Tafsir Surat Al Kautsar (bag.3)

Kebenaran Takkan Terputus dari Rahmat Allah

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus

(QS. Al Kautsar: 3)

Makna Kata

شَانِئَكَ

“Musuh, atau orang-orang yang membecimu”

الْأَبْتَرُ

Menurut Imam Al Mawardi, makna “Al Abtar” ada lima:

  1. Menurut Qatadah ‘Al Abtar’ bermakna الحقير الذليل (buruk dan hina)
  2. Menurut Ikrimah maknanya adalahالفرد الوحيد (tunggal satu-satunya)
  3. Pendapat yan masyhur menurut orang Arab أنه الذي لا خير فيه حتى صار مثل الأبتر (orang yang tak ada kebaikan dalam dirinyan disebut Abtar)
  4. Menurut As Sudi dan Ibnu Zaid:

أن قريشاً كانوا يقولون لمن مات ذكور ولده , قد بتر فلان فلما مات لرسول الله صلى الله عليه وسلم ابنه القاسم بمكة  وابراهيم بالمدينة قالوا بتر محمد فليس له من يقوم بأمره من بعده

“Orang Quraisy mereka mengatakan bagi orang yang anak laki-lakinya wafat, “Qad batira Fulan” Sungguh terputus si Fulan. Saat putera Rasulullah yang bernama Qasim di Mekkah dan Ibrahim yang di Madinah, mereka berkata,” Terputuslah Muhammad, tidak ada penerus urusan setelahnya”. (Al Mawardi, 6/365).

  1. Menurut Ikrimah dan Syahr bin Husyab:

أن الله تعالى لما أوحى إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعا قريش إلى الإيمان , قالوا ابتتر منا محمد , أي خالفنا وانقطع عنا , فأخبر الله تعالى رسوله أنهم هم المبترون

“Sesungguhnya Allah saat mewahyukan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, mengajak bangsa Quraisy kepada iman, mereka berkata,”Ibtatara Muhammad” maknanya: Berbeda dengan kita, terputus dari kita, lalu Allah mengabarkan kepada Rasul bahwa merekalah yang sebenarnya terputus (dari rahmat Allah).

Sabab Nuzul

Menurut Imam At Thabari:

قال: لما أوحي إلى النبي صلى الله عليه وسلم قالت قريش: بَتِرَ محمد منا، فنزلت:) قال: الذي رماك بالبتر هو الأبتر

Saat Allah mewahyukan kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam, orang Quraiys berkata,”Muhammad telah terputus dari kita”, kemudian Allah turunkan ayat:

(إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (QS. Al Kautsar: 3).

Orang yang menuduhmu terputus, dialah yang terputus (dari rahmat Allah).-Tafsir At Thabari, 6/636)

Pesimistis Kaum Quraiys

Seperti telah disebutkan diatas, bagaimana kaum Quraisy menyebarkan rasa pesimis kepada Nabi Muhammad karena telah wafat dua anak laki-laki beliau. Mereka menyangka dengan wafat anak laki-laki maka habislah riwayat dari Nabi. Namun Allah Maha Menjaga. Justru Nabi Muhammad namanya dikenal sepanjang masa, syariatnya tersebar keseluruh dunia, ajarannya kekal abadi hingga hari kiamat kelak. (Tafsir Ibnu Katsir, 8/505)

Nyata sudah pesimis tersebut ditujukan kepada Nabi untuk melemahkan beliau, menghalangi kerja dakwah beliau. Melemahkan kaum muslimin dengan pemahaman yang tidak benar tentang masa depan mereka. Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita agar tidak percaya kepada mitos-mitos di tengah masyarakat yang bertentangan atau ‘merendahkan” Allah subhanahu wataala, bertentangan dengan akidah Islam.  Orang beriman tidaklah pantas bersedih ketika ia tak memiliki anak, atau ketika ia tak memiliki anak laki-laki atau perempuan. Teruslah berusaha, bertawakal dan beramal shalih menyebar kebaikan. Karena amal shalih yg ikhlas itulah yang akan kekal hingga bertemu Allah, jangan pedulikan mitos-mitos yang tidak berdasar kebenarannya.

