Penentuan Lebaran Haji (10 Zulhijjah), Karena Wuquf di Arafah atau Tanggal 9 Zulhijjahnya di Masing-Masing Negeri?

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Hari raya dan Aktifitas shaum sunnah arafah, shalat id-nya, dan menyembelih qurban, adalah ditentukan oleh tanggalnya yaitu 9, 10, 11, 12, 13 Zulhijjah. Walau SEANDAINYA di tanah suci tidak berlangsung wuquf tanggal 9 Zulhijjah, tapi tanggal 9 Zulhijjah itu sendiri akan tetap berlangsung di negeri manapun.

Imam Al Kharasyi Al Maliki mengatakan bahwa puasa Arafah itu ditentukan tanggal 9 Dzulhijjahnya. Beliau berkata:

(قَوْلُهُ: وَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ) هَذِهِ الْمَوَاسِمُ الْمُشَارُ بِقَوْلِهِ وَغَيْرِهِ مِنْ الْمَوَاسِمِ، وَعَاشُورَاءُ وَنِصْفُ شَعْبَانَ مَوْسِمٌ مِنْ حَيْثُ الصَّوْمُ وَغَيْرُهُ مِمَّا يُطْلَبُ فِيهِ، وَالْمَوَاسِمُ جَمْعُ مَوْسِمٍ الزَّمَنُ الْمُتَعَلِّقُ بِهِ الْحُكْمُ الشَّرْعِيُّ وَلَمْ يُرِدْ بِعَرَفَةَ مَوْضِعَ الْوُقُوفِ بَلْ أَرَادَ بِهِ زَمَنَهُ وَهُوَ الْيَوْمُ التَّاسِعُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ

“Hari Arafah dan Asyura -sebagaimana yang disebutkan- adalah salah satu dari musim-musim ibadah. Jika ditinjau dari sisi puasa maka Hari Asyura’ dan Nisfu Sya’ban dan yang lainnya adalah musim ibadah yang dituntut untuk berpuasa pada musim tersebut.

Musim adalah waktu yang terkait dengan suatu hukum syariat. Bukanlah yang dimaksud dengan lafal “Arafah” adalah tempat wukuf, akan tetapi yang dimaksud adalah waktunya, yaitu waktu wukufnya, 9 Dzulhijjah.”

(Syarh Mukhtashar Al-Khalil, 2/234)

Hal ini berdasarkan hadits:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, senin pertama setiap bulan, dan dua kali kamis.

(HR. An Nasa’i No. 2417, shahih)

Kenyataan sejarah juga menunjukkan bahwa puasa Arafah, dan shalat Idul Adha (sudah ada sejak 2 Hijriyah) alias SEBELUM Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan ibadah haji, dengan kata lain sudah ada sebelum adanya Wuquf. Tentunya patokan saat itu bukan Wuquf karena wuqufnya belum ada baik tahun 2,3,4,5 sampai setahun sebelum haji wada’.

Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa puasa Arafah sudah dikenal dan biasa dilakukan generasi awal Islam di masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat. (Fathul Bari, 6/268)

Artinya “kebiasaan” ini menunjukkan bahwa shaum Arafah (9 Zulhijjah) dan Shalat Idul Adha (10 Zulhijjah) itu terjadi karena waktunya, bukan semata-mata adanya wukuf, sebab wukuf baru dilakukan tahun 10 Hijriyah saat haji wada’. Itulah wukuf satu-satunya yang Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lakukan, hanya sekali. Sejarah ini menunjukkan ibadah-ibadah tersebut sudah dilakukan walau belum ada haji kaum muslimin.

Wallahu A’lam bish Shawwab

🌷🌸🍀🍁🍃🌴🌻

✍️ Farid Nu’man Hasan

Apa Makna: Menguap Berasal Dari Syetan?

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

التَّثَاؤُبُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ الشَّيْطَانُ

Menguap itu dari syetan, jika salah seorang kamu menguap maka tahanlah semampunya, karena jika kamu bersuara “HA” maka syetan tertawa. (HR. Muttafaq ‘Alaih, dari Abu Hurairah)

Beragam penjelasan para ulama, di antaranya Imam Ibnul Baththal dalam Syarh Shahih Bukhari:

إضافة التثاؤب إلى الشيطان بمعنى إضافة الرضا والإرادة , أي : أن الشيطان يحب أن يرى الإنسان متثائباً ، لأنها حالة تتغير فيها صورته فيضحك منه ، لا أن المراد أن الشيطان فعل التثاؤب

Dikaitkannya menguap berasal dr syetan, maksudnya kaitan ridha dan kehendak. Maknanya syetan suka melihat org nguap sebab itu keadaan berubahnya penampilan manusia dan syetan menertawakannya. Bukan bermakna syetan yang membuatnya nguap.

(Syarh Shahih al Bukhari, 9/370)

Sementara Imam An Nawawi mengatakan itu adalah peringatan atas sebab munculnya nguap yaitu banyak makan:

التحذير من السبب الذي يتولد منه ذلك ، وهو التوسع المأكل

Warning terhadap sebab yang melahirkan hal tersebut, yaitu memperluas berbagai makanan.

(Syarh Shahih Muslim, 18/122)

Ada pun Imam Ibnul ‘Arabi mengaitkan menguap dgn kemalasan, itulah disebut berasal dari syetan:

والتثاؤب من الامتلاء ، وينشأ عنه التكاسل ، وذلك بواسطة الشيطان

Menguap disebabkan kekenyangan, dan itu menghasilkan kemalasan, dan itu perantarai oleh setan.

