Menyikapi Yazid bin Muawiyah

▪️▫️▪️▫️▪️▫️▪️▫️▪️▫️

📨 PERTANYAAN:

Nawan Tsamora:
Pak ustadz yang saya hormati dan semoga dimuliakan Allah……ada yang mau saya tanyakan berkaitan tantang sejarah kelam ……. Yakni tragedi karbala……. Bagaimana sikap ahlussunah menyikapi tragedi ini….. bagaimana menyikapi penguasa waktu itu yakni Yazid bin Muawiyah kata habib Rizieq ulama sepakat Yazid fasiq…… boleh melaknatnya…… tapi saya juga sering mendengar / baca artikel dari salafy ketika mengucapkan Yazid bin Muawiyah dan Umar bin Sa’ad bin Abi waqash beliau mengucapkan Radhiallahu Anhu……padahal antara Laknat dan Radhiallahu Anhu kan perbedaan nya ibarat sumur dengan langit….? Mohon bimbingannya…….

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Masalah Yazid bin Mu’awiyah, termasuk masalah pelik dalam sejarah Islam. Saya telah baca bbrp sumber, sebagian mencelanya dan melaknatnya, sebagian membelanya dan menyanjungnya.

Dalam menyikapi Yazid bin Mu’awiyah .., memang ada dua kutub ekstrim, tapi ada satu yang pertengahan:

1. Kelompok yang mengkafirkan, menuduhnya munafiq, dst.

2. Kelompok yang menyebutnya Soleh, Khalifah yg mulia, pemimpin yang adil, dst.

Kedua sikap di atas sama-sama berlebihan.

Imam Ibnu Taimiyah mengkoreksi kedua sikap di atas dan mengatakan:

وكلا القولين ظاهر البطلان عند من له أدنى عقل وعلم بالأمور وسِيَر المتقدمين ، ولهذا لا ينسب إلى أحد من أهل العلم المعروفين بالسنة ولا إلى ذي عقل من العقلاء الذين لهم رأى وخبرة

Dua perkataan ini sama-sama jelas BATILNYA bagi orang yang memiliki akal terendah sekali pun, dan mengetahui perkara dan sejarah orang-orang terdahulu. Oleh karena itu sikap ini tidak disandarkan kepada para ulama yang dikenal ulama sunnah, dan tidak dikenal oleh orang yg memiliki akal dan memiliki pandangan dan analisa. (Selesai)

Lalu Imam Ibnu Taimiyah menyebutkan sikap yg ketiga:

أنه كان ملكا من ملوك المسلمين له حسنات وسيئات ولم يولد إلا في خلافة عثمان ، ولم يكن كافرا ، ولكن جرى بسببه ما جرى من مصرع الحسين وفعل ما فعل بأهل الحرة ، ولم يكن صاحبا ولا من أولياء الله الصالحين ، وهذا قول عامة أهل العقل والعلم والسنة والجماعة

Bahwasanya Yazid adalah seorang penguasa di antara penguasa kaum muslimin, dia punya KEBAIKAN dan dia punya KEJAHATAN, dia belum dilahirkan kecuali di masa Khalifah Utsman.

Dia tidak kafir, tetapi telah terjadi peristiwa yang DISEBABKAN OLEH DIRINYA, yaitu terbunuhnya Al Husein, dan dia melakukan apa yang dilakukan penduduk al Hirrah.

Dia bukan sahabat nabi, bukan pula wali Allah yg soleh. Inilah perkataan umumnya orang-orang berakal dan berilmu, dari kalangan Ahlussunah wal Jamaah.

ثم افترقوا ثلاث فرق فرقة لعنته وفرقة أحبته وفرقة لا تسبه ولا تحبه وهذا هو المنصوص عن الإمام أحمد وعليه المقتصدون من أصحابه وغيرهم من جميع المسلمين قال صالح بن أحمد قلت لأبي : إن قوما يقولون : إنهم يحبون يزيد فقال يا بني وهل يحب يزيد أحدٌ يؤمن بالله واليوم الآخر !! فقلت يا أبت فلماذا لا تلعنه ؟ فقال : يا بني ومتى رأيت أباك يلعن أحداً

Lalu manusia terbagi menjadi tiga kelompok tentang masalah ini:

Pertama. Melaknatnya
Kedua. Mencintainya
Ketiga. Tidak mencelanya dan tidak juga mencintainya. Inilah perkataan Imam Ahmad dan orang-orang yg bersikap sportif baik dari pengikutnya dan kaum muslimin umumnya.