Optimisme Sayyid Qutub

Saat menafsirkan ayat ini Sayyid Qutub menyebutkan bahwa keimanan, kebaikan dan amal shalih tidak akan terputus dari rahmat Allah, bahkan ia akan kekal sepanjang masa dikenang harum namanya dalam kebaikan. adapun kekafiran, kebathilan dan kejahatan, itulah yang akan terputus dari rahmat Allah, meski dikembangkan, dipaksakan untuk rakyat atau dihiasi sedemikian rupa agar Nampak indah, padahal aslinya buruk. Karena standar ukuran yang ditetapkan Allah tidaklah seperti ukuran manusia, Allah Maha Adil, sedang manusia bisa curang dan licik, manusia menyangka dengan kecurangan itu, ia bisa mengatur semua  perkara, ia lupa bahwa Allah punya ukuran tersendiri untuk makhluk-Nya.

Secara khusus Sayid Qutub memotivasi para juru dakwah, dimana saat ini tekanan-tekanan terus dilancarkan bagi pada da’I illallah, dalam ungkapan beliau:

إن الدعوة إلى الله والحق والخير  لا يمكن أن تكون بتراء ولا أن يكون صاحبها أبتر وكيف وهي موصولة بالله الحي الباقي الازلي الخالد ؟ إنما يبتر الكفر والباطل والشر , ويبتر أهله محهما بدا في لحظة من اللحظات أنه طويل الاجل ممتد الجذور

“Sesungguhnya dakwah kepada Allah, kebenaran dan kebaikan tak mungkin terputus, dan tak mungkin pelakunya terhina, bagaimana mungkin itu terjadi sedangkan dai selalu terkoneksi dengan Allah Yang Maha Hidup, Maha Ada, Maha Kekal selamanya. Yang terputus adalah kekafiran, bathil, dan kejahatan, pelakunya akan terhina meski sejenak mereka terlihat berkesinambungan dan panjang masa.

( Sayid Qutub, Fi Zilalil Qur’an, hal. 3989)

Kesimpulan

  1. Akidah muslim tidak mempercayai mitos-mitos, karena akidah terbangun atas keyakinan dan kebenaran kepada Allah, sedang mitos terbangun atas dugaan dan persangkaan tak berdasar.
  2. Kebenaran, dakwah dan kebaikan tak akan terputus dari rahmat Allah karena dai selalu terhubung dengan Allah, Allah yang Maha memberi Rahmat.
  3. Kejahatan, kebathilan dan kezaliman akan terputus dari rahmat Allah, meski dipertahankan dengan segala macam pencitraan.

والله أعلم

🖊 Fauzan Sugiyono Lc, M.A.

Kehidupan Di Alam Barzakh

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ustadz, saya mau bertanya ttg kehidupan alam kubur…ttg detail hal yang akan kira alami nanti..malam pertama dan seterusnya.

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Ketika manusia wafat, tidak langsung berjumpa alam akhirat dengan berbagai tahapannya, tetapi mereka akan melalui alam transisi antara dunia dan akhirat, yaitu alam barzakh. Barzakh secara bahasa artinya pembatas/dinding.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُون

Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.

(QS.Al-Mu’minun, Ayat 100)

Sering pula manusia menyebutnya dengan alam kubur, krn umumnya manusia wafat dikubur walau kenyataannya ada juga agama tertentu yang mengkremasi bahkan melempar ke laut, atau hanya disimpan di peti. Namun prinsipnya semuanya sama-sama melewati alam barzakh.

Dalam beberapa hadits Shahih, banyak diceritakan tentang alam barzakh, salah satu sama lain saling melengkapi.

Di antaranya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan secara garis besar kehidupan alam barzakh:

“Jika suatu jenazah sudah diletakkan didalam kuburnya dan teman-temannya sudah berpaling dan pergi meninggalkannya, dia mendengar gerak langkah sandal sandal mereka, maka akan datang kepadanya dua malaikat yang keduanya akan mendudukkannya seraya keduanya berkata, kepadanya:

“Apa yang kamu komentari tentang laki-laki ini, (yaitu Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam) ?”

Maka jenazah itu menjawab: “Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusanNya” Maka dikatakan kepadanya: “Lihatlah tempat dudukmu di neraka yang Allah telah menggantinya dengan tempat duduk di surga”.

