[Adab Pada Rambut] Larangan Mencabut Uban

💥💦💥💦💥💦

Beruban? Jangan dicabut!! Karena …..

1⃣ Spesial bagi seorang muslim, dia cahaya baginya, bukan bagi non muslim.

Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نتف الشيب، وقال ((هو نور المؤمن))

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mencabut uban,” dan katanya: “Itu adalah cahaya bagi seorang mu’min.” (HR. Ibnu Majah No. 3721, Syaikh Al Albani mengatakan Hasan Shahih, dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3721)

Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن نتف الشيب وقال إنه نور المسلم”. هذا حديث حسن وقد رواه عبد الرحمن بن الحارث وغير واحد عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mencabut uban, dan bersabda: bahwa itu adalah cahaya bagi seorang muslim.”(HR. At Tirmidzi No. 2975, katanya: Hadits ini hasan. Abdurrahman bin Al Harits dan  selain dari satu orang telah meriwayatkannya dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 14604. Syaikh Al Albani mengatakan Shahih, dalamShahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2821)

2⃣ Beruban itu bisa mendatangkan pahala dan Menghapus dosa

Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاتنتفوا الشيب ما من مسلمٍ يشيب شيبةً في الإِسلام” قال عن سفيان “إلاَّ كانت له نوراً يوم القيامة” وقال في حديث يحيى “إلا كتب اللّه [تعالى وجل] له بها حسنةً وحطَّ عنه بها خطيئةً”

“Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang muslim beruban  satu saja di dalam Islam.” (Beliau berkata, dari Sufyan): “Melainkan baginya cahaya di hari kiamat nanti.” (Dia bersabda dalam hadits Yahya): “melainkan Allah Ta’ala catat baginya satu kebaikan dan menghapuskan untuknya satu kesalahan.” (HR. Abu Daud No. 4202, Syaikh Al Albani mengatakan Hasan Shahih, dalamShahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 4202. Lihat juga Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 14605)

3⃣ Uban Itu Kewibawaan

Imam Abul ‘Abbas Al Qurthubi mengatakan:

إنَّما كان لأنه وقارٌ ، كما قد روى مالك : (( أن أوَّل من رأى الشيب إبراهيم ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، فقال : يا رب ! ما هذا ؟ فقال : وقار . قال : يا رب زدني وقارًا )) ، أو لأنه نورٌ يوم القيامة

Sesungguhnya  uban adalah kewibawaan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik: Bahwa yang pertama kali melihat uban adalah Ibrahim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: Ya Rabb, apa ini?! Tuhan menjawab: Waqar (kewibawaan/mahkota),” Dia berkata: “Ya Rabb, tambahkan untukku kewibawaan.” Atau juga karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. (lalu Imam Abul Abbas menyebut hadits tentang itu). (Lihat Al Mufhim, 19/56. Maktabah Misykah)

5⃣ Mencabutnya terlarang

Hadits-hadits di atas secara zahir menunjukkan larangan mencabut uban, dan hukum dasar dari larangan  menunjukkanharam. Berkata Syaikh Abdul Muhsin Hamd Al ‘Abbad Al BadrHafizhahullah:

فهذا يدل على منع أو تحريم نتف الشيب

“Maka, ini menunjukkan larangan atau keharaman mencabut uban.” (Syarh Sunan Abi Daud No. 472. Maktabah Al Miyskah)

Tetapi, tertulis dalam  berbagai kitab tentang  riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu:

عن عبد الله بن مسعود أن نبي الله صلى الله عليه وسلم كان يكره الصفرة يعني الخلوق وتغيير الشيب يعني نتف الشيب وجر الإزار والتختم بالذهب…

Dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakruhkan shafrah yakni wangi-wangian, merubah uban yakni mencabutnya, menjulurkan kain, dan memakai cincin emas …”(HR. Abu Daud No. 4222, An Nasa’i No. 5088, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 15464)

Keterangan dari Ibnu Mas’ud ini menyebutkan bahwa NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam ‘hanya’ memakruhkan mencabut uban. Tetapi hadits ini memiliki redaksi yang musykil sebab menyebutkan bahwa memakai cincin emas (buat laki-laki) adalah makruh, padahal telah ijma’ (konsensus) bahwa cincin emas adalah haram untuk laki-laki, bukan makruh. Dan, secara sanad hadits ini pun munkar (LihatShahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 4222),   oleh karena itu menurut para ulama, hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah kemakruhannya. Maka, mesti kembali kepada hukum asal larangan yaitu haram.

