Tambahan WA’ FU ‘ANNI Dalam Duduk di Antara Dua Sujud, Tidak Ada?

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Ini adalah tulisan dua tahun lalu, sebagai jawaban atas pertanyaan bbrp Ikhwan yang menanyakan adanya TUDINGAN KELIRUNYA kalimat WA’ FU ‘ANNI pada bacaan duduk di antara dua sujud. Mereka anggap tidak ada, bahkan sampai membuat meme dan menyebarkan meme tersebut.

Sesungguhnya tambahan kalimat WA’ FU ‘ANNI ini ADA, dalam kitab As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi:

قل اللهم اغفر لي وارحمني واهدني وارزقني وعافني واعف عني

Katakanlah: Allahummaghfirliy warhamniy wahdiniy warzuqniy wa ‘aafiniy wa’fu ‘anniy.

(HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 3979)

Doa ini merupakan kalimat yang diajarkan Nabi ﷺ kepada sahabatnya yang merasa tidak bagus bacaan Al Qurannya, Beliau meminta kepada Nabi ﷺ diajarkan kalimat yang bisa mencukupi kekurangannya itu, maka Nabi ﷺ mengajarkannya dan di antaranya adalah doa ini.

Kemudian, doa ini dipakai para ulama dan dimaknai oleh mereka sebagai bagian dari doa di antara dua sujud.

Imam Syihabuddin An Nafrawiy –seorang ulama madzhab Malikiy- berkata:

وَفِي الْحَدِيثِ أَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَقُولُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ: «اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِنِي وَعَافَنِي وَاعْفُ عَنِّي» .
وَقَالَ ابْنُ نَاجِي: قِيلَ يُسْتَحَبُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ بِهَذَا الدُّعَاء

Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi ﷺ membaca di saat duduk di antara dua sujud: Allahummaghfirliy warhamniy wahdiniy warzuqniy wa ‘aafiniy wa’fu ‘anniy.

Ibnu Najiy berkata: “Dikatakan bahwa sunnah berdoa di antara dua sujud dengan doa ini.”

(Al Fawakih Ad Dawaniy, 1/184)

Sementara dalam kitab Fiqhul ‘Ibadat ‘alal Madzhabil Malikiy tertulis:

يكره الدعاء في الركوع لأنه شُرِعَ للتسبيح، أما قبل الركوع وبعد الرفع منه فيجوز، وكذا بين السجدتين مطلوب أن يقول بينهما: “اللَّهم اغفر لي وارحمني واسترني واجبرني وارزقني وعافني واعف عني

Dimakruhkan berdoa saat ruku’, sebab yang disyariatkan adalah bertasbih. Ada pun sebelum ruku’ dan setelah bangun ruku’ boleh berdoa, demikian pula saat duduk di antara dua sujud diperintahkan membaca: Allahummaghfirliy warhamniy wasturniy wajburniy warzuqniy wa ‘aafiniy wa’fu ‘anniy.

(Fiqhul ‘Ibadat ‘alal Madzhabil Malikiy, 1/170)

Dalam madzhab Syafi’iy pun, bacaan ini sunnah saat duduk di antara dua sujud.

Disebutkan:

وَيُسَنُّ فِي الْجُلُوسِ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ الاِفْتِرَاشُ، وَوَضْعُ يَدَيْهِ قَريباً مِنْ رُكْبَتَيْهِ، وَنَشْرُ أَصَابِعِهِمَا وَضَمُّهَا قَائِلاً: رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِني وَعَافِنِي وَاعْفُ عَنِّي

Disunnahkan saat duduk di antara dua sujud dengan cara iftirasy, dan melatakkan tangan dekat lutut, membuka jari jemari dan menggenggam lutut, lalu membaca: Rabbighfirliy warhamniy wajburniy warfa’niy warzuqniy wahdiniy wa ‘aafiniy wa’fu ‘anniy.

(Imam Abu Bakar Bafadhal Al Hadhramiy, Al Muqadimah Al Hadhramiyah, Hal. 71)

Sementara Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy mengatakan bahwa kalimat: wa’fu ‘anniy merupakan tambahan dari Imam Al Ghazaliy, karena kesesuaiannya dengan kalimat sebelumnya. (Al Minhaj Al Qawim, 1/105). Imam Al Ghazaliy menyebut doa ini dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin (1/161)

Dalam Ad Durar as Saniyah, kumpulan fatwa para ulama Najd (Arab Saudi), tertulis:

سئل الشيخ عبد الله بن الشيخ محمد، رحمهم الله: ما يقول بين السجدتين؟
فأجاب: إذا جلس بين السجدتين، قال: رب اغفر لي، وارحمني، واهدني، وارزقني، وعافني، واعف عني

Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya tentang bacaan duduk di antara dua sujud, Beliau menjawab: “Jika duduk di antara dua sujud, membaca: Rabbighfirliy warhamniy wahdiniy warzuqniy wa ‘aafiniy wa’fu ‘anniy.” (Ad Durar as Saniyah, jilid. 4, hal. 299)

Jika riwayat ini tdk ada, atau dhaif, atau tambahan dari manusia. Apakah ini sebuah kesalahan?