Nabi Shallallahu’alaihiwasallam selanjutnya berkata,: “Maka dia dapat melihat keduanya”.

Adapun (jenazah) orang kafir atau munafiq akan menjawab: “Aku tidak tahu, aku hanya berkata, mengikuti apa yang dikatakan kebanyakan orang”.

Maka dikatakan kepadanya: “Kamu tidak mengetahuinya dan tidak mengikuti orang yang mengerti”.

Maka kemudian dia dipukul dengan palu godam besar terbuat dari besi diantara kedua telinganya sehingga mengeluarkan suara teriakan yang dapat didengar oleh yang ada di sekitarnya kecuali oleh dua makhluq (jin dan manusia).

(HR.Bukhari no. 1252)

Ada beberapa informasi dalam hadits ini:

– Di alam barzakh manusia bisa mendengar apa yang dibumi secara terbatas dengan izin Allah Ta’ala

– Semua manusia akan mendapat pertanyaan dari dua malaikat

– Jika bisa menjawab yaitu org beriman, maka dia selamat dan mendapatkan nikmat kubur. Jika tidak bisa menjawab yaitu org kafir dan munafik maka akan dalam siksa kubur.

– Nikmat atau siksa tersebut terus berlangsung sampai datangnya kiamat.

Tugas kita yang lebih utama adalah menyiapkan diri untuk menghadapi fase itu, dengan melakukan berbagai amal shalih.

Demikian. Wallahu A’lam

🌻🌷🍀🌿🍃🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat Al Kautsar (bag. 2)

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Mufrodat

فَصَلِّ

Maka dirikanlah shalat

لِرَبِّكَ

Karena Tuhanmu

وَانْحَرْ

Dan berkorbanlah

Kandungan Ayat

Setelah Allah memberikan anugerah yang banyak berupa Al Kautsar, kebaikan-kebaikan yang bergam dan sungai di surga yang diperuntukan bagi orang-orang yang beriman, pada ayat kedua ini, Allah memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan amalan istimewa yaitu mendirikan shalat dan berkurban.

Karena orang beriman ia akan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah meskipun ibadah tersebut berat dan sulit. Ketika tujuannya Allah semata, maka segala tantangan berat berbekal sabar, akan mudah dilaluinya.

Firman Allah:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

‘Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’am:162)

Sedangkan orang musyrik, mereka melakukan ibadah bukan karena Allah, tidak murni dalam ibadah maupun dalam pengorbanannya.

Firman Allah:

وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al An’am:121)

Makna Fashalli (فصل )

Imam Ibnu Jarir At Thabari menyebutkan makna kata “fashali” (kerjakanlah shalat), yang dimaksud shalat disini adalah:

  1. Menurut Atha yang dimaksud shalat disini adalah shalat fajar (shalat subuh) dalam pendapat lain beliau memaknai shalat adalah bersyukur kepada Allah.
  2. Ibnu Abbas memaknai sebagai shalat maktubah (shalat wajib)
  3. Qatadah memaknai sebagai shalat Idul Adha dan An Nahr artinya menyembelih hewan kurban.
  4. Mujahid memaknai an nahr adalah penyembelihan hewan qurban di Mina.
  5. Said bin Jubair menyebutkan:

كانت هذه الآية، يعني قوله: (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ) يوم الحديبية، أتاه جبريل عليه السلام فقال: انحر وارجع، فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم، فخطب خطبة الفطر والنحر (1) ثم ركع ركعتين، ثم انصرف إلى البُدن فنحرها، فذلك حين يقول: (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

Ayat ini turun pada peristiwa Hudibiyah, saat malaikat Jibril datang dan berkata kepada Rasulullah shalalallahu alaihi wasallam, kemudian Rasul bangkit dan berkhutbah hari raya Idul Fitri dan An Nahr (Hari raya kurban), lalu beliau rukuk dua kali rukuk, setelah selesai beliau menyembelih unta, saat itu beliau menyebut ayat:

(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

Dan dirikanlah shalat lalu berkurbanlah (Tafsir At Thabari,24/655)

 Makna وانحر (wan Nahr)

Menurut imam Al Mawardi ada lima:

