Larangan Berteduh di Antara Bayangan dan Terik Matahari

 PERTANYAAN:

Assalamualaykum ustadz,
Ijin bertanya
Mohon bantu jelaskan tentang hadist. Larangan duduk di antara panas dan dingin. Jazaakallah khayr ustadz

(Bu SM)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Ya, haditsnya berbunyi:

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي الشَّمْسِ وَقَالَ مَخْلَدٌ فِي الْفَيْءِ فَقَلَصَ عَنْهُ الظِّلُّ وَصَارَ بَعْضُهُ فِي الشَّمْسِ وَبَعْضُهُ فِي الظِّلِّ فَلْيَقُمْ

“Jika salah seorang dari kalian terkena terik matahari,” Makhlad menyebutkan, “Di bawah bayangan yang teduh, lalu banyangan itu berlalu; hingga sebagian tubuhnya terkena terik matahari dan sebagian tidak kena, maka hendaklah ia berdiri (pindah).”

(HR. Abu Daud no. 4821, shahih)

Hadits lainnya:

أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ نَهى أن يُقعَدَ بينَ الظِّلِّ والشَّمسِ

Bahwa Nabi ﷺ melarang duduk di antara bayangan dan panas matahari. (HR. Ibnu Majah no. 3722, sanadnya jayyid)

Alasan larangannya, disebutkan dalam hadits lainnya:

مجلِسُ الشَّيطانِ

Itu adalah tempat duduknya setan. (HR. Ahmad)

Larangan ini menurut mayoritas ulama adalah makruh, bukan haram. Qatadah mengatakan:

يكره أن يجلس الإنسان بعضه في الظل ، وبعضه في الشمس

Dimakruhkan manusia duduk sebagian tubuhnya di bawah bayangan dan sebagiannya di bawah terik matahari. (Abdurrazaq, Al Mushannaf, 11/25)

Al Buhuti menerangkan:

وَيُكْرَهُ َنَوْمُهُ وَجُلُوسُهُ بَيْنَ الظِّلِّ وَالشَّمْسِ ، لِنَهْيِهِ عَنْهُ . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَفِي الْخَبَرِ: أَنَّهُ مَجْلِسُ الشَّيْطَانِ”

Dimakruhkan tidur dan duduk di antara bayangan dan terik matahari berdasarkan larangan tentang hal itu. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dalam sebuah hadits bahwa itu adalah majlisus syaithan (tempat duduknya setan). (Kasysyaaf Al Qinaa’, 1/79)

Hikmah larangan ini dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim sbb:

قَالَ شَيخنَا وَهَذَا من كَمَال محبَّة الله وَرَسُوله للعدل فَإِنَّهُ أَمر بِهِ حَتَّى فِي شَأْن الانسان مَعَ نَفسه فَنَهَاهُ أَن يحلق بعض رَأسه وَيتْرك بعضه لِأَنَّهُ ظلم للرأس حَيْثُ ترك بعضه كاسيا وَبَعضه عَارِيا وَنَظِير هَذَا أَنه نهى عَن الْجُلُوس بَين الشَّمْس والظل فَإِنَّهُ ظلم لبَعض بدنه وَنَظِيره نهى أَن يمشي الرجل فِي نعل وَاحِدَة بل إِمَّا أَن ينعلهما أَو يحفيهما

Syaikh kami (Ibnu Taimiyah) mengatakan: Ini merupakan bagian dari kesempurnaan kecintaan Allah dan rasulNya terhadap keadilan. Hal itu diperintahkan sampai-sampai urusan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Maka, larangan mencukur sebagian kepala dan membiarkan yang lain lantaran itu merupakan kezaliman terhadap kepala ketika dia dibiarkan sebagian tertutup rambut dan sebagian lain terbuka. Sepadan dengan ini adalah larangan duduk di antara matahari dan tempat berteduh, karena itu merupakan kezaliman atas sebagian badannya. Seperti ini juga adalah larangan bagi seseorang bejalan dengan satu sendal, tetapi hendaknya dia memakai keduanya atau melepaskan keduanya. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, Hal. 100)

Namun demikian, jika kondisinya darurat atau tidak ada tempat lain atau ada sebab tertentu yang mengharuskan seseorang berada di situ, maka itu tidak apa-apa. Sebagaimana kaidah:

أن المكروه تزول كراهته عند الحاجة

Hukum makruh itu lenyap di saat adanya hajat atau keperluan untuk melakukannya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top