Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 8 (Ayat ke-10)

SETIAP MUSLIM BERSAUDARA, BERDAMAILAH

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujurat [49]:10)

Tinjauan Bahasa

إِخْوَةٌ

Bersaudara

فَأَصْلِحُوا

damaikanlah (perbaikilah hubungan)

Kandungan Ayat

Ayat ini memiliki korelasi dengan ayat sebelumnya, yaitu saat dua golongan kaum muslimin berselisih pendapat bahkan terbawa dalam peperangan seperti kisah dalam perang Shiffin dan Perang Jamal. Al Qurthubi dalam Tafsirnya menyebutkan bahwa Ahlul Bagy (Pihak yang melawan pemerintahan yang sah) mereka masih sama-sama beriman kepada Allah. Buktinya adalah Allah masih menyebut mereka sebagai ikhwatan mukminin (saudara seiman) meski mereka membelot Al Harits bin Al A’war berkata,” Ali bin Abi Thalib menceritakan, saat ditanya apakah Ahlul Baghy musyrik? Ali bin Abi Thalib menjawa,” Tidak”. Mereka bertanya kembali,” Apakah mereka munafiq?’. Ali bin Abi Thalib menjawab,”Tidak, karena kaum munafik tidak mengingat dan menyebut nama Allah melainkan hanya sedikit. Mereka bertanya kembali,” Lalu bagaimana keadaan mereka?”. Lalu Ali bin Abi Thalib menjawab:[1]

إخواننا بغوا علينا.

Mereka adalah saudara kami yang membelot dari kami

Seorang muslim itu bersaudara, dalam agama dan kehormatan, bukan hanya dalam nasab. Karena ikatan persaudaraan secara agama lebih kokoh dibanding ikatan persaudaraan karena nasab. Buktinya, ikatan persaudaraan karena nasab bisa terputus karena murtad (keluar) dari agama Islam, sehingga tidak memiliki hak-hak semestinya dalam agama, misal, hak waris. Salah satu yang menyebabkan terputusnya hak waris adalah jika ahli waris berbeda agama dengan si mayit.

Syekh Wahbah Zuhaili mengungkapkan bahwa setiap muslim harus mewaspadai terjadinya sengketa yang terjadi antara dua orang muslim. Karena akibat sengketa tersebut bisa meluas sehingga menyebar menjadi perselisihan dua golongan besar dari kaum muslimin. Dan persaudaraan yang sebenarnya adalah persaudaraan dua orang mukmin.

كلمة إِنَّمَا للحصر تفيد أنه لا أخوة إلا بين المؤمنين، ولا أخوة بين المؤمن والكافر، لأن الإسلام هو الرباط الجامع بين أتباعه، وتفيد أيضا أن أمر الإصلاح ووجوبه إنما هو عند وجود الأخوة في الإسلام، لا بين الكفار

Kalimat “Innama” fungsinya sebagai pembatas ( lil hashr) maksudnya adalah tiada persaudaraan kecuali antara sesama mukmin. Tidak ada persaudaraan antara mukmin dan kafir. Karena Islam merupakan pemersatu diantara pengikutnya. Ayat ini juga memiliki maksud bahwa wajibnya perdamaian (islah) jika terdapat persaudaraan seagama islam, bukan dengan orang kafir.[2]

Hadits-Hadits Tentang Persaudaraan Muslim

  1. Sesama muslim ibarat satu tubuh

 

عَن النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر

“Dari Nu’man bin Basyir berkata,” Telah bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,” Perumpamaan mukmin dalam berkasih sayang dan interaksinya, seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan dengan panas dan terjaga.”(HR. Bukhari No. 6011, Muslim No. 2586)

  1. Dilarang berbuat zalim dan membiarkan saudara

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَخْبَرَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair, telah bercerita kepada kami Al Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab bahwasanya Salim mengabarkan kepadanya, bahwasanya Abdullah bin Umar Radhiyallahuanhuma mengabarkannya,” bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,” Seorang muslim adalah bersaudara, tidak boleh berbuat zalim, dan tidak boleh membiarkannya (cuek). Barangsiapa yang menolong keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya, barangsiapa yang menolong kesulitan saudaranya maka Allah akan menolong kesulitannya pada hari kiamat, barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.”[3] ( HR. Bukhari)