  1. Sembelihlah hewan kurbanmu (Ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid dan Qatadah)
  2. Lanjutkan ibadahmu (Ad Dhahaq)
  3. Letakkan tangan kanan diatas tangan kiri pada waktu shalat (Ali dan Ibnu Abbas)
  4. Mengangkat tangan saat takbiratul ihram (Ali)
  5. Menghadap kiblat dalam shalat juga dalam sembelihanmu ( Abu Al Ahwash)-Tafsir Al Mawardi, 6/355)

Korelasi ayat (munasabah) dengan Perjanjian Hudaibiyah

1. Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke-6 hijriyah

2. Rasulullah bermaksud menunaikan umrah dan mengajak kaum muslimin yang berada di Madinah untuk menunaikan umrah sebagai salah satu ajaran Islam, saat Rasulullah menyampaikan mimpi beliau dengan para sahabat, sedang memasuki Masjidil Haram, mengambil kunci Ka’bah, menunaikan umrah, tawaf dan bercukur rambut (tahalul). Setelah dikabarkan mimpi tersebut, para sahabat senang sekali dan bersiap-siap untuk menuju Mekkah.

3. Kaum muslimin berjumlah 1400 orang, keluar bersama unta-unta mereka, tanpa membawa senjata, bukti mereka tidak ingin berperang.

4. Kaum musyrik Quraisy berusaha menghalangi kaum muslimin, setelah kaum Muslimin tiba di Usfan (sekitar 80 km dari Mekah), Busra bin Sufyun datang dengan membawa kabar tentang Quraisy yang telah mengetahui kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka telah menyiapkan pasukan untuk menghalangi kaum Muslimin memasuki Mekah. Dan Khalid bin Walid dengan pasukan kudanya sudah sampai di daerah Kura’ al-Gamim yang jaraknya dengan Mekah sekitar 64 km.

5. Untuk menghindari pertempuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil jalan alternatif melalui Tsaniyyatil Mirar yaitu nama suatu tempat Hudaibiyah.

6. Rasulullah mengirim utusan untuk bernegosiasi menegaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk umrah, lalu memilih Umar bin Khattab, namun Umar menolak

يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس لي بمكة أحد من بني كعب يغضب لي إن أوذيت، فأرسل عثمان بن عفان، فإن عشيرته بها، وإنه مبلغ ما أردت، فدعاه، وأرسله إلى قريش

“Wahai Rasulullah saya khawatir terhadap diri saya sendiri dari orang-orang Quraisy. (karena) di Mekah tidak ada satu pun Bani Adiy bin Ka’ab yang bisa menolongku, sementara kaum Quraisy sudah mengetahui bagaimana permusuhannku dan bagaimana kerasnya aku terhadap mereka. Saya akan tunjukkan orang yang lebih terpandang di mata kaum Quraisy daripada aku yaitu Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu, kemudian beliau memanggil Utsman dan mengutusnya kepada Quraiys. (Shafiyurrahman al Mubarakfury, Ar Rahiqil Makhtum, 1/311)

7. Lama berselang waktu, tersiar kabar bahwa Utsman bin Affan terbunuh, kemudian Rasulullah memanggil para sahabat untuk berjanji setia (bai’at) untuk sabar membela Islam, setia dan siap mati untuk Islam, dan tidak akan berkhianat dalam peperangan.semua sahabat berbaiat di bawah sebuah pohon kecuali seorang munafiq yang bernama Jad bin Qais.

Baiat inilah yang dikenal dengan Baiatur Ridhwan, seperti disebutkan dalam firman Allah:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

 Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (QS. Al Fath:18)

8. Isi perjanjian Hudaibiyah

  • Rasulullah tidak diperkenankan memasuki Mekkah untuk mengerjakan umrah tahun ini harus kembali, namun boleh melakukannya tahun depan.
  • Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama 10 tahun
  • Suku-suku lain yang akan ingin ikut dalam perjanjian dibolehkan masuk kedalam barisan kedua belah pihak tersebut.
  • Orang Quraisy yang melarikan diri ke Madinah tanpa izin walinya lalu bergabung dengan Rasulullah segera dikembalikan ke Mekkah, sedangkan orang Madinah melarikan diri ke Mekkah maka tidak boleh dikembalikan.