Namun, ada riwayat lain yang dijadikan alasankemakruhannya, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu mengatakan:

يكره أن ينتف الرجل الشعرة البيضاء من رأسه ولحيته

“Dimakruhkan bagi seorang laki-laki mencabut rambut kepalanya yang memutih dan juga janggutnya.” (HR. Muslim No. 2341,  Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 14593)

Apa yang dikatakan Anas bin Malik ini menjadi penjelas, sekaligus dalil yang kuat makruhnya mencabut uban baik di kepala atau di janggut. Dan, ini menjadi pendapat madzhab Syafi’i dan Maliki bahwa mencabut uban adalah makruh, tidak haram.  Inilah pandangan yang lebih kuat. Wallahu A’lam

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قَالَ أَصْحَابنَا وَأَصْحَاب مَالِك : يُكْرَه وَلَا يَحْرُم

“Sahabat-sahabat kami (syafi’iyah) dan sahabat-sahabat Malik (Malikiyah) mengatakan: dimakruhkan, dan tidak diharamkan.”(Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 8/59. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Beliau juga menambahkan bahwa kemakruhan ini bukan hanya bagi rambut di kepala, tapi juga lainnya. Katanya:

ولا فرق بين نتفه من اللحية والرأس والشارب والحاجب والعذار من الرجل والمرأة

“Tidak ada perbedaan antara mencabut rambut janggut, kepala, kumis, alis, dan pipi, baik pada laki-laki dan wanita.” (Lihat Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/227)

Imam Abul Abbas Al Qurthubi Rahimahullah juga mengatakan:

وكراهته ـ صلى الله عليه وسلم ـ نَتْف الشيب إنَّما كان لأنه وقارٌ ، كما قد روى مالك : (( أن7 أوَّل من رأى الشيب إبراهيم ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، فقال : يا رب ! ما هذا ؟ فقال : وقار . قال : يا رب زدني وقارًا )) ، أو لأنه نورٌ يوم القيامة

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakruhkan mencabut uban, karena dia adalah kewibawaan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik: Bahwa yang pertama kali melihat uban adalah Ibrahim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: Ya Rabb, apa ini?! Tuhan menjawab: Waqar (kewibawaan/mahkota),” Dia berkata: “Ya Rabb, tambahkan untukku kewibawaan.” Atau juga karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. (lalu Imam Abul Abbas menyebut hadits tentang itu). (Lihat Al Mufhim, 19/56. Maktabah Misykah)

Maka lebih tepat dikatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh, sebagaimana langsung  dikatakan oleh salah seorang Sahabat Nabi, dan pernah menjadi pelayan di rumahnya, yakni Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu. Ada pula sebagian ulama yang mengatakan boleh mencabut uban, tetapi berbagai riwayat shahih di atas, dan juga fatwa sahabat ini sudah cukup mengoreksi pendapat mereka.

Wallahu A’lam. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbhi Ajma’in.

☘🌺🍃🌴🌻🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Adab Pada Rambut

Larangan Mencukur Rambut dengan Cara Qaza’

Memotong Rambut Bagi Muslimah Sesuai Syariat

Batasan Panjang Rambut Laki-Laki

Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki

Tarajjul (Menyisir Rambut)

Larangan Keras Menyambung Rambut (Wig, Konde, dan Semisalnya)

Menyemir Rambut

Larangan Mencabut Uban

Menutupi Rambut Bagi Wanita Karena Itu Adalah Salah Satu Aurat

Dampak dan Akibat Mendatangi dan Percaya Peramal

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum …

Afwan ustadz, apakah bs di share materi ttg “hukum Percaya pd dukun, paranormal, org pintar dan atau sejenisnya ? i02

📬 JAWABAN

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Terdapat beberapa hadits yang menyatakan larangan mendatangi peramal dan semisalnya, dengan larangan yang amat keras.

