Salahkah Belajar Agama Dengan Sarana Video/Internet Tanpa Hadir ke Majelis Karena Kesibukan?

💢💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz, bagaimana hukumnya mendengarkan ceramah lewat medsos atau youtube, alasannya mereka menggali ilmu bisa dimana saja,padahal setiap minggu ada kajian majlis ta’lim di dekat rumahnya, tapi karena dia disibukkan dengan bisnisnya, jadi dia berpendapat begitu,tidak usah ke majelis,ilmu bisa digali dimana saja. Mohon jawabannya ustad? Keysha, Bekasi

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Kita diperintahkan untuk menuntut ilmu, sebagaimana hadits terkenal:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim. (HR. Ibnu Majah no. 224, shahih)

Zaman dulu, menuntut ilmu dengan cara mendatangi guru ke majelisnya baik di masjid, atau di rumahnya. Bahkan kadang mereka mengembara sampai berbeda negara.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri mengisyaratkan bahwa menuntut ilmu itu ditempuh lewat perjalanan:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Muslim no. 2699)

Makna perjalanan dahulu bisa dengan jalan kaki atau kendaraan. Saat ini ns dengan sarana-sarana yang sudah sesuai dengan kemajuan zaman.

Dahulu dengan buku secara hard copy, saat ini bisa dgn soft copy melalui ebook, atau online. Termasuk fatwa-fatwa para ulama pun sudah disediakan secara online.

Dahulu tidak ada kaset ceramah agama, lalu awal abad 20 mulai ada kaset dengan pita, lalu berubah menjadi CD do akhir abad 20 sampai saat ini, kemudian berkembang menjadi video ceramah.

Ini semua bagian dari upaya intisyarul ‘ilmi (penyebaran ilmu), dengan media yang disesuaikan zaman.

Kita lihat hadits berikut:

نَضَّرَ اللهُ امْرَءاً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثاً فَحَفِظَهُ – وفي لفظٍ: فَوَعَاها وَحَفِظَها – حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ إلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ

“Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghafalnya – dalam lafazh riwayat lain: lalu dia memahami dan menghafalnya –, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya.”

(HR. Abu Dawud no. 3660. Hadits shahih, mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari 20 sahabat nabi)

Ada pun dari sisi penuntut ilmu, tidak apa-apa dia belajar melalui buku, atau video-video para ulama dan ustadz yang bisa dipercaya.

Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah berkata:

أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية ولذلك اعتمد الناس على الكتب المشهورة في النحو واللغة والطب وسائر العلوم لحصول الثقة بها وبعد التدليس

Ada pun berpegang kepada buku-buku fiqih yang shahih dan terpercaya, maka para ulama zaman ini sepakat atas kebolehan bersandar kepadanya. Sebab, seorang yang bisa dipercaya sudah cukup mencapai tujuan sebagaimana tujuan pada periwayatan. Oleh karena itu, manusia yang bersandar pada buku-buku terkenal baik nahwu, bahasa, kedokteran, atau disiplin ilmu lainnya, sudah cukup untuk mendapatkan posisi “tsiqah/bisa dipercaya” dan jauh dari kesamaran.

(Imam As Suyuthi, Asybah wa Nazhair, Hal. 310. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut)

Namun demikian, walau cara ini dibolehkan, hadir ke majelis ilmu jelas lebih utama. Tapi, memang kondisi orang berbeda-beda. Kesibukan manusia berbeda-beda, dan seseorang di tengah kesibukannya masih menyempatkan menuntut ilmu agama walau lewat buku atau melihat video, itu masih lebih baik dari pada tidak sama sekali. Hendaknya sesama muslim memberikan toleransi kepada saudaranya dalam hal ini.

Tapi, kebolehan hal ini tidak berlaku bagi para Qari Al Quran, sebab khusus itu mesti talaqqi kepada guru.

Maka dikatakan:

فعلى قارئ القرآن ان يأخذ قرائته على طريق التلقّى و الإسناد عن الشيوخ الآخذين عن شيوخهم كى يصل الى تأكد من أن تلاوته تطابق ما جاء عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

Wajib bagi qari untuk mengambil bacaan Al Qurannya dengan metode talaqqi, dan mengambik sanad dari para guru yang jyga mengambil dari guru-guru mereka agar terjadi kesinambungan bacaannya dan sebagai pemastian bahwa bacaannya sesuai dengan apa yang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Haqqut Tilawah, Hal. 46)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Minyak Rambut Menutupi Wudhu?

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya ingin tanya apakah memakai gatsby/minyak rambut dan berwudhu, wudhunya tidak sah? Muhammad Fadhli Aziz, Jakarta

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Tidak semua minyak rambut menghalangi wudhu apalagi jika minyak tersebut cair, Rasulullah ﷺ pun memakai minyak rambut.