9. Beberapa Sahabat tidak setuju dengan isi perjanjian

a. Ali bin Abi Thalib terdiam

Dari butir-butir perjanjian tersebut terlihat Rasulullah “mengalah” kepada Quraiys Mekkah, Beliau memanggil Ali bin Abi Thalib untuk menulis kalimat:

 بسم الله الرحمن الرحيم

(Bismillahirrahmanirrahim) lalu seorang Quraiys bernama Suhail  datang merevisi seraya berkata,” Aku tidak mengenal Ar Rahman”, rubahlah kalimat itu dengan kalimat:

بسمك اللهم (bismika Allaumma). Lalu Suhail berkata  disini tertulis kalimat rasulullah رسو الله  , ia berkata,” Jika engkau Rasul tentu kami tak kan menolakmu ke Baitullah rubahlah kalimat itu dengan namamu dan orang tuamu, محمد بن عبد الله  (Muhammad bin Abdullah)  lalu Nabi bersabda,” Aku adalah Rasulullah, meski engkau mendustaiku”. Dan Nabi memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk merubahnya, namun Ali tidak setuju dan cenderung diam, hingga akhirnya Nabi menghapusnya dengan tangannya sendiri.

b. Umar bin Khattab

Salah seorang sahabat yang merasa paling terpukul adalah Umar bin Khattab dalam dialognya dengan Rasulullah:

يا رسول الله ألسنا على حق وهم على باطل؟ قال: بلى. قال: أليس قتلان في الجنة وقتلاهم في النار؟ قال: بلى. قال: ففيم نعطي الدنية في ديننا، ونرجع ولما يحكم الله بيننا وبينهم، قال: «يا ابن الخطاب إني رسول الله ولست أعصيه، وهو ناصري، ولن يضيعني أبدا» قال: أو ليس كنت تحدثنا أنا سنأتي البيت فنطوف به؟ قال: بلى، «فأخبرتك أنا نأتيه العام؟ قال: لا. قال: فإنك آتيه ومطوف به

Wahai Rasulullah bukankah kita dalam kebenaran dan mereka dalam kebathilan? Nabi menjawab,” Tentu”. Bukanlah kita jika terbunuh masuk surga dan mereka masuk neraka?”. Nabi menjawab,”Tentu”. Umar berkata,”Mengapa kita merendahkan agama kita”? maka hendaknya kita kembali kepada hukum Allah antara kita dan mereka”. Nabi bersabda,”Wahai Ibnu Khattab aku adalah Rasulullah, aku tak bermaksiat kepada Allah, Dia adalah penolongku, Dia tak kan meninggalkanku selamanya”. Umar berkata,”Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan tawaf di Baitullah?”. Nabi bersabda,”Benar, (akan tetapi) apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatangingya pada tahun ini?” Umar berkata,Tidak”. Lalu Nabi bersabda,” Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan melakukan thawaf.” ( Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqil Makhtum,(Beirut: Darul Hilal) juz 1/317)

Dengan gundah, kemudian Umar mendatangi Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan mengutarakan perkataan yang sama seperti yang diutarakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian Abu Bakar Radhiyallahu anhu mengingatkan Umar Radhiyallahu anhu , “Sesungguhnya ia adalah benar-benar utusan Allah dan dia tidak sedang bermaksiat kepada Rabbnya dan Dialah penolongnya, patuhilah perintahnya ! Demi Allâh Azza wa Jalla sesungguhnya ia di atas kebenaran. (HR. al-Bukhari/al-Fath (11/167- 178/ no:2731,2732) dan (12/271/ no:3182) dan Muslim (3/1412/no:1785) dan Ahmad (4/325) dengan sanad yang hasan)

10. Nabi tahalul

Diceritakan dalam ar Rahiqil Makhtum kisah tahalulnya Rasulullah:

ولما فرغ رسول الله صلى الله عليه وسلم من قضية الكتاب قال: قوموا، فانحروا، فو الله ما قام منهم أحد حتى قال ثلاث مرات، فلما لم يقم منهم أحد قام فدخل على أم سلمة، فذكر لها ما لقي من الناس، فقالت: يا رسول الله أتحب ذلك؟ أخرج، ثم لا تكلم أحدا كلمة حتى تنحر بدنك، وتدعو حالقك فيحلقك، فقام فخرج فلم يكلم أحدا منهم حتى فعل ذلك، نحر بدنه، ودعا حالقه فحلقه، فلما رأى الناس ذلك قاموا فنحروا، وجعل بعضهم يحلق بعضا

