص من الإنسان هذا الأجر العظيم يدل على إنه قد ارتكب أمراً محرماً ، وعلى ذلك فإنه لا يجوز اتخاذ الكلاب من دون حاجة ولا شك أن اتخاذها على هذا الوجه يعني بدون حاجة فإنه يكون تشبهاً بالكفار والتشبه بالكفار محرم

Adanya hadits ini dengan nada ancaman menunjukkan perbuatan ini adalah DOSA BESAR, ada pun QIRATH adalah semisal gunung UHUD dari sisi pahala dan keutamaan.

Keadaan manusia yang berkurang pahalanya yg begitu besar menunjukkan bahwa itu perbuatan yang diharamkan, oleh karena itu tidak boleh memelihara anjing tanpa kebutuhan (alasan), dan tidak ragu lagi bahwa memelihara anjing tanpa alasan adalah menyerupai orang kafir, dan menyerupai orang kafir adalah haram.

(Syarh At Tirmidzi, 41/21)

📌 PENGECUALIAN

Dari hadits di atas kita mendapatkan pelajaran pula ada 3 keadaan boleh memelihara anjing, sebagaimana yang dijelaskan para ulama:

1. Penjaga ladang
2. Penjaga ternak
3. Pemburu.

Namun, kebolehan tiga jenis anjing ini juga tidak dibenarkan diletakkan di rumah, hendaknya diletakkan di kandang di luar rumah, sebab larangan adanya anjing di rumah yang dengannya Malaikat tidak masuk adalah berlaku umum untuk semua anjing.

Imam as Suyuthi Rahimahullah berkata:

وَقَالَ النَّوَوِيّ الْأَظْهر أَنه عَام فِي كل كلب وَصُورَة وَالسَّبَب فِي ذَلِك نَجَاسَة الْكَلْب وَأَن الصُّور عبدت من دون الله

Berkata An Nawawi: “Yang benar adalah larangan itu berlaku umum untuk semua jenis anjing dan patung, sebabnya karena kenajisan anjing dan patung adalah sesembahan selain Allah.”

(Syarh as Suyuthi ‘ala Muslim, jilid. 5, hal. 146)

📌 Larangan Memelihara Bukan Berarti Membenci Anjing

Dari Abi Hurairah, Nabi Shallallahu ﷺ bersabda,

أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا

“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang begitu panas. Anjing itu mengelilingi sumur tersebut sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu wanita itu melepas sepatunya (lalu menimba air dengannya). Ia pun diampuni karena amalannya tersebut.” (HR. Muslim no. 2245)

Hadits ini jangan disalah pahami bahwa menjadi pelacur itu baik. Atau, kalau mau masuk surga maka: “Jadilah pelacur lalu berikan minum ke Anjing yang kehausan maka kamu surga.” Tentu bukan begitu esensi hadits tersebut.

Hadits ini menceritakan keindahan Islam, bahwa siapa pun yang melakukan kebaikan kepada sesama makhluk akan mendapatkan nilai kebaikan tersebut. Jika berbuat baik kepada hewan saja begitu besar fadhilahnya, apalagi berbuat baik kepada manusia.

Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata:

والله ما يحل لك أن تؤذي كلباً ولا خنزيراً بغير حق، فكيف تؤذي مسلما؟

Demi Allah, tidak halal bagimu menyakiti anjing dan babi dengan tanpa alasan yang benar, lalu bagaimana kau bisa menyakiti seorang muslim?

(Durar min Aqwaal Aimmah As Salaf)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top