Kebaikan Tiada Putusnya

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له

Jika manusia wafat maka semua amalnya terputus kecuali tiga:

📌 Sedekah Jariyah
📌 Ilmu yang bermanfaat
📌 Anak shalih yang mendoakannya

📚 HR. Muslim No. 1631

Imam As Suyuthi Rahimahullah mengatakan tentang “ilmu yang bermanfaat”:

قالوا هي التعليم والتصنيف وذكر القاضي تاج الدين السبكي أن التصنيف في ذلك أقوى لطول بقائه على ممر الزمان

Mereka (Para ulama) mengatakan itu adalah mengajar dan menyusun karya tulis. Al Qadhi Tajuddin As Subki menyebutkan bahwa menyusun tulisan dalam hal ini lebih kuat karena lebih panjang dan berkelanjutan melewati zaman. (Ad Dibaj ‘Ala Muslim, 4/226)

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وبيان فضيلة العلم والحث على الاستكثار منه والترغيب في توريثه بالتعليم والتصنيف والإيضاح وأنه ينبغي أن يختار من العلوم الأنفع فالأنفع

Hadits ini berisi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan dorongan untuk memperbanyaknya dan anjuran mewariskannya dengan mengajar, menyusun karya tulis, dan memberikan penjelasan. (Oleh karena itu) hendaknya memilih ilmu-ilmu yang mendatangkan manfaat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11/85)

Sementara itu tertulis dalam Al Mu’tashar:

ومن جمع هذه الثلاثة فقد جمع خير الدنيا والآخرة

Barang siapa yang menggabungkan tiga jenis kebaikan ini maka dia telah mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat. (Al Mu’tashar minal Mukhtashar min Musykilil Atsar, 2/168)

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq

Wa Shallallahu’ ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Qadha Puasa Karena Onani

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ketika puasa ramadan saya beronani, setidaknya ada 75 hari saya beronani (4 tahun yang lalu) ketika puasa, bagaimana cara mengqodhonya dan apakah ada denda? Saya masih pelajar sehingga belum berpenghasilan untuk membayar jika ada denda. Hamba Allah, Bekasi

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Onani termasuk pembatal puasa dan wajib qadha. Ini kesepakatan para ulama, kecuali mazhab zhahiri.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

سواء، أكان سببه تقبيل الرجل لزوجته أو ضمها إليه، أو كان باليد، فهذا يبطل الصوم، ويوجب القضاء

“Sama saja sebabnya apakah karena mencium istri, memeluknya, atau dengan tangan (istimna’- onani), maka ini membatalkan puasa dan wajib qadha.” (Fiqhus Sunnah, 1/466)

Dalam Al Mausu’ah disebutkan hal ini tidak ada perbedaan pendapat:

لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي أَنَّ إِنْزَال الْمَنِيِّ بِاللَّمْسِ أَوِ الْمُعَانَقَةِ أَوِ الْقُبْلَةِ يُفْسِدُ الصَّوْمَ؛ لأِنَّهُ إِنْزَالٌ بِمُبَاشَرَةٍ فَأَشْبَهَ الإْنزَال بِالْجِمَاعِ دُونَ الْفَرْجِ

“Tidak ada perbedaan pendapat ahli fiqih bahwa keluarnya mani karena bersentuhan, atau berpelukan, atau berciuman, adalah membatalkan puasa. Sebab kelurnya mani dengan mubasyarah (cumbu) serupa dengan keluar mani karena jima’ selain kemaluan.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 26/268)

Sementara mazhab zhahiri, mengatakan itu tidak batal dan tidak qadha. (Al Muhalla, 4/335)

Maka, wajib bagi Anda untuk betobat kepada Allah Ta’ala, lalu mengqadha sebanyak hari yang batal puasanya itu. Hendaknya hal itu disegerakan, boleh dicicil dan tidak ada masalah dilakukan di hari-hari terlarang seperti jumat, atau sabtu, krn ini ada sebabnya.

Lalu, Mayoritas ulama mengatakan jika kejadiannya sudah melewati Ramadhan berikutnya, dan tertundanya itu karena malas, maka bukan hanya qadha tapi juga fidyah.

Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Mujahid, Sa’id bin Jubeir, Malik, Al Awza’i, Ats Tsauri, Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Atha’ bin Abi Rabah, Al Qasim bin Muhammad, Az Zuhri. Hanya saja Ats Tsauri mengatakan 2 mud untuk masing-masing hari yg ditinggalkan.

Ada pun Al Hasan Al Bashri, Ibrahim an Nakha’i, Abu Hanifah, Al Muzani, Daud Azh Zhahiri, mengatakan qadha saja, tanpa fidyah.

Jika menunda qadhanya ada udzur syar’i, misalnya sakit yang menahun, atau hamil, dan lainnya, maka qadha saja tanpa fidyah.