1⃣ Pertama. Dari Shafiyah Radhiallahu ‘Anha, dari sebagian istri nabi, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barang siapa yang mendatangi peramal, lalu dia menanyainya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam. (HR. Muslim No. 2230, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 16287, Al Baghawi dalamSyarhus Sunnah, 12/182)

Menurut Imam An Nawawi maksud “shalatnya tidak diterima” adalah shalatnya tidak mengandung pahala. Begitulah yang dikatakan mayoritas Syafi’iyah. Para ulama sepakat bahwa orang tersebut tidak wajib mengulangi shalatnya yang empat puluh malam tersebut, tetapi wajib baginya taubat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/227)

2⃣ Kedua. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كقر بما أنزل على محمد [ صلى الله عليه و سلم ]

Barang siapa yang mendatangi (baca: berjima’ dengan) istrinya yang sedang haid, atau dari duburnya, atau mendatangi peramal (dukun) maka dia telah kafir terhadap apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ . (HR. At Tirmidzi No. 135. Ibnu Majah No. 639, An Nasa’i dalam Al Kubra No. 8968, dll. Imam Al Hakim mengatakan: shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim. Lihat Al Mustadrak, 1/8. Dishahihkan pula oleh para imam seperti Imam Al Munawi, At Taysir, 2/746, Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 4/71, dll)

📘     Maksud “mendatangi peramal” adalah dengan membenarkan apa yang dikatakan peramal tersebut. Imam Al Munawi mengatakan: “Yaitu jika bertanya kepadanya lalu meyakininya dan membenarkannya, jika bertanya tetapi untuk mendustakannya maka tidak termasuk ancaman dalam hadits ini.” (At Taysir, 2/746)

📙 Maksud  “Kafir” di sini bukan murtad, tetapi dalam rangka memperberat dan memperkeras maknanya. Seperti yang dikatakan Imam At Tirmidzi dalam Sunannya dari para ulama terdahulu. Tetapi jika dia mendatangi peramal itu karena dia menghalalkan dan membenarkan perbuatan tersebut maka itu kufur secara zahirnya. Jika dia tidak menghalalkan dan tidak membenarkan, maka itu bermakna kufur nikmat. (Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 1/355)

📔 Imam Ali Al Qari, mengutip dari Ibnu Al Malak, katanya: “Ini diartikan jika dia menghalalkan perbuatan tersebut dan meyakininya, jika tidak maka itu adalah fasiq. Disebut “kafir” saat itu maksudnya adalah  kafir terhadap nikmat Allah ﷻ, atau secara mutlak itu perbuatan kufur yang biasa dilakukan kaum yang ingkar kepada Allah ﷻ.” (Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 2/489)

📓 Banyak sekali hadits-hadits serupa yang juga menggunakan kata “faqad kafara” atau “kufrun”, tapi tidak bermakna murtad tetapi untuk memperkuat dan memperberat kedudukan kesalahan perbuatan tersebut.

📚 Jadi, jika dia mendatanginya, lalu meyakininya dan membenarkannya serta dibarengi keyakinan bahwa adalah halal percaya terhadap peramal maka itu adalah kafir. Sedangkan jika tanpa ada keyakinan-keyakinan seperti ini, maka itu adalah fasiq, kufur nikmat, dan kafir ‘amali (perbuatan), bukan kafir i’tiqadi (keyakinannya).

Wallahu A’lam

☘🌺🌴🍃🌷🌻🌸🌾
✏ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat Al Mulk (Bagian 5)

📂 Bintang dilangit dijadikan Allah alat pelempar syetan

📌 Nash Ayat

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ

السَّعِيرِ (5) وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6)

“Dan sungguh Kami telah hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang dan Kami jadikannya ( bintang-bintang itu) sebagai alat pelempar syetan, dan Kami sediakan bagi mereka azab yang menyala-nyala. Dan orang-orang yang ingar kepada kepada Tuhannya, akan mendapat azab Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”( QS. Al Mulk:5-6)

