Qunut Nazilah, Apakah Harus Menunggu Instruksi dan Izin Penguasa?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuhu, afwan ustaz, qunut nazilah untuk palestina, katanya boleh kalau ulil amr/pemerintah yg memerintah untuk qunut, klo selain prmerintah katanya g boleh, tanggapan ustaz bagaimana? Jazakumullahu khoiron. (AN)

✒️❕JAWABAN

☘️⭐☘️⭐☘️⭐☘️⭐

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Pelaksanaan qunut nazilah apakah mesti didahului oleh perintah pemimpin atau tidak, ada dua pendapat:

1. Harus atas instruksi pemimpin sebuau negeri

Ini pendapat Hanabilah (mazhab Hambali). Dalil mereka adalah qunut di masa Rasulullah ﷺ hanya dilakukan jika Rasulullah ﷺ melakukan, dan posisi Rasulullah ﷺ saat itu adalah pemimpin mereka. Tidak ada satu pun sahabat nabi yang menginisiatifkan sendiri setelah masa itu jika mereka mengalami musibah.

Kita berbaik sangka, mungkin orang yang melarang qunut nazilah tersebut mengikuti pendapat ini.

2. Boleh qunut nazilah walau tanpa instruksi penguasa

Ini pendapat mayoritas ulama. Alasan mereka:

– Qunut nazilah adalah ibadah untuk meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala, dan meminta tolong kepada Allah Ta’ala tidak perlu izin imam.

– Apa yang terjadi di masa Rasulullah ﷺ sama sekali tidak mengindikasikan adanya kemestian izin dahulu kepada pemimpin, kecuali ada petunjuk yang jelas dan lugas tentang izin tsb.

Syaikh Dr. Abdullah bin Hamud Al Farih menjelaskan:

وهذا القول هو الأظهر والله أعلم

Pendapat mayoritas ini adalah pendapat yang lebih benar. Wallahu A’lam.

Beliau menambahkan bahwa menambahkan syarat “izin pemimpin” adalah tidak berdasar:

الأصل أن قنوت النازلة عبادة يتعبد بها كل المسلمين، ومن زاد في هذه العبادة شرطاً لابد له من الدليل الشرعي لهذا الشرط والأصل في العبادات التوقيف والحظر، ولا دليل من الكتاب والسنة على هذا الشرط

Hukum asal qunut nazilah adalah ibadah dalam rangka ketundukan yang berlaku bagi kaum muslimin, barang siapa yang menambahkan syarat maka dia wajib mendatangkan dalil syar’i, oleh karena hukum asal dari peribadatan adalah tawqif dan terlarang, dan tidak ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang syarat (izin pemimpin) tersebut.

(Dikutip dari makalah: Masail fi Qunut an Nawazil)

Pendapat mayoritas adalah pendapat yang lebih pas untuk kondisi saat ini, di tengah banyaknya penguasa yang tidak paham agama. Bisa jadi mereka tidak paham “apa itu qunut nazilah?”, apalagi jika kaum muslimin tinggal di daerah minoritas muslim dan dipimpin oleh kepala negara yang kafir tentu kepala negara dan pemerintahan tsb tidak akan kepikiran qunut nazilah.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Hukum Berbicara Sendiri dan Dosa Ghibah

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustaz. Saya punya beberapa pertanyaan.
1. Apakah seorang Muslim diperbolehkan untuk berbicara sendiri? Apakah ada dalil yang melarang?
2. Apakah ada perbuatan dosa yang berkaitan dengan orang lain, tapi sebaiknya tidak dinyatakan karena orang tersebut tidak tahu? Saya pernah melihat video yang menyatakan bahwa dosa ghibah tidak perlu diberitahukan pada orang yang bersangkutan. Bagaimana jika pernah meminjam barang seseorang tanpa izin, tapi sekarang sudah ia kembalikan? Apakah tetap perlu mengatakan pada pemiliknya? Terima kasih ustaz

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

1. Berbicara sendiri, berbicara dengan orang lain, tidak masalah sama sekali. Tidak pernah ada larangan berbicara dengan diri sendiri. Yang penting jangan sampai orang yang melihatnya menuduh atau menilai kita “ada masalah psikis”.

Kadang manusia berbicara dengan dirinya di hati dan dipikirannya. Ini semua tidak masalah.