Jabir bin Samurah ditanya tentang uban Nabi ﷺ :

كَانَ إِذَا ادَّهَنَ رَأْسَهُ لَمْ يُرَ مِنْهُ، وَإِذَا لَمْ يُدَّهَنْ رُئِيَ مِنْهُ

Dahulu jika Beliau melumasi dengan minyak ubannya tidak terlihat, dan jika tidak memakai minyak ubannya terlihat. (HR. Muslim No. 2344)

Tapi, jika minyak rambutnya jel atau krim yang melapisi, sehingga tertutuplah rambut tersebut dengan minyak tsb, sehingga air wudhu pun tidak kena maka tidak boleh.

Imam an Nawawi Rahimahullah berkata:

إذا كان على بعض أعضائه شمع، أو عجين، أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء كثر ذلك أم قل

Jika sebagian anggota tubuhnya terlapisi oleh lilin, tepung, henna, dan lainnya, serta menghalangi sampainya air ke anggota tubuh yang diwudhukan, maka tidak sah wudhunya, baik yg terhalang itu sedikit atau banyak.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 1/467)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Apakah Nabi Khidir Berdosa Karena Telah Membunuh Seorang Anak?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu ‘alaykum ustadz…
Mohon penjelasannya tentang kisah Nabi Khidir yang di dalamnya diceritakan bahwa Nabi Khidir membunuh seorang pemuda dengan alasan pemuda tersebut kafir dan dikhawatirkan akan membahayakan orang tuanya yang mukmin.
Pertanyaannya: apakah Nabi Khidir berdosa karena membunuh seorang manusia tanpa alasan..?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Apa yang dilakukan Nabi Khidhir ‘Alaihissalam tentu tidak berdosa, sebab itu sejalan dengan syariat Allah atasnya. Tiap nabi ada syariat dan minhajnya masing2, Allah Ta’ala berfirman:

لِكُلّٖ جَعَلۡنَا مِنكُمۡ شِرۡعَةٗ وَمِنۡهَاجٗاۚ

Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.

(QS. Al-Ma’idah, Ayat 48)

Nabi Khidhir sendiri sudah menjelaskan alasannya:

وَأَمَّا ٱلۡغُلَٰمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤۡمِنَيۡنِ فَخَشِينَآ أَن يُرۡهِقَهُمَا طُغۡيَٰنٗا وَكُفۡرٗا

Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.

(QS. Al-Kahfi, Ayat 80)

Apa yang dilakukan oleh Nabi Khidhir ‘Alaihissalam adalah sesuai dengan syariat yang berlaku untuknya dan tidak berlaku bagi Nabi Musa’ Alaihissalam, dan Nabi kita, Muhammad ﷺ.

Oleh karena itu, cara pandangnya jgn pakai cara pandang syariat zaman kita, tentu tidak pas. Masing-masing nabi ada syariatnya sendiri, yang sama adalah hal-hal pokok tentang keesaan Allah Ta’ala.

Syaikh Abdullah al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فإن شريعة الخضر -عليه السلام- تختلف عن شريعتنا، وتختلف عن شريعة موسى-عليه السلام- الذي أرسله الله إليه ليتعلم منه، ولذلك أنكر عليه موسى خرقه للسفينة وقتله للغلام – مع أنه اتفق معه في بداية لقائهما على ألا يسأله عن شيء حتى يكون الخضر هو الذي يخبره به- فقال له في الأولى: لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا {الكهف:71}، وفي الثانية: لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا {الكهف:74}.

وفساد الابن وصلاح الأبوين ليس سببا للقتل في شريعتنا ولا في شريعة موسى، وإنما كان ذلك في شريعة الخضر، وبأمر من الله تعالى، وخشية أن يحملهما حب الولد على أن يتابعاه على دينه وهو الكفر، فأبدلهما الله تعالى خيرا منه

Sesungguhnya syariat Khidhir ‘Alaihissalam berbeda dengan syariat kita, dan berbeda pula dgn syariat Musa ‘Alaihissalam yang diutus kepada Khidhir agar Musa bisa belajar darinya.

Itulah kenapa Musa ‘Alaihissalam mengingkari penenggelaman perahu dan pembunuhan thdp bocah laki-laki tsb. Bersamaan dengan itu, waktu awal perjumpaan mereka sepakat agar Musa ‘Alaihissalam tidak menanyakan apa yang diperbuat Khidhir, sampai Khidhir sendiri yang menjelaskan kepadanya. Pada awalnya Musa ‘Alaihissalam berkata:

لَقَدۡ جِئۡتَ شَيۡـًٔا إِمۡرٗا

Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.

(QS. Al-Kahfi, Ayat 71)

Keduanya dia berkata:

لَّقَدۡ جِئۡتَ شَيۡـٔٗا نُّكۡرٗا

Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.”

