Tafsir Surat An-Nashr (Bag 2)

Jika Pertolongan Allah Tiba

إِذا جاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (QS. An Nashr [110]:1)

Makna Mufrodat

النصر: العون أو الإعانة على تحصيل المطلوب وَالْفَتْحُ تحصيل المطلوب الذي كان متعلقا أو موقوفا

An Nashr (pertolongan) atau bantuan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dan Al Fath (kemenangan) adalah terkabulnya keinginann yang diharapkan yang sebelumnya tertunda atau terhalang. (Wahbah Zuhaily, Tafsir Al Munir, 30/448)

إِذا

“jika”

Menurut Syekh Yusuf Al Qardhawi, kata إذا  adalah keterangan waktu yang berfungsi kata bersyarat, yang membutuhkan jawaban sari syarat itu (jawabu asy syart)[1]

Makna ‘Al Fath”

Ibnu Jarir At Thabari memaknai, Al Fath (kemenangan) dalam ayat ini adalah Fathu Makkah.

Syekh Yusuf Al Qardawi menafsirkan bahwa datangnya pertolongan Allah pada Fathu Makkah merupakan bentuk kasih sayang Allah yang berulang-ulang kepada Rasulullah dan kaum muslimin, karena sebelum Fathu Makkah Allah menunjukkannya kepada kaum muslimin, diantaranya:

✅ Allah menolong Rasulullah saat bersama Abu Bakar Siddik di Gua Tsur, pada peristiwa hijrah ke Madinah. Seperti termaktub dalam firman Allah:

إلاَّ تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُما فِي الْغارِ إِذْ يَقُولُ لِصاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْها وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (40)

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 40)

✅ Pertolongan Allah pada perang Khandak (bulan Syawal tahun 5 Hijriyah)

✅ Pertolongan Allah pada perang Khaibar (7 H) Sulhu Al Hudaibiyah (akhir tahun ke 6 Hijriyah)

✅ Pertolongan Allah pada peristiwa Fathu Makkah

Kisah Fathu Makkah

Abdul Malik Bin Hisyam menyebutkan dalam sirahnya, bahwa peristiwa Fathu Makkah terjadi pada tahun ke 8 hijriyah di bulan Ramadhan.[2] Adapun kejadian sebelum Fathu Mekkah adalah Perjanjian Hudaibiyah yang salah satu butirnya adalah gencatan senjata antara kaum muslimin dan kaum Quraisy Mekkah selama 10 tahun. Tersebutlah dua kabilah pada saat itu Bani Bakr yang masuk ikut dalam barisan perjanjian kaum Quraiys, dan Bani Khuza’ah masuk dalam barisan perjanjian kaum Muslimin. Terjadilah perselisihan diantara kedua kabilah tadi, akibatnya terjadilah penyerangan Bani Bakr yang mendukung Quraisy Mekkah kepada Bani Khuza’ah yang hingga timbul korban. Tokoh-tokoh Quraiyspun turut serta dalam penyerangan tersebut.Abu Sofyan sebagai pemimpin Quraisy Mekkah merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, lalu orang kafir Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan perang secara rahasia. Beliau mengajak semua shahabat untuk menyerang Makkah. Berangkatlah kaum muslimin bersama 10.000 pasukan lengkap menuju Mekkah. Meski sebelumnya seorang Sahabat Hatib bin Baltha’ah membocorkan rahasia penyerangan ke Mekkah ini, hingga membuat Umar bin Khattab berang, lalu Rasulullah menengahi bahwa maksud Hatib bin Baltha’ah adalah khawatir kepada keselamatan sanak saudaranya di Mekkah akan kedatangan kaum muslimin dan ia tidak bermaksud buruk. Singkatnya, kemudian Rasulullah masuk ke Mekkah, Khalid bin Walid ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan menunggu kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap kiri, membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan memasuki Makkah melalui dataran tingginya.

Syekh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri menceritakan dalam sirahnya, Rasulullah kemudian memasuki Masjidil Haram serta membersihkan berhala-berhala didalam dan disekitarnya yang berjumlah 360 berhala, beliau juga mencium hajar Aswad dan tawaf seraya membaca firman Allah:[3]

وَقُلْ جاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْباطِلُ إِنَّ الْباطِلَ كانَ زَهُوقاً

Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (Qs. Al Isra [17]:81)

Kemudian Rasulullah melaksanakan shalat didepan ka’bah dan berceramah dihadapan kaum Quraisy.