2. Jika dosa kita terkait hak orang lain, maka cara tobatnya adalah hak itu mesti dikembalikan. Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan jika terkait harta, pulangkan harta itu ke pemiliknya.

Jika terkait, ghibah maka mintalah maaf dan mintalah kepada yang dighibahi utk “dihalalkan” perbuatan itu. Ini bisa dilihat di Riyadhushalihin.

Jika seseorang tidak pernah minta maaf tidak memenuhi syarat taubatnya itu. Masalah ini pernah dibahas di sini. Silahkan cari: Taubat dan Shalat Sunnah Taubat.

Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Umur Umat Islam Tidak Sampai 1500 tahun?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Ustadz, banyak pembaca yg bertanya terkait perang Israel-Palestina. Apakah benar Hari Kiamat tidak sampai 1500 Hijriyah? Mohon penjelasan ustadz terkait ini, jazaakumullah khair

✒️❕JAWABAN

☘️⭐☘️⭐☘️⭐☘️⭐

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ada dua persoalan tentang hadits-hadits yang menceritakan umur umat Islam hanya sampai 1500 tahun.

Pertama. Hadits-hadits tersebut umumnya Israiliyat, lemah, bahkan palsu, sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 33689)

Kedua. Seandainya pun shahih, makna hadits-hadits tersebut masih zhanni (dugaan). Kaidahnya adalah teks yang zhanni mesti dipahami berdasarkan yang qath’i (pasti).

Apa yang qath’i? yaitu akhirnya kehidupan umat manusia hanya Allah Ta’ala yang tahu. Ini yg pasti.

Allah Ta’ala berfirman:

يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلسَّاعَةِ أَيَّانَ مُرۡسَىٰهَاۖ قُلۡ إِنَّمَا عِلۡمُهَا عِندَ رَبِّيۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقۡتِهَآ إِلَّا هُوَۚ

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, “Kapan terjadi?” katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. [Surat Al-A’raf: 187]

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

ليس علمها إليك ، ولا إلى أحد من الخلق، بل مردّها ومرجعها إلى الله عز وجل ، فهو الذي يعلم وقتها على التعيين

Ilmu tentang kiamat bukanlah milikmu, dan bukan pula satu pun dari makhluk, tetapi kembalikanlah itu kepada Allah Ta’ala, Dialah yang Maha Tahu waktunya secara khusus. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/736)

Imam Ibnul Qayyim telah mengomentari hadits-hadits yang menceritakan umur umat Islam, dengan berkata:

وهذا من أبين الكذب

Ini termasuk kedustaan yang paling terang (Al Manar Al Munif, 1/80)

Imam Ibnu Katsir juga berkata:

لم يثبت في حديث عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه حدد وقت الساعة بمدة محصورة ، وإنما ذكر شيئاً من أشراطها وأماراتها وعلاماتها

Tidak ada satu pun yang shahih dari Rasulullah ﷺ tentang batasan waktu datangnya kiamat, yang disebutkan dalam hadits hanyalah tanda-tanda dan ciri-ciri dan gejalanya saja. (Al Bidayah fil Fitan wal Malahim, 1/26)

Ada pun hadits yang mengatakan kiamat tidak akan datang sampai kaum muslimin memerangi Yahudi sehingga mereka bersembunyi di balik batu dan pepohonan, haditsnya shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalur Abu Hurairah. Namun hadits ini bukan menceritakan kapan waktu pasti hari kiamat, tapi hanya menceritakan tanda-tanda akhir zaman saja.

Bahkan dalam hadits Shahih Muslim dari jalur Abu Hurairah pula, disebutkan bahwa kiamat tidak akan datang sampai umat Islam memerangi orang At Turk (Turki). Ini dianggap sudah terjadi sejak lama dan hanya menceritakan tanda-tanda saja.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Numan Hasan

Hukum Muslimah Pergi ke Luar Negeri

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalammu’alaykum Ust mhn pencerahannya: Apa Fiqih nya seorang istri pergi ke jerman / negara luar selama 1-2 minggu untuk ; 1.Tugas belajar atau course untuk upgrade kapasitas keilmuan penelitinya ?? Atau 2.Ada tugas kerjaan penelitian dari kantornya?? Jazakallah ust

✒️❕JAWABAN

☘️⭐☘️⭐☘️⭐☘️⭐

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika seorang diri ke negri kafir, maka umumnya ulama melarang. Pihak yang membolehkan muslimah bepergian seorang diri pun, memberikan syarat ke negeri muslim yang aman, bukan ke negeri kafir.