Shalih bin Ahmad berkata: “Aku berkata kepada ayahku (Imam Ahmad): “Ayah, orang-orang mencintai Yazid”.

Dia menjawab: “Wahai anakku apakah pantas seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir mencintai dia?”

Aku berkata: “Wahai ayahku, kalau begitu, kenapa Engkau tidak melaknatnya?”

Imam Ahmad menjawab: “Wahai anakku, kapan kamu pernah melihat ayahmu melaknat seseorang?”

(Majmu’ Al Fatawa, 4/481-484)

Maka, jika ada yg mengatakan semua ulama melaknatnya, maka itu tidak benar dan berlebihan. Sebagaimana menyebut jika ada yang menyebutnya: Radhiallahu ‘Anhu, meridhainya, ini juga tidak benar, bahkan kata Imam Ahmad tidak pantas org beriman kepada Allah dan hari akhir mencintainya. Jadi yg benar, kita tidak mencintainya, tidak meridhainya, dan tidak pula melaknatnya.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Buang Air Menghadap atau Membelakangi Kiblat, Terlarangkah?

▫️▪️▫️▪️▫️▪️▫️▪️▫️▪️

📨 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaykum ust izin bertanya.. Ap hukumnya jika buang hajat menghadap kiblat? Sebab wc di design demikian. Jadi bagaimana seharusnya ust? Dan apakah tidur menghadap wc juga tdk boleh ust? Syukron ust 🙏 (+62 896-6363-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Pada dasarnya BAK dan BAB terlarang menghadap atau membelakangi kiblat. Berdasarkan hadits berikut:

لَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ

“Janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya ketika sedang BAB atau BAK.”

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Apakah larangan ini bermakna haram? Kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa larangan ini adalah makruh tahrim (makruh yang mendekati haram) secara mutlak, dan larangan ini juga berlaku untuk cebok, yang juga makruh tahrim menghadap atau membelakangi kiblat.

(Syaikh Abdurrahman Al Jaziyri, Al Fiqhu ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 1/77)

Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa TIDAK APA-APA (boleh) BAB dan BAK menghadap kiblat atau membelakanginya, JIKA ada penghalang atau tembok, sebab Nabi ﷺ sendiri pernah melakukannya juga sebagaimana dalam riwayat Imam At Tirmidzi dari Jabir bin Abdillah. Bagi mereka haramnya menghadap kiblat itu jika melakukannya di bangunan yang tidak dirancang untuk BAB, atau tanpa penghalang seperti di gurun.

*(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 1/311)*.

Maka, menurut jumhur, tidak apa-apa menghadap kiblat atau membelakanginya, jika kita membuatnya di dalam WC yang saat ini kita kenal, sebab itu dirancang untuk BAB dan ada dinding penghalangnya, sehingga tidak langsung menghadap atau membelakangi kiblat.

Berbeda dgn jika BAB dan BAK di lapangan terbuka, sawah, dan gurun. Inilah yg terlarang langsung menghadap atau membelakangi kiblat.

Demikian. Wallahu A’lam.

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Bedah Kodok Buat Praktikum Sekolah

▪️▫️▪️▫️▪️▫️▪️

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum. ust, membunuh kodok dalam hadits kan tidak boleh, bagaimana hukum membedah kodok untuk keperluan pengajaran IPA / SAINS di sekolah? (+62 896-7244-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalamRahmatullah wa Barakatuh ..

Benar bahwa dalam beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang membunuh kodok. Hanya saja membunuh kodok ada dua pendapat ulama tentang makna larangan itu.

Pertama. HARAM. Ini pendapat Hanafiyah, Syafi’iyyah, dan Hambaliyah. Serta Imam Ibnu Hazm, dan Imam Ibnu Taimiyah.