يا معشر قريش، ما ترون أني فاعل بكم؟ قالوا: خيرا، أخ كريم وابن أخ كريم، قال: فإني أقول لكم كما قال يوسف لإخوته: لا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ اذهبوا فأنتم الطلقاء

“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian? Merekapun menjawab, “Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia. Beliau bersabda,“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!”

Begitu lembutnya hati Rasulullah memaafkan kaum Quraisy yang dahulu menyusahkan beliau dan para sahabat, seandainya mau tentu beliau bisa memerangi dan membunuh mereka semua, namun keluhuran akhlak beliaulah Mekkah ditaklukkan tanpa pertumpahan darah. Lalu Rasulullah menetap di Mekkah selama 19 hari, mengarahkan manusia kepada petunjuk Allah, memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan dan mengadili para pembangkan dari kaum Quraisy serta membersihkan sisa-sisa kemusyrikan. Sebuah penaklukan yang besar, kemenangan yang abadi dalam sejarah Islam.

Penjelasan Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya:[4]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: ” إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ” دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ  وَقَالَ: “إِنَّهُ قَدْ نُعِيت إِلَيَّ نَفْسِي”، فَبَكَتْ ثُمَّ ضَحِكَتْ، وَقَالَتْ: أَخْبَرَنِي أَنَّهُ نُعيت إِلَيْهِ نفسُه فَبَكَيْتُ، ثُمَّ قَالَ: “اصْبِرِي فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِي لِحَاقًا بِي” فَضَحِكْتُ

Dari Ibnu Abbas berkata, saat turun ayat:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, memanggil Fatimah, dan bersabda,” Ini adalah ucapan belasungkawa terhadapku. Lalu Fatimahpun menangis, tak lama kemudian tertawa, dan berkata,” Rasulullah mengabarkan kepadaku bahwa ayat tersebut adalah ungkapan belasungkawa kepadanya, lalu aku menangis, kemudian Nabi bersabda,”Bersabarlah Fatimah, sesungguhnya kamu adalah keluargaku yang pertama yang akan menyusulku, lalu aku tertawa”.(Dalalil Nubuwah, 7/167)

والله أعلم

✏ Fauzan Sugiono Lc, M.A.


[1] Yusuf Al Qaradhawi, Tafsir Juz Amma, 546

[2] Abdul Malik bin Hisyam (213 H), Sirah Nabawiyah, (Mesir 1375 H), 2/389

[3] Ar Rakhiq Al Makhtum, Shafiyur Rahman Al Mubarakfuri (Damaskus:427), 1/343

[4] Tafsir Ibnu Katsir, 8/509


Serial Tafsir Surat An-Nashr

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 1)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 2)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 3)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 4)

Mengumrahkan Ortua atau Membelikannya Kendaraan?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Asalamualaikum wr wb saya mau bertanya mana yang harus didahulukan berangkat umroh atau membelikan alat transportasi untuk orang tua? Ary, Jawa Tengah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Kedua-duanya sama-sama kemuliaan bagi anak, sebab itu bagian dari bakti anak kepada orgtuanya. Lalu, mana yang didahulukan?

Ada dua tinjauan:

1. Tinjauan hukum

Kewajiban Umrah diperselisihkan para ulama. SEBAGIAN mengatakan wajib yaitu sekali seumur hidup. Sebagian mengatakan sunnah muakkadah.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi Rahimahullah menjelaskan:

العمرة فرض عين في العمر مرة واحدة – كالحج – على التفصيل السابق من كونه على الفور أو التراخي، وخالف المالكية، والحنفية……
المالكية، والحنفية قالوا: العمرة سنة مؤكدة في العمر مرة لا فرض، لقوله صلى الله عليه وسلم: “الحج مكتوب، والعمرة تطوع” رواه ابن ماجة. وأما قوله تعالى: {وأتمو الحج والعمرة لله} فهو أمر بالاتمام بعد الشروع، والعبادة متى شرع فيها يجب إتمامها ولو كانت نفلا، فلا يدل على الفرضية

