Hukum Membayar Utang di Masjid

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalammu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh ustad, saya mau bertanya terkait membayar uang spp untuk ustad/ustadzah/pengajar di dalam masjid. Apakah boleh? Karena spp bisa dkategorikan hutang, tapi apakah membayar jasa untuk ustad/ustadzah/pengajar nya diperbolehkan?

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bayar utang di masjid dibolehkan, berdasarkan perilaku Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata.

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَكَانَ لِي عَلَيْهِ دَيْنٌ فَقَضَانِي وَزَادَنِي

“Aku mendatangi Nabi ﷺ dan Beliau sedang di MASJID, sedangkan beliau mempunyai utang kepadaku, lalu Beliau membayar utang kepadaku dan memberikan tambahan untukku.”

(HR. Bukhari no. 2394)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Ucapan “Ramadhan Karim”

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum. Ustadz izin bertanya apakah benar kita di larang mengucapkan ramadhan Karim?

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ungkapan Ramadhan Karim dibolehkan selama bermaksud doa, bukan bermaksud itu adalah kalimat khusus terkait Ramadhan..

فعبارة رمضان كريم من العبارات التي يكثر تداولها بين الناس في شهر رمضان وهي جملة خبرية، ولعل قائلها يقصد بها الدعاء فكأنه يدعو لغيره بأن يكون رمضان شهر كرم وبركة عليه، ويمكن أن يقصد بها الإخبار على حقيقته، ويكون معناها الإخبار عما يحصل من تفضل الله تعالى على عباده في هذا الشهر العظيم، وهذا في الأصل لا مانع منه ولا محذور فيه، لكن إذا كان قائلها معتقدا مشروعيتها في زمن معين فهذا داخل في تعريف البدعة الإضافية

Ungkapan Ramadhan Karim merupakan salah satu ungkapan yang sering beredar di tengah masyarakat selama bulan Ramadhan, dan merupakan Jumlah Khabariyah (kalimat deklaratif), yang mana orang mengucapkannya memaknainya sebagai doa, seolah dia mendoakan orang lain agar Ramadhan mereka penuh dengan kemuliaan dan berkah. Bisa juga dimaksudkan untuk menyampaikan hakikat Ramadhan yang maknanya adalah tentang karunia Allah Ta’ala atas hamba-hamba-Nya. Semua ini pada prinsipnya tidak ada larangan dan tidak ada masalah. Tapi jika si pengucapnya meyakini itu adalah kalimat yg spesial saat itu maka itu bid’ah idhafiyah. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 77773)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Negeri Siapa Ini ?

Allah Ta’ala berfirman:

{ وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا فِي كُلِّ قَرۡيَةٍ أَكَٰبِرَ مُجۡرِمِيهَا لِيَمۡكُرُواْ فِيهَاۖ وَمَا يَمۡكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ }

Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya. [QS. Al-An’am: 123]

Ayat ini menceritakan bahwa salah satu ketetapan Allah Ta’ala atas berbagai negeri adalah dijadikan-Nya para pembesar negeri tersebut yaitu pemimpin, pejabatnya, serta para da’inya adalah orang-orang jahat di antara mereka. Seperti para koruptor, pembenci agama, penjual aset ke negeri lain, mempermainkan hukum dan aturan seenaknya, nepotis, diktator, dll.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

وكما جعلنا في قريتك – يا محمد – أكابر من المجرمين ، ورؤساء ودعاة إلى الكفر والصد عن سبيل الله ، وإلى مخالفتك وعداوتك ، كذلك كانت الرسل من قبلك يبتلون بذلك ، ثم تكون لهم العاقبة

Sebagaimana Kami jadikan di negerimu -wahai Muhammad- para pembesar yang jahat, pemimpin, dan da’i yang mengajak kekufuran dan menghalangi manusia dari jalan Allah, serta mengajak menyelisihimu dan memusuhimu, demikian juga para rasul sebelum kamu juga mengalami seperti itu, kemudian kepada merekalah (para nabi) kembalinya akibat yang baik.

Lalu, Imam Ibnu Katsir melanjutkan:

وقال ابن أبي طلحة عن ابن عباس : { أكابر مجرميها } قال : سلطنا شرارها فعصوا فيها ، فإذا فعلوا ذلك أهلكناهم بالعذاب
وقال مجاهد وقتادة : { أكابر مجرميها } قال عظماؤها

Ibnu Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ttg makna firman-Nya: pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. (Al-An’am: 123) Yakni pemimpin yang jahat, lalu mereka melakukan kedurhakaan di dalamnya. Apabila mereka melakukan hal tersebut, maka kami binasakan mereka dengan azab.

Mujahid dan Qatadah menjelaskan makna firman-Nya: pembesar-pembesar yang jahat. (Al-An’am: 123) Maksudnya, para pembesar dan para pemimpinnya. (Selesai dari Ibnu Katsir)

Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan apa yang terjadi pada berbagai negeri termasuk negeri kita sendiri. Jika memang ada kesamaan dengan apa yang terjadi di negeri kita maka bertobatlah dan berbenahlah.

Semoga Allah Ta’ala menjaga negeri-negeri Islam dan Indonesia yang kita cintai.

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

☘☘☘☘☘☘☘☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Salahkah Mengatakan “Saya Puasa” Saat Diajak Makan? Apakah Terhapus Amal Shalehnya?

Bismillahirrahmanirrahim..

Menceritakan amal shaleh jika ada hajat syar’i, tidaklah masalah. Itu bukan pembatal atau penghapus amal shaleh. Yang termasuk pembatal adalah jika seseorang menceritakan amal shalehnya -misal puasa- untuk membanggakan diri.

Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan mengatakan “Aku sedang puasa” jika ada seseorang yang memancing amarah kita. Ini menunjukkan tidak mengapa seseorang mengatakan dirinya sedang puasa jika memang ada alasan yang dibenarkan; seperti dalam rangka klarifikasi, mengajar, atau memberi contoh kebaikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan laghwu (sia-sia) dan rofats (kotor dan keji). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’.”

(HR. Ibnu Khuzaimah no. 1996. Syaikh Muhammad Mushthafa Al-A’zhami mengatakan; shahih)

Contoh lain, Rasulullah ﷺ sendiri pernah menceritakan amal shalehnya yaitu tentang jumlah istighfarnya dalam sehari semalam.

Beliau bersabda:

والله إني لأستغفر الله وأتوب إليه في اليوم أكثر من سبعين مرة

Demi Allah, aku benar-benar beristighfar kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali. (HR. Bukhari)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top