Lihat Musykilul Atsar (2/35), Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab (9/29), Al Mughniy (9/388), Al Muhalla (7/225), Al Fatawa Al Kubra (2/139).

Kedua. MAKRUH.

Ini pendapat Malikiyah, dan sebagian Syafi’iyyah dan Hambaliyah.

Lihat At Tamhid (15/178) dan Syarh Al ‘Umdah (3/148).

Lalu, bagaimana jika ada keperluan untuk ilmu pengetahuan, penelitian?

Pata ulama menyatakan itu BOLEH, untuk mencapai maslahat yang lebih besar. Jangankan kodok, mayit manusia pun boleh untuk keperluan otopsi, dan keilmuan, maka hewan lebih utama untuk dibolehkan.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

إذا دعت الحاجة أو الضرورة لتشريح الضفدع فلا حرج فيه إن شاء الله تعالى , فقد أجاز العلماء تشريح جثة المسلم لأغراض التحقيق الجنائيّ أوالطبّ الوقائي …

Jika karena adanya keperluan atau keadaan mendesak untuk membedah kodok maka itu tidak apa-apa Insya Allah. Para ulama telah membolehkan membedah manusia untuk beragam maksud seperti penyelidikan kejahatan, kepentigan kedokteran …

فمن باب أولى جواز تشريح الحيوانات – وهي أقل حرمةً من الإنسان – لأغراض البحث العلميّ إذا دعت الحاجة إلى ذلك

Maka yg lebih utama dibolehkan adalah hewan -yg mana kehormatannya lebih rendah dibanding manusia- untuk maksud kajian keilmuan, jika memang itu dibutuhkan.

*(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 71181)*

Sementara Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فلا مانع شرعاً -والله أعلم- من تشريح الحيوانات، واستخدامها في الأغراض المشروعة التي تعود على الناس بالخير والنفع، والضفدع كغيره من الحيوانات والحشرات إذا كان قتله لغرض صحيح، فلا مانع منه إن شاء الله

Tidak terlarang dalam syariat -wallahu a’lam- aktifitas membedah hewan, lalu memanfaatkannya untuk maksud-maksud yang syar’iy dan kebaikan serta manfaatnya kembali kepada manusia. Kodok sama dgn hewan lainnya, jika dibunuh untuk keperluan yg benar maka itu tidak terlarang. Insya Allah

*(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 39997)*

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Bermazhab Bagi Orang Awam, Apakah Wajib?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Apakah kita harus bermazhab? Dan apakah jika kita sudah dengan 1 mazhab tidak boleh pake mazhab yang lainya? Bagaimana jika tidak bermazhab?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Di antara manusia ada yang di sebut orang awam (Al ‘Amiy) yaitu orang yang tidak ada kemampuan untuk berijtihad sendiri, krn tidak memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana berijtihad.

Para ulama menegaskan bahwa orang awam tidaklah memiliki mazhab ( al’ Amiy laa madzhaba lahu). Seseorang dikatakan bermazhab “Fulani” jika dia paham bagaimana sejarah mazhab Imam Fulan tersebut, perkembangannya, penyebarannya, tokoh-tokohnya, konsep fiqihnya, metode ijtihadnya, dan kitab-kitabnya yang standar. Tentu ini berat bagi org awam. Maka, perkataan sebagian orang awam: “Saya ini bermazhab Fulani” hanyalah klaim dan boleh diabaikan.

Namun demikian, mereka tetap mesti memilih atau mengikuti salah satu mazhab dengan bimbingan ulama yang dia tanyakan. Sehingga Mazhabnya orang awam adalah jawaban ulama semasanya yang mengarahkan mereka, atau ulama yang menjadi tempat mereka bertanya.

