Terlarang Makan Ikan dan Daging Hewan Darat Bersamaan, Benarkah?

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Tidak ada larangan sama sekali baik Al Quran dan As Sunnah tentang hal itu. Jika larangan yg dimaksud adalah dalam konteks “ilmu gizi” atau “kurang zuhud dan berlebihan” tentu lain lagi pembahasan dan urusannya. Tapi, menganggap itu larangan berasal dari agama, atau mengatasnamakan Sunnah Rasul, maka wajib mendatangkan bukti. Jika tidak ada, maka itu dusta atas nama Rasulullah ﷺ dan Islam, dan di sisi lain merupakan sikap ghuluw (ekstrim).

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, “Ini halal dan ini haram,” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung. (QS. An-Nahl, Ayat 116)

Ayat lainnya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepada kamu, dan janganlah kamu melampaui batas Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Ma’idah, Ayat 87)

Imam Ibnu Katsir mengatakan:

يقول تعالى ردًا على من حَرَّم شيئًا من المآكل أو المشارب والملابس من تلقاء نفسه من غير شرع من الله

Allah Ta’ala berfirman sebagai bantahan atas pihak yg mengharamkan sesuatu baik makanan, minuman, pakaian, yang pengharaman itu muncul dari diri sendiri tanpa berasal dari syariat Allah. (Tafsir Ibnu Katsir, jilid. 3, hal. 408)

Sikap melampaui batas ini tentu berbahaya, Imam Ibnu Taimiyah mengatakan:

تحريم الحلال كتحليل الحرام

Mengharamkan yang halal sama bahaya/dosanya dengan menghalalkan yang haram. (Mukhtashar Al Fatawa Al Mishriyyah, jilid. 1, hal. 16)

Dalam hadits:

من كذب علي متعمدا فليتبؤ مقعده من النار

Barang siapa yang berdusta atas namaku, maka disediakan kursi baginya di neraka. (HR. Al Bukhari, Muslim, dll)

Justru Rasulullah ﷺ menyontohkan beragamnya makanan dalam satu hidangan, dan itu aturan yg mutlak yaitu tidak terikat harus ini dan itu atau tidak boleh ini dan itu. Semuanya luwes dan lentur.

Abdullah bin Ja’far Radhiallahu ‘Anhu menceritakan:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ

“Aku melihat Nabi ﷺ makan buah kurma segar dengan qitsa` (semacam mentimun).” (HR. Bukhari no. 5440)

Hadits ini oleh Imam Bukhari dimasukkan dalam BAB:

” باب جمع اللونين أو الطعامين بمرة “

Menggabungkan dua warna atau dua macam makanan dalam sekali makan

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

” فِيهِ : جَوَاز أَكْلهمَا مَعًا , وَأَكْل الطَّعَامَيْنِ مَعًا , وَالتَّوَسُّع فِي الْأَطْعِمَة , وَلَا خِلَاف بَيْن الْعُلَمَاء فِي جَوَاز هَذَا , وَمَا نُقِلَ عَنْ بَعْض السَّلَف مِنْ خِلَاف هَذَا فَمَحْمُول عَلَى كَرَاهَة اِعْتِيَاد التَّوَسُّع وَالتَّرَفُّه وَالْإِكْثَار مِنْهُ لِغَيْرِ مَصْلَحَة دِينِيَّة “

Dalam hadits ini menunjukkan BOLEHNYA memakan keduanya bersamaan, dan memakan dua makanan bersamaan, dan melapangkan/meragamkan variasi jenis makanan, para ulama TIDAK ADA BEDA PENDAPAT ATAS KEBOLEHANNYA. Apa yang diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa mereka tidak menyukainya itu dipahami karena sikap berlebihan dalam makanan, foya-foya, tanpa ada maslahat agama. (Syarh Shahih Muslim, 13/227)

Jika masalah ini pembahasannya adalah sisi medis, atau sisi gaya hidup yang dianggap berlebihan -misal menggabungkan rendang dan ikan bakar dalam satu porsi seseorang- maka itu masalah lain lagi. Perlu ada penelitian lagi.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Sederhana Dalam Mencintai

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Cinta itu anugerah kata orang bijak. Adanya jagat raya dan makhluk di dalamnya juga disebabkan Cinta.

