Menunaikan Zakat Fitrah Sebelum Ramadhan

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Umumnya ulama tidak mengatakan demikian, sebagaimana yang telah diketahui bersama. Kami rasa kalangan awam umat Islam pun tahu – tanpa buka refrensi njelimet- bahwa zakat fitrah itu terkait hari raya dan Ramadhan.

Lalu, apakah ada yang berpendapat bolehnya dibayarkan sebelum Ramadhan.

Ya, ada, bahkan ada ulama yang mengatakan bolehnya mengeluarkan zakat fitrah setahun atau dua tahun sebelum hari raya. Demikianlah dalam madzhab Hanafi, bahkan disebut bahwa itu pendapat yang shahih dalan madzhab Hanafi. Walau dinamika dalam internal madzhab Hanafi juga ada, di mana sebagiannya mengatakan itu tidak dibenarkan.

Imam Badruddin al ‘Aini Rahimahullah mengatakan:

وروى إبراهيم بن رستم في ” النوادر ” عن محمد قال: لو أعطى صدقة الفطر قبل الوقت بسنتين جاز، وهو راوية الحسن عن أبي حنيفة – رَحِمَهُ اللَّهُ – وقال في ” الخلاصة “: وذكر السنة والسنتين

Ibrahim bin Rustum meriwayatkan dalam  “an Nawadir” dari Muhammad (bin Hasan), dia berkata:

Seandainya menunaikan zakat fitri sebelum waktunya dua tahun, itu boleh. Ini juga salah satu riwayat al Hasan (bin Ziyad) dari Abu Hanifah Rahimahullah. Dia berkata dalam “al Khulashah”:  “Dia (Abu Hanifah) menyebutkan setahun atau dua tahun.”

(al Binayah Syarh al Hidayah, 3/505)

Bahkan boleh 10 tahun sebelumnya, sebagaimana yang dikatakan Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah Rahimahullah:

وَلَوْ عَشْرُ سِنِينَ أَوْ أَكْثَرُ، هَذَا هُوَ الصَّحِيحُ الْمُخْتَارُ كَمَا فِي أَكْثَرِ الْمُعْتَبَرَاتِ وَقِيلَ: سَنَةً أَوْ سَنَتَيْنِ عَلَى الصَّحِيحِ

Walaupun ditunaikan 10 tahun sebelumnya atau lebih, inilah pendapat yang shahih dan terpilih, sebagaimana disebutkan dikebanyakan sumber terpercaya. Dikatakan: setahun atau dua tahun, menurut pendapat yang shahih.

(Majma’ al Anhar, 1/228)

Maksud dari “pendapat shahih” adalah pendapat yang shahih dalam madzhab Hanafi. Namun pendapat ini mungkin asing di negeri kita.

Gagasan mengeluarkan zakat fitrah/fitri sebelum Ramadhan, di masa-masa anjlok ekonomi bagi kalangan menengah ke bawah saat ini, bisa jadi menjadi ide yang bagus. Mengambil pendapat yang paling mungkin dilaksanakan dan disesuaikan dgn kondisi masyarakat yg begitu mendesak.

Kita berbaik sangka semoga ini bukan karena kebingunan pemerintah atau negara dalam menutupi kebutuhan rakyatnya yang fakir dan miskin di masa “stay at home”, yang merupakan akibat dari salah kelola keuangan negara.

Wallahu A’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalat Tarawih di Rumah di Masa Wabah

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bagaimana tarawih kami nanti jika Ramadhan masih wabah Corona?

Bismillahirrahmanirrahim..

Semoga Allah Ta’ala berkahi Sya’ban kita dan pertemukan kita dengan Ramadhan penuh kebaikan.

Shalat tarawih adalah sunnah, berdasarkan beberapa hadits dan ijma’, di antaranya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.”

(HR. Bukhari No. 37, Muslim No. 759)

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِهَا وَاخْتَلَفُوا فِي أَنَّ الْأَفْضَلَ صَلَاتُهَا مُنْفَرِدًا فِي بَيْتِهِ أَمْ فِي جَمَاعَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَجُمْهُورُ أَصْحَابِهِ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ وَبَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ وَغَيْرُهُمْ الْأَفْضَلُ صَلَاتُهَا جَمَاعَةً كَمَا فَعَلَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَالصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَاسْتَمَرَّ عَمَلُ الْمُسْلِمِينَ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ مِنَ الشَّعَائِرِ الظَّاهِرَةِ