Dalam Tuhfatul Muhtaj, Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah mengatakan:

مَعْنَاهُ مَا عَبَّرَ بِهِ الْمَحَلِّيُّ فِي شَرْحِ جَمْعِ الْجَوَامِعِ بِقَوْلِهِ وَقِيلَ لَا يَلْزَمُهُ الْتِزَامُ مَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ فَلَهُ أَنْ يَأْخُذَ فِيمَا يَقَعُ لَهُ بِهَذَا الْمَذْهَبِ تَارَةً وَبِغَيْرِهِ أُخْرَى

Artinya seperti yang dijelaskan oleh Al Mahalli dalam Jam’ul Jawami’, dikatakan bahwa tidaklah wajib bagi orang awam mengikuti satu madzhab secara khusus, tapi hendaknya dia mengambil satu pendapat mazhab dalam satu waktu, dan mengambil mazhab lain di waktu lainnya. [1]

Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan mengutip dari Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah, pemuka madzhab Syafi’i yang dijuluki Sulthanul ‘Ulama di masanya:

يجوز تقليد كل واحدٍ من الأئمة الأربعة رضي الله عنهم ، ويجوز لكل واحدٍ أن يقلد واحداً منهم في مسألة ويقلد إماماً آخر منهم في مسألة أخرى ، ولا يجوز تتبع الرخص

Diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam madzhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat imam lainnya dalam masalah yang lain, namun tidak diperkenankan mencari-cari rukhshah (yang gampang-gampang). [2]

Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki menjelaskan:

(انه) يجوز تقليد كل واحد من الآئمة الآربعة رضي الله عنهم ويجوز لكل واحد آن يقلد واحدا منهم فى مسالة ويقلد اماما آخر في مسالة آخرى ولا يتعين تقليد واحد بعينه في كل المسائل

Bahwa sesungguhnya diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam madzhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari mereka dalam satu masalah dan mengikuti imam lainnya dalam masalah yang lain. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mengikuti satu mazhab dalam semua masalah. [3]

Imam Ibnul Qayyim Al Hambali Rahimahullah menjelaskan:

بَلْ لَا يَصِحُّ لِلْعَامِّيِّ مَذْهَبٌ وَلَوْ تَمَذْهَبَ بِهِ؛ فَالْعَامِّيُّ لَا مَذْهَبَ لَهُ؛ لِأَنَّ الْمَذْهَبَ إنَّمَا يَكُونُ لِمَنْ لَهُ نَوْعُ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ، وَيَكُونُ بَصِيرًا بِالْمَذَاهِبِ عَلَى حَسْبِهِ، أَوْ لِمَنْ قَرَأَ كِتَابًا فِي فُرُوعِ ذَلِكَ الْمَذْهَبِ وَعَرَفَ فَتَاوَى إمَامِهِ وَأَقْوَالَهُ، وَأَمَّا مَنْ لَمْ يَتَأَهَّلْ لِذَلِكَ أَلْبَتَّةَ بَلْ قَالَ: أَنَا شَافِعِيٌّ، أَوْ حَنْبَلِيٌّ، أَوْ غَيْرُ ذَلِكَ؛ لَمْ يَصِرْ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الْقَوْلِ، كَمَا لَوْ قَالَ: أَنَا فَقِيهٌ، أَوْ نَحْوِيٌّ، أَوْ كَاتِبٌ، لَمْ يَصِرْ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ قَوْلِهِ

“Bahkan tidak sah bagi orang awam untuk bermadzhab, karena orang awam itu tidak punya madzhab, karena orang yang disebut bermadzhab mesti memahami bagaimana menganalisa dan berdalil, dia mengetahui berbagai madzhab, atau bagi yang membaca persoalan cabang di sebuah madzhab, mengetahui fatwa imamnya dan berbagai pendapatnya. Sedangkan orang yang tidak ada keahlian tentang ini sama sekali, lalu dia berkata: saya ini Syafi’i, saya ini Hambali, atau lainnya, maka tidaklah terwujud hanya dengan semata-mata ucapan.

Sama seperti orang yang berkata: saya ahli fiqih, saya ahli nahwu, maka tidak cukup sekedar perkataan.” [4]

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan


Notes:

[1] Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj (Kairo: Dar al Hadits, 2016), jilid. 3, hal. 237

[2] Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan, Ta’rif ath Thulab bi Ushul al Fiqh fi Su’al wa Jawab, hal. 102

[3] Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki, Al Ifshah ‘ala Masailil Idhah ‘alal Madzahib al Arba’ah, hal. 219

[4] Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, jilid. 4, hal. 202

 

scroll to top