Dari Rifa’ah bin Raafi’, dia berkata;

صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ فَقُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ فَقَالَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ مَنْ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ عَفْرَاءَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ ابْتَدَرَهَا بِضْعَةٌ وَثَلَاثُونَ مَلَكًا أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا

“Aku shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu aku bersin, dan aku berkata: Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi mubarakan ‘alaih kama yuhibbu rabbuna wa yardha (segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak lagi baik dan keberkahan di dalamnya, dan keberkahan atasnya, sebagaimana yang disukai Tuhan kami dan diridhaiNya). Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selesai shalat, dia bertanya: “Siapa yang mengatakan tadi dalam shalat?”. Tidak ada satu pun yang menjawab. Beliau bertanya lagi kedua kalinya: “Siapa yang mengatakan tadi dalam shalat?”. Tidak ada satu pun yang menjawab. Beliau bertanya lagi ketiga kalinya: “siapa yang yang mengatakan tadi dalam shalat?” maka, berkatalah Rifa’ah bin Rafi’ bin ‘Afra: “Saya wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “Bagaimana engkau mengucapkannya?” dia menjawab: “Aku mengucapkan: ” Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi mubarakan ‘alaih kama yuhibbu rabbuna wa yardha.” Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sebanyak tiga puluh Malaikat saling merebutkan siapa di antara mereka yang membawanya naik (kelangit).”

(HR. At Tirmidzi No. 402, katanya: hasan. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykah Al Mashabih No. 992)

Kita lihat dalam kisah ini, Rifa’ah bin Raafi’ Radhiallahu ‘Anhu, mengucapkan dzikirnya sendiri, yang tidak pernah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi ﷺ dan Nabi ﷺ menyetujuinya, bahkan memujinya. Ini istilahnya sunah taqririyah. Persetujuannya ini menunjukkan, tidak mengapa perbuatan ini, bahkan walau terjadinya dalam shalat.

Oleh karena itu Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

واستدل به على جواز إحداث ذكر في الصلاة غير ماثور إذا كان غير مخالف للمأثور وعلى جواز رفع الصوت بالذكر ما لم يشوش على من معه

Hadits ini merupakan dalil kebolehan menciptakan dzikir yang tidak ma’tsur di dalam shalat jika tidak bertentangan dengan dzikir yang ma’tsur, dan menunjukkan kebolehan meninggikan suara dalam dzikir selama tidak mengganggu orang-orang yang bersamanya. (Fathul Bari, 2/287)

Imam Ibnu ‘Abdil Bar Rahimahullah menjelaskan:

في مدح رسول الله صلى الله عليه وسلم لفعل هذا الرجل وتعريفه الناس بفضل كلامه وفضل ما صنع من رفع صوته بذلك الذكر أوضح الدلائل على جواز ذلك

Pujian Rasulullah ﷺ terhadap apa yang dilakukan laki-laki tersebut dan manusia mengetahui keutamaan perkataannya dan keutamaan apa yang dilakukannya berupa meninggikan suara dzikirnya, telah menjadi petunjuk bahwa hal itu memang BOLEH.

(At Tamhid, 16/198)

Jadi, sebaiknya dikatakan oleh nara sumber tsb bahwa yang lebih utama adalah bacaan ini, ada pun bacaan yang itu boleh. Jadi, antara utama dan boleh, bukan salah dan benar. Hal ini sangat rentan disalahpahami oleh orang awam.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Cebok dengan Tisue

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ustad terkadang sy ketemua toilet yg model “barat”. Sulit utk beristinja secara biasa, baik buang air kecil maupun besar. Palingsering ketemu sedikit air dan tissue. Apakah boleh?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Cebok dengan benda-benda padat seperti tisue, sapu tangan, serbet, adalah boleh, diqiyaskan dengan bolehnya cebok dengan batu. Padahal tisue, sapu tangan, serbet, jelas lebih dapat membersihkan dibanding batu. Minimal dengan tiga tisue sebagaimana batu juga minimal tiga batu.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

والاستجمار بالخشب والخرق وما في معناهما مما ينقي جائز في قول الأكثر

Cebok dengan kayu, sobekan kain, dan apa pun yang semakna dengan keduanya yang dapat membersihkan najis adalah BOLEH menurut pendapat mayoritas ulama.

(Dikutip Ibnu Dhawyan, Manar as Sabil, jilid. 1, hal. 16)

Syaikh Abdullah al Faqih menjelaskan:

وشرط الاجتزاء بهذه المناديل ألا يقل عدد المسحات عن ثلاث لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن الاستجمار بأقل من ثلاثة أحجار

Syarat kebolehan cebok pakai sapu tangan janganlah kurang dari 3 lembar karena Rasulullah ﷺ melarang cebok pakai batu kurang dari 3 buah.

(Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 136160)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Becanda Mengucapkan Kata Cerai

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Ya, Haditsnya:

ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جَدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ

“Tiga perkara, seriusnya adalah serius dan candanya adalah serius, yaitu; nikah, perceraian, dan pencabutan perceraian.”