Para ulama sepakat atas kesunnahannya. Mereka berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama; shalat tarawih sendirian di rumah atau berjamaah di masjid. Imam asy Syafi’i dan mayoritas sahabatnya, Abu Hanifah, Ahmad, dan sebagian Malikiyah, dan lainnya mengatakan yang lebih utama adalah berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh Umar bin al Khatab r.a, dan itu terus berlanjut dipraktekkan kaum muslimin karena itu termasuk syiar Islam yang begitu nyata.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Beliau juga menceritakan dinamika internal Syafi’iyyah, bahwa mayoritas mengatakan lebih utama berjamaah di masjid, seperti yang dikatakan oleh Al Buwaithi, namun sebagian mengatakan lebih utama sendiri. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 4/31)

Bahkan dalam konteks fiqih Syafi’iyyah, Syaikh Wahbah az Zuhaili Rahimahullah mengatakan tentang shalat fardhu:

وتحصل الجماعة بصلاة الرجل في بيته مع زوجته و أولاده و غيرهم لكنها للرجال في المسجد أفضل و أكثرها جماعة افضل

Berjamaah (shalat fardhu) itu sdh cukup dengan shalatnya seorang laki-laki di rumahnya bersama istrinya, anak-anaknya, atau selain mereka. Tetapi laki-laki di masjid adalah lebih utama, dan jamaah yang lebih banyak jg lebih utama.

(Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyyah Al Muyassar, 1/239)

Setelah mengetahui bahwa lebih utama shalat tarawih berjamaah di masjid, dan itu terjadi dimasa normal, lalu bagaimana dgn shalat tarawih dikondisi wabah, dan wabah itu muhaqqaqah (nyata), bukan mauhumah (ilusi). Di mana berkumpulnya manusia termasuk berpeluang terjadinya penularan. Sementara upaya Hifzhun Nafs adalah sebuah kewajiban agama. Sedangkan aktifitas meninggalkan keutamaan dan sunnah, dalam rangka terjaganya kewajiban adalah wajib.

Imam al Qarafi Rahimahullah mengatakan:

و في الحديث : فر من المجذوم كما فرارك من الأسد, فصون النفوس والأجساد والمنافع والأعضاء والأموال والأعراض عن الأسباب المفسدة واجب كما علمت

Di hadits disebutkan: “Larilah dari penyakit lepra seperti kamu lari dari singa”. Maka, melindungi jiwa, badan, maslahat, anggota badan, dan menghindar dari sebab-sebab kerusakan adalah wajib sebagaimana yang telah Anda ketahui.

(Imam al Qarafi, Al Furuq, 4/401)

Oleh karenanya, dalam keadaan seperti ini, shalat tarawih di rumah baik sendiri apalagi berjamaah bersama keluarga, maka itu lebih sesuai spirit maqashid syariah. Bahkan shalat yang fardhu saja seperti saat ini, dapat dianjurkan dirumah jika hadirnya di masjid ada kekhawatiran kuat tertular penyakit berbahaya maka apalagi shalat tarawih yang sunnah.

Imam al Mardawi Rahimahullah berkata:

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَضِ

Diberikan udzur untuk meninggalkan shalat Jumat dan shalat Jamaah bagi orang yang sakit ini tidak ada perselisihan pendapat. Juga diberikan udzur meninggalkan shalat Jumat dan jamaah, karena KHAWATIR TERTULAR PENYAKIT.

(Al Inshaf, 2/300)

Namun, dalam keadaan normal dan biasa maka berjamaah di masjid adalah lebih utama sebagaimana pendapat jumhur.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Doa Saat Mendapat Musibah

💢💢💢💢💢💢💢💢

Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ }
اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, ‘INAA LILLAHI WAINNAA ILAIHI RAAJI’UUN, ALLAHUMMA`JURNII FII MUSHIIBATI WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan tukarlah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya).’ melainkan Allah menukar baginya dengan yang lebih baik.”

📚 HR. Muslim no. 918

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkanku beberapa kalimat, dan memerintahkan aku membacanya saat dilanda berbagai kesulitan atau ujian berat, yaitu:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْكَرِيمُ الْحَلِيمُ سُبْحَانَهُ وَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“LAA ILAAHA ILLALLAHUL KARIIM AL HALIIM SUBHAANAHU WA TABAARAKALLAHU RABBUL ‘ARSYIL ‘AZHIIM WAL HAMDULILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang maha pemurah dan maha lembut, maha suci Dia dan maha suci Allah, Rabb Arsy yang agung dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).”

📚 HR. an Nasa’i dalam as Sunan al Kubra no. 7673. Dishahihkan oleh Imam al Hakim dalam al Mustadrak no. 1873

🌻🌿🌸🍃🌳🍀🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Shalat Isyraq di Rumah Karena Ada Wabah

💢💢💢💢💢💢💢💢

(pertanyaan dr beberapa jamaah)Bismillahirrahmanirrahim..