📌 Tinjauan Bahasa

مَصَابِيحَ

bintang-bintang”,

Diungkapkan Allah dengan kata bentuk jamak yaitu mashabih ( pelita-pelita), bentuk tunggalnya adalah mishbah artinya sesuatu yang dijadikan penerangan dalam gelap. Seperti waktu subuh yang berarti sinar yang menyambut datangnya siang. Bintang-bintang diungkapkan dengan kata mashabih karena ia bersinar bak pelita Imam At Thabari menyebutkan bersumber dari Qatadah bahwa bintang diciptakan untuk tiga hal:

  1. Sebagai penghias langit
  2. Sebagai alat pelempar syetan
  3. Sebagai pedoman arah ( tafsir At Thabari, 23/508)

Syaikh Al Utsaimin menerangkan bahwa syetan yang dilempar adalah syetan dari jenis jin, bukan dari jenis manusia, karena syetan dari jenis jin memiliki kekuatan ( Fathul Majid hal.381)

Seperti dalam firman Allah:

وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاص

Dan (Kami tundukkan pula kepadanya setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam.(QS.Shad:37)

قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ

Ifrit dari golongan jin berkata,”Akulah yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempatmu, dan sungguh aku kuat dan dapat dipercaya ( QS. An Naml:39)

📌 Pendapat ulama

Syetan yang mencuri kabar dari langit kemudian dilempar Allah dengan bintang-bintang tersebut yang kilatannya ibarat bara api neraka ( Tafsir Al Khazin, 4/319)

Ibnu Abbas menyebutkan,”Syetan yang terkena lemparan bintang tersebut ada yang terluka, tergulung dan terbakar”.( Tafsir Ibnu Abbas,1/479)

Syekh Wahbah Az Zuhaili berkata:

زيّن الله السماء الدنيا وهي القربى أقرب السموات إلى الناس بكواكب مصابيح لإضاءتها، وجعل منها شهبا تنقض على مردة الشياطين، وأعد الله للشياطين أشد الحريق بسبب الكفر والضلال والإفساد

Allah menghiasi langit dunia, yaitu langit yang paling dekat antara manusia dengan jagat raya, dengan bintang-bintang yang menyinarinya, bintang juga dijadikan alat untuk menghalau syetan durjana, Allah menyiapkan bagi syetan azab yang membakar karena kekafiran, kesesatan dan kerusakan mereka. ( Tafsir Al Munir, 29/13)

Berkata Sayyid Qutub: “Indahnya pemandangan bintang dilangit begitu menentramkan hati. Keindahan warna yang selalu terbarukan, sesuai dengan waktu, selalu berbeda pagi dan sore hari, dari terbit matahari hingga terbenamnya, dari malam yang berbintang hingga malam gelap gulita, dari cerahnya langit hingga berarak awan. Bahkan selalu berbeda dari waktu ke waktu. Dari berbagai sudut dan penjuru, demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. Itulah keindahan dalam kehidupan manusia, keindahan yang tak terukir dengan kata dan ungkapan. Namun Al Qur’an menunjukkan jiwa manusia kepada keindahan jagat raya dan keindahan seluruh makhluk ciptaan Allah, karena mengetahui keindahan makhluk adalah cara jujur dan termudah untuk mengekspresikan keindahan Sang Maha Pencipta. Pengetahuan inilah yang mengangkat manusia kearah kemuliaan, mempersiapkan hidup abadi, dalam alam nan indah dari sekedar alam dunia menuju alam kebahagiaan hati yang hakiki kala mengetahui keindahan Illahi.” ( Sayid Qutub, Fidzilalil Qur an, 36/34)

📌 Hikmah Ayat

  • Allah menghiasi langit dengan bintang gemintang di waktu malam, sebagai penghias langit, pelempar syetan dari kalangan jin yang mencuri kabar dari langit, serta sebagai petunjuk arah baik darat maupun laut
  • Bagi orang yang beriman mengetahui keindahan ciptaan Allah adalah cara paling jujur dan mudah untuk mengenal keindahan Allah yang Maha Indah.
  • Orang yang ingkar kepada Allah akan mendapat azab yang pedih berupa neraka jahannam