Setelah selesai persoalan penulisan perjanjian, nabi bersabda,”Bangkitlah semua dan sembelihlah hewan, namun tak seorangpun menyambutnya hingga beliau memanggil sebanyak tiga kali. Lalu Beliau menemui kepada Ummu Salamah dan menceritakan hal yang terjadi, lalu Ummu Salamah berkata,”Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin mereka mengikutimu?”.” Keluarlah, jangan bicara kepada seorangpun hingga engkau menyembelih untamu, kau panggil tukang cukurmu untuk mencukurmu, lalu Nabi keluar, tidak bicara kepada siapapun dan melakukan apa yang disampaikan oleh Ummu Salamah. Saat orang-orang melihat, mereka melakukan apa yang Rasulullah lakukan dan memoton hewan, mereka saling bercukur seolah seperti hendak membunuh satu sama lain. (ar Rahiqil Makhtum, 1/314)

والله أعلم

🖊 Fauzan Sugiyono Lc, M.A.

Langit Adalah Kiblatnya Doa

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ust, sy lihat di YouTube Perdebatan tentang kiblat doa itu ke langit. Masing-masing ngegas banget ama pendapatnya. Itu mana yang benar? Jzkllh

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Masalah ini diperselisihkan para ulama,mayoritas ulama mengatakan kiblatnya doa adalah langit, sebagaimana kiblatnya shalat adalah ka’bah. Bagi mereka, berdoa menghadap ke langit dan mengangkat kedua tangan ke langit bukan berarti Allah Ta’ala di langit, tapi karena kiblatnya doa memang ke langit.

Namun sebagian ulama mengatakan kiblat doa dan shalat itu sama yaitu ka’bah.Mereka menilai kiblat doa adalah ke langit sebagai pendapat yg tidak dikenal di generasi salaf.

Kemudian, dalil pihak mayoritas bahwa kiblatnya doa adalah langit, yaitu firman Allah Ta’ala:

وَفِي ٱلسَّمَآءِ رِزۡقُكُمۡ وَمَا تُوعَدُونَ

Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.

(QS. Adz-Dzariyat, Ayat 22)

Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan:

وقال غيره ممن أجازه – وهم الأكثرون -: إن السماء قبلة الدعاء كما أن الكعبة قبلة الصلاة، فلا ينكر رفع [الأبصار والأيدى] (3)، إلى جهتها، قال الله تعالى: {وَفِى السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدونَ}

Ulama lain mengatakan -yaitu pihak yg mengatakan bolehnya berdoa memghadap langit- dan itu adalah pendapat MAYORITAS, bahwasanya LANGIT ADALAH KIBLATNYA DOA, sedangkan ka’bah adalah kiblatnya shalat. Maka, tidaklah diingkari mengangkat pandangan mata dan kedua tangan (ketika Doa) menuju arah langit. Allah Taala berfirman: Dan di langit adanya  rezeki kalian dan apa-apa yang dijanjikan (kepada kalian).

(Ikmal Al Mu’lim, 2/341)

Imam an Nawawi juga mengutip dari Al Qadhi ‘Iyadh:

وَاخْتَلَفُوا فِي كَرَاهَة رَفْع الْبَصَر إِلَى السَّمَاء فِي الدُّعَاء فِي غَيْر الصَّلَاة فَكَرِهَهُ شُرَيْح وَآخَرُونَ ، وَجَوَّزَهُ الْأَكْثَرُونَ ، وَقَالُوا : لِأَنَّ السَّمَاء قِبْلَة الدُّعَاء كَمَا أَنَّ الْكَعْبَة قِبْلَة الصَّلَاة ، وَلَا يُنْكِر رَفْع الْأَبْصَار إِلَيْهَا كَمَا لَا يُكْرَه رَفْع الْيَد . قَالَ اللَّه تَعَالَى : { وَفِي السَّمَاء رِزْقكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ }

“Para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu shalat. Syuraih dan lainnya memakruhkan hal itu, namun mayoritas ulama membolehkannya.Mereka (mayoritas) mengatakan: karena langit adalah kiblatnya doa sebagaimana kabah adalah kiblatnya shalat, dan tidaklah diingkari menengadahkan pandangan ke langit sebagaimana tidak dimakruhkan pula mengangkat tangan (ketika berdoa). Allah Taala berfirman: Dan di langit adanya  rezeki kalian dan apa-apa yang dijanjikan (kepada kalian).