Keutamaan shalat isyraq itu ada syaratnya. Ada 3 syarat:

1. Berjamaah di masjid
2. Duduk dzikir
3. Sampai syuruq (terbit)

Hal ini berdasarkan hadits-hadits tentang shalat isyraq, kami kutip satu saja: dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:

من صلى الصبح في جماعة ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين كانت له كأجر حجة وعمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : تامة تامة تامة

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah lalu dia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari kemudian shalat dua rakaat maka dia seperti mendapatkan pahala haji dan umrah.” Anas berkata: Rasulullah bersabda: “Sempurna, sempurna, sempurna.”

(HR. At Tirmidzi No. 586, katanya: hasan. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/104) dikatakan: “Isnadnya jayyid.” Al Mundziri berkaya: “Hadits ini memiliki banyak syawaahid (pendukung).” (Mir’ah Al Mafatih, 3/328)

Bagaimana dalam keadaan ‘udzur? Nah, tapi kita husnuzhan billah.. Berbaik sangka kepada Allah Semoga tetap dapat pahala isyraq juga, krn ini ada udzur.

Syaikh Ahmad Mukhtar Asy Syanqitiy menjelaskan ada tiga syarat untuk mendapatkan keutamaan shalat Isyraq:

أولها : أن يصلي الفجر في جماعة ، فلا يشمل من صلى منفرداً ، وظاهر الجماعة يشمل جماعة المسجد وجماعة السفر وجماعة الأهل إن تخلف لعذر ، كأن يصلي بأبنائه في البيت ، فيجلس في مصلاه

Pertama. Shalat subuh berjamaah, maka tidak termasuk yang shalat sendiri. Jamaah yang dimaksud mencakup jamaah di masjid, jamaah saat safar, jamaah bersama keluarga jika dia tertinggal karena ‘udzur, misal dia shalat bersama anak-anaknya di rumahnya lalu dia duduk berdzikir di tempat shalatnya.

ثانياً : أن يجلس يذكر الله ، فإن نام لم يحصل له هذا الفضل ، وهكذا لو جلس خاملاً ينعس ، فإنه لا يحصل له هذا الفضل ، إنما يجلس تالياً للقرآن ذاكراً للرحمن ، أو يستغفر ، أو يقرأ في كتب العلم ، أو يذاكر في العلم ، أو يفتي ، أو يجيب عن المسائل ، أو ينصح غيره ، أو يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر ، فإن جلس لغيبة أو نميمة لم يحز هذا الفضل ؛ لأنه إنما قال : ( يذكر الله ) 

Kedua. Duduk berdzikir kepada Allah. Jika dia duduknya untuk tidur, maka tidak mendapatkan keutamaannya. Begitu pula bagi yang duduk dan malas-malasan, tidak dapat keutamaan yang dimaksud. Sesungguhnya duduknya adalah untuk membaca Al Qur’an, istighfar, membaca buku-buku, atau diskusi ilmiah, atau berfatwa, menjawab banyak persoalan, atau menasihati orang lain, atau Amar Ma’ruf nahi Munkar. Tp jika duduknya untuk ghibah, namimah (adu domba), maka tidak dapat keutamaan ini. Sebab yang nabi katakan: “Berdzikir kepada Allah.”

الأمر الثالث : أن يكون في مصلاه ، فلو تحول عن المصلى ولو قام يأتي بالمصحف ، فلا يحصل له هذا الفضل

Ketiga. Hendaknya dia di tempat shalatnya. Jika dia berpindah tempat dari tempat shalatnya walau hanya untuk bangun mengambil mushaf, maka itu tidak dapat keutamaan. (Lihat Syarh Zaad Mustaqniy)

Untuk syarat yang ketiga, “harus benar-benar duduk, bergeser ambil mushaf pun tidak mendapat keutamaan isyraq” telah dikoreksi ulama lain. Bahwanya sekedar bergeser tentu tidak apa-apa, yang penting masih di masjid tersebut.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

أن الراجح أنه لا يشترط بقاء المصلي في المكان الذي صلى فيه ، فما دام في المسجد يذكر الله تعالى ، فإنه يرجى له حصول ذلك الثواب

Pendapat yang kuat adalah tidaklah menjadi syarat bagi orang yang shalat harus tetap di tempatnya shalat, yang penting selama dia masih di masjid tsb dan berdzikir kepada Allah Ta’ala, maka diharapkan baginya mendapatkan pahala tersebut.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 221531)

Demikian. Wallahu A’lam

🍀🍃🌷🌸🌿🌻🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top