(QS. Al-Kahfi, Ayat 74)

Jahatnya si anak dan shalihnya kedua orang tua, bukanlah alasan untuk membunuh anak itu menurut aturan syariat kita, atau syariat Musa. Tapi, itu adalah aturan dalam syariat Khidhir dan perintah Allah Ta’ala. Khawatir cinta keduanya kepada anak itu membawanya mengikuti agama anaknya yg kafir, maka Allah pun menggantinya dgn yang lebih baik (yaitu dgn membunuh anaknya).

(Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 175641)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Rambu-Rambu Membuat Peta Dakwah

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum… Ustadz… bagaimana cara membuat peta Dakwah sebuah daerah…apa saja komponen nya?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ada beberapa hal yg perlu diketahui pada sebuah daerah..

1. Kebiasaan fiqih yang digunakan

Perhatikan nasihat Imam Al Qarafi Rahimahullah ketika berkata:

فمهما تجدد في العرف اعتبره ومهما سقط أسقطه ولا تجمد على المسطور في الكتب طول عمرك بل إذا جاءك رجل من غير أهل إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وأجره عليه وأفته به دون عرف بلدك ودون المقرر في كتبك فهذا هو الحق الواضح والجمود على المنقولات أبدا ضلال في الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين

“Bagaimanapun yang baru dari adat istiadat perhatikanlah, dan yang sudah tidak berlaku lagi tinggalkanlah. Jangan kamu bersikap tekstual kaku pada tulisan di kitab saja sepanjang hayatmu.

Jika datang kepadamu seorang dari luar daerahmu untuk meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu memberikan hukum kepadanya berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku di daerahmu, tanyailah dia tentang adat kebiasaan yang terjadi di daerahnya dan hargailah itu serta berfatwalah menurut itu, bukan berdasarkan adat kebiasaan di daerahmu dan yang tertulis dalam kitabmu. Itulah sikap yang benar dan jelas.

Sedangkan sikap selalu statis pada teks adalah suatu KESESATAN dalam agama dan KEBODOHAN tentang tujuan para ulama Islam dan generasi salaf pendahulu.” (Imam Al Qarrafi, Al Furuq, 1/1776-177)

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, membuat pasal dalam kitabnya I’lamul Muwaqi’in, berbunyi:

في تغير الفتوى واختلافها يحسب تغير الأزمنة والأمكنة والأحوال والنيات والعوائد

“Pasal tentang perubahan fatwa dan perbedaannya yang disebabkan perubahan zaman, tempat, kondisi, niat, dan tradisi.”

Lalu Beliau berkata:

هذا فصل عظيم النفع جدا وقع بسبب الجهل به غلط عظيم على الشريعة أوجب من الحرج والمشقة وتكليف ما لا سبيل إليه ….

Ini adalah pasal yang sangat besar manfaatnya, yang jika bodoh terhadal pasal ini maka akan terjadi kesalahan besar dalam syariat, mewajibkan sesuatu yang sulit dan berat, serta membebankan apa-apa yang tidak pantas dibebankan … ” (I’lamul Muwaqi’in, 3/3)

2. Kenali tokoh-tokoh di daerah tsb.

Baik tokoh agama (ulama dan da’i setempat), tokoh masyarakat, dan tokoh pemerintahan. Agar kita pandai menempatkan diri dan menempatkan mereka.

Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أَنْ نُنْزِلَ الناسَ منازِلَهم

Kami diperintahkan Rasulullah ﷺ untuk menempatkan manusia sesuai dengan posisi mereka.

(HR. Muslim, secara mu’allaq)

3. Memahami penyakit sosial yang paling umum

Apakah judi, pergaulan bebas, sabung ayam, angka perceraian, khamr, lokalisasi, masjid sepi, kenakalan remaja, kesyirikan ..? Mengenali ini dalam rangka menyusun prioritas dakwah, apa dulu yang mesti benahi..

4. Pelajari bahasa dan budayanya

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

أنَّها زَفَّتِ امْرَأَةً إلى رَجُلٍ مِنَ الأنْصارِ، فقالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: يا عائِشَةُ، ما كانَ معكُمْ لَهْوٌ؟ فإنَّ الأنْصارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ

Bahwa dia (Aisyah) menyerahkan seorang wanita untuk nikah dengan laki-laki Anshar (Madinah), maka Nabi ﷺ bersabda: “Wahai Aisyah, kenapa tidak ada hiburan? Karena orang-orang Anshar itu suka hiburan.”

(HR. Bukhari no. 5162)

Dalam kisah ini terjadi pernikahan antara wanita muhajirin dengan laki-laki Anshar (Madinah). Hadits ini menunjukkan pengetahuan dan rasa hormat Rasulullah ﷺ selaku tamu (orang Mekkah) terhadap tradisi orang Madinah yaitu al Lahwu: hiburan.

Memahami bahasa bukan hanya bisa berkomunikasi, tapi juga paham budaya bahasa, idiom, dll.

5. Kenali dan jalin hubungan dengan organisasi Islam yang ada dan paling dominan di situ

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top