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/171. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Hal ini juga dikatakan para imam lainnya:

– Imam Abu Sa’id al Mutawlli asy Syafi’i dalam Kitab al Mughanni (hal.15)

– Imam Ibnul ‘Arabi al Maliki dalam al Masalik fi Syarh Muwaththa’ Malik (3/306)

– Imam Ibnu Hajar al Asqalani asy Syafi’i dalam Fath al Bari (2/233)

– Imam as Suyuthi asy Syafi’i dalam Syarh Sunan Ibni Majah (1/73)

– Imam ath Thibiy dalam Syarh al Misykah al Mashabih (3/1071)

– Imam Badruddin al ‘Aini al Hanafi dalam Syarh Abi Daud (4/136)

– Imam Murtadha az Zabidi al Hanafi dalam Ittihaf as Saadah al Muttaqin. (5/34-35)

– Imam Al Munawi asy Syafi’i dalam Faidhul Qadir (5/398)

– Imam Ibnul Mulaqqin asy Syafi’i dalam At Taudhih Li Syarh al Jaami’ ash Shahih (7/36)

– Imam Ali al Qari al Hanafi dalam Syarh al Fiqh al Akbar (hal. 199)

– Imam al Bayadhi al Hanafi dalam Isyarat al Maram (hal. 198)

– Imam Abul Hasan as Sindi dalam Syarh Sunan Ibni Majah (1/323)

– Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri dalam Mir’ah al Mafatih (3/349)

– Dll

Sementara itu sebagian lain menolak pendapat tersebut. Bagi mereka kiblatnya doa dan shalat itu sama.Kiblatnya doa ke langit dinilai pendapat yang tidak ada pendahulunya dari ulama salaf.

Imam Ibnu Abi al ‘Izz al Hanafi mengatakan:

أن قولكم : إن السماء قبلة للدعاء – لم يقله أحد من سلف الأمة ، ولا أنزل الله به من سلطان ، وهذا من الأمور الشرعية الدينية ، فلا يجوز أن يخفى على جميع سلف الأمة وعلمائها

Pekataan kalian “Langit adalah Kiblatnya doa”, tidak ada yang mengatakan demikian satu pun dari salafnya umat ini. Allah tidak pernah menurunkan kuasa dengan pendapat demikian. Ini adalah perkara agama yang syar’i, maka tidak boleh hal itu samar bagi semua salaf dan ulamanya.

(Syarh al ‘Aqidah ath Thahawiyah, hal. 327)

Ini juga diikuti para ulama lain seperti:

– Syaikh Abul Barakat Khairuddin al Alusi dalam Jala’ul ‘Aynain (hal.410)

– Syaikh Abul Ma’ali al Alusi dalam Ghayatul Amani (1/571)

– Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin ‘Isa dalam Taudhih al Maqashid (1/400)

– Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi dalam Fatawa wa Rasail (hal.260)

– Syaikh al Albani dalam As Silsilah adh Dha’ifah no. 6204

– Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid dalam Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 126154

– DLL

Semoga perbedaan pandangan dalam hal ini tidak menjadi sebab robeknya persatuan kaum muslimin. Mana pun pendapat yang kita ikuti masing-masing pendapat juga terdapat para imam Ahlus Sunnah yang kredible ilmu, taqwa, dan akhlak nya.

Perdebatan masalah ini belasan abad lamanya dan belum ada kata final. Sebaiknya masalah ini tidak sampai menghabiskan waktu, pikiran, dan tenaga kita, sebab masih sangat banyak PR keumatan yang belum terselesaikan seperti pemurtadan, kemiskinan, penjajahan yg dialami sebagian negeri muslim,diusirnya umat Islam dari negerinya sendiri, dsb.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top