  1. Allah akan menolong hamba, selama ia menolong saudaranya

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Allah akan menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya ( HR. Muslim, No. 2699)

  1. Doa saudara Muslim terkabul

عن أبي الدرداء رضي الله عنه قال: قال رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم “إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ

Dari Abu Darda berkata,”Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda,”Jika seorang muslim mendoakan saudaranya diam-diam, malaikat berkata,”Amiin” bagimu demikian”. (HR. Muslim No. 2732)

  1. Tidak boleh merendahkan dan meremehkan

اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ اَلتَّقْوَى هَهُنَا يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh tidak menzaliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini. – Beliau menunjuk dadanya tiga kali-. (kemudian beliau bersabda),”Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain; haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. [HR. Muslim No.2564 dari Hadits Abu Hurairah)

  1. Larangan tidak bertegur sapa melebihi tiga hari

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ»

“Telah berkata bercerita kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata,” Aku membaca atas Malik dari Ibnu Syihab dari Atha bin Yazid Al Laitsi dari Abu Ayub Al Anshari, bahwasanya Rasulullah bersabda,” Tidak dihalalkan bagi seorang muslim berpaling dari saudaranya melebihi tiga hari, mereka bertemu namun saling menghindari, yang paling baik diantara mereka adalah yang terdahulu memulai salam.” (HR. Muslim No. 2650)

  1. Sesama muslim saling menguatkan

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan. [Muttafaq ‘Alaihi].

Menurut As Sa’di persaudaraan sesama muslim tidaklah terpisah dengan batas-batas wilayah, artinya dimanapun muslim berada, selama beriman kepada Allah, para rasul, Malaikat, Kitab-kitab, hari akhir dan takdir maka mereka adalah saudara seiman yang memiliki ukhuwah imaniyah.[4]

Sayid Qutub mengatakan,”

ومما يترتب على هذه الأخوة أن يكون الحب والسلام والتعاون والوحدة هي الأصل في الجماعة المسلمة

Sudah semestinya ukhuwah menjadi landasan bagi Jamaah kaum muslimin dengan pondasinya cinta, salam (damai), kerjasama, dan persatuan.[5]

فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu

Kewajiban mendamaikan saudara seiman yang bertikai hendaklah dengan prinsip-prinsip keadilan, agar tujuan utama perdamaian tercapai.[6]

Kesimpulan

  1. Setiap muslim adalah bersaudara yaitu ikatan persaudaraan Islam merupakan ikatan akidah, lebih kokoh dari sekedar ikatan nasab, karena ikatan nasab bisa terputus jika berubah agamanya.
  2. Setiap muslim memiliki hak-hak dan keutamaan, ibarat satu tubuh yang memiliki peran dan kesatuan gerak.
  3. Hendaklah mendamaikan saudara muslim yang bertikai dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan.

والله أعلم

🖊 Fauzan Sugiono


[1] Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, ( Kairo: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1384H) j. 16 h. 324

[2] Wahbah Az Zuhaily, Tafsir Al Munir, (Damaskus: Dar Al Fikr, 1418H), J. 26 h. 239

[3] Imam Al Bukhari Shahih al Bukhari, ( Dar Tuq An Najah, 1422H) j. 3 h. 128 No. 2442, Sahih Muslim No. 2580

[4] Abdurrahman Nashir As Sa’di, Taisir al Karim Ar Rahman Fi Tafsir Kalam Al Mannan, (Muasasah Ar Risalah, 1420H) j 1. H. 800

[5] Sayid Qutub, Fi Zilalil Qur’an, ( Beirut: Dar As Syuruq, 1412H) J. 6 h. 3343

[6] Ibnu Asyur, At Tahrir wa Tanwir, (Tunis, Dar Tunis Lin Nasyr, 1984) J. 26 h. 246

Serial Tafsir Surat Al-Hujurat

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (Muqaddimah)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.2) (Ayat ke-1)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG.3) (Ayat ke-2)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT (BAG. 4) (Ayat 3, 4, dan 5)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 5] (Ayat ke-6)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT [BAG. 6] (Ayat ke-7)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 7 (Ayat ke-8 dan 9)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 8 (Ayat ke-10)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 9 (Ayat ke-11)

