Pertanyaan
Assalamualaikum..semoga ustadz sehat selalu.aamin
izin bertanya ustadz terkait beberpa atsar sahabat dibawa ini yg kemudian dijadikan sebagai dalil boleh sahur meskipun sudah azan subuh /terbit fajar shodiq..merka menjadikan atsar sahabt ini sebagai penguat bahwa yg dimaksud dlm hadits bukhari itu adalah azan kedua bukan azan pertama…mohon penjelasannya ustadz .jazakallahu khairan sebelumnya .
Imam al-Daruquthni meriwayatkan di dalam Sunannya (no: 2186) dengan sanad yang shahih dari Salim bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan:
كُنْتُ فِي حِجْرِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ فَصَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ مَا شَاءَ اللَّهُ , ثُمَّ قَالَ: اخْرُجْ فَانْظُرْ هَلْ طَلَعَ الْفَجْرُ؟، قَالَ: فَخَرَجْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ، فَقُلْتُ: قَدِ ارْتَفَعَ فِي السَّمَاءِ أَبْيَضُ، فَصَلَّى مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ قَالَ: اخْرُجْ فَانْظُرْ هَلْ طَلَعَ الْفَجْرُ؟، فَخَرَجْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ فَقُلْتُ: لَقَدِ اعْتَرَضَ فِي السَّمَاءِ أَحْمَرُ، فَقَالَ: هَيْتَ الْآنَ فَأَبْلِغْنِي سَحُورِي
Artinya:
Suatu ketika di satu malam, aku berada di dalam bilik Abu Bakar al-Shiddiq, beliau shalat di dalam itu dengan jumlah raka’at yang Allah kehendaki dapat beliau lakukan. Kemudian beliau mengatakan: “keluar dan lihatlah, apakah sudah terbit fajar?”. Akupun keluar kemudian aku kembali, aku katakan: “telah naik tinggi berwarna putih”. Beliaupun melanjutkan shalatnya sebanyak jumlah raka’at yang Allah kehendaki mampu beliau lakukan. Kemudian beliau mengatakan lagi: “keluar dan lihatlah apakah fajar telah terbit?”. Aku pun keluar kemudian aku kembali dan aku katakan: “telah menyebar di langit berwarna merah”. Kemudian (Abu Bakar al-Shiddiq) mengatakan: sekarang waktunya, hidangkan kepadaku makan sahurku!
Ibnu Abi Syaibah di dalam Mushannafnya (no: 8930) dan al-Bukhari secara mukhtashar di dalam Tarikh Kabirnya (no: 301) meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu ‘Aqil Hibban bin Haris, ia mengatakan:
تَسَحَّرْتُ مَعَ عَلِيٍّ ثُمَّ أَمَرَ الْمُؤَذِّنَ، أَنْ يُقِيمَ
Artinya:
Aku bersantap sahur bersama Ali (bin Abi Thalib) kemudian beliau memerintahkan mu’adzin untuk mengumandangkan iqamah.
demikian ustadz.
Jawaban
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Atsarnya shahih, tapi pemahamannya yg perlu dikritisi..
Dalam atsar Abu Bakar tersebut disebutkan langit itu Ahmar (memerah), padahal subuh itu jika langit itu ASFARA (menguning/terang)..
ثم جاءَهُ لِلصُّبْحِ حِينَ أَسْفَرَ جِدًّا فصل فصلى العشاءفَصَلَّى الصُّبْحَ “
Kemudian dia (Jibril) mendatanginya untuk Shalat Shubuh ketika langit terang/asfara, lalu dia berkata, ‘Bangunlah dan shalatlah!’ maka beliau (Rasulullah) melaksanakan Shalat Shubuh.” (HR. An Nasa’i No. 526, Ahmad No. 14011, shahih)
Artinya, apa yang dilakukan oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu adalah sebelum fajar shadiq, inilah pemahaman 4 madzhab.
Atsar-atsar ini perlu penjelasan ulama, bukan penjelasan diri sendiri. Tidak mungkin pula 4 madzhab sepakat dalam kesalahan dalam memahaminya.
Termasuk Atsar dari Abi Aqil bin Haris di atas. Imam Ibnu Abi Syaibah memasukkan dalam Bab Man Kana Yastahibbu ta’khir As Sahuur (Siapa yang menyukai mengakhirkan makan sahur). Bukan bab tentang bolehnya makan sahur saat azan subuh.
Bab tersebut banyak sekali riwayat tentang ta’khir sahur, dan tidak satu pun menyebutkan setelah berkumandang azan. Jika 1 saja yg nampak “beda” maka mesti ditawfiq (kompromi) dgn yg lain., sehingga riwayat tersebut tidak bertentangan.
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
ذكرنا أن من طلع الفجر وفي فيه (فمه) طعام فليلفظه ويتم صومه , فإن ابتلعه بعد علمه بالفجر بطل صومه , وهذا لا خلاف فيه
Kami telah menyebutkan bahwa siapa yang mengalami terbitnya fajar (subuh), dan di mulutnya ada makanan hendaknya dia membuangnya dan dia lanjutkan puasanya. Jika dia telan setelah dia tahu sudah fajar, maka batal puasanya. Dan ini TIDAK ADA PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, jilid. 6, hal. 333)
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan:
وذهب الجمهور إلى امتناع السحور بطلوع الفجر, وهو قول الأئمة الأربعة, وعامة فقهاء الأمصار, وروي معناه عن عمر وابن عباس رضي الله عنهم
Mayoritas ulama menyatakan larangan sahur disaat terbitnya fajar, inilah pendapat imam yang empat dan seluruh ulama di penjuru negeri. Telah diriwayatkan makna seperti itu dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma. (Imam Ibnul Qayyim, Syarh Sunan Abi Daud, jilid. 6, hal. 341)
Syaikh Al Kasymiri Rahimahullah menjelaskan:
وهو الذي قبل الفجر وقال بعضُ العلماء: إن الأذان قبل الفجر في عهد صلى الله عليه وسلّم كان لتعليمهم وقت السُّحُور، ثم لمَّا عَرَفُوه تُرِكَ
Adzan tersebut adalah sebelum fajar (subuh). Sebagian ulama mengatakan bahwa adzan sebelum subuh di zaman Rasulullah ﷺ dilakukan untuk memberitahu mereka datangnya waktu sahur, lalu ketika mereka sudah mengetahui hal itu mereka pun meninggalkannya. (Syaikh Muhammad Anwarsyah Al Kasymiri, Faidhul Bari, jilid. 2, hal. 222)
Hal serupa juga dikatakan Imam an Nawawi Rahimahullah sebagai berikut:
وهذا إن صح محمول عند عوام أهل العلم على أنه صلى الله عليه وسلم علم أنه ينادي قبل طلوع الفجر بحيث يقع شربه قبيل طلوع الفجر
Hadits ini jika shahih, maknanya menurut umumnya ulama adalah bahwa Rasulullah ﷺ tahu azan tersebut dikumandangkan sebelum terbitnya fajar dan minumnya pun menjelang fajar.
(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, jilid. 6, hal. 333)
Beliau juga mengatakan:
ويكون قول النبي صلى الله عليه وسلم : ( إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ ) خبراً عن النداء الأول
Sabda Nabi ﷺ: “Apabila salah seorang diantara kalian mendengar azan, sedangkan bejana (makanan) masih ada di tangannya” menunjukkan berita bahwa itu azan pertama. (Ibid)
Demikian. Wallahu a’lam
Farid Nu’man Hasan