Umrah itu fardhu ‘ain sekali seumur hidup seperti haji berdasarkan penjelasan sebelumnya baik dilakukan segera atau menundanya, namun Malikiyah dan Hanafiyah menyelisihi pendapat ini…

Malikiyah dan Hanafiyah mengatakan Umrah itu sunnah muakkadah sekali seumur hidup. Berdasarkan hadits: “Haji itu wajib, Umrah itu tathawwu’ (sunnah)” (HR.Ibnu Majah)

Ada pun firman Allah Ta’ala: “Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah”, adalah perintah untuk menyempurnakan ibadah setelah disyariatkan. Ibadah itu setelah disyariatkan memang mesti disempurnakan walau ibadah sunnah, dan itu tidak menunjukkan kewajiban. (Al Fiqh ‘alal Madzahib al Arba’ ah, juz. 1, hal. 615)

Sementara itu membelikan kendaraan atau alat transportasi, hukum asalnya adalah mubah. Ini bagian hajat duniawi yang boleh-boleh saja. Dan bisa menjadi ibadah bagi si anak, jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala melalui cara ini, agar mobilitas orangtuanya menjadi lebih ringan. Di sisi ini, maka umrah lebih diutamakan. Sebab kaidahnya adalah mendahulukan kepentingan yang wajib atau sunnah dibanding keperluan yang mubah.

Dalam kondisi mendesak, bisa jadi membelikan kendaraan menjadi sunnah atau wajib, tapi ini berpulang kepada analisa anaknya: sudah sejauh mana kebutuhan orgtuanya thdp kendaraan tersebut? Atau sekedar pemberian hiburan untuk menyenangkan hatinya?

2. Tinjauan teknis

Membelikan kendaraan itu lebih mudah apalagi jika belinya cash. Kita bisa beli pagi, siangnya sudah bisa kita bawa pulang. Sehingga ortua kita sudah bisa kita ringankan sebagian beban kehidupannya.

Ada pun umrah, mesti banyak yang diurus, kesehatan, pasport, visa, kadang juga antrian. Daftar sekarang berangkat mungkin bulan depan. Itu jika kondisi normal. Ada pun kondisi pandemi saat ini (walau sdh mereda) sederetan prosedur harus dilewati. Bahkan bisa tertunda tidak jelas kapan waktunya. Anggaplah itu bagian dari jihad bagi yang ingin umrah.

Dari sisi ini, memilih yang lebih mudah di antara dua hal adalah hal yang utama. Sebagaimana Aisyah Radhiallahu ‘Anha pernah bercerita:

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْه

“Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam dihadapkan dua perkara melainkan dia akan memilih yang lebih ringan, selama tidak berdosa. Jika mengandung dosa, maka dia paling jauh darinya. ”

(HR. Al Bukhari No. 3560, dan MuslimNo. 2327)

Masalah ini bukan antara SALAH dan BENAR, apalagi HAQ dan BATIL. Ini hanyalah masalah mana yang lebih utama dan utama, sebab keduanya sama-sama kebaikan, sama-sama amal shalih.

Seandainya memilih mengumrahkan maka itu kebaikan, seandainya memilih membelikan kendaraan buat orangtua dulu dengan pertimbangan jadwal umrah yang belum jelas, itu juga kebaikan.

Semoga ini bisa jadi pertimbangan, jangan lupa istikharah dan musyawarah dengan keluarga.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Menjual dan Memindahkan Tanah Waqaf

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum… izin bertanya:
Apakah hukumnya memindahkan waqaf tanah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan tanah yg seharga dengan tanah waqaf sebelumnya..?
Sukron ustadz…

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikkumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Pada prinsip dasarnya, harta yg sdh diwaqafkan tidak boleh dijual belikan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

َ تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ

“Shadaqahkanlah (waqafkan) dengan pepohonannya dan jangan kamu jual juga jangan dihibahkan dan jangan pula diwariskan.”

(HR. Bukhari no. 2764)

Inilah pendapat mayoritas ulama baik Malikiyah, Syafi’iyah, Hambaliyah, dan sebagian Hanafiyah seperti Aby Yusuf dan Muhammad bin Hasan.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 44/119)

Namun, para ulama menegaskan ada kondisi mendesak yang membuatnya boleh dipindahkan, dan tentunya dijual dulu agar bisa pindah.