Tafsir Surat Al Hujurat Bag. 10 (Ayat ke-12)

TAFSIR SURAT AL HUJURAT BAG 11 (Ayat ke-13)

Tafsir Surat Al Hujurat bag. 12 (Ayat ke-14)

Tafsir Surat AL Hujurat Bag. 13 (Ayat ke-15)

TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL HUJURAT Ayat 16, 17 dan 18 (BAG. 14 SELESAI)

Syaikh Al ‘Allamah Dr. Abdullah Al Faqih Hafizhahullah: “Demonstrasi Untuk Membela Muslim Tertindas Adalah BOLEH bahkan DIPERINTAHKAN”

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Syaikh ditanya tentang aksi Demonstrasi Damai (Muzhaharah Salimah) yang dilakukan umat Islam untuk mendukung rakyat Palestina yang dibantai Zionis, Syaikh memberikan jawaban cukup panjang, .. Kami kutipkan bagian kesimpulan sebagai berikut:

والصواب إن شاء الله تعالى أن الوسائل ، وهي الطرق إلى المقاصد غير منحصرة ، وأنها تأخذ حكم مقاصدها ، وأن النظر في الوسائل يكون من جهة : هل هي ممنوعة أولا . وليس : هل هي مأمور بها أو لا.
أي أننا في باب الوسائل ننظر : هل نهى الشارع عن هذه الوسيلة أو لا ، ولانحتاج إلى البحث في : هل أمر بها الشارع أو لا. بل يكفي في الوسائل أن يكون الشارع قد أباحها أو سكت عنها .
الثانية : من جهة المقاصد ، وذلك أننا لانحكم للوسائل ـ على التفصيل السابق ـ بحكم منفصل عن الغاية المقصودة من ورائها ، لأنه قد تقرر أن الوسائل لها أحكام المقاصد. فإذا كان القصد مطلوبا شرعا ، والغاية مأمورا بها من حيث هي ، فإنه يشرع التوصل والتوسل إليها بكل وسيلة غير ممنوعة شرعا .. فنصرة المسلم المظلوم مطلوبة شرعا . قال تعالى : (وإن استنصروكم في الدين فعليكم النصر) وقال عليه الصلاة والسلام : (مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم مثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر) متفق عليه. فكل وسيلة قديمة أو مستحدثة غير ممنوعة شرعا ، يغلب على الظن أنها تحقق المقصود ، وهو النصرة ورفع الظلم أو تخفيفه ، فإنها جائزة ، بل مأمور بها ، بحسب مالها من أثر .
ومعلوم أن الشعوب لها طرائق مختلفة في التعبير عن آرائها ، والشرع لايمنع من استخدام تلك الطرائق ، ولا يحصر معتنقيه على وسائل بعينها ، وليس مع من ادعى ذلك حجة نقلية ولاعقلية ، بل مقاصد الشرع وقواعده ، ووقائع تاريخ المسلمين في الصدر الأول تشهد بخلاف ذلك .
إذا تقرر هذا فإننا لانرى مانعا من تنظيم المظاهرات والاحتجاجات على المذابح التي يتعرض لها إخواننا في فلسطين وغيرها من بلاد المسلمين ، فإن هذا أضعف الإيمان وأقل الواجب . والله المستعان . وهو حسبنا ونعم الوكيل. والله أعلم .

Pendapat yang benar, Insya Allah, bahwasanya berbagai sarana yang ada merupakan jalan menuju maksud dan tujuan dengan tanpa dibatasi, dan hukum sarana tersebut mengikuti hukum tujuannya.

Pertimbangan untuk menilai sarana (wasilah) ada beberapa sisi:

📌 Pertama, “Apakah itu sarana terlarang atau tidak?” Bukan “Apakah itu sarana yang diperintahkan atau tidak?”

Kami memandang dalam masalah sarana ini, apakah pembuat syariat melarang sarana ini atau tidak? Kita tidak membutuhkan pembahasan apakah sarana ini diperintahkan atau tidak? Tetapi, dalam masalah pembahasan sarana cukuplah bagi kita bahwa pembuat syariat telah membolehkannya atau mendiamkannya.

📌 Kedua, dari sisi maksud dan tujuan.