(Lihat Al Mausu’ah Masaail Al Jumhur, jilid. 1, hal. 321. Lihat juga Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid. 3, hal. 108)

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shallallahu’ ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Mengubur Mayit Satu Lubang Lebih Dari Satu Mayat

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Hal ini pada prinsipnya terlarang karena tidak sesuai dengan cara penguburan Islam, KECUALI dalam kondisi darurat atau alasan yang dibenarkan.Seperti sama sekali ketiadaan lahan atau mayit yg sangat banyak dan tidak mungkin diurus satu persatu.

Syaikh Muhammad bin Umar Al Jawi Rahimahullah berkata:

وَلَا يجوز جمع اثْنَيْنِ فِي قبر وَاحِد بل يفرد كل وَاحِد بِقَبْر وَقَالَ الْمَاوَرْدِيّ بِالْكَرَاهَةِ عِنْد اتِّحَاد الْجِنْس أَو الْمَحْرَمِيَّة أَو الزَّوْجِيَّة

Tidak boleh menggabungkan dua mayit dalam satu kubur, tapi hendaknya satu kubur untuk satu orang. Al Mawardi berkata bahwa makruh menyatukan jenis, mahram, dan pasangan suami istri. [1]

Syaikh Sulaiman Al Jamal Rahimahullah menjelaskan:

أما دواما بأن يفتح على الميت ويوضع عنده ميت آخر فيحرم، ولو مع اتحاد الجنس أو مع محرمية ونحوها هذا والمعتمد أن جمع اثنين بقبر حرام مطلقا ابتداء ودواما اتحد الجنس أو لا

Ada pun membuka kubur mayit lalu meletakkan mayit lain di situ secara permanen adalah haram. Walau sesama jenis, atau mahramnya, dan semisalnya. Inilah pendapat yang mu’tamad ( pendapat resmi dalam madzhab Syafi’i), bahwa mengumpulkan dua mayit dalam satu kubur HARAM secara mutlak, baik dipermulaan saja atau terus menerus baik yg sesama jenis atau tidak. [2]

Larangan ini, baik yang mengatakan haram atau makruh, telah final dan disepakati. Imam Ibnu al Haj Rahimahullah berkata:

اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الْمَوْضِعَ الَّذِي يُدْفَنُ فِيهِ الْمُسْلِمُ : وَقْفٌ عَلَيْهِ ، مَا دَامَ شَيْءٌ مِنْهُ مَوْجُودًا فِيهِ ، حَتَّى يَفْنَى ، فَإِنْ فَنِيَ فَيَجُوزُ حِينَئِذٍ دَفْنُ غَيْرِهِ فِيهِ ، فَإِنْ بَقِيَ فِيهِ شَيْءٌ مِنْ عِظَامِهِ فَالْحُرْمَةُ بَاقِيَةٌ لِجَمِيعِهِ ، وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُحْفَرَ عَنْهُ ، وَلَا يُدْفَنَ مَعَهُ غَيْرُهُ ، وَلَا يُكْشَفَ عَنْهُ اتفاق

Para ulama sepakat bahwa tempat dikuburkannya seorang muslim adalah tempatnya yang terakhir, selama masih ada bagian dari tubuhnya maka dia masih di situ, sampai dia fana (lenyap), jika mayat itu sudah tidak ada maka saat itu boleh bagi mayat lain di kubur di situ. Seandainya ada sisa tulangnya maka semua itu tetap dihormati, tidak boleh menggalinya dan menguburkan mayat lain bersamanya, dan tidak boleh dibongkar berdasarkan kesepakatan ulama. [3]

Namun, jika kondisinya darurat, jumlah mayat sangat banyak dan tidak tertangani satu persatu, maka tidak apa-apa mereka dikubur satu lubang. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. sendiri terhadap mayat para sahabat saat perang Uhud.

Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ يَقُولُ: «أَيُّهُمْ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ»، فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah menggabungkan dua mayat yang terbunuh saat Uhud dalam satu kain, lalu Beliau bersabda: “Siapa di antara mereka yang lebih banyak hapal al Quran”, jika ditunjuk salah satunya maka dia didahulukan yang dimasukkan ke liang lahad. [4]

Dari Hisyam bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

احْفِرُوا، وَأَوْسِعُوا، وَأَحْسِنُوا، وَادْفِنُوا الاِثْنَيْنِ وَالثَّلاَثَةَ فِي قَبْرٍ وَاحِدٍ، وَقَدِّمُوا أَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا

Galilah lubang, buatlah yang luas, dan berbuat ihsanlah,[5] kuburkanlah dua atau tiga orang di dalam satu kubur, dan dahulukan dalam penguburan yang paling banyak hapal Al Quran. [6]

Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri Rahimahullah berkata tentang hadits ini:

فيه جواز الجمع بين جماعة في قبر واحد، ولكن إذا دعت إلى ذلك حاجة، كما في مثل هذه الواقعة وإلا كان مكروهاً، كما ذهب إليه أبوحنيفة والشافعي وأحمد

Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya menggabungkan sekelompok orang dalam satu kubur, tetapi itu jika ada kebutuhan, sebagaimana realita dalam hadits ini, tapi jika tidak ada kebutuhan maka itu makruh sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad. [7]