Ada pun ke negeri kafir, jika ada orang yg menemaninya baik bersama wanita yang terpercaya atau beberapa orang lainnya, maka ini diperselisihkan.

Ada beberapa alasan bolehnya wanita seorang diri pergi jauh tanpa mahram, yaitu:

Hadits berikut:

فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنْ الْحِيرَةِ حَتَّى تَطُوفَ بِالْكَعْبَةِ لَا تَخَافُ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ

“Seandainya kamu diberi umur panjang, kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai kendaraan berjalan dari Al Hirah hingga melakukan tawaf di Ka’bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah”.

(HR. Bukhari no. 3595)

Hadits ini memberitakan kejayaan Islam, bahwa keamanan begitu merata sampai seorang wanita pun berjalan seorang diri begitu jauh dari Hirah (Iraq) ke Ka’bah.

Oleh karena itu pihak yang membolehkan mengatakan bahwa hadits-hadits yang melarang wanita bepergian tanpa mahram, mesti dipahami karena adanya sebab, yaitu jika kondisinya tidak aman. Ada pun jika kondisinya aman, maka tidak apa-apa. Sebab, maksud adanya mahram adalah agar adanya rasa aman, ketika rasa aman itu sudah diraih tanpa mahram, maka itu dibolehkan.

Kaidahnya adalah:

الحكم يدور مع علته وجودا و عدما

Adanya hukum itu bersamaan dengan adanya “sebab”, jika sebabnya ada maka ada hukumnya, jika tidak ada maka tidak ada hukumnya.

Maka, jika ketidakamanan menjadi sebab terlarangnya safar seorang diri, maka jika sudah aman larangan pun tidak ada.

Jadi, jika safarnya seorang diri, ditemani wanita lain, atau sekelompok laki-laki yang terpercaya, dan keamanannya terjamin, maka tidak apa-apa menurut sebagian ulama, asalkan telah dapat izin dari walinya.

Imam Ibnu Muflih Rahimahullah mengatakan:

ونقله الكرابيسي عن الشافعي في حجة التطوع, وقاله بعض أصحابه فيه وفي كل سفر غير واجب, كزيارة وتجارة

Al Karabisi menukil bahwa Imam Asy Syafi’iy membolehkan pula (wanita pergi tanpa mahram) dalam haji tathawwu’ (sunah). Sebagian sahabatnya berkata bahwa hal ini juga dibolehkan dilakukan dalam haji tathawwu’ dan SEMUA JENIS PERJALANAN TIDAK WAJIB seperti ziarah dan berdagang.

(Imam Ibnu Muflih, Al Furu’, 5/245)

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

وفي قول نقله الكرابيسي وصححه في المهذب تسافر وحدها إذا كان الطريق امنا وهذا كله في الواجب من حج أو عمرة وأغرب القفال فطرده في الأسفار كلها

Dalam kutipan Al Karabisi disebutkan –dan dishahihkan dalam Al Muhadzdzab- bahwa perjalanan sendirian seorang wanita bisa dilakukan selama jalan yang akan ditempuhnya dalam kondisi aman. Jika perjalanan ini diterapkan dalam perjalanan wajib seperti haji atau umrah, maka sudah sewajarnya jika hal itu pun diterapkan pada SEMUA JENIS PERJALANAN.

( Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/76)

Maksud dishahihkan dalam Al Muhadzdzab adalah pengarang Al Muhadzdab yaitu Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah membenarkan pendapat bahwa kebolehan itu berlaku atas semua perjalanan yang baik.

Sebab, maksud ditemaninya wanita oleh mahram atau suaminya adalah dalam rangka menjaganya. Dan ini semua sudah terealisir dengan amannya jalan atau adanya orang-orang terpercaya yang menemaninya baik dari kalangan wanita atau laki-laki, dan dalil-dalil sudah menunjukkan hal itu.

Tapi, jika ingin lebih aman dari kontroversi secara fiqih, maka jangan lakukan itu, atau hendaknya ajak mahram. Apalagi jika medannya membahayakan.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top