Kami tidak menghukumi sebuah sarana –dengan rincian yang kami sebutkan sebelumnya- adalah hal terpisah dari tujuan yang ada di belakangnya, sebab telah menjadi ketetapan bahwa hukum dari sebuah sarana mengikuti hukum maksud dan tujuannya.

Maka, jika sebuah maksud dibenarkan oleh syariat, dan tujuannya diperintahkan seperti apa pun juga, maka dibolehkan untuk mencapainya dengan sarana apa pun, hal itu tidak terlarang dalam syariat … dan membela muslim yang tertindas adalah perbuatan yang diperintahkan syariat.

Allah ﷻ berfirman:

Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan. (QS. Al Anfal: 72)

Dan Nabi ﷺ bersabda:

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta dan kasih sayangnya bagaikan satu tubuh. Jika satu anggota badan mengeluh kesakitan, maka anggota badan lainnya ikut demam dan sakit bergadang.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Maka, semua sarana baik terdahulu atau kontemporer, yang tidak ada laragannya dalam syariat, dan diperkirakan mampu merealisasikan tujuan yaitu memberikan pertolongan dan menghilangkan kezaliman, MAKA ITU DIBOLEHKAN BAHKAN DIPERINTAHKAN, dengan pertimbangan memang adanya pengaruh untuk itu.

Telah diketahui, bahwa masyarakat memiliki berbagai cara untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya, dan syariat tidak melarang penggunaaan cara-cara itu, dan tidak memberikan batasan spesifik tentang bagaimana caranya. Mereka yang mengklaim adanya pembatasan cara itu tidak memiliki hujah baik naqliyah (Al Quran dan As Sunnah) dan aqliyah (Akal), justru tujuan syariat dan kaidah-kaidahnya, dan realita sejarah kaum muslimin sejak generasi awal menyelisihi klaim itu.

Jika kita telah menetapkan hal ini, maka kami memandang TIDAK ADA LARANGAN untuk melakukan aksi demonstrasi dan protes atas genosida yang dialami oleh saudara-saudara kita di Palestina, atau negeri muslimin lainnya.

Sesungguhnya ini adalah iman yang paling lemah dan kewajiban yang paling minim. Wallahul Musta’an.

Wahuwa Hasbuna wa Ni’mal Wakil. Wallahu A’lam

📒 Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 5834

✅ Semoga Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah tidak ditahdzir atau dianggap tidak paham manhaj Salaf karena fatwanya ini

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

Farid Nu’man Hasan

Syarah 10 Wasiat Imam Hasan Al Banna Rahimahullah (Bag. 2)

Wasiat 2:

اتل القران او طالع او استمع او اذكر الله و لا تصرف جزء من وقتك فى غير فائدة

Bacalah Al Quran, atau menelaahnya, atau mendengarkannya, atau berdzikirlah kepada Allah, dan jangan buang waktumu sedikit pun dengan hal yang tidak bermanfaat.

🍁🍄🌾🌻🌼🌸🌺

Dalam wasiat ini ada lima nasihat Imam Al Banna kepada murid-muridnya. Kelima nasihat itu adalah: Membaca Al Quran, Menelaahnya, Mendengarkannya, Berdzikir, dan Tidak membuang waktu dengan aktifitas yang sia-sia.

Kita bahas satu persatu ..

1⃣ Membaca Al Quran

Bagi seorang muslim membaca Al Quran adalah terminal ruhiyah dan jiwa. Hiburan hakiki bagi orang beriman dan senandung para mujahid. Kebutuhan-kebutuhan spiritual manusia baik ketenangan, ketentraman, ketundukan, ikhlas, pasrah kepada ketetapanNya, semua bisa diraih dengan membaca Al Quran, serta merenungi kandungannya.
Seandainya hanya membaca, itu pun sudah membawa manfaat bagi jiwanya, baik dia paham atau tidak paham isinya. Dia akan mendapatkan banyak fadhilah, seperti yang diberitakan oleh Nabi ﷺ.