(HR. Abu Daud no. 2194)

Hadits ini diperselisihkan keshahihannya. Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan. Imam al Hakim mengatakan: shahih.

Sementara Imam Ibnul Jauzi dan Imam Ibnu Hazm mendha’ifkannya. Lantaran ada perawi bernama Ibnu Mahak, yang menurut Ibnul Jauzi: matruk (haditsnya ditinggalkan). Lalu ada rawi lain yang bermasalah: Abdurrahman bin Habib, yang menurut Imam Ibnu Hazm, sepakat para ulama atas kedhaifannya. Namun Ibnu Hibban memasukannya dalam kitabnya Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya).

(At Taudhih li Syarh al Jami’ ash Shaghir, jilid. 25, jal. 280)

Anggaplah bahwa hadits ini shahih, Imam Ath Thibiy menjelaskan:

اتفق أهل العلم علي أن طلاق الهازل يقع، وإذا جرى صريح لفظ الطلاق علي لسان العاقل البالغ، لا ينفعه أن يقول: كنت فيه لاعبا أو هازلا

Para ulama sepakat bahwa talak dengan guyonan tetap wuqu’ (SAH), JIKA kalimatnya jelas keluar dari orang yang baligh dan berakal. Tidak ada manfaatnya seorang berkata: “Saya tadi cuma main-main atau guyon.”

(Imam ath Thibiy, Al Kasyif ‘an Haqaiq as Sunan, jilid.7, hal. 2344)

Pelajarannya adalah janganlah jadikan talak sebagai bahan becandaan.

Ada pun di Indonesia, Keabsahan talak baru diakui jika sdh ketuk palu pengadilan agama.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Mungkinkah Aktivis Islam Bergandeng Tangan Dengan Musuhnya Sendiri?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Dalam tataran tujuan yang pokok, target yang utama, konsep yang paling dasar, hal itu tidak mungkin dan tidak dibenarkan.

📌 Allah Ta’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ دِينَكُمۡ هُزُوٗا وَلَعِبٗا مِّنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ وَٱلۡكُفَّارَ أَوۡلِيَآءَۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan penolongmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.

(QS. Al-Ma’idah, Ayat 57)

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Hud: 113)

📌 Namun dalam tataran teknis yang sementara, tujuan jangka pendek, target yang cabang, bisa saja itu terjadi. Sirah Nabawiyah menunjukkan hal itu.

📌 Saat Hijrah ke Madinah, Rasulullah dan Abu Bakar mengupah seorang kafir Quraisy, dari Bani ad Diil sebagai penunjuk jalan. (HR. Bukhari no. 2264)

📌 Saat perang Uhud, para shahabat nabi dibantu oleh seorang Musyrik bernama Quzman bahkan Quzman ikut membunuh musuh. Begitu pula musyrikin Bani Khuza’ah, ikut bersama Rasulullah menghadapi Quraisy di tahun Fathu Makkah. (Imam asy Syaukani, Nailul Authar, jilid. 7, hal. 267)

📌 Oleh kareba itu, Syaikh Muhammad Abdurrahman al Mursi Ramadhan mengatakan:

قد يكون هناك تقاطع مؤقت في المسارات بين الجماعة و غيرها من القوى والتيارات غير الإسلامية، أو حتى التي تعارض الفكرة الإسلامية وتحاربها، ولكنه يكون في الوسائل و الأهداف الفرعية والتنفيذية وليس فى الأهداف الأساسية حيث إن أهدافنا إسلامية صميمة ومتكاملة ومترابطة. أما الوسائل فقد نشترك فيها نحن والأخرون وقد يستفيد منها أكثر من طرف

Terkadang terjadi pertemuan sesaat dalam langkah perjuangan antara jamaah dakwah dengan poros kekuatan dan aliran-aliran non muslim atau bahkan dengan aliran yang menentang dan memerangi pemikiran Islam. Namun, hal itu hanya pada tataran sarana, target parsial dan pelaksanaan saja, bukan pada target utama. Sebab target kita adalah murni keislaman yang komprehensif dan saling berkaitan antar semua dimensinya. Adapun sarana untuk menuju itu semua terkadang kita dan pihak lain memungkinkan untuk bersama. Dan hal itu mungkin dimanfaatkan oleh banyak pihak. (Manhaj Ishlah, hal. 482-483)

📌 Imam Al Hazimi Rahimahullah menjelaskan tentang rambu-rambu yang mesti diperhatikan yaitu mereka thaw’an (patuh dan rela hati) kepada kaum muslimin:

ولا بأس ان يستعان بالمشركين على قتال المشركين إذا خرجوا طوعا ولا يسهم لهم

Boleh meminta pertolongan kepada orang musyrik untuk memerangi orang musyrik lainnya, selagi mereka bergabung dengan patuh dan tidak memberi andil bagi musuh.

(Imam az Zaila’i, Nashbur Rayyah, jilid. 3, hal. 424)

📌 Namun, hal ini adalah aktifvitas yang perlu dievaluasi secara periodik dari sisi maslahat dan mudharat. Kapan harus independen dan berdiri sendiri, dan kapan harus memutuskan dengan mereka.

Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top