(Dikutip oleh Allah Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 10/612)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷🌸🍀🍁🍃🌴🌻

✍️ Farid Nu’man Hasan

Shalat Qadha Sambil Duduk Karena Sakit

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum, saya ayu dari bekasi, maaf izin bertanya, saya sedang qodho sholat saya yang sudah bertahun” saya tinggalkan, karena jumlah yang sangat banyak terkadang saat mengqodho saya pusing (seperti ingin pingsan/mual) dan juga sangat lelah, apakah dalam hal ini diperbolehkan sholat sambil duduk? Ayu, Bekasi

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika rasa sakitnya benar-benar tidak membuat mampu berdiri, maka tidak apa-apa shalat wajib -termasuk shalat qadha- dengan duduk.

Dalil-dalil umum:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, Dia tidak menghendaki kesulitan bagimu.

(QS. Al Baqarah: 185)

Ayat lain:

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya.

(QS. Al Baqarah: 286)

Dalil khususnya:

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Salatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup lakukanlah dengan duduk dan bila tidak sanggup juga lakukanlah dengan berbaring pada salah satu sisi badan”.

(HR. Bukhari no. 1117)

Syaikh Sayyid Sabiq menjelaskan:

من حصل له عذر من مرض ونحوه لا يستطيع معه القيام في الفرض يجوز أن يصلي قاعدا، فإن لم يستطع القعود صلى على جنبه يومئ بالركوع والسجود ويجعل سجوده أخفض من ركوعه

ٍSiapa yang mengalami udzur berupa sakit dan semisalnya, dia tidak mapu shalat wajib dengan berdiri, maka boleh baginya shalat dengan duduk, jika tidak mampu duduk maka shalat dengan berbaring, dengan cara mengangguk saat ruku’ dan sujud, dengan sujud lebih nunduk dibanding ruku’nya.

(Fiqhus Sunnah, jilid. 1, hal. 277)

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah disebutkan:

فَمَنْ عَجَزَ عَنْ أَدَاءِ الصَّلاَةِ عَلَى الصِّفَةِ الْمَشْرُوعَةِ جَازَ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ بِالصِّفَةِ الَّتِي يَسْتَطِيعُ بِهَا أَدَاءَ الصَّلاَةِ، فَمَنْ عَجَزَ عَنِ الْقِيَامِ صَلَّى جَالِسًا، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ. وَهَذَا بِاتِّفَاقٍ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ: صَل قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

Siapa yang tidak mampu menunaikan shalat dengan bentuk yang ditetapkan syariat, maka boleh baginya shalat dengan bentuk sejauh kemampuannya. Maka, Siapa yang tidak bisa berdiri hendaknya dia shalat duduk, siapa yang tidak mampu duduk maka hendaknya berbaring. Ini adalah hal yang disepakati ulama, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dari Imran bin Hushain: “Salatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup lakukanlah dengan duduk dan bila tidak sanggup juga lakukanlah dengan berbaring pada salah satu sisi badan.”

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, jilid. 2, hal. 332)

Namun jika sebenarnya dia MASIH MAMPU BERDIRI, tapi memilih untuk duduk, maka shalatnya tidak sah.

Imam Ath Thibiy menjelaskan:

وصلاة الفرض قاعداً مع قدرته علي القيام لم يصح، بل يأثم فيه

Shalat wajib dengan cara duduk padahal dia mampu berdiri maka tidak sah shalatnya, bahkan dia berdosa.

(Al Kasyif ‘an Al Haqaiq, jilid. 4, hal. 1215)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷🌸🍀🍁🍃🌴🌻

✍️ Farid Nu’man Hasan

Maa Ba’da Ramadhan (Apa Setelah Ramadhan?)

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Ramadhan telah log out, tapi kebaikannya jangan sampai log out.

📌 Atmosfir dan spiritnya mesti dijaga sampai berjumpa Ramadhan selanjutnya, jika Allah Ta’ala izinkan.

📌 Tetaplah Tilawah Al Quran, walau tidak lagi sebanyak bulan Ramadhan. Itu masih lebih baik drpd tidak sama sekali.

📌 Tetaplah shalat malam, walau tidak lagi tiap malam sebagaimana tarawih, minimal satu kali sepekan. Itu masih lebih baik dari pada tidak sama sekali.

📌 Tetaplah bersedekah, walau tidak lagi sebanyak sedekah Ramadhan. Itu masih lebih baik drpd tidak sama sekali.

📌 Tetaplah mengontrol hawa nafsu dan emosi, walau kesempatan memperturutkannya begitu besar.

📌 Tetaplah memakmurkan masjid dan berjamaah, sesibuk apa pun di luar sana, kecuali ada uzur syar’i yg menghalangi.

📌 Jika semua ini.tetap konsisten, terjaga, walau sedikit, maka semoga kita termasuk hamba-hamba yang dicintai-Nya.

📌 Rasulullah ﷺ bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

Wahai manusia! Beramal-lah sesuai kemampuan kalian, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan sampai kalian sendiri yang bosan, sesungguhnya perbuatan yang paling Allah cintai adalah YANG KONSISTEN WALAU SEDIKIT. (HR. Bukhari no. 5861)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌷🌸🍀🍁🍃🌴🌻

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top