Di antaranya adalah (kami sebutkan dua hadits saja):

▶ Hadits pertama:

اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه

Bacalah Al Quran, karena dia akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafaat (penolong) bagi para sahabatnya. (HR. Muslim No. 804)

Kata Imam Al Munawi, para sahabat Al Quran maksudnya para pembacanya. (At Taysir bisyarh Al Jaami’ Ash Shaghir, 1/388)

▶ Hadits lainnya:

الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام البررة والذي يقرأ القرآن ويتتعتع فيه وهو عليه شاق له أجران

Orang yang mahir membaca Al Quran dia akan hidup bersama Kiraamil Bararah, dan yang membaca Al Qurannya terbata-bata, dan dia kesulitan, maka baginya dua pahala. (HR. Muslim No. 798)

Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan makna “hidup bersama Kiraamil Bararah”, yaitu hidup bersama malaikat. Di akhirat nanti, dia memiliki kedekatan dengan para malaikat, lantaran mereka memiliki seperti sifat-sifat malaikat yaitu membawa Kitabullah. Ada juga yang mengatakan karena mereka beramal dengan amalnya para malaikat dan berjalan di atas jalan para malaikat. (Imam Badruddin Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 5/367)

Ada pun bagi yang membacanya terbata-bata, dua pahala yang dimaksud adalah pahala membacanya dan pahala kesulitan yang dia alami. (Ibid)

✅ Membacanya Secara Tartil

Hendaknya membaca Al Quran sesuai tuntunan tajwidnya, sebab seperti itulah Al Quran diturunkan.

Allah ﷻ berfirman:

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

Dan bacalah Al Quran dengan tartil. (QS. Al Muzammil: 4)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan yaitu membacanya tidak cepat-cepat, jelas hurufnya, yang dengan itu dapat membantu memahaminya dan mentadabburinya. (At Tafsir Al Munir, 29/129)

Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, menjelaskan makna tartil:
الترتيل تجويد الحروف ومعرفة الوقوف

Tartil itu benar hurufnya dan mengetahui tempat berhentinya. (Imam As Suyuthi, Al Itqan, 2/541)

Maka, untuk sampai derajat ini tentu mesti belajar. Kita bersyukur saat ini bertaburan “Rumah-rumah Al Quran” hang menjadi lembaga tahsin dan tahfizh Al Quran. Dengan demikian tidak ada kata tidak bisa, sebab fasilitas begitu mudah didapatkan, tinggal kemauan saja dari kitanya.

✅ Adab Tilawah

Membaca Al Quran tidak sama dengan membaca koran, buku paket, bahkan hadits. Ada adab-adab yang mesti diperhatikan, dan ini sering dibahas para ulama.

Di antaranya:

📌 Dalam keadaan suci baik dari hadats besar dan kecil
📌 Menghadirkan hati dengan khusyu dan tenang
📌 Tempat yang bersih dan syahdu
📌 Duduk menghadap kiblat
📌 Dimulai dengan ta’awudz
📌 Kalau bisa menangis menangislah
📌 Jaga hati untuk tetap ikhlas

Wallahu A’lam

(Bersambung ..)

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

Farid Nu’man Hasan

 

Memperlama Sujud Terakhir, Adakah Dasarnya?

☀💦☀💦☀💦

📌 Pertanyaan:

Assalamu’alaikum ustadz.. saya yuli dari sambas. Mau tanya ni ustad, klo wanita yg nifas itu apakah mesti 40 hari ataw kah boleh lebih dari itu?? Klo boleh lebih dari 40 hari klo flek2 yg keluar mash tergolong darah nifas?? Terima kasih pak. Semoga berkenan menjawab ny. 🙂 (081350091xxx)

📌 Jawaban:

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmtullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:

Kepada Pak Jalaludin Pane yang dirahmati Allah Ta’ala. Jazakallah Khairan atas pertanyaannya. Insya Allah akan dijawab satu per satu.

1⃣ Pertama, apakah berdoa ketika sujud mesti pada sujud terakhir atau pada sujud mana pun?

Sebagaimana kita ketahui, sujud adalah momen terdekat antara hamba dengan Rabbnya, maka kita dianjurkan banyak-banyak berdoa. Ini ditegaskan oleh riwayat berikut:

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” 1)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan contoh doa yang dibacanya ketika sujud, yakni sebagai berikut:

اللهم اغفر لي ذنبي كله. دقه وجله. وأوله وآخره. وعلانيته وسره

“Ya Allah ampunilah dosa-dosaku semua, baik yang halus atau yang jelas, yang awal dan yang akhir, dan yang terang-terangan dan yang tersembunyi.” 2)

Nah, jika membaca doa ini maka sangat bagus dan kita telah mengikuti sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi apakah dengan ini berarti membatasi doa-doa yang dibaca? Bolehkah membaca doa lain sesuai hajat kita? Imam Ahmad Rahimahullah lebih condong hanya membatasi pada doa-doa ma’tsur saja.