📌 Cinta ada yg menjadi sebab bahagia di dunia dan surga di akhirat, ada juga yg menjadi sebab sengsara dunia dan akhirat.

📌 Dengan alasan cinta seseorang bisa menjadi ulama, ahli ibadah, pahlawan, dan pengukir sejarah

📌 Dengan alasan cinta pula seseorang bisa menjadi bedebah, koruptor, pelakor, dan hidung belang.

📌 Islam datang mengarahkan cinta, memberikan pedoman bahwa cinta kepada Allah, Rasul, dan Jihad adalah cinta tertinggi. (QS. At Taubah: 24), maka buktikanlah!

📌 Ada pula yang alami atau natural, siapa pun memiliki rasa ini, seperti mencintai istri, anak-anak, harta benda, emas perak, kendaraan, sawah ladang, dan kesenangan dunia. (QS. Ali ‘Imran: 14), maka sederhanalah dan hati-hatilah!

📌 Ada pula yang rendah yaitu ketika kecintaan terhadap dunia mengorbankan akhiratnya. Walau mereka berilmu, Allah Ta’ala rendahkan mereka. (QS. Al A’raf: 176, Huud: 15-16), maka jauhilah jangan jual akhirat untuk mengambil dunia.

📌 Sesungguhnya Islam mengajarkan sikap i’tidal dan wasath, yaitu lurus dan pertengahan, termasuk dalam cinta kepada hal yg alami.

📌 Sebab, mencintai makhluk tidak akan mampu memenuhi semua hasrat, atau kita akan sakit dan kecewa saat mereka gagal memenuhinya.

📌 Bukankah banyak fans berat yang berbalik membenci idolanya krn kecewa setelah sebelumnya mengaguminya?

📌 Maka, wajar jika para hukama (Orang-orang bijak) mengatakan:

خير الأمور أوسطها

Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahannya (Ibnu Abdil Bar, dalam Al Istidzkar)

📌 Inilah Islam, Allah Ta’ala berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. (QS. Al-Baqarah, Ayat 143)

Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘Anhu menceritakan tentang shalat dan khutbah Rasulullah ﷺ:

كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا

Saya pernah shalat (Jumat) bersama Rasulullah ﷺ, lama shalat dan khutbah beliau pertengahan (tidak terlalu panjang atau terlalu pendek). (HR. Muslim no. 866)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi Wa Shahbihi Wa Sallam

🍃🌻🌷🌸🌿🍀🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Lele Pemakan Ayam Tiren

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Saya ijin bertanya, apakah ayam tiren boleh kita gunakan sebagai pakan ikan lele? Tentunya bisa langsung kita masukan ke kolam, atau kita rebus dulu untuk menghilangkan bakteri dan lain lainnya.

(MFU, Banjarnegara)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Wa Ba’d:

Ayam tiren (mati kemarin) yg dikenal oleh masyarakat adalah ayam yang mati secara tdk disembelih secara syar’i shgga menjadi bangkai. Baik mati karena penyakit atau sebab lainnya.

Jika bangkai ini diberikan kepada lele, maka lele tersebut menjadi hewan pemakan bangkai, terlepas dari ayam tiren tsb direbus dulu atau tidak, tidaklah mengubah status bangkainya.

Status ikan Lele tersebut adalah Jalaalah, dan menjadi najis.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

إذا كان الطعام الذي يقدم للسمك أكثره طاهر ، جاز أكل السمك ولا حرج في ذلك
وإن كان أكثره من الميتات النجسة (فهذه يسميها العلماء الجلالة) فلا يجوز أكل السمك حتى تمنع عنه النجاسة ثلاثة أيام فأكثر ، ويُطعم من الطاهرات ليطيب لحمه

Jika makanan ikan tersebut mayoritas adalah makanan yang suci, maka boleh makan ikan tsb dan tidak masalah.