Imam ash Shan’ani Rahimahullah juga mengatakan:

جواز جمع جماعة في قبر وكأنه للضرورة

Bolehnya mengumpulkan sekelompok (mayat) dalam satu kubur, itu jk kondisi darurat. [8]

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

«إلا لضرورة»، وذلك بأن يكثر الموتى، ويقل من يدفنهم، ففي هذه الحال لا بأس أن يدفن الرجلان والثلاثة في قبر واحد. ودليل ذلك: «ما صنعه النبي صلّى الله عليه وسلّم في شهداء أحد حيث أمرهم أن يدفنوا الرجلين في قبر واحد، ويقول: انظروا أيهم أكثر قرآناً فقدموه في اللحد» وذهب بعض أهل العلم إلى كراهة دفن أكثر من اثنين كراهة تنزيه

(Kecuali darurat) ini terjadi karena banyaknya mayat sementara petugas yang menguburkan sedikit, dalam kondisi seperti ini tidak apa-apa menguburkan dua orang laki-laki atau tiga orang dalam satu kubur. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam terhadap syuhada Uhud ketika Beliau memerintahkan menguburkan dua orang laki-laki dalam satu kubur, dan bersabda: “Lihat, siapa di antara mereka yang paling banyak hapal Al Quran maka dahulukan di liang lahad.” Sebagian ulama berpendapat makruhnya menguburkan lebih dari dua orang, makruh tanzih. [9]

Demikian, maka menguburkan dalam satu kubur untuk sekumpulan mayat adalah dibolehkan hanya jika memang ada hajat atau darurat. Wallahu A’lam


Notes:

[1] Syaikh Muhammad bin Umar al Jawi, Nihayatu az Zain, 1/163

[2] Syaikh Sulaiman al Jamal, Hasyiyah Al Jamal, 2/203

[3] Imam Ibnu al Haj al Maliki, al Madkhal, Hal. 18

[4] HR. Bukhari no. 1343

[5] Imam Ali al Qari mengatakan, ada yang mengartikan berbuat baiklah kepada mayat yang akan dikubur, ada pula yang mengartikan perbaguslah kuburannya baik kedalamannya, meratakan bagian bawahnya, dan lainnya. (Imam Ali al Qari, Mirqah al Mafatih, 3/1219)

[6] HR. At Tirmidzi no. 1813, katanya: hasan shahih

[7] Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri, Mir’ah al Mafatih, 5/437

[8] Imam ash Shan’ani, Subulussalam, 1/547

[9] Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, Asy Syarh al Mumti’, 5/368

🌷🌻🍀🌿👆🌸🍃🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Populerkan Orang Shalih dan Ulama, Jangan Orang Fasiq

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Di era medsos, sangat mudah orang jadi terkenal dan viral; baik karena kebaikannya atau keburukannya.

📌 Ada baiknya bagi muslim mana pun yang aktiv di medsos memilah mana yang layak dipopulerkan, mana yang tidak.

📌 Mempopulerkan orang jahat, fasiq, ahli maksiat, karena kemaksiatannya, akan menenggelamkan orang-orang baik dan kebaikannya.

📌 Sehingga mata dan telinga manusia pun terbiasa dan lebih familiar dengan nama-nama orang jahat dan kejahatannya. Tentunya ini tidak sehat.

📌 Allah Ta’ala menceritakan orang-orang kafir dengan: walladzina kafaruu, menyebut orang zalim dengan zhaalimullinafsih, orang-orang fasiq dengan ulaaika humul faasiquun, dengan bentuk mubham (tidak jelas), agar person-person mereka tidak populer.

📌 Bahkan Fir’aun, Kisra, dan Qaishar, tidak disebutkan nama aslinya, itu sama nama gelar raja, bukan nama asli.

📌 Kecuali, bagi yang memang sudah parah seperti Qarun dan Abu Lahab.

📌 Sebaliknya, Allah Ta’ala mempopulerkan nama-nama nabi, rasul, seperti Adam, Idris, Nuh, Shalih, Ibrahim, Ismail, Musa, dan lainnya, serta orang shalih seperti Maryam, Luqman, dan Zaid.

📌 Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah diperkenalkan di kitab-kitab terdahulu sebelum kelahirannya.

📌 Maka, populerkanlah orang-orang shalih dan kebaikannya, orang-orang berilmu dan keilmuannya, walau menjadi populer bukanlah cita-cita mereka.

📌 Sebab menjadi populer itu tidak salah, nyatanya para nabi, rasul, sahabat, imam mazhab, semuanya orang-orang populer.

📌 Yg salah adalah mempopulerkan diri sendiri dengan cara yang salah dan norak; bul ‘ala zamzam fatu’raf (kencingilah sumur zamzam kau akan terkenal).

📌 Dengan populernya orang-orang shalih dan ahli ilmu, semoga itu bisa menjadi teladan dalam keshalihan, kedermawanan, keilmuan, dan kebaikan lainnya.

Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwamith Thariq

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top