Sedangkan, Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah dibatasi. Doa apa saja yang termasuk maksud doa kebaikan dunia dan akhirat adalah boleh. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan berbagai doa yang berbeda diberbagai tempat. Ini menunjukkan bahwa hal itu tidak dilarang. Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang doa akhir tasyahhud: “Kemudian hendaknya dia memilih doa yang disukai dan sesuai seleranya.” Dalam riwayat Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk dirinya.” Imam An Nasa’i meriwayatkan dengan sanad shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dalam qunutnya: “Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Salamah bin Hisyam, dan orang-orang lemah dari kalangan mu’minin ..dst.” Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, nabi pernah berdoa dalam qunutnya: “Ya Allah laknatlah Ra’la dan Dzakwan, dan orang-orang yang telah membangkang kepada Allah dan rasulNya.” Ini semua adalah kabilah-kabilah di Arab. Hadits-hadits seperti ini banyak. Jawabannya adalah, bahwa hadits-hadits mereka ini menunjukkan bahwa doa bukanlah termasuk kalamun nas (pembicaraan manusia), dan tentang tasymit (menjawab bersin) dan menjawab salam, telah ada hadits yang menyebutnya sebagai kalamun nas, karena keduanya adalah bentuk lawan bicara dari manusia, dan berbeda dengan doa. Wallahu A’lam. 3)

Demikian yang dikatakan Imam An Nawawi, dan itulah pandangan madzhab syafi’i, nampaknya inilah pendapat yang lebih kuat seperti dalil-dalil yang diterangkannya. Namun, bagi mereka pun membaca sesuai doa yang ma’tsur adalah lebih afdhal. 4)

Ini juga pendapat Malikiyah, dan juga menjadi pilihan bagi Al Lajnah Ad Daimah di Saudi Arabia, ketika mengomentari hadits: “Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” Katanya:

ولم يخصص دعاء دون دعاء، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة

“Tidaklah mengkhususkan doa tertentu saja dibanding doa lainnya, dan hadits-hadits dengan makna seperti ini banyak.” 5)

📒 Pada sujud kapankah?

Tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa sujud terakhir adalah waktu untuk memperbanyak doa yang di maksud, sehingga dia lebih lama dibanding sujud lainnya. Oleh karenanya, ketiadaan dalilnya secara khusus mestilah membuat hal ini berlaku umum pada sujud mana pun. Justru jika kita perhatikan sunah, semua bagian gerakan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lakukan adalah sama panjangnya, baik ruku’, sujud, dan i’tidalnya.

Hal ini diterangkan oleh berita dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كَانَ رُكُوعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنْ السَّوَاءِ

Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pada ruku, sujud, dan jika bangun dari ruku’nya (i’tidal), serta duduk di antara dua sujud, lama (tuma’ninah)-nya kurang lebih sama. 6)

Maka, silahkan dia berdoa pada sujud mana pun dia mau, termasuk pada sujud terakhir, asalkan tidak sampai jauh melebihi lama sujud lainnya. Menyengaja memperlama sujud terakhir melebihi sujud lainnya, bukanlah termasuk sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

الإطالة في السجدة الأخيرة ليست من السنة لأن السنة أن تكون أفعال الصلاة متقاربة الركوع والرفع منه والسجود والجلوس بين السجدتين كما قال ذلك البراء بن عازب رضي الله عنه قال (رمقت الصلاة مع النبي صلى الله عليه وسلم فوجدت قيامه فركوعه فسجوده فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريباً من السواء) هذا هو الأفضل ولكن هناك محلٌ للدعاء غير السجود وهو التشهد فإن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم لما علم عبد الله بن مسعود التشهد قال (ثم ليتخير من الدعاء ما شاء) فليجعل الدعاء قل أو كثر بعد التشهد الأخير قبل أن يسلم.

