Hukum Muslimah Pergi ke Luar Negeri

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalammu’alaykum Ust mhn pencerahannya: Apa Fiqih nya seorang istri pergi ke jerman / negara luar selama 1-2 minggu untuk ; 1.Tugas belajar atau course untuk upgrade kapasitas keilmuan penelitinya ?? Atau 2.Ada tugas kerjaan penelitian dari kantornya?? Jazakallah ust

✒️❕JAWABAN

☘️⭐☘️⭐☘️⭐☘️⭐

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika seorang diri ke negri kafir, maka umumnya ulama melarang. Pihak yang membolehkan muslimah bepergian seorang diri pun, memberikan syarat ke negeri muslim yang aman, bukan ke negeri kafir.

Ada pun ke negeri kafir, jika ada orang yg menemaninya baik bersama wanita yang terpercaya atau beberapa orang lainnya, maka ini diperselisihkan.

Ada beberapa alasan bolehnya wanita seorang diri pergi jauh tanpa mahram, yaitu:

Hadits berikut:

فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنْ الْحِيرَةِ حَتَّى تَطُوفَ بِالْكَعْبَةِ لَا تَخَافُ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ

“Seandainya kamu diberi umur panjang, kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai kendaraan berjalan dari Al Hirah hingga melakukan tawaf di Ka’bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah”.

(HR. Bukhari no. 3595)

Hadits ini memberitakan kejayaan Islam, bahwa keamanan begitu merata sampai seorang wanita pun berjalan seorang diri begitu jauh dari Hirah (Iraq) ke Ka’bah.

Oleh karena itu pihak yang membolehkan mengatakan bahwa hadits-hadits yang melarang wanita bepergian tanpa mahram, mesti dipahami karena adanya sebab, yaitu jika kondisinya tidak aman. Ada pun jika kondisinya aman, maka tidak apa-apa. Sebab, maksud adanya mahram adalah agar adanya rasa aman, ketika rasa aman itu sudah diraih tanpa mahram, maka itu dibolehkan.

Kaidahnya adalah:

الحكم يدور مع علته وجودا و عدما

Adanya hukum itu bersamaan dengan adanya “sebab”, jika sebabnya ada maka ada hukumnya, jika tidak ada maka tidak ada hukumnya.

Maka, jika ketidakamanan menjadi sebab terlarangnya safar seorang diri, maka jika sudah aman larangan pun tidak ada.

Jadi, jika safarnya seorang diri, ditemani wanita lain, atau sekelompok laki-laki yang terpercaya, dan keamanannya terjamin, maka tidak apa-apa menurut sebagian ulama, asalkan telah dapat izin dari walinya.

Imam Ibnu Muflih Rahimahullah mengatakan:

ونقله الكرابيسي عن الشافعي في حجة التطوع, وقاله بعض أصحابه فيه وفي كل سفر غير واجب, كزيارة وتجارة

Al Karabisi menukil bahwa Imam Asy Syafi’iy membolehkan pula (wanita pergi tanpa mahram) dalam haji tathawwu’ (sunah). Sebagian sahabatnya berkata bahwa hal ini juga dibolehkan dilakukan dalam haji tathawwu’ dan SEMUA JENIS PERJALANAN TIDAK WAJIB seperti ziarah dan berdagang.

(Imam Ibnu Muflih, Al Furu’, 5/245)

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

وفي قول نقله الكرابيسي وصححه في المهذب تسافر وحدها إذا كان الطريق امنا وهذا كله في الواجب من حج أو عمرة وأغرب القفال فطرده في الأسفار كلها

Dalam kutipan Al Karabisi disebutkan –dan dishahihkan dalam Al Muhadzdzab- bahwa perjalanan sendirian seorang wanita bisa dilakukan selama jalan yang akan ditempuhnya dalam kondisi aman. Jika perjalanan ini diterapkan dalam perjalanan wajib seperti haji atau umrah, maka sudah sewajarnya jika hal itu pun diterapkan pada SEMUA JENIS PERJALANAN.

( Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/76)

Maksud dishahihkan dalam Al Muhadzdzab adalah pengarang Al Muhadzdab yaitu Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah membenarkan pendapat bahwa kebolehan itu berlaku atas semua perjalanan yang baik.

Sebab, maksud ditemaninya wanita oleh mahram atau suaminya adalah dalam rangka menjaganya. Dan ini semua sudah terealisir dengan amannya jalan atau adanya orang-orang terpercaya yang menemaninya baik dari kalangan wanita atau laki-laki, dan dalil-dalil sudah menunjukkan hal itu.

Tapi, jika ingin lebih aman dari kontroversi secara fiqih, maka jangan lakukan itu, atau hendaknya ajak mahram. Apalagi jika medannya membahayakan.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top