Jika paling banyak makannya adalah bangkai yg najis (istilahnya Al Jalaalah), maka tidak boleh memakannya sampai ditahan dulu tiga hari atau lebih, lalu dimakan karena dagingnya sudah kembali baik.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 170264)

Imam Al Buhutiy Rahimahullah berkata Kasysyaf Al Qina’:

فَصْل وَتَحْرُمُ الْجَلَّالَةُ وَهِيَ الَّتِي أَكْثَرُ عَلَفِهَا النَّجَاسَةُ وَلَبَنُهَا) لِمَا رَوَى ابْنُ عُمَرَ قَالَ: «نَهَى النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنْ أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا» رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ قَالَ حَسَنٌ غَرِيبٌ

Pasal tentang haramnya Al Jalaalah dan susunya, yaitu hewan yang mayoritas makanannya adalah benda najis. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma: “Nabi ﷺ melarang memakan hewan Al Jalaalah dan susunya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, katanya: Hasan Gharib)

(Kasysyaf Al Qina’, 6/193-194)

Kenapa setelah TIGA HARI dipisahkan dari makanan najisnya sudah kembali boleh dimakan? Diperkirakan itulah masa recovery kembali hewan tersebut untuk kembali suci, oleh karena itu Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma memakan hewan tersebut setelah tiga hari dipisahkan dari makanan najisnya.

Imam Al Buhutiy Rahimahullah berkata:

أَيْ ثَلَاثَ لَيَالٍ بِأَيَّامِهِنَّ لِأَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إذَا أَرَادَ أَكْلَهَا يَحْبِسُهَا ثَلَاثًا

Yaitu tiga hari tiga malam, karena dahulu Ibnu Umar jika hendak makan hewan Jalaalah dia tahan (pisahkan) selama tiga hari lamanya. ” (Ibid, 6/194)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan

Jangan Ganggu Tetangga

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Tetangga saya memelihara ayam banyak sekali dan sudah bertahun2 sampai sekarang masih, ayamnya itu dilepas liarkan sehingga membuat saya dan tetangga2 lainnya setiap hari kedatangan “kotoran ayam2 tersebut”, saya sudah berulang kali menyindir tetangga saya ketika saya mengeluh membersihkan kotoran ayam2 tersebut, tapi tidak pernah ada perubahan. Ayamnya pun kalau hujan dibiarkan begitu saja, kedinginan dan sebagainya. Jika saya menegur secara langsung saya tidak enak dan pasti beliau akan mencari2 kesalahan saya. Kira2 dosa tidak tetangga macam begitu? Padahal dia tau dia salah, dia sudah membuat tetangga2nya tidak nyaman dengan kotoran ayam2nya bertahun2, dan membiarkan ayam2nya kehujanan dan kedinginan. (Ibu D, Tegal)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Salah satu ciri orang beriman adalah berlaku baik dengan tetangga dan jangan mengganggunya.

Sebagaimana hadits:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya. (HR. Bukhari no. 6136)

Tentunya sikap tetangga yang Anda ceritakan tersebut, yang tidak peduli keluhan tetangga lainnya dengan kotoran ayam miliknya yang begitu banyak, tidaklah mencerminkan hidup bertetangga yang baik.

Cukuplah seseorang disebut jahat ketika dia membuat tidak nyaman tetangganya. Hal ini sebagaimana hadits berikut:

َ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya. (HR. Muslim no. 46)

Oleh karena itu sebaiknya sampaikan dgn baik, dgn bahasa yang santun dan momen yang tepat, agar dia bertanggungjawab atas hewan peliharaannya.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top