Memperpanjang sujud terakhir bukanlah bagian dari sunah, karena sunahnya adalah gerakan-gerakan dalam shalat itu hampir sama seperti ruku’, bangun dari ruku, sujud, dan duduk di antara dua sujud, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu : (Aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan aku dapatkan bahwa lamanya Beliau berdiri, ruku, sujud, dan duduknya antara salam dan selesainya, adalah mendekati sama). Inilah yang lebih utama, tetapi ada tempat lain untuk berdoa selain ketika sujud, yaitu pada saat tasyahud, sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mengetahui Abdullah bin Mas’ud sedang tasyahud, Beliau berkata: (Kemudian hendaknya kamu pilih doa apa pun yang kamu kehendaki), maka hendaknya dia berdoa sedikit atau banyak setelah tasyahud akhir sebelum salam. 7)

Namun, jika ada memanjangkan sujud akhirnya, hal itu tidak merusak shalatnya, shalatnya tetap sah.

2⃣ Kedua, selain doa yang diajarkan nabi, apakah boleh berdoa sesuai hajat kita setelah membaca tasyahud akhir sebelum salam?

Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan bacaan yang mesti dibaca ketika duduk tasyahud hingga selesai, lalu bersabda:

ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ

Kemudian dia boleh memilih doa apa pun yang dia kehendaki. 8)

Hadits ini, walau jelas menyebut memilih doa apa pun yang dia kehendaki, ternyata para imam tidak satu kata dalam memahaminya. Mayoritas ulama mengatakan ini merupakan petunjuk bolehnya berdoa apa pun yang kita mau dalam urusan agama dan dunia, selama memang itu doa yang baik. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, menyatakan tidak boleh sembarang doa kecuali dengan doa dari Al Quran dan As Sunnah.

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

فيه استحباب الدعاء في آخر الصلاة قبل السلام وفيه أنه يجوز الدعاء بما شاء من أمور الآخرة والدنيا ما لم يكن إثما وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور وقال أبو حنيفة رحمه الله تعالى لا يجوز إلا بالدعوات الواردة في القرآن والسنة

Pada hadits ini terdapat anjuran disukainya berdoa pada akhir shalat sebelum salam, dan pada hadits ini juga dibolehkan berdoa dengan apa saja yang dikehendaki berupa urusan akhirat dan dunia, selama bukan yang mengandung dosa. Inilah pendapat madzhab kami (syafi’iyah) dan madzhab jumhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat tidak boleh kecuali dengan doa-doa yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah. 9)

Imam Abul Faraj bin Al Jauzi Rahimahullah mengatakan:

وقوله ثم يتخير من المسألة ما شاء محمول عندنا على التخير من الأدعية المذكورة في القرآن وفي الحديث ومتى دعا بكلام من عنده مثل أن يقول اللهم ارزقني جارية أو طعاما فسدت صلاته وهو قول أبي حنيفة وعند مالك والشافعي يجوز أن يدعو بما شاء

Sabdanya (Kemudian dia boleh memilih doa apa pun yang dia kehendaki) pengertiannya menurut kami adalah memilih doa-doa yang disebutkan dalam Al Quran dan Al Hadits, dan ketika dia berdoa dengan ucapan yang dibuatnya sendiri semisal: “Ya Allah berikanlah aku seorang anak perempuan atau makanan.” Maka rusaklah shalatnya, inilah pendapat Abu Hanifah. Sedangkan menurut Malik dan Asy Syafi’i boleh berdoa dengan apa pun yang dikehendaki. 10)

Secara zahir, hadits ini menunjukkan kebenaran pendapat mayoritas ulama, bahwa doa tersebut tidak dibatasi alias mutlak sesuai kehendak orangnya, selama doa tersebut tidak mengandung kemungkaran. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhamamdin wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi ajmian.

🍂🌱🌿☘🍀🎍🎋

[1] HR. Muslim No. 482
[2] HR. Muslim No. 483
[3] Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/472. Darul Fikr
[4] Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Al Muhtaj, 2/432. Mawqi’ Al Islam. Imam Syihabuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 4/393
[5] Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’, No. 4210
[6] HR. Bukhari No. 792, Muslim No. 471, dan ini lafaznya Al Bukhari)
[7] Fatawa Nur ‘Alad Darb, 143/7
[8] HR. Muslim No. 402
[9] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/117
[10] Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Kasyful Musykil min Hadits Ash Shahihain, 1/191. Darul Wathan, Riyadh

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top