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Fauzan Sugiono

Serial Tafsir Surat Al Mulk:

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 1) Gambaran Umum Surat Al Mulk

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 2)

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 3) Amal Terbaik

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 4) Allah Menciptakan Tujuh Langit Berlapis-lapis

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 5) Bintang dilangit dijadikan Allah alat pelempar syetan

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 6) ILUSTRASI MURKA NERAKA KEPADA ORANG-ORANG KAFIR

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 7) PENYESALAN ORANG-ORANG KAFIR

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 8) ALLAH MENGETAHUI YANG TERSEMBUYI DAN NYATA

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 9) ALLAH MAHA PEMBERI RASA AMAN

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 10) DESKRIPSI KEKUASAAN ALLAH PADA SEEKOR BURUNG

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 11) ALLAH MAHA PENOLONG, ALLAH PEMBERI REZEKI

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 12) Perumpamaan Orang Yang Mendapat Petunjuk

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 13) Nikmat Pendengaran, Penglihatan dan Hati Nurani

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 14) Hanya Allah Yang Maha Tahu Kapan Datangnya Hari Kiamat

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 15) Adzab yang Dinantikan Akhirnya Datang

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 16) Allah Maha Mematikan dan Memberi Rahmat, Tawakal Hanya Kepada-Nya, serta Dia Maha Pemberi Nikmat air

Mengenal Istidraj; Apa dan Bagaimana?

💦💥💦💥💦💥

Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah ﷻ berikan kepada orang yang jauh dariNya yang sebenarnya itu menjadi  azab baginya apakah dia bertaubat atau semakin jauh.

Sederhananya adalah, jika kita dapati seseorang yang semakin buruk kualitas ibadahnya, semakin tidak ikhlas, berkurang kuantitasnya, sementara maksiat semakin banyak, baik maksiat kepada Allah dan manusia, lalu rezeki baginya Allah ﷻ berikan melimpah ruah, kesenangan hidup begitu mudah didapatkan, tidak pernah sakit dan celaka, panjang umur, bahkan Allah ﷻ berikan keluarbiasaan pada kekuatan tubuhnya. Maka, hati-hatilah bisa jadi ini adalah istidraj baginya, bukan karamah, secara berangsur Allah ﷻ menariknya dalam kebinasaan.

Yang seperti ini biasanya memang Allah ﷻ berikan kepada orang-orang kafir dan ahli maksiat. Sebagaimana keterangan berikut:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.(QS. Ali ‘Imran: 178)

Ayat lain:

Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (QS. Al Mu’minun: 55-56)

Ayat lainnya:

Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Al Quran). nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, (QS. Al Qalam: 44)

Ayat lainnya:

Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (QS. Az Zumar: 49)

Tertulis dalam Tafsir Al Muyassar tentang ayat Az Zumar 49 ini:

ولكن أكثرهم -لجهلهم وسوء ظنهم- لا يعلمون أن ذلك استدراج لهم من الله، وامتحان لهم على شكر النعم

Tetapi kebanyakan manusia –karena kebodohan dan buruknya prasangka mereka- tidak mengetahui bahwa hal itu merupakan istidraj dari Allah ﷻ dan ujian bagi mereka agar mensyukuri nikmat. (Tafsir Al Muyassar, 1/464)

Hal ini juga dikabarkan oleh hadits Nabi ﷺ, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, baha Nabi ﷺ bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ ” ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44]

Apabila engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba berupa nikmat dunia yang disukainya padahal dia suka bermaksiat, maka itu hanyalah istidraj belaka, lalu Rasulullah ﷺmembaca: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’am: 44). (HR. Ahmad No. 17311. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mentatakan: hasan. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 17311)

Begitulah istidraj ….

Ada pun jika ada kenikmatan dunia diberikan kepada orang mu’min,  shalih, ahli ibadah, bukan orang kafir dan  ahli maksiat, maka itu merupakan nikmat Allah ﷻ yang disegerakan baginya di dunia, atau bisa juga ujian untuk meninggikan lagi kedudukannya.

Wallahu A’lam

☘🌺🌻🌷🌴🍃🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top