Mencukur Jenggot Menurut Empat Madzhab

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum, afwan ganggu.. Sy abis lihat ceramah di youtube, katanya nyukur jenggot itu haram menurut 4 madzhab. Apa benar? Bs gak diuraikan masing2 madzhab? Nuhun tadz..

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Mayoritas ulama dari empat madzhab menyatakan haram, namun ada segolongan dari Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hambaliyah mengatakan makruh, bukan haram. Jadi, tidak ada kesepakatan dalam hal ini tentang haramnya mencukur jenggot.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ: الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ، وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، إِلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ حَلْقُ اللِّحْيَةِ لأَِنَّهُ مُنَاقِضٌ لِلأمْرِ النَّبَوِيِّ بِإِعْفَائِهَا وَتَوْفِيرِهَا

Mayoritas ahli fiqih: Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan satu pendapat dari Syafi’iyyah, menegaskan bahwa haramnya mencukur jenggot, sebab itu menabrak perintah kenabian yang menyatakan untuk membiarkan dan memperbanyaknya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, jilid. 35, hal. 226)

Berikut ini rinciannya:

1. Madzhab Hanafi

Mazhab ini mengharamkan mencukur habis, tapi membolehkan memotong bagian ujungnya saja.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi Rahimahullah mengatakan:

الحنفية – قالوا: يحرم حلق لحية الرجل، ويسن ألا تزيد في طولها على القبضة، فما زاد على القبضة يقص، ولا بأس بأخذ أطراف اللحية

Hanafiyah, mereka mengatakan: “Diharamkan mencukur jenggot, dan disunnahkan tidak memanjangkan melebihi genggaman tangan, bagian yang melebihi genggaman hendaknya dipotong, dan tidak apa-apa memotong bagian ujung jenggot.” (Al Fiqh ‘alal Madzahib Al Arba’ah, jilid. 2, hal. 44)

2. Madzhab Maliki

المالكية – قالوا: يحرم حلق اللحية. ويسن قص الشارب؛ وليس المراد قصه جميعه، بل السنة أن يقص منه طرف الشعر المستدير النازل على الشفة العليا، فيؤخذ منه حتى يظهر طرف الشفة، وما عدا ذلك فهومكروه

Malikiyah, mereka mengatakan: “Diharamkan mencukur jenggot, dan disunnahkan memotong kumis, maksudnya bukan memotong semua bagian kumis, justru adalah sunnah memotong bagian ujung rambut kumis yang menutupi bibir bagian atas, bagian itu dipotong sampai bibir atas menjadi nampak, ada pun mencukur kumis selain bagian itu adalah makruh.” (Ibid)

Imam Malik termasuk yang membid’ahkan mencukur kumis sampai habis, dan pelakunya mesti diberi sanksi. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad justru mencukur kumis itu sampai habis, dan itu lebih utama dibanding memendekkan. (Selengkapnya Zaadul Ma’ad, jilid. 1, hal. 173)

Salah seorang ulama Maliki, yakni Al Qadhi ‘Iyyadh Rahimahullah mengatakan makruh, seperti yang dikutip Imam Ibnu Hajar Rahimahullah berikut:

قَالَ الْقَاضِي عِيَاضٌ: يُكْرَهُ حَلْقُ اللِّحْيَةِ وَقَصِّهَا وَتَحْرِيفِهَا

Berkata Al Qadhi ‘Iyadh: “Dimakruhkan mencukur jenggot, memotongnya, dan mengubahnya.” (Fathul Bari, jilid. 10, hal. 350)

Kemakruhan juga berlaku bagi yang memanjangkannya supaya tenar, berkata Imam Al Qurthubi Al Maliki Rahimahullah:

فأما أخذ ما تطاير منها وما يشوه ويدعو إلى الشهرة طولا وعرضا فحسن عند مالك وغيره من السلف

Ada pun memotong (merapikan) jenggot yang melebar dan awut-awutan yang membuat dirinya terkenal karenanya, maka itu hal yang baik menurut Imam Malik dan selainnya dari ulama salaf. (Al Mufhim, jilid. 1, hal. 512)

3. Madzhab Syafi’i

Pendapat yang ashah (lebih shahih) dalam madzhab Syafi’i, mencukur jenggot adalah makruh. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, jilid. 35, hal. 226)

Imam Al Bujairimi Rahimahullah berkata:

)وَيُكْرَهُ نَتْفُ اللِّحْيَةِ أَوَّلَ طُلُوعِهَا( لَيْسَ قَيْدًا وَكَذَا الْكَبِيرُ أَيْضًا أَيْ إنَّ حَلْقَ اللِّحْيَةِ مَكْرُوهٌ حَتَّى مِنْ الرَّجُلِ وَلَيْسَ حَرَامًا

(Dimakruhkan mencabut jenggot pada awal tumbuhnya), hal ini (baru tumbuh) bukanlah hal yang mengikat sebab makruhnya juga berlaku untuk orang dewasa, yaitu sesungguhnya mencukur jenggot adalah makruh termasuk jika dilakukan oleh laki-laki dewasa, dan bukan hal yang haram. (Hasyiyah Al Bujairimi ‘alal Khathib, jilid. 4, hal. 436)

Imam Al Khatabi Asy Syafi’i mengatakan:

وأما إعفاء اللحية فهو إرسالها وتوفيرها كره لنا أن نقصها كفعل بعض الأعاجم وكان من زي آل كسرى قص اللحى وتوفير الشوارب فندب صلى الله عليه وسلم أمته إلى مخالفتهم في الزي والهيئة

Ada pun memanjangkan jenggot artinya membentangkan dan melebatkannya, bagi kami (Syafi’iyyah) mencukurnya adalah makruh, seperti perbuatan orang ‘ajam (non Arab) dan itu merupakan penampilan keluarga Kisra (raja Persia) yaitu mereka memotong jenggot dan memperbanyak kumis, lalu Rasulullah menganjurkan (nadb/sunnah) umatnya berbeda dengan mereka dalam pakaian dan penampilan. (Ma’alim As Sunan, jilid. 1, hal. 31)

Sebagian Syafi’iyah mengharamkan seperti Ibnu Ar Rif’ah, di mana Beliau menganggap sebagai pendapat Imam asy Syafi’i sendiri dalam Al Umm. Ini juga pendapat Syafi’iyah lainnya seperti Al Halimi dan Al Qaffal. Al Adzra’i mengatakan yg benar adalah haram mencukurnya secara keseluruhan. (Tuhfatul Muhtaj, jilid. 9, hal. 376)

4. Madzhab Hambali

الحنابلة – قالوا: يحرم حلق اللحية. ولا بأس بأخذ ما زاد على القبضة، فلا يكره قصه كما لا يكره تركه

Hanabilah, mereka mengatakan: “Haram mencukur jenggot, namun tidak apa-apa memotong yang melebihi genggaman, tidak makruh memotong bagian yang lebih itu dan tidak makruh pula membiarkannya.” (Al Fiqh ‘alal Madzahib Al Arba’ah, jilid. 2, hal. 45)

Salah satu tokoh Hambali, yaitu Imam Ibnu Muflih Rahimahullah memiliki keterangan yang berbeda. Beliau memaknai perintah memanjangkan jenggot adalah sunnah bukan wajib, bahkan Beliau mengatakan itulah pendapat para ulama madzhab Hambali. Berikut ini perkataannya:

وأطلق أصحابنا وغيرهم الاستحباب

Secara mutlak para sahabat kami (Hambaliyah) dan lainnya mengatakan memanjangkan jenggot adalah hal yang disukai (sunnah). (Al Furu’, jilid. 1, hal. 92) Artinya, jika memanjangkan jenggot adalah sunnah maka mencukurnya bukanlah hal yang haram.

5. Madzhab Zhahiri

Ada pun madzhab zhahiri, berkata Imam Ibnu Hazm Rahimahullah:

وَاتَّفَقُوا أَن حلق جَمِيع اللِّحْيَة مثلَة لَا تجوز وَكَذَلِكَ الْخَلِيفَة والفاضل والعالم

Mereka sepakat bahwa mencukur semua bagian jenggot adalah tidak boleh, demikian juga bagi khalifah, orang mulia, dan ulama. (Maratibul Ijma’, hal. 157)

Imam Ibnu Hazm mengatakan terlarang, tapi tidak spesifik apakah larangan yg berimplikasi haram atau makruh.

Nasihat Ulama Zaman Ini

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

إعفاء اللحية وتركها حتى تكثر، بحيث تكون مظهرا من مظاهر الوقار، فلا تقصر تقصيرا يكون قريبا من الحلق ولا تترك حتى تفحش، بل يحسن التوسط فإنه في كل شئ حسن، ثم إنها من تمام الرجولة، وكمال الفحولة

Memanjangkan jenggot, membiarkannya sampai banyak, dengan itu nampak kewibawaannya, maka janganlah memendekkannya sampai mendekati al halq (mencukur habis), dan jangan pula membiarkannya awut-awutan tapi sebaiknya adalah pertengahan, karena pertengahan itu adalah hal yang baik dalam segala hal. Kemudian memanjangkan jenggot termasuk kesempurnaan kejantanan dan laki-laki. (Fiqhus Sunnah, jilid. 1, hal. 38)

Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah:

وليس المراد بإعفائها ألا يأخذ منها شيئا أصلا ، فذلك قد يلدي إلى طولها طولا فاحشًا ، يتأذى به صاحبها ، بل يأخذ من طولها وعرضها ، كما روي ذلك في حديث عند الترمذي وكما كان يفعل بعض السلف……. أقول : بل أصبح الجمهور الأعظم من المسلمين يحلقون لحاهم ، تقليدا لأعداء دينهم ومستعمري بلادهم من النصارى واليهود ، كما يولع المغلوب دائما بتقليد الغالب ، غافلين عن أمر الرسول بمخالفة الكفار ونهيه عن التشبه بهم ، فإن من تشبه بقوم فهو منهم

Maksud dari memanjangkan bukan berarti tidak boleh memotongnya sama sekali sampai akhirnya begitu panjang dan nampak jelek dan tidak terurus serta mengganggu pemiliknya, tetapi hendaknya diambil bagian yang panjang dan liar sebagaimana hadits At Tirmidzi dan perilaku sebagian salaf…. Aku katakan: saat ini mayoritas umat Islam mencukur jenggotnya, mereka meniru perilaku musuh-musuh agama mereka sendiri yang menguasai negeri-negeri mereka baik dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Sebagimana biasanya, orang-orang kalah senantiasa meniru orang-orang yang menang, mereka melakukan itu telah jelas melupakan perintah Rasulullah agar berbeda dengan orang-orang kafir. Mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang menyerupai orang kafir, sebagaimana hadits: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka.” (Al Halal wal Haram fil Islam, Hal. 112-113)

Demikianlah paparan lima madzhab fiqih dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah, tentang hukum mencukur jenggot.

Wallahul Muwaffiq Ilaa aqwamith Thariq

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Takbiran Setelah Shalat Wajib

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Saya orang baru di tempat saya, di mushalla sini kalo selesai shalat langsung takbiran, beda dgn kebiasa tempat saya yang lama. Itu emang ada dasarnya?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Ya, takbir di hari raya dan hari tasyriq yang dilakukan setelah shalat wajib, adalah hal yang masyru’ (sejalan dengan syariat), dan dilakukan sejak masa salaf.

Hal ini dikatakan oleh Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

أَصَحُّ الْأَقْوَالِ فِي التَّكْبِيرِ الَّذِي عَلَيْهِ جُمْهُورُ السَّلَفِ وَالْفُقَهَاءِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالْأَئِمَّةِ: أَنْ يُكَبِّرَ مِنْ فَجْرِ يَوْمِ عَرَفَةَ، إلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، عَقِبَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَيُشْرَعُ لِكُلِّ أَحَدٍ أَنْ يَجْهَرَ بِالتَّكْبِيرِ عِنْدَ الْخُرُوجِ إلَى الْعِيدِ.
وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ

Pendapat yang paling shahih tentang takbir yang dianut oleh mayoritas ulama salaf dan ahli fiqih generasi sahabat dan para imam, bahwa bertakbir itu sejak fajar (subuh) hari arafah (9 Zulhijjah) sampai akhir hari tasyriq SEUSAI SHALAT, disyariatkan setiap orang mengeraskan suara takbirnya saat menuju tempat shalat Id. Ini adalah perkara yang disepakati imam yang empat.

(Al Fatawa Al Kubra, jilid. 2, hal. 369)

Syaikh Abdurrahman Al Qahthani An Najdi Rahimahullah menegaskan:

ولما رواه الدارقطني عن جابر ولأنه إجماع من أكابر الصحابة

Hal ini berdasarkan riwayat Ad Daraquthni, dari Jabir. Itu adalah ijma’ dari para tokoh senior sahabat nabi.

(Al Ihkam Syarh Ushul Al Ahkam, jilid. 1, hal. 492)

Hadits Ad Daruquthni yang dimaksud adalah:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يُكَبِّرُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ حِينَ يُسَلِّمُ مِنَ الْمَكْتُوبَاتِ

Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertakbir di shalat Subuh hari Arafah sampai shalat Ashar di akhir hari tasyriq, KETIKA SELESAI SALAM shalat-shalat wajib.

(HR. Ad Daruquthni no. 1735)

Namun dalam sanadnya ada dua rawi yang bermasalah. Imam Az Zaila’i berkata: “Ibnul Qaththan menjelaskan bawah Jabir Al Ju’fi seorang yg buruk keadaannya, dan Amru bin Syimr lebih buruk darinya, bahkan dia termasuk manusia binasa. Al Bukhari dan Abu Hatim berkata: haditsnya munkar. As Sa’di berkata: menyimpang dan pendusta.  (Nashbu Ar Rayah, jilid. 2, hal. 223-224)

Walau hadits ini lemah, ijma’ para sahabat dan mayoritas kaum salaf dan fuqaha, sudah cukup menjadi dasar amalan hal ini.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Orang Berhadats Membaca Al Quran

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Jika maksudnya adalah hadats kecil, bukan hadats besar seperti haid, nifas, dan junub. Serta, maksudnya adalah hanya membaca tanpa menyentuh mushaf Al Quran, maka boleh dan tidak masalah. Ini telah disepakati kebolehannya.

Imam Badruddin Az Zarkasi Rahimahullah berkata:

وَيَجُوزُ لِلْمُحْدِثِ قَالَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُ لَا يُقَالُ إِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ فَقَدْ صَحَّ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ مَعَ الْحَدَثِ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ سِوَى الْجَنَابَةِ وَفَى مَعْنَاهَا الْحَيْضُ وَالنِّفَاسُ

Dibolehkan bagi orang yang berhadats (membaca Al Quran). Imam Al Haramain dan lainnya mengatakan hal itu tidak dikatakan makruh. Telah shahih bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah membaca Al Quran dalam keadaan berhadats dan semua keadaan, kecuali junub. Juga yang semakna dengan junub adalah haid dan nifas. (Al Burhan fi ‘Ulumil Quran, jilid. 1, hal. 386)

Sementara Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

فإن قرأ محدثا جاز بإجماع المسلمين والأحاديث فيه كثيرة معروفة

“Jika seorang berhadats membaca Al Quran maka BOLEH menurut ijma’ kaum muslimin, dan hadits-hadits tentang itu banyak dan telah diketahui.”

(At Tibyan fi Adab Hamalatil Quran, Hal. 73. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Keistimewaan Kurma ‘Ajwa Madinah

💢💢💢💢💢💢💢💢

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً، لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ

Siapa yang di tiap pagi hari makan tujuh butir kurma ‘ajwa (kurma Madinah), niscaya tidak ada yang membahayakannya pada hari itu baik racun dan sihir. (HR. Bukhari no. 5445)

Penjelasan:

– Hadits ini menjelaskan keutamaan dan kelebihan Kurma ‘Ajwa, khususnya yang tumbuh di Madinah.

– Syaikh Hamzah Muhammad Qasim menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan keutamaan kurma ‘Ajwa Madinah dan manfaatnya bagi medis sebagai perlindungan dari racun dan sihir dan dampak dari keduanya, serta penjaga dari gangguan yang membahayakan badan dan jiwa. Ini adalah senjata ampuh untuk melawan penyakit yang diakibatkan dari racun dan sihir, yaitu jika seseorang memakan tujuh butir kurma ‘Ajwa di tiap pagi hari maka tidak ada yang membahayakannya baik sihir dan racun, dan keutamaan ini tidak ada kecuali pada kurma ‘Ajwa Madinah saja.” (Manar Al Qari Syarh Mukhtashar Shahih Al Bukhari, jilid. 5, hal. 152)

– Keutamaan yang dimilikinya bukan semata-mata kurmanya tapi keberkahan dari doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam padanya.

– Imam Al Khathabi mengatakan: “Keadaannya sebagai pelindung dari sihir dan racun tidak lain dengan cara tabarruk (mencari keberkahan) dari doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bukan semata-semata kurmanya secara alami.” (Dikutip oleh Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, jilid. 21, hal. 71)

– Imam Al Qasthalani Rahimahullah mengatakan: “Hal itu bukan karena bawaan kurmanya, tapi karena keberkahan doa (Rasulullah) padanya, sebagaimana dikatakan oleh Al Khathabi.” (Irsyad As Saariy, jilid. 8, hal. 241)

– Cara makannya adalah di pagi hari sebelum makan apa pun. Imam Al ‘Aini Rahimahullah berkata:

أَي: أكل صباحا قبل أَن يَأْكُل شَيْئا

Yaitu memakannya di pagi hari sebelum makan apa pun. (‘Umdatul Qari, jilid. 21, hal. 71)

– Lalu, kenapa tujuh butir? Imam An Nawawi menjelaskan:

تخصيص عجوة المدينة وعدد السبع من الأمر والتي علمها الشارع ولا نعلم نحن حكمها فيجب الإيمان بها وهو كإعداد الصلوات ونصب الزكوات

Pengkhususan ‘Ajwa Madinah dan jumlah tujuh termasuk perkara yang hanya Allah Ta’ala yang tahu ilmunya, kita tidak mengetahui hikmah (maksudnya), maka wajib mengimaninya. Hal ini sama seperti bilangan shalat dan nishab zakat. (Dikutip oleh Imam Syamsuddin Al Kirmani, Al Kawakib Ad Darariy fi Syarh Shahih Al Bukhari, jilid. 20, hal. 59)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top