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

Jika manfaat harta waqaf sirna maka hendaknya dikelola dengan cara yang memungkinkannya dapat mengalir kembali manfaatnya yaitu:

1. Dibangun atau di makmurkan dengan hal lain yang lebih dibutuhkan.

2. Menjualnya lalu diganti dengan yg lainnya

3. Kembalikan ke kuasa waqif (pewaqaf), agar dia kelola.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, jilid. 44, hal. 188)

Contoh Aplikasinya adalah:

– Jika kondisinya waqaf tsb tidak bermanfaat. Misal, waqaf tanah untuk pesantren, sementara pesantren itu bangkrut tdk ada santri. Maka, boleh bagi nazir mengubahnya menjadi hal yang lebih melahirkan manfaat (menjadi RS atau masjid, atau makam). Atau menjualnya lalu pindah ke daerah yg lebih membutuhkan pesantren tsb.

– Kena proyek negara, yg manfaatnya lebih umum seperti kena proyek jalan tol, jalan raya, yg dapat menghidupkan ekonomi umat daerah tsb lebih pesat. Maka, boleh dijual dan dipindahkan ke tempat lain agar waqafnya tetap bermanfaat.

– Jika dijual Tanpa alasan, ini diharamkan.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Bahaya Ucapan “Urus Dirimu Sendiri!” Ketika Dinasihati

💢💢💢💢💢💢💢💢

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

وَإِنَّ أَبْغَضَ الْكَلَامِ إِلَى اللهِ أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ: اتَّقِ اللهَ فَيَقُولُ: عَلَيْكَ نَفْسَكَ

Sesungguhnya ucapan yang paling dibenci Allah adalah disaat seseorang berkata (menasihati) orang lain: “Bartaqwalah kamu kepada Allah”, dia menjawab: “Urus dirimu sendiri!”

(HR. An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra no. 10619. Shahih. Lihat Ash Shahihah no. 2939)

Dalam lafaz Imam Al Baihaqi:

“Sesungguhnya termasuk dosa yang paling besar adalah ketika ada seseorang berkata kepada saudaranya: “Bertakwalah kepada Allah”, lalu dia menjawab: “Urus dirimu sendiri, apakah kamu nyuruh-nyuruh saya?”

(Syu’abul Iman no. 7896)

📚 Syarhul Hadits:

📌 Mungkin di antara kita pernah melihat atau mendengar ada seseorang yang jika dinasihati atas kesalahannya, dia bukan berterima kasih tapi malah menyerang balik yang menasihatinya dengan mengatakan: “Urus dirimu sendiri”, kadang ada tambahan: “Kaya kamu udah benar aja!” atau juga: “Apa hak kamu menasihati saya?!” atau juga: “Jangan berlagak jadi polisi Susila deh!”, dan kalimat lainnya semisal ini.

– Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut bahwa perkataan tersebut adalah abghadul kalam ilallah – perkataan yang paling dibenci di sisi Allah Ta’ala. Sebab, dia telah menolak salah satu hal paling pokok dalam agama yaitu nasihat. Sebab Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: ad diinu an nashiihah – agama adalah nasihat. (HR. Muslim no. 55)

– Penolakan terhadap nasihat kebaikan dengan respon yang kasar, merupakan petunjuk adanya kibr (kesombongan) dalam dirinya. Sebab, sombong itu adalah:

بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاس

Menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (HR. Muslim no. 91)

– Sikap seharusnya adalah bersyukur atas nasihat dan peringatan dari sesama muslim.

Oleh karena itu Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

رَحِمَ اللَّهُ مَنْ أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي

Semoga Allah Ta’ala merahmati orang yang menunjukkan kepadaku tentang aib-aibku (Sunan Ad Darimi, no. 675)

– Budaya saling menasihati adalah penyebab keluarnya manusia dari lingkup kerugian hidup di dunia. (QS. Al ‘Ashr: 1 – 3), maka penolakan terhadap nasihat yang baik dinilai sebagai wujud lebih mengikuti hawa nafsu dunia